3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Sepintas lalu pun aku bisa menilai, bahwa Pupu itu pemalu. Bahkan mungkin juga kepribadiannya introvert. Jauh berbeda dengan Pipih yang peramah dan supel.

Mungkin kepribadian Pupu itu yang menyebabkannya sulit mendapatkan jodoh, sehingga harus dilangkahi oleh adiknya yang duluan kawin dengan Mang Suta. Meski lalu perkawinannya kandas di tengah jalan.

Tak lama kemudian Pipih muncul dengan secangkir kopi panas yang lalu dihidangkannya di meja kecil depan sofa yang kududuki.

Setelah meletakkan secangkir kopi untukku itu, Pipih pun duduk lagi di sampingku, tanpa mempedulikan kakaknya yang tampak asyik dengan hapenya.

Beberapa saat kemudian, Nanang datang dengan mobil minibus box hotel seperti yang kuperintahkan sebelum meninggalkan hotelku tadi.

Aku pun mengajak Pipih turun, untuk menghampiri Nanang yang sudah menunggu di depan ruko yang lumayan besar ini.

“Nang,” ucapku setelah berhadapan dengan sopir hotelku itu, “kamu tau alamat distributor barang kebutuhan sehari - hari?”

“Siap, saya Tau Boss,” sahutnya.

Kuserahkan selembar kertas berisi daftar barang yang harus Nanang beli. Barang - barang untuk dijual di ruko ini. Kertas itu kuserahkan kepada Nanang sambil menyerahkan kartu ATM untuk didebit di distributor itu nanti, sekaligus kuberitahu nomor pinnya.

Nanang langsung mengerti apa yang harus dilakukannya.

Kemudian Nanang berangkat meninggalkan ruko, dengan mobil minibus box hotelku.

“Sopirku itu kusuruh untuk belanja barang - barang yang bisa dijual di sini nanti,” kataku kepada Pipih, “Memang aku asal - asalan memilih apa yang bisa dijual di sini. Nanti Pipih akan bisa merasakan mana lagi barang yang bisa dijual di sini. Catat saja semua nanti.”

“Iya Bang. Sedikit demi sedikit aja dulu. Jangan langsung lengkap,” sahut Pipih.

“Iya. Biasanya nanti akan suplier akan berdatangan menawarkan barang yang bnisa dijual di sini Pih.”

“Iya Bang. Di kampung saya juga suka begitu. Sales barang - barang yang biasa dijual di warung - warung suka berdatangan sendiri. Bahkan ada juga yang menitipkan barangnya untuk dijualkan oleh warung - warung itu.”

“Iya. Tapi Pipih harus selektif, mana barang yang laku dan kurang laku. Yang kurang laku jangan kebanyakan belanjanya. Utamakan yang laku - laku dulu.”

“Iya Bang.”

“Ohya… kakakmu itu pemalu ya?”

“Pupu itu sejak putus dengan pacarnya, jadi pemurung dan lebih suka menyendiri Bang. Tapi sebenarnya dia itu baik.”

“Oo… pernah pacaran juga dia?”

“Pernah. Malah waktu saya mau menikah dengan Mang Suta juga, Pupu itu sudah punya pacar. Makanya dia gak keberatan dilangkah oleh saya, karena yakin bahwa beberapa bulan kemudian dia juga akan menikah dengan pacarnya. Tapi gak tau kenapa, hubungan mereka putus begitu aja.”

“Pipih manggil apa sama dia? Teh atau Ceu atau apa?”

“Kami saling panggil nama aja Bang. Soalnya dia kan hanya lebih tua setahun. Bahkan waktu masih sama - sama di SD, saya pernah sekelas dengan dia. Karena dia tidak naik kelas, sedangkan saya naik kelas. Padahal tadinya waktu saya kelas satu, dia kelas dua. Lalu barengan pada waktu kelas lima.”

Cukup lama aku menunggu Nanang pulang belanja. Setelah jam tiga sore, dia baru datang kembali ke ruko ini. Dengan belanjaan memenuhi mobil minibus box itu.

Kuminta Nanang ikut menata barang - barang jualan itu di etalase - etalase yang sudah tersedia. Kemudian bon - bonnya kuberikan kepada Pipih. Supaya tahu berapa harga pembeliannya dan berapa harus menjualnya nanti.

Pupu pun dipanggil untuk membanrtu adiknya menata barang - barang di toko itu.

Lumayan lama juga kami menata toko yang akan dikelola oleh Pipih itu, karena barang - barangnya pun cukup banyak.

Ruko itu kubangun di atas tanah yang kubeli dari Tante Rahmi dahulu. Biasanya ruko - ruko suka dibangun berderet di atas tanah yang cukup luas. Ukurannya juga kecil - kecil dan pada umumnya hanya dua lantai.

Tapi ruko yang sudah kuserahkan untuk dikelola oleh Pipih itu lumayan besar dan hanya satu - satunya ruko di atas tanah yang tidak seberapa luas. Mungkin ruko ini bisa disejajarkan dengan midimarket. Karena selain besar, ada lahan parkirnya yang bisa masuk mobil lebih dari tiga buah.

Setelah penataan beres, Nanang kusuruh kembali ke hotel. Sementara aku pun siap - siap mau berangkat ke rumah Merry.

Pada waktu aku pamitan, Pipih memegang pergelangan tanganku sambil bertanya, “Nggak mau kangen - kangenan dulu Bang?”

“Nggak enak sama kakakmu tuh.”

“Biar aja. Dia takkan mengganggu kok.”

“Lain kali aja ya. Sekarang aku sudah letih. Lagian nanti malam mau ada meeting.”

Begitulah… di dalam perselingkuhan pasti ada saja kebohongan yang terselip…!

Aku tidak tahu lagi apakah aku akan terus bertualang dari atas perut perempuan ke perut perempuan lainnya? Ataukah aku takkan menghentikan petualanganku semasa usiaku masih muda begini?

Entahlah. Yang jelas semasa aku masih punya power, mungkin aku akan bertualang terus Karena ternyata bertualang di atas perut perempuan itu nikmat sekali. Meninggalkan kesan variatif pula di hatiku.

Yang jelas, masih ada tiga tante yang masih belum pernah kucicipi, yakni Tante Annie, Tante Della dan Tante Dini.

Walau pun begitu, aku tidak menargetkan mereka. Kecuali kalau mereka datang sendiri padaku.

Tapi… mungkin sekarang ini aku termasuk sosok yang dibutuhkan oleh banyak pihak, termasuk oleh pihak keluarga ibuku almarhumah. Terbukti pada suatu hari, salah seorang adik ibuku sengaja mendatangi kantorku, untuk tujuan yang penting menurut dirinya. Dia adalah Tante Annie, adik langsung Tante Kinanti.

Tante Annie itu berperawakan tinggi montok tapi tidak tergolong gendut. Tingginya mungkin sekitar 170 centimeter. Namun beratnya pasti di atas 70 kilogram.

Setelah mencium tangannya, aku pun cipika cipiki dengannya. Lalu kuajak Tante Annie duduk di ruang tamu owner.

Tante Annie yang duduk di sampingku, memegang tanganku sambil berkata, “Tante bangga punya keponakan yang sukses seperti kamu ini Sam.”

“Aku juga bangga punya tante yang cantik dan masih muda begini,” sahutku nyeplos begitu saja.

“Tante udah tua Sam. Umurku sudah empatpuluh.”

“Tapi Tante masih tampak fresh gini… malah boleh dibilang masih sangat seksi. Heheheee…”

“Jangan muji dulu ah. Nanti tante lupa masalah utama yang membuat tante sengaja datang ke sini.”

“Ohya? Ada masalah apa Tante?”

“Anak tante kan masih kuliah. Tapi tante udah gak sanggup untuk membiayainya lagi. Makanya kalau bisa sih tolongin dia supaya bisa kerja di sini, tapi kuliahnya jangan sampai putus di tengah jalan.”

“Anaknya cowok apa cewek?” tanyaku.

“Cewek,” sahut Tante Annie, “Umurnya sudah hampir duapuluh tahunan.”

“Kuliahnya di fakultas apa?”

“Psikologi.”

“Sekarang udah semester berapa?”

“Semester empat.”

Aku terdiam sesaat. Memikirkan apa yang harus kulakukan untuk membantu Tante Annie itu.

“Maaf Tante… memangnya kegiatan suami Tante apa? Kok bisa mogok d tengah jalan buat biayai anak Tante kuliah?”

“Suami tante udah mampus dilindas kereta api… !”

“Haaa? Kapan?”

“Hihihii… becanda Sam. Tante udah cerai sama dia sejak lima tahun yang lalu. Biasa, penyakit lelaki, kegoda lagi sama perempuan yang lebih muda.”

“Terus dia tidak mau membiayai anaknya?”

“Boro - boro biayain anak. Di mana dia sekarang pun gak jelas.”

“Berarti sudah lima tahun Tante menjanda ya?”

“Iya Sam.”

“Memangnya gak renyem tuh selama lima tahun gak digesek biolanya?”

Tiba - tiba Tante Annie menampar pahaku… plaaaaakkkk!

“Kamu ini nakal sih?! Emangnya kalau renyem mau garukin?” ucap Tante Annie sambil mendelik. Tapi lalu bibirnya menyunggingkan senyum.

“Siap Tante… !”

“Siap apa?”

“Siap garukin… heheheee…”

Mendadak Tante Annie mencium pipiku. Lalu berkata, “Jangan membangunkan macan tidur Sam.”

“Tante… aku mau bicara serius nih ya. Soal anak Tante, aku akan membiayai pendidikannya sampai jadi sarjana. Gak usah nyambi kerja. Nanti saja setelah dia jadi sarjana, akan kurekrut sebagai asisten manager HRD.”

“Serius Sam?”

“Serius Tante. Tapi ada syaratnya…”

“Apa syaratnya?”

Sebagai jawaban aku berbisik ke dekat telinga Tante Annie, “Syaratnya… izinkan aku menggesek Tante… biar gak renyem… !“

Tiba - tiba Tante Annie menyingkapkan gaun hijau pucuk daunnya sampai kelihatan celana dalamnya. Bahkan celana dalamnya pun diturunkan, lalu ia menepuk - nepuk memeknya yang tampak tipis sekali jembutnya itu, sambil bertanya “Mau menggesek ini?”

Aku terkaget - kaget menyaksikan semuanya itu. Tapi cepat kukuasai keterkejutanku sambil memberanikan diri memegang bagian yang berjembut tipis itu. “Betul Tante… aku suka alat vital wanita setengah baya seperti Tante ini…”

Tapi tak lama kemudian Tante Annie membetulkan letak celana dalamnya, lalu menurunkan kembali gaun yang disingkapkan itu. “Asalkan mau berjanji benar - benar mau membantu biaya pendidikan anak tante… sekarang juga tante mau kasihkan sekujur tubuh tante pada Sam. Mau di mana melaksanakannya?”

Aku bangkit dari sofa sambil memegang pergelangan tangan Tante Annie, “Di sana Tante,” ucapku sambil menunjuk ke arah bedroom pribadiku, Soal pendidikan anak Tante, aku berjanji untuk membiayainya sampai menjadki sarjana, tanpa haruis kerja dulu di hotelku. Nanti saja kalau sudah jadi sarjana akan kuangkat menjadi asisten manager HRD, baik di hotel ini atau pun di hotelku yang di Surabaya.

Tante Annie mengikuti langkahku masuk ke dalam bedroom. Dan tampak terpukau menyaksikan bentuk bedroomku yang sudah diupgrade dan tak kalah dengan suiteroom di hotel - hotel bintang lima. “Wow… Luar biasa kerennya kamar ini… apakah ini bedroom pribadimu Sam?” tanya Tante Annie sambil melingkarkan lengannya di pinggangku.

“Iya Tante. Suite room ini tidak disewakan. Hanya untuk istirahatku. Dan sekarang…”

Ucapanku dipotong oleh Tante Annie yang langsung memelukku sambil berkata, “Sekarang mau nidurin tante kan?”

“Iya Tante. Soalnya Tante terlalu seksi sih di mataku… kita lakukan di sini aja ya,” ucapku sambil menunjuk ke bed berkasur yang terbuat dari bulu angsa dan berseprai satin putih bersih.

“Iya, kebetulan tante juga lagi horny terus belakangan ini. Sudah terlalu lama sih gak disentuh lelaki,” sahut Tante Annie sambil menanggalkan gaun hijau pucuk daunnya. Menggantungkan gaun itu di kapstok dan menghampiriku yang sedang menanggalkan baju kaus imporku.

Tante Annie melompat ke atas bed. Lalu menelentang sambil merentangkan kedua lengannya sambil berkata, “Kebayang… cowok semuda kamu pasti masih sangat energik, Sam.”

“Dan wanita setengah baya seperti Tante, pasti sangat reaktif dan selalu tau apa yang harus dilakukan,” sahutku sambil melepaskan cdelana jeansku, sehingga tinggal celana dalam yang masih melekat di tubuhku.

Sementara itu Tante Annie sudah menanggalkan behanya, sehingga sepasang toket gedenya mulai tampak jelas di mataku.

Tanpa banyak basa - basi lagi aku merayap ke atas perut Tante Annie …

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu