3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

**Bagian 15

Sebenarnya “pengakuanku” tentang cewek bernama Nova itu tak pernah ada. Tapi kelihatannya Tante Aida sangat terkesan oleh omong kosongku. Sikapnya padaku begitu mesranya, seolah aku ini kekasih pertamanya.

Ia pun berjanji, setelah Oom Faisal ditempatkan di kolam pemancingan itu, ia akan sering “menengok” ke hotelku.

Untungnya Oom Faisal menerima tawaranku itu dengan penuh semangat. Ya, dua hari kemudian oom Faisal datang sendiri ke hotelku sambil menyatakan kesiapannya untuk mengelola kolam pemancingan sekaligus resort itu.

Aku hanya berpesan bahwa pengelola restoran di kompleks pemancingan itu akan kukirim orangnyha nanti. Jadi semua urusan di Public Fishing Ponds and Resorts (kolam pemancingan umum dan peristirahatan) itu adalah tanggung jawab Oom Faisal, kecuali restorannya.

Setelah Oom Faisal berlalu, aku memanggil Ceu Inar, wanita yang bekerja di bagian kitchen hotelku. Kulihat dia sangat trampil dalam hal masak - memasak, meski pun dia bukan seorang chef.

Setelah kupanggil lewat interphone, wanita setengah baya yang biasa kupanggil Ceu Inar itu mendatangi ruang kerjaku.

“Selamat pagi Boss,” ucapnya sambil membungkuk sopan sebelum duduk di kursi depan meja kerjaku.

Aku mengangguk sambil memperhatikan bentuk wanita 40 tahunan itu sekilas.

“Ceu Inar kerasan kerja di sini?” tanyaku.

“Kerasan Boss.”

“Kalau ditempatkan di resort yang letaknya di luar kota, sanggup?”

“Se… sebagai apa?”

“Mau disebut chef boleh, disebut juru masak juga boleh.”

“Saya belum punya sertifikat chef Boss.”

“Nggak perlu. Yang penting trampil dalam masak - memasak dan bisa mengarahkan orang - orang yang kerja di kitchen aja nanti.”

“Maaf Boss… apa saya bisa melihat dulu tempatnya?”

“Bisa. Sekarang aja kita langsung ke sana, mumpung belum belepotan bajunya. Belum mulai kerja di kitchen tadi kan?”

“Belum Boss. Saya baru saja datang ketika Boss memanggil tadi.”

“Ya udah ikut aku aja ke resort yang di luar kota itu.”

“Siap Boss.”

Beberapa saat kemjudian Ceu Inar sudah duduk di samping kiriku, dalam mobil yang sedang kutujukan ke luar kota. Ke resort sekaligus kolam pemancingan umum itu.

“Anaknya berapa orang Ceu?” tanyaku setelah mobilku mulai menginjak.

“Cuma seorang Boss,” sahutnya.

“Umur berapa?”

“Sudah umur duapuluh tahun. Sudah bekerja di Jakarta.”

“Ohya?! Sudah punya anak yang dewasa? Emangnya umur Ceu Inar sekarang berapa tahun?”

“Tigapuluhdelapan Boss. Udah tua.”

“Tua sih belum. Usia segitu malah sedeng - sedengnya…”

“Hihihihiiii…! Sedeng - sedengnya apa Boss?

“Sedeng - sedengnya enak diajak tidur bareng. Hahahaaaa…!”

“Ah Boss mah bisa aja. Perempuan udah seusia saya gini udah sulit nyari laki lagi Boss.”

“Nyari laki? Emangnya sekarang Ceu Inar janda?”

“Iya Boss. Kata orang mah single parent.”

“Owh… kirain masih punya suami.”

“Waktu saya menikah, usia suami saya tigapuluh tahun lebih tua dari saya.”

“Ohya? Berarti sekarang dia sudah enampuluhdelapan taun?”

“Iya kalau masih hidup sih.”

“Emangnya sudah meninggal?”

“Betul Boss. Sudah meninggal empat tahun yang lalu. Makanya saya nyari kerja juga. Tadinya kan cuma ngurus suami dan anak aja di rumah.”

“Wah kalau tau udah janda sih, dari dulu - dulu Ceu Inar kudekati.”

“Hihihiii… memangnya mau ngapain?”

“Saling bagi rasa aja. Soalnya aku paling suka perempuan setengah baya seperti Ceu Inar gini.”

“Mmm… memangnya Boss berkenan sama saya yang sudah tua gini?”

Tangan kiriku yang nganggur lalu memegang lutut Ceu Inar yang terbuka di bawah spanrok pinknya. “Di mataku, Ceu Inar ini seksi abis. Bokong dan toketnya gede gitu… pasti enak numpaknnya…”

“Hihihi… kayak numpak motor Harley Davidson ya Boss.”

“Motor sih gak bisa bikin merem - melek. Kalau Ceu Inar kan bisa bikin merem melek.”

“Duh Boss… hati saya jadi gak karuan nih. Soalnya gak pernah kepikiran kalau Boss bisa suka sama saya.”

Saat itu mobilku sudah berada di luar kota yang tidak padat kendaraannya. Karena itu kupinggirkan dulu mobilku dan kuhentikan di bahu jalan. “Ceu Inar tau nggak? Si jhoni udah ngaceng berat nih,” ucapku sambil menyembulkan penisku dari belahan ritsluiting celana jeansku.

“Waaaw…! Punya Boss segede ini?!” seru Ceu Inar sambil mendekatkan tangannya ke penisku yang memang sudah ngaceng berat ini.

“Pegang aja Ceu, jangan ragu - ragu. Mau diselomotin juga boleh…”

Ceu Inar benar - benar memegang penisku dengan tangan gemetaran. “Nyelomotin sih gak berani Boss. Kan Boss lagi nyetir…”

“Ya udah… pegang aja tgerus sampai kita tiba di lokasi resort dan pemancingan itu ya…”

Kujalankan lagi mobilku, sementara penisku tetap dipegang oleh tangan Ceu Inar.

“Boss… dientot sama titit sepanjang dan segede gini sih dikasih seminggu sekali juga kenyang.”

“Ceu Inar udah mulai horny kan?”

“Be… betul Boss. Kok Boss bisa tau?”

“Tangannya makin lama makin hangat. Nanti kumasukkan kontolku ke memek Ceu Inar ya.”

“Di mana Boss? Masa di dalam mobil ini?”

“Kan di resort itu ada puluhan cottage… sekarang masih pada kosong. Karena resortnya belum dibuka. Jadi nanti kita bisa main di salah satu cottagenya.”

“Iya Boss. Terserah Boss aja. Saya… udah degdegan nih Boss.”

Setibanya di lokasi resort dan pemancingan umum itu, kubetulkan dulu celana jeansku. Lalu mengajak Ceu Inar turun dari mobil.

Mang Danu menghampiriku dengan sikap sopan seperti biasa, “Selamat pagi Boss.”

“Pagi, “aku mengangguk, “Restorannya dikunci nggak Mang?”

“Nggak Boss. Silakan barangkali mau diperiksa,” sahut Mang Danu.

Aku dan Ceu KInarf pun melangkah ke arah restoran yang masih belum aktif itu. Sebenarnya bangunan restoran itu dibuat dari tembok biasa. Tapi dinding dan langit p- langitnya dilapisi papan kayu jati semua. Sehingga sepintas lalu restoran itu seperti terbuat dari kayu jati semua.

Mang Danu mengikuti langkahku. Tapi dia tidak ikut masuk ke dalam resto, lalu berdiri di depannya saja.

“Nah ini restorannya. Kalau Ceu Inar sanggup, aku akan pasrahkan restoran ini ke tangan Ceu Inar sebagai pemimpinnya,” kataku sambil memegang bokong semoknya.

“Menyenangkan… kitchennya modern sekali, lebih modern dari kitchen hotel Boss. Suasana di sekitarnya pun terasa nyaman,” sahut Ceu Inar.

“Menurut prediksiku, restoran ini bakal ramai nanti. Karena di skini ada kolam pemancingan segala. Jadi orang yang mau istirahat dan mau memancing, pasti nyari makannya ke sini.”

“Iya Boss. Tapi… saya bakal jarang ketemu sama Boss nanti…” ucap Ceu Inar sambil merapatkan badannya ke badanku.

“Itu sih masalah gampang. Aku bakal sering ke sini juga nanti. Resort dan pemancingan ini akan dipimpin oleh pamanku sendiri. Tapi restoran ini akan dipimpin oleh Ceu Inar… kalau bersedia.”

“Siap Boss,” ucap Ceu Inar sambil menegakkan dadanya.

“Gaji Ceu Inar nanti pasti lebih besar daripada gaji di hotel. Karena kesibukannya pun berbeda. Di sini pasti lebih sibuk. Tapi jangan takut, silakan Ceu Inar rekrut tenaga yang kira - kira cocok untuk dijadikan anak buah Ceu Inar nanti.”

“Siap Boss. Maaf… kapan resort dan pemancingan ini bakal dibuka?”

“Sebulan lagi. Soalnya masih banyak yang harus dipersiapkan.”

“Berarti saya masih punya waktu untuk mempersiapkannya.”

Aku mengangguk sambil tersenyum. Lalu mengajak Ceu Inar menuju salah satu cottage yang pemandangannya paling indah.

Seperti waktu membawa Tante Aida beberapa hari yang lalu, pintu depan cottage pilihanku itu tidak terkunci. Tapi kuncinya terpasang di dalam. Maka setelah kami masuk ke dalam cottage yang sekujurnya terbuat dari kayu jati itu, aku duduk di sofa ruang tamu. Sementara Ceu Inar bergegas menuju kamar mandi setelah mintga izin untuk pipis dulu padaku.

Pada waktu Ceu Inar di kamar mandi, aku berpikir: Koleksiku sudah cukup banyak. Lalu mau diapakan mereka semua? Apakah semuanya mau kupelihara? Ya… sebenarnya apa yang mereka dapatkan adalah hak mereka sendiri dari perusahaan. Namun jumlahnya tentu berbeda - beda, tergantung kelasnya masing - masing.

Mereka pun tidak semuanya membuatku kangen. Ada yang ingin kujumpai paling sedikit 2 hari sekali, seperti Merry misalnya. Aku harus mengutamakan Merry karena hamilnya sudah semakin tua (sudah 8 bulan). Tapi apa yang kudapat dari Merry pun luar biasa banyaknya, tanpa main perhitungan lagi denganku.

Begitu juga dengan Halina. Uang dollar yang sebegitu banyaknya diserahkan semua padaku. Mau diapakan, terserah aku.

Dengan mudahnya aku menerima “hibah” dari Halina dan Merry.

Jadi… aku pun tak usah pelit - pelit untuk memberikan uang “ala kadarnya” (menurut kelas Merry) kepada wanita yang sudah memasrahkan memeknya padaku.

“Di sini udaranya dingin sekali Boss,” ucap Ceu Inar yang sedang menghampiriku sambil bergidik - gidik kedinginan.

Lalu ia duduk di samping kiriku sambil tersenyum - senyum.

Kusambut dengan melingkarkan lengan kiriku di pinggangnya, sambil menyelinapkan tangan kananku ke balik spanrok seragam karyawati kiitchen di hotelku. Ternyata langsung menyentuh kemaluannya yang berjembut lebat sekal… Berarti pakaian dalamnya ditinggalkan di kamar mandi tadi. Mungkin behanya pun ditinggalkan di kamar mandi, untuk “memudahkan urusan” denganku.

Dan… kalau jembutnya lebat dan tebal begini sih berarti aku tak usah main jilat - jilat memek. Paling juga fingering saja.

Lalu jemari tangan kananku mulai mencari - cari celah memeknya. Setelah kutemukan, kuselundupkan jari tengahku ke dalam celah hangat dan agak basah itu.

Ceu Inarf pun bergumam nyaris tak terdengar, “Boss… kalau memek saya udah dipegang - pegang gini, saya suka gak kuat nahan nafsu…”

“Iya Ceu… ini kan pemanasan aja. Nanti pasti kuentotkan kontolku ke memek Ceu Inar,” sahutku, sambil melanjutkan fingering di dalam celah memeknya.

Ceu Inar melepaskan kancing - kancing blousenya. Lalu menyembulkan payudara kirinya seolah memamerkannya padaku, seperti aku memamerkan penis ngacengku di dalam mobil tadi.

Tanpa basa - basi lagi kuserudukkan mulutku ke pentil toket gedenya. Kuemut pentil toket itu, sementara jemari tangan kananku tetap kugerak - gerakkan di celah memeknya yang sudah semakin basah.

“Boss… saya udah semakin gak kuat menahan nafsu…” ucap Ceu Inar perlahan, hampir tak terdengar.

Kukeluarkan jemari tanganku dari dalam celah memek Ceu Inar. Lalu berdiri sambil memegang tangan wanita setengah baya itu. “Yok di kamar aja, biar lebih leluasa,” ajakku.

Ceu Inar mengangguk sambil tersenyum. Lalu mengikuti langkahku menuju kamar tidur.

Aku bayu ngeh bahwa cottage yang satu ini disediakan buat pasangan pengantin baru yang ingin menikmati bulan madunya. Bednya cuma satu, tidak 4 bed seperti cottage -cottage lainnya. Suasananya akan dibuar seromantis mungkin kalau ada yang mau berbulan madu di cottage istimewa ini. Tentu saja dengan tarif yang lebih tinggi.

Begitu masuk ke dalam kamar, Ceu Inar langsung melepaskan blouse dan spanroknya. Dan langsung telanjang.

“Beha dan celana dalamnya dikemanain?” tanyaku sambil melepaskan seluruh busanaku.

“Heheheee… ditinggalin di kamar mandi Boss,” sahutnya sambil naik ke atas bed. Aku pun naik ke atas bed. “Boss mau diemut ininya? “tanyanya sambil memegang batang kemaluanku yang sudah 100% ereksi ini.

“Lain kali aja, kalau kontolku belum ngaceng bener, boleh diselomotin. Sekarang sih udah keras… tinggal jeblosin aja ke sini,” sahutku sambil merenggangkan sepasang pahanya yang begitu licin dan putih.

Ceu Inar tidak berdiam pasif. Dia tahu apa yang harus dilakukannya. Ia menarik kedua lipatan lututnya sampai berdampingan dengan sepasang toket gedenya, sehingga mulut memeknya tampak membuka. Bagian dalamnya tampak kemerahan dan sudah basah.

“Jembutnya lebat banget Ceu,” ucapku sambil meletakkan moncong penisku di bagian memek yang terbuka itu.

“Boss senang yang dicukur bersih ya,” sahutnya.

“Iya sih. Biar gampang jilatinnya.”

“Nanti akan saya cukur sampai bersih Boss. Biasanya juga suka saya cukur. Ini kebetulan aja lagi gondrong. Gak tau kalau Boss berkenan di hati sama saya gini… ooo… ooooh… sudah masuk Boss… ooooooo…”

Memang benar, batang zakarku sudah membenam ke dalam liang memek Ceu Inar. Sambil berlutut, kuletakkan kedua tangganku di sepasang lipatan lutut Ceu Inar, sambil menekannya agar sepasang kakinya tetap mengangkang begitu.

Dengan cara ini, memek Ceu Inar tengadah ke atas, sementara penisku bisa dibenamkan sedalam mungkin, sampai mentok di dasar liang memek wanita setengah baya itu.

Permainan surgawi pun dimulai. Aku mengentot wanita yang lumayan cantik itu sambil tetap berlutut dan menahan kedua lutut Ceu Inar agar tetap mengangkang.

Rintihan - rintihan calon manager restoran di resort dan pemancingan itu pun mulai terdengar. “Bossss… oooo… ooooh… Bosssss… oooo… ooooooh… penis Boss luar biasa enaknyaaaaaaa… ooooo… ooooooh… Bossss… !“

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu