3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Esok paginya kuajak Tante Kinanti sarapan pagi di luar.

Lalu kuajak melihat - lihat pembangunan supermarketku yang hampir selesai.

“Di sinilah nanti Lia akan kutempatkan,” kataku di depan supermarket yang pembangunannya tinggal finishing saja.

“Ini supermarket apa mal? “tanya Tante Kinanti yang tampak mengagumi bagunan supermarket yang hampir selesai itu.

“Supermarket Tante. Makanya cuma dua lantai. Kalau mal kan rata - rata di atas tiga lantai.”

“Ntar dulu Sam… rumah Mayang di sana tuh… gak jauh dari sini,” kata Tante Kinanti sambil menunjuk ke jalan yang berada di samping timur calon supermarketku itu.

“Tante Mayang maksud Tante?”

“Iya, setelah ibumu kan ada tante sebagai adik pertamanya, lalu ada Reki, terus ada Annie, ada Della, ada Dini, lalu Mayang. Di bawah Mayang masih ada Inon dan Isye. Kemudian lahir lagi Rahmi sebagai anak bungsu.”

“Lalu Oom Faisal anak ke berapa?”

“Oh iya. Faisal itu adik langsung dari Della. Dia satu - satunya saudara tante yang cowok.”

“Terus rumah Tante Mayang itu dekat dari sini?”

“Dekat sekali. Jalan itu nanti ada belokan ke kiri. Di sudut belokan itu rumahnya yang dindingnya dicat warna biru tua. Mau ke sana sekarang?”

“Boleh,” sahutku sambil mengangguk.

“Tapi di depan Mayang nanti jangan memerlihatkan sikap yang bisa menimbulkan kecurigaannya ya.”

“Iya Tante. Tentu aja kita harus merahasiakan hubungan kita berdua. Agar jangan sampai timbul gosip di keluarga besar kita.”

“Jalan kaki aja ya. Soalnya jalan itu kecil, kalau berselisih jalan dengan mobil dari arah berlawanan suka menemui kesulitan.”

“Iya Tante. Kalau dekat mendingan jalan kaki aja.”

“Ingat ya. Jangan bersikap dan berperilaku yang bisa menimbulkan kecurigaan di depan Mayang nanti.”

“Iya Tante. Aku akan bersikap dingin aja pada Tante di depan Tante Mayang nanti.”

Kemudian kami berjalan kaki menuju jalan kecil di samping bangunan supermarketku. Memang tidak jauh. Dalam tempo singkat teras depan rumah Tante Mayang sudah kami injak. Tante Kinanti pun mengetuk pintu depan sambil berseru, “Assalamualaikuuuum… !”

Terdengar sahutan dari dalam “Alaikum salaaam… !”

Kemudian pintu depan dibuka oleh seorang wanita yang lebih muda daripada Tante Kinanti.

Tante Mayang sendiri yang membuka pintu depan itu, yang lalu berseru girang, “Teh Kinan?! Ya Tuhan…! Pantesan kelopak mata kiriku kedutan terus, rupanya ada saudara mau datang !”

Lalu mereka cipika cipiki dan berjalan masuk ke dalam.

Pandangan Tante Mayang pun tertuju padaku. “Lho… ini Sammy kan?”

“Betul Tante,” sahutku sambil mencium tangan Tante Mayang, dilanjutkan dengan cipika - cipiki sebagaimana lazimnya pertemuan dengan saudara dekat.

“Kenapa Teh Kinan bisa sama - sama Sammy? Pasti ada bisnis ya?”

“Iya, bisnis kecil - kecilan,” sahut Tante Kinanti, “Ohya… kamu tau gak bangunan untuk supermarket di depan itu punya Sam?”

“Haaa?! Bangunan supermarket besar dan hampir selesai itu punya Sam?” Tante Mayang menoleh padaku.

“Betul Tante,” sahutku, “Pembangunannya dimulai sejak berbulan - bulan yang lalu. Sekarang tinggal finishing saja. Mungkin dua bulan lagi juga akan mulai dibuka.”

“Wow! Sam ini luar biasa suksesnya. Masih muda sudah punya hotel besar, sekarang punya supermarket besar pula.”

“DI Surabaya juga Sam punya hotel dan beberapa pabrik, “sela Tante Kinanti.

“Ohya?! Di Surabaya?!”

“Iya Tante. Memangnya Tante punya koneksi di Surabaya?”

“Ada dua pabrik bangkrut yang mau dijual Sam. Kedua pabrik itu sudah disita oleh bank. Dan aku punya sahabat yang bekerja di bank itu,” kata Tante Mayang.

“Kalau sudah disita oleh bank, biasanya barang sitaan itu akan dijual dengan harga lelang.” sahutku.

“Iya betul, “Tante Mayang mengangguk, “Kedua pabrik itu baru dipakai beberapa bulan, lalu jatuh pailit. Lalu bank menyitanya. Dan akan menjual kembali dengan harga lelang. Sam ada minat membeli kedua pabrik itu?”

“Harus lihat dulu pabriknya sekaligus keabsahan surat -suratnya Tante.”

“Ya udah, nanti kita lihat aja ke sana ya. Kapan Sam bisa ke Surabaya?”

“Mungkin dua minggu lagi baru aku punya waktu Tante.”

“Ya udah. Nanti kutelepon orang bank itu, supaya menyediakan waktu pada saat kita ke sana.”

“Iya silakan diatur - atur aja Tante.”

“Nanti kita atur lebih jauh by phone aja ya.”

“Baik Tante.”

Lalu kami tukaran nomor handphone, sementara Tante Kinanti malah asyik membuka - buka album foto punya Tante Mayang.

Aku dan Tante Kinanti hanya setengah jam bertgamu di rumah Tante Mayang. Kemudian meninggalkan rumah itu, kembali menuju mobilku.

Setelah berada di dalam mobil yang sudah kulajukan di jalan aspal, aku bertanya, “Tante bawa pakaian untuk ganti kan?”

“Bawa. Kan Sam bilang mau nginap di villa Sam.”

“Betul Tante. Kirain lupa bawa baju untuk ganti. Tadi aku serba kikuk di depan Tante Mayang. Soalnya pikiranku ke Tante Kinan terus…”

“Sama Sam. Tante juga begitu. Makanya gak mau berlama - lama di rumah Mayang. Pokoknya hati tante ini sudah menjadi milikmu Sam. Makanya setelah Lia bekerja di supermarket itu, sediakan rumah bjuat tante ya. Tekad tante sudah bulat, ingin pindah ke sini lagi. Jadi istilahnya mau pulang ke kampung halaman lagi.

“Terus rumah yang di Cirebon mau diapain?”

“Cuma rumah kontrakan Sam. Tante belum punya rumah. Kalah sama Mayang yang sudah punya rumah sendiri.”

“Ohya, suami Tante Mayang bekerja di mana?”

“Jadi TKI di Korea Selatan. Kasian juga sebenarnya Mayang itu. Baru nikah sebulan, suaminya sudah terbang ke Korsel.”

“Ohya?! Sudah punya anak belum?”

“Belum. Mayang kan belum lama kawinnya. Baru setahun. Dan sebulan setelah menikah, suaminya mendapat panggilan untuk bekerja di Korea.”

“Berarti Tante Mayang terlambat juga nikahnya ya.”

“Iya. Usia tigapuluhtiga baru menikah.”

Diam - diam aku menghitung di dalam hati. Kalau setahun yang lalu usia Tante Mayang 33 tahun, berarti sekarang usianya sudah 34 tahun. Setahun lebih tua daripada Tante Inon dan Tante Isye.

Tapi semua pikiran tentang Tante Mayang itu hilang begitu saja ketika sedanku sudah melewati batas kota, menuju villaku yang letaknya hanya 20 kilometer dari kotaku.

“Tante… sebenarnya memek Tante itu diapain? Kok rasanya bisa legit banget. Pokoknya nggak ada duanya deh…”

“Nggak diapa - apain. Sudah dari sononya aja kali harus legit. Memangnya Sam suka sama memek tante?”

“Sangat Tante. Sangat suka.”

“Syukurlah kalau suka sih. Yang jelas tante juga suka bangetg sama kontol sam. Karena selain gede, panjang pula. Terasa sekali terus - terusan menyentuh dasar liang memek tante…”

Setengah jam kemudian, aku sudah membelokkan mobilku ke kiri. Ke jalan kecil yang berkelok - kelok menuju puncak bukit di mana villaku berdiri.

Setibanya di depan villa, kumasukkan mobilku ke lantai dasar. Lalu turun dari mobil. Tante Kinanti pun turun dari mobilku. Langsung melangkah ke teras depan sambil memperhatikan keadaan villa dan alam di sekitarnya.

“Villamu keren sekali Sam,” ucap- Tante Kirana, “Ada kolam renangnya segala. Sayang tante gak bawa baju renang. Kalau bawa sih pasti langsung ingin nyemplung ke kolam.”

“Telanjang aja renangnya Tante. Coba Tante perhatikan, kolam renang ini hanya bisa dipandang dari villa. Dari luar takkan bisa melihat kolam itu.”

“Gak ah. Nanti memeknya masuk angin. Hihihihiii… lain kali aja kalau mau ke sini lagi tante mau bekal baju renang.”

Aku kertawa kecil. Lalu mengeluarkan hape dan memijat nomor hape Bi Pipih. Lalju :

“Di rumah Bibi ada ayam kampung?”

“Banyak Den.”

“Kalau gitu potong dan bersihkan tiga ekor ya Bi. Bawa dan goreng di villa aja ya Bi. Beras di villa masih banyak kan?”

“Masih banyak Den. Bumbu - bumbu dan minyak goreng juga masih lengkap. Ini Den Sam lagi di villa?”

“Iya Bi. Aku tunggu ya.”

“Iya Den.”

Kemudian kuajak Tante Kinanti ke lantai tiga. Lagi - lagi kupilih kamar yang di sudut itu. Karena bisa melihat pemandangan dari dua sisi.

“Villamu ini megah dan besar sekali Sam. Kamarnya pun ada empat ya?”

“Iya Tante. Kan istriku empat orang. Jadi villa ini disesuaikan dengan jumlah istriku. Tapi sampai saat ini istri - istriku belum ada yang pernah dibawa ke sini.”

“Kenapa?”

“Mereka sibuk dengan bisnisnya masing - masing.”

Tante memelukku dari belakang sambil berkata, “Dan sekarang kamu sibuk dengan tante ya?”

“Sibuk yang indah bersama Tante sih,” sahutku sambil memutar badanku jadi berhadapan dengan tanteku. Lalu kurengkuh lehernya ke dalam pelukanku, diikjuti dengan kecupan mesra yang berkembang dengan lumatan hangat.

Tiba - tiba Tante Kinanti menunjuk ke arah balcon yang menjulur ke luar, sambil berkata, “Pengen bersebadan di situ. Tapi takut keliatan orang.”

“Di balcon itu kita bisa melihat ke bawah, tapi dari bawah tidak bisa melihat kita.”

“Tapi kalau hujan mendadak turun, kita bisa basah kuyup ya?”

“Iya sih. Kalau mau dientot sambil menikmati pemandangan, mainnya di sana aja tuh,” kataku sambil menunjuk ke meja makan yang dirapatkan ke dinding kaca gelap.

“Pakai kaca rayban gitu dari luar bisa melihat ke dalam gak?” tanya Tante Kinanti.

“Pasti nggak lah. Dari luar kan kelihatannya dinding kaca itu seperti cermin. Takkan bisa melihat apa - apa ke dalam. Tapi kita bisa melihat jelas ke luar.”

Mungkin sifat romantis Tante Kinanti sedang mengembang. Sehingga dia melamun ingin disetubuhi sambil menikmati pemandangan indah di sekitar villaku.

Ketika Tante Kinanti mengangguk - angguk sambil memegang daun meja yang bertempelan dengan dinding kaca rayban itu. Lalu ia duduk di atas meja itu sambil melepaskan gaun lewat kepalanya. Lalu menanggalkan behanya, disusul dengan pelepasan celana dalamnya. Sehingga ia menjadi 100% telanjang di atas meja makan yang terbuat dari kayu jati tua yang kokoh itu.

Setelah ia menelentang di atas meja itu, kutarik sepasang kakinya, sampai bokongnya berada di pinggiran meja, dengan sepasang kaki terjuntai ke lantai. Aku hanya melepaskan celana panjang dan celana dalamku. Kemudian berdiri di antara kedua kaki yang terjuntai itu sambil berkata, “Kapan - kapan kita cari hutan atau pantai yang dipastikan aman untuk bersetubuh di alam terbuka.

“Mau banget Sayang… sudah lama tante membayangkan nikmatnya bersetubuh di alam tgerbuka seperti itu. Tapi mungkin di pulau Jawa ini kita sulit melakukannya. Karena di pelosok paling terpencil sekali pun pasti ada saja penduduknya.”

“Siapa bilang? Di sebelah timur ada bukit yang masih mirip hutan. Kalau kita beli bukitnya, kita bisa bercinta di antara rumpun - rumpun bambu. Karena takkan ada seorang pun berani menginjak bukit itu kalau sudah ada yang punya.”

“Tapi bukitnya pasti mahal kan?”

“Nggak… tanah di sini masih relatif murah,” sahutku sambil menarik kursi makan dan menyimpannya di antara kedua kaki Tante Kinanti yang terjuntai itu. Lalu aku duduk di kursi sambil menepuk - nepuk kemaluan tanteku yang tembem dan tampak jelas bentuknya itu.

Mulutku pun langsung nyungsep di antara sepasang pangkal paha Tante Kinanti yang putih mulus dan terasa padat hangat itu.

Lalu aku mulai menjilati memeknya sambil mengangakan sepasang bibir luar memek (labia mayora) itu. Membuat Tante Kinanti mulai menggeliat - geliat. Terkadang kedua kakinya terangkat lurus, sejajar dengan meja yang tengah dicelentanginya.

Agak lama semua ini kulakukan.

Lagu asmara pun mulai berkumandang merdu di telinga batinku. Bertaburkan bunga - bunga surgawi yang indah mempesona.

Semakin indah lagi manakala penisku mulai kubenamkan sambil berdiri di lantai, menyelusup indah ke dalam liang licin dan hangat itu. Dan mulai bergerak - gerak secara berirama, bermaju - mundur di dalam liang memek legit Tante Kinanti jelita itu. Diiringi desah p- desah erotisnya yang memacu nafsu birahi kami berdua.

O, adakah detik - detik seindah yang sedang kami rasakan ini?

Lalu perlahan tapi jelas tderdengar suara Tante Kinanti :

“Entot terus sayaaang… entot terussss… ooooh… kontolmu ini luar biasa nikmatnya… membuatku semakin tergila - gila padamu, Saaaam…”

Sambil memegangi kedua paha yang terbuka lebar itu, aku mengayun penisku seolah sedang memompa liang hangat dan licin tetapi legit itu. Tanpa peduli apa pun lagi. Yang kami pedulikan cuma satu, bahwa gesekan antara liang memek Tante Kania dengan batang kemaluanku yang bergerak maju mundur terus ini…

Nikmat yang membuat nafas kami tak beraturan. Nikmat yang membuat keringat kami mulai terbit dari pori - pori di sekujur tubuh kami. Nikmat yang akan membuat kami ketagihan.

Mata Tante Kinanti terkadang memandang ke luar. Seolah tengah menikmati indahnya pemandangan di sekitar villa ini. Terkadang menatapku dengan sorot pasrah dan bahagia…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu