3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Malamnya, aku menuju ruko Pipih dengan menggunakan taksi. Karena aku tak mau mobilku nongkrong semalam suntuk di depan ruko. Takut menimbulkan tanda tanya di benak orang yang sudah hafal pada mobilku. Maklum di kotaku hanya beberapa orang saja yang memiliki mobil yang sejenis dengan mobil hadiah dari Mamie itu.

Pipih tampak senang sekali melihat kedatanganku. Maklum sejak tinggal di ruko itu, aku belum sempat menggaulinya.

“Bagaimana perkembangan toko ini? Lancar?” tanyaku setel;ah cipika cipiki dengannya.

“Lancar Bang,” sahut Pipih yang saat kitu mengenakan daster berwarna biru muda, “Supplier pun sudah berdatangan. Jadi gak usah belanja jauh - jauh lagi.”

“Syukurlah. Ohya… mana Pupu?”

“Dia sih jam delapan juga udah tidur Bang. Gak kuat terlalu malam tidurnya. Kita ngobrol di atas aja ya Bang. Udah jam sembilan sih.”

“Iya, “aku mengangguk. Sementara Pipih pun menarik pintu folding gate dan langsung menguncinya, “aku udah kangen sama memekmu Pih…”

“Sama Bang. Aku juga udah kangen sama titit Abang. Hihihiii…” sahut Pipih sambil melangkah menuju tangga, mengikuti langkah Pipih ke lantai tiga. Langsung masuk ke kamarnya.

Dan aku tertegun ketika melihat Pupu sudah tertidur dengan daster tersingkap tinggi, sehingga kedua pahanya terbuka penuh.

“Ada dia …” bisikku di dekat telinga Pipih.

“Biarin aja. Dia takkan mengganggu kok,” sahut Pipih setengah berbisik pula.

“Kalau dia terangsang nanti gimana?”

Pipih menyahut dalam bisikan di dekat telingaku, “Kalau dia terangsang sih kasih aja Bang. Malah bagusan juga dikasih, supaya dia tidak murung terus gitu. Lagian supaya dia bisa kompak dengan kita Bang.”

Saat itu Pupu tidur sambil memeluk bantal guling menghadap ke arah dinding. Sehingga aku dan Pipih bisa berada di atas bed pada bagian yang masih kosong.

Tanpa banyak basa - basi lagi Pipih menanggalkan daster, beha dan celana dalamnya. Lalu menelentang di samping Pupu yang membelakanginya.

Aku pun tak berbasa - basi lagi. Menelanjangi diriku sendiri, lalu merayap ke arah memek Pipih yang tampak sudah menantang itu.

Tiada kesulitan bagiku waktu sedang menjilati memek Pipih yang mulai membasah ini. Namun masalahnya Pupu terbangun dan seperti sedang ngelindur. Memperhatikanku yang tengah asyik menjilati memek saudaranya ini…!

Dalam keasyikan menjilati memek Pipih ini, aku masih sempat memegang tangan Pupu yang tampak seperti salah tingkah itu.

Ternyata Pupu tidak menepiskan peganganku. Bahkan diletakkannya tanganku di pahanya.

Perhatianku jadi terpecah dua. Mulutku tetap asyik menjilati memek Pipih, sementara tangan kananku mulai merayapi paha Pupu. Dan… Pupu menarik tanganku agar berada di pangkal pahanya. Gilanya… ternyata Pupu tidak mengenakan celana dalam. Sehingga jemariku mulai asyik menggerayangi memeknya yang berjembut tapi pendek - pendek.

Entah Pipih tahu atau tidak, bahwa jemariku sedang asyik dengan “mainan baru”. Sedang asyik mengelus - elus memek Pupu…!

Yang jelas, ketika aku mulai membenamkan penisku ke dalam liang memek Pipih, kulihat Pupu terlongong… seperti ingin ikut merasakannya.

Ya… Pupu menelentang di samping adiknya, sambil menyingkapkan dasternya, lalu mengusap - usap memeknya. Dengan pandangan terpusat padaku.

“Sabar ya… nanti setelah Pipih selesai, Pupu akan dapat giliran,” ucapku sambil mengusap - usap pipi Pupu.

“Tapi aku gak perawan lagi Bang,” sahut Pupu lirih.

Pengakuan itu membuat Pipih kaget. Ia menoleh ke arah kakaknya, seperti ingin menanyakan sesuatu. Tapi akhirnya Pipih diam saja.

“SIapa yang mempersoalkan keperawanan? Aku mengenal Pipih pun setelah jadi istri Mang Suta. Berarti aku tidak mempersoalkan keperawanan kan?”

Pupu menatapku dengan senyum. Mungkin hatinya mulai lega setelah mendengar ucapanku.

“Buka dulu dong dasternya, biar sama - sama telanjang seperti aku dan Bang Sam,” ucap Pipih sambil menepuk pangkal lengan kakaknya.

Pupou mengangguk dengan sorot wajah bersemangat. Lalu melepaskan dasternya, sehingga jadi telanjang bulat. Karena ternyata bukan hanya celana dalam yang tidak dikenakannya, beha pun tak dikenakannya. Kemudian ia menelentang kembali di samping adiknya.

Aku pun mulai mengentot Pipih, dengan tangan kanan terdampar di perut Pupu.

Sangat menyenangkan. Bahwa ketika aku mulai gencar mengentot memek Pipih, tangan kananku diremas - remas oleh Pupu.

Pipih pun mulai merintih - rintih erotis, “Baaang… aaaaa… aaaaah… Baaaang… ini enak sekali Baaang… aaaaaaah… disetubuhi oleh Bang Sam memang luar biasa enaknyaaaa… aaaaa… aaaaah… entot terus Baaang… entot teruuuuusss… iyaaaaaaa… iyaaaaa… iyaaaaa… iyaaaaaa…

Sementara itu kulihat Pupu sedang mengelus - elus memeknya. Mungkin dia sudah sangat horny melihat adiknya tengah kuentot sampai merintih - rintih begitu.

Maka tanganku pun berpindah dari perut ke payudara kanan Pupu. Untuk meremasnya sambil mempermainkan pentilnya. Sementara entotanku di memek Pipih tetap lancar bermaju -mundur dengan mantapnya.

Aku sudah penasarean juga, ingin tahu seperti apa rasanya memek Pupu itu. Tapi aku harus membuat Pipih orgasme dulu, baru kemudian aku akan mengentot Pupu.

Karena nitu aku fokus ke Pipih dahulu. Ingin membuatnya agar cepat orgasme.

Tangan kananku berpindah sasaran, jadi meremas toket kirki Pupu, sementara mulutku bersarang di lehernya, menjilati lehernya disertai gigitan - gigitan kecil. Sementara penisku mulai gencar mengentot liang memeknya.

Hal ini membuat rintihan Pipih semakin menjadi - jadi, “Ooooo… oooooohhhhhh… Baaang… ini makin enak lagi Baaaang… ooo… oooooohhhhhhh… makin enak Baaang… makin enaaaak… entot terusssssss… entoooootttt… entoooottttt Baaang… entoootttt… entooootttt…

Leher Pipih mulai keringatan. Tapi jilatanku semakin menggila di leher basah itu. Entotanku juga makin massive, sehingga terdengar bunyi kecipak -, kecipuk dari memek Pipih yang liangnya sedang digasak oleh penis ngacengku.

Sampai pada suatu saat… Pipih mulai berkelojotan. Tanda - tanda orgasme mulai nampak. Lalu sekujur tubuhnya mengejang tegang. Nafas Pipih pun tertahan sambil mengangkat perutnya sedikit.

Kemudian geliat dan kedut - kedut erotis di liang memek Pipih kurasakan. Dan menimbulkan rasa nikmat yang mengesankan.

Namun setelah Pipih terkulai lemas, aku cepat mencabut penisku yang masih ngaceng berat ini, lalu pindah ke atas perut Pupu.

Tampaknya Pupu sangat senang dan bersemangat untuk menyambut kejantananku. Ketika aku mengecek memeknya sudah basah, langsung saja kuletakkan moncong penisku di mulut memeknya yang sudah dingangakan, karena kedua kaki Pupu mengangkang lebar. Bahkan Pupu memegang leher penisku untuk mengarahkan moncongnya supaya tepat sasaran.

Aku cuma tersenyum. Lalu mengerahkan tenagaku untuk mendorong penisku. Uuuuh… masuk sedikit. Kudorong lagi sekuatnya… makin dalam lagi masuknya. Lalu aku menjatuhkan diri ke atas perut Pupu. Dan langsung memagut bibir cewek yang tampak pemalu tapi ternyata mau juga kusetubuhi.

Pupu menyambut ciumanku dengan sedotan agak kuat di bibirku. Lalu kami jadi saling lumat, sementara penisku mulai kuayun perlahan… sedikit demi sedikit lama - lama jadi semakin dalam juga penisku membenam di liang memek kakaknya Pipih ini.

Bahkan rintihan - rointihan histeris Pupu pun mulai terdengar, “Baaang… oooo… oooooh Baaaang… kontol Bang Sam ini ternyata gede dan panjang sekali Baaaang… duuuuh… enak banget Baaaang… Oooooh… Baaaang… oooooh… Baaaang …“

Terlebih lagi setelah aku mempercepat entotanku, sambil menjilati lehernya… mengemut pentil toketnya dan menjilati ketiaknya, semakin menggila pula rintihan Pupu dibuatnya.

“Baaang… ini luar biasa nikmatnya Baaaang… iyaaaaaaa entot terus Baaaang… enak sekali Baaang… enaaaak… entot terus Baaang… entooot… entooooot… entooooot… jangan brenti - brenti Baaang… terus entoooooootttt… entoooooooootttttt… ooooh… enak sekali Baaaang…

Begitu “ramai”nya rintihan Pupu, membuat Pipih terduduk sambil mengamati apa yang sedang kulakukan terhadap kakaknya.

“Asyik kan dientot sama Bang Sam?” cetus Pipih sambil mengusap - usap rambut kakaknya.

Pupu melirik ke arah adiknya sambil menyahut, “Iyaaa… enak sekali Pih… kontol Bang Sam panjang gede gini… enaaak… aaaaaa… aaaaah… aaaa… aaaaah… !”

Pipih yang sedang duduk mengangkang cuma tersenyum sambil mengelus - elus memeknya sendiri. Mungkin dia sangat terangsang menyaksikan persetubuhanku dengan kakaknya ini.

Aku pun semakin asyik mengentot memek Pupu yang nyaris sama rasanya dengan memek Pipih. Wajah mereka pun mirip, sehingga sepintas lalu seperti anak kembar dua.

Memang kalau dibanding - bandingkan Pipih sedikit lebih cantik daripada Pupu. Tapi dalam soal kulit, Pupu menang. Kulit Pupu lebih putih. Bentuk tubuhnya pun sedikit lebih indah daripada tubuh Pipih.

Dan yang kurasakan, Pupu ternyata lebih agresif daripada Pipih. Dia tidak ragu - ragu dalam berucap mau pun berperilaku. Dia bahkan tidak ragu untuk meremas - remas rambutku pada waktu aku sedang gencar mengentotnya. Membuatku makin sering mengulum pentil toket kirinya lalu menjilati dan menyedot - nyedotnya, sementara tangan kirinya meremas - remas toket kanannya.

Ini membuat rintihan Pupu semakin riuh kedengarannya di telingaku, “Bang Saaaam… oooooooh Baaaang… oooo… oooo… oooooohhhh… makin lama makin enak Baaang… iyaaaa… entot lebih keras lagi Baaang… iyaaaaa… iyaaaa… yang keras ngentotnyaaaa… iyaaaaaa…

Keinginan Pupu itu memang kupenuhi. Penisku gedak - geduk menggasak liang memek Pupu yang terasa penuh gairah ini.

Terkadang kulengkapi aksiku dengan jilatan di lehernya, di pentil toketnya dan bahkan di ketiaknya… kujilati habis - habisan.

Inilah aroma birahi yang sebenarnya. Bahkan aku ingin melengkapinya dengan mencium bibir Pupu yang ternganga terus. Lalu kami saling lumat dengan hangatnya.

Diam - diam aku mengharapkan untuk melepaskan spermaku di dalam liang memek Pupu ini. Karena aku sudah pernah memuntahkannya di dalam liang kemaluan Pipih, lalu ingin tahu seperti apa rasanya memuncratkan air maniku di dalam liang kemaluan Pupu.

Karena itu, ketika aku sedang gencar - gencarnya mengentot Pupu, diam - diam aku “mengintip” gejala - gejala menjelang orgasmenya. Kalau gejala itu sudah kelihatan, aku akan memusatkan pikiranku untuk secepatnya “meletuskan” spermaku di dalam jepitan liang vagina Pupu.

Setelah tubuh kami bermandikan keringat, barulah gejala itu mulai nampak. Pupu sudah mulai klepek - klepek sambkil mendesah - desah, “Aaaaah… aaaa… aaaaah aaaa… aaaaaaahhhhh… Bang Saaaam… aaaahhhhh… Baaaang… aaaaah…”

Lalu Pupu tidak bersuara lagi, karena ia sedang mengejang sambil menahan napasnya. Sementara aku pun sejak beberapa detik sebelumnya sedang menggencarkan entotanku sekeras dan sekencang mungkin.

Lalu… puncaknya kami raih bersama. Bahwa ketika Pupu sedang meremas bahuku, aku pun sedangf meremas sepasang toketnya sambil membenamkan penisku sedalam mungkin, disambut oleh gerakan - gerakan reflex di dalam liang memek Pupu.

Kedutan - kedutan liang memek Pupu itu tak terasa mlagi, karena penisku pun sedang mengejut - ngejut sambil; menembak - nembakkan cairan kentalnya… croooooootttttttt… cretcret… croooootttttttt… crot… croooooootttt… croooooootttt…!

Aku mengejut - ngejut di atas perut Pupu. Lalu terkulai lemas, dengan tubuh bermandikan keringat.

Setelah penisku terasa lemas, kucabut dari liang memek Pupu. Lalu menelentang letih di samping saudara kandung Pipih itu.

Pada saat itulah Pipih membawa kertas tissue basah untuk mengelap penisku sampai kering dan bersih.

Namun apa yang Pipih lakukan selanjutnya?

Ia mulai menyelomoti penisku yang masih terkulai lemas ini…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu