3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 32

Setelah bersih-bersih di kamar mandi, Merry menghampiriku di sofa ruang cengkrama dalam keadaan sudah mengenakan housecoat kembali.

“Tadi kita lepasin bareng-bareng ya?” tanyanya sambil duduk di samping kiriku.

“Iya, Bidadariku…” sahutku sambil mendaratkan kecupan mesra di pipi kanannya.

Merry menguisap-usap perutnya sambil bergumam, “Mudah-udahan jadi.”

“Jadi apa?” tanyaku.

“Jadi anaklah.”

“Ohya… memek Merry seperti yang belum pernah melahirkan.”

“Memang belum pernah. Maklumlah waktu kami menikah, suamiku sudah berusia limapuluhlima tahun. Mungkin spermanya sudah lemah.”

“Suami Merry waktu itu sudah duda?” tanyaku.

“Iya. Duda tanpa anak.”

“Dari perkawinan pertamanya tidak menghasilkan keturunan?”

“Ada sih cuma seorang. Tapi meninggal dalam kecelakaan lalu lintas di Thailand. Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah istrinya meninggal.”

“Ooo…”

“Makanya aku ingin sekali punya anak dari orang yang sangat kucintai.”

“Memangnya Merry sudah serius mencintaiku?”

“Waktu ketemu dengan Sam yang mau jual berlian itu, aku sudah jatuh hati. Makanya aku sengaja datang ke sini, hanya karena ingin berjumpa denganmu Sam. Dan setibanya di sini, aku mulai jatuh cinta, bukan sekadar simpati atau jatuh hati belaka. Lalu setelah terjadi hubungan sex tadi… aku mulai tergila-gila padamu, Sayang…

Aku pun melingkarkan lengan kiriku di pinggangnya sambil berkata, “Hatiku pun sudah direnggut oleh Bidadari bernama Merry…”

“Ohya cewek bule pemilik berlian itu ada hubungan apa dengan Sam?”

“Waktu kita ketemu di Jakarta, dia masih menjadi pacarku. Sekarang sudah menjadi istriku.”

“Wow, hebat. Cewek bule aja sampai membawa berlian segitu banyaknya untuk mendapatkan Sam. Makanya gak aneh aku pun sengaja datang ke sini hanya untuk menyerahkan memekku kepada lelaki muda yang kugilai ini… !“ucap Merry sambil merapatkan pipinya ke pipiku.

“Malaikat mengirim Merry ke sini, khusus untuk membahagiakan hatiku.”

“Emangnya dengan cewek buile itu gak bahagia?”

Aku tercebubg sesaat. Lalu menjawab bercampur dengan dusta, “Aku menikahi dia karena ingin menolongnya. Dia berkeras ingin jadi warga negara Indonesia, tapi susahnya setengah mati. Setelah menikah denganku, barulah dia mendapat kemudahan. Dan sekarang sudah menjadi WNI.”

“Sudah punya anak?”

“Udah, baru seorang.”

“Semoga nanti aku juga bisa mengandung anakmu, Sayang.”

“Iya, semoga saja begitu. Tapi apakah nantinya takkan ada masalah?”

“Nggak lah. Soal itu sih aku berani mempertanggungjawabkannya. Lagian sekarang suamiku sedang berada di Jerman. Mungkin dua tahun lagi baru bisa pulang.”

“Ngurus bisnis?”

“Bisnis sambil berobat. Karena jantungnya sudah payah sekali. Sudah dipasangi alat segala macam.”

“Ogitu… pantesan Merry bisa bebas keluyuran ke sini.”

“Walau pun dia ada di Jakarta, aku bebas kok keluyuran ke luar kota. Kan bisnis dipake alasan,” ucap Merry sambil menyelinapkan tangannya ke balik celana pendekku yang lebar bagian pahanya, sehingga mudah dimasuki tangan Merry.

Ketika tangannya berhasil menggenggam batang kemaluanku yang masih terkulai lemas ini, Merry bertanya, “Masih sanggup main satu ronde lagi?”

“Tiga ronde lagi juga sanggup,” sahutku.

“Masa sih?!” Merry mulai meremas-remas penisku dengan caranya yang tepat, yakni mengelus-elus leher dan moncong penisku, sambil sesekali meremasnya dengan lembut.

“Serius. Tapi yang kedua pasti lebih lama dari yang pertama. Yang ketiga lebih lama lagi. Yang keempat… bisa semalaman Merry harus meladeniku.”

“Iya sih… yang kedua pasti lebih lama daripada yang pertama… mmm… kontolmu udah ngaceng lagi Sayang.”

Merry secepatnya duduk mengangkang sambil mennyingkapkan gaunnya sampai perut. “Ayo… bisa ngentot aku dalam posisi begini?”

Aku tersenyum sambil melepaskan celana pendekku. Lalu berlutut di atas karpet, sambil mendekatkan penisku ke memek Merry yang sedang duduk mengangkang di atas sofa.

Setelah moncong penisku terasa sudah berada di posisi yang tepat, kudorong senjata pusakaku ini sekuat tenaga…!

Blessssekkkkkkk…!

Batang kemaluanku terbenam 100% di liang memek perempuan super tajir itu. Maklum, liang sanggamanya masih mekar, bekas kuentot tadi.

Genderang surgawi pun mulai ditabuh kembali. Senjata pusakaku mulai dimainkan. Maju-mundur-maju-mundur-maju-mundur… laksana tongkat penyambung roda-roda kereta api pada waktu bergerak meninggalkan stasiun yang satu menuju stasiun lainnya. Blessssssss… seeettttt… blessss… seeeetttt… blessss…

Klakson lokomotifnya adalah rintihan erotis Merry: “Aaaaaa… aaaaah… aaaaaaa… aaaaah… Saaaaam… aaaaah… Saaaam… aaaahhhhh… entot yang kencang Saaaaaammmm… iyaaaaaaa… Saaaaam… iyaaaa… aaaaa… aaah… entooooot… entooooooot… entoooo…

Sam yang mengentot sambil berlutut begitu, sementara Merry menarik kedua lipatan lututnya, membuatku leluasa untuk mengentot sambil menggesek-gesekkan ujung jempol tangannya ke itil alias kelentit alias clitoris Merry. Karuan saja hal itu membuat Merry edan-eling… merengek-rengek keenakan… “Saaaam…

Genderang surgawi pun ditabuh terus. Diikuti bunyi gamelan kahyangan yang lebih indah dari gamelan lokananta. Langit birahi kami pun semakin indah… tanpa awan yang mengganggu… bertaburkan bunga-bunga cinta yang harum mewangi.

Begitu lamanya mereka bersetubuh dalam posisi seperti itu. Sehingga tubuh kami mulai bersimbah keringat.

Sampai pada suatu saat… Merry berkelojot-kelojot… lalu mengejang dengan nafas tertahan. Pada saat itulah aku biarkan penisku terbenam tanpa digerakkan lagi. Sementara kedua tanganku meremas sepasang toket padat kencang Merry dengan kuatnya.

Merry pun memekik perlahan… dengan suara serak… aaaa…!

Maka sesuatu yang terindah pun terjadi. Liang kemaluan Merry menggeliat, seakan ingin mendorong penisku ke luar… disusul dengan kedutan-kedutan erotisnya yang membuatku terpejam dalam nikmat… sambil menghayati deti-detik terindah ini.

Sekujur tubuh Merry pun jadi lemah lunglai.

Namun aku belum ejakulasi. Maka kukerahkan tenagaku untuk mengangkat tubuh Merry sambil berdiri, sementara penisku tetap menancap di liang memek wanita muda yang jelita itu. Merry pun merangkul leherku pada waktu aku melangkah ke arah bed, kemudian meletakkannya dengan hati-hati… sementara penisku tetap tertanam di dalam liang memek yang aduhai itu.

Kami bergerak sedikit demi sedikit, agar berada di tengah bed tanpa melepaskan kontolku dari liang memek Merry.

Waktu Merry berada di atas sofa tadi, aku tidak bisa leluasa melakukan hal-hal yang kuinginkan. Namun di atas bed ini, aku bisa tengkurap di atas perut Merry. Dan mulai menjilati ketiaknya sambil meremas toket yang berada di samping ketiak harum itu.

Merry adalah perempuan dari kalangan jetset. Dengan sendirinya dia sangat menjaga kesehatan dan kesegaran tubuhnya. Karena itu aku tak merasa jijik sedikit pun waktu menjilati keringat di ketiak kiri dan meremas toket kirinya pula. Ini hanya memancing gairah Merry untuk melanjutkan persetubuhan ini setelah ia mencapai orgasme, sementara aku belum ejakulasi.

Kujilati terus ketiak basah tapi harum ini dengan sepenuh gairahku. Sampai akhirnya terdengar suara Merry, “Ayo entot lagi Sam… jangan direndem terusa kontolmu… !”

“Kan nunggu Merry bergairah lagi,” sahutku sambil mulai menggerak-gerakkan batang kemaluanku kembali, di dalam liang memek Merry yang terasa sudah becek ini.

Terasa longgar pada awalnya, karena liang memek Merry sudah benar-benar becek. Tapi beberapa detik kemudian kurasa mulai berkurang beceknya, sehingga aku bisa mengayun penisku secara normal.

Sedikit demi sedikit kondisi liang sanggama Merry mulai npormal. Beceknya reda, berubah menjadi licin yang nikmat. Yang membuat batang kemaluanku bisa menggedor-gedor dasar liang memek Merry.

Merry pun berubah lagi. Laksana seekor singa betina yang sedang nakik birahi. Meraung-raung dan merengek-rengek erotis…

“Saaaam… aaaauuu… aaaahhhh… aaaaa… aaaaaaa… aaaauuuu… aaaahhhh… ini sudah enak lagi Saaaam… entot terussss… entrot yang kenceng Sayaaaaaaaaang… aaaahhhh… enaknya bener-bener edaaaaaan… Saaaaaaamm… Saaaaaaam Sayaaaaang…

Pergumulan birahi ini berlangsung sangat lama. Bahkan ketika hari mulai malam, kami masih melampiaskan nafsu birahi kami dengan segala cara.

Sampai akhirnya kami terdampar di pantai kepuasan. Lalu kami terkapar tepar. Tertidur dengan nyenyaknya, sambil saling berpelukan dalam keadaan sama-sama telanjang.

Tiga hari tiga malam Merry berada di dalam cengkramanku. Sampai akhirnya dia siap-siap untuk pulang ke Jakarta.

“Tempat ini sangat ideal. Privasi pun terjaga,” kata Merry yang sedang berdandan di depan meja rias, “Tapi tolong carikan rumah yang garasinya terhubung ke bagian dalam rumah. Supaya kalau aku datang, bisa memasukkan mobil langsung ke garasi, lalu aku masuk ke dalam rumah tanpa kelihatan oleh orang luar.

“Gampang soal rumah sih. Nanti kalau Merry datang lagi ke sini, mungkin rumah itu sudah ada.”

“Bagus kalau begitu. Ini buat beli rumah itu. Sisanya hadiah untukmu… kekasih tercintaku, “Merry menyerahkan sebuah buku cek yang tiap halamannya sudah ditulisi nominal besaran tiap lembar cek. Dan aku bnenar-benar tyerkejut… sangat terkejut… karena kalau dijumlahkan semua isi buku cek itu, jauh lebih besar daripada dollar hasil penjualan 322 butir berlian punya Halina itu…

Entahlah. Yang jelas tanganku gemetaran setelah selesai memeriksa nominal demi nominal pada buku cek itu.

“Merry… kenapa Merry memberikan buku cek yang isinya sebanyak ini? Apakah aku tidak salah baca? Jumlahnya jauh lebih besar daripada hasil penjualan berlian Afrika Selatan itu, Mer.”

“Itu hanya suatu bukti bahwa aku tidak main-main… aku benar-benar mencintaimu, Sayang,” sahut Merry sambil mencium pipiku, “Cek-cek itu sebaiknya jangan dicairkan sekaligus. Makanya aku belum ngasih tanggal cairnya. Nanti Sam sendiri yang menulis tanggalnya pada waktu mau mencairkannya. Step by step aja, supaya tidak banyak pertanyaan dari PPATK.

“Sebenarnya cintaku tak perlu dibeli dengan uang sebanyak ini Mer,” kataku sungkan.

“Aku tidak membeli cintamu. Aku hanya ingin berbagi rejeki dengan orang yang kucintai. Terus terang, uang hasil penjualan kembali berlian Afsel itu, banyak juga untungnya kok. Makanya aku tak mau pelit berebagi denganmu, Sayang.”

“Merry Sayang… aku jadi speechless nih… karena aku tidak mengharapkan dana sebanyak ini. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih. Semoga rejekimu mengalir terus tanpa henti.”

“Amiiiin… “Merry menengadahkan kedua tangannya, lalu mengusapkannya ke wajah cantiknya. “Kamu mau mengantarkanku ke bandara kan?”

“Tentu saja,” sahutku, “Merry takkan kubiarkan pakai taksi sendirian. SIapa tahu ada crew media yang menguntitmu atau menyamar jadi sopir taksi.”

Merry tersenyum. Lalu mengenakan jubah tipis putih yang ada ponconya. Kemudian ia mengenakan kaca mata hitam. Sehingga wajahnya takkan bisa dikenali karena tertutup oleh ponco dan kaca mata hitamnya. Aku mengerti kenapa Merry menutupi dirinya agar tidak dikenali seperti itu. Karena aku tahu siapa dia.

Beberapa saat kemudian, Merry sudah duduk di dalam mobilku. Berdampingan denganku yang sudah berada di belakang setir.

“Sekali-sekali naik mobil jelek nggak apa-apa ya,” kataku merendah sambil menghidupkan mesin mobil.

“Aku sih nggak rewel soal mobil yang kutumpangi. Yang penting privasiku terjaga. Itu aja.”

“Ohya, tiketnya sudah beli?”

“Sudah tadi pagi. Lewat handphone.”

“Hmm… zaman sekaranbg kegunaan handphone itu sudah multi fungsi ya. Bukan hanya untuk telepon-teleponan.”

“Iya. Mau makan juga tinggal pijit handphone. Lalu makanannya diantar lewat gojek. Kita tak usah capoek-capek keluar rumah dan tenggelam di tengah kemacetan Jakarta.”

“Nanti kita lanjutkan komunikasi di hape ya Mer.”

“Tentu aja. Komunikasi kita tak boleh terputus di tengah jalan. Mmm… aku tidak mengharapkan terjadi musibah pada suamiku. Tapi seandainya dia pendek umur, kamu harus menerimaku sebagai istri mudamu, Sam.”

“Iya. Kebetulan masih tersedia jatah untuk satu orang istri lagi,” sahutku keceplosan. Padahal aku belum ngomong bahwa istriku sudah tiga orang.

“Maksudmu?”

“Nggak. Heheheee… aku becanda doang Mer. Yang penting kalau kamu sudah menjadi janda, aku pasti akan menikahimu secara sah dan diakui oleh negara.”

“Aku catat ya janjimu itu di dalam otak dan hatiku…”

“Silakan. Seorang lelaki pantang menarik kembali segala yang telah diucapkannya.”

Tak lama kemudian, mobilku sudah berhenti di areal parkir bandara.

Kuantar Merry sampai masuk ke pintu keberangkatan.

Kemudian aku kemnbali menuju hotelku. Dengan hati bergelimang cinta, keceriaan dan kebahagiaan.

Aku belum bisa membayangkan apa yang akan kulakukan dengan duit sebanyak yang tertera di buku cek itu. Padahal aku tidak mengharapkan pemberian Merry. Aku hanya mengharapkan tubuhnya yang begitu membangkitkan gairah birahi dan semangat hidupku. Itu saja.

Tapi karena Merry sudah memberikan cek yang jumlahnya sebuku ini, akan kuanggap saja sebagai rejeki yang jatuh dari langit. Rejeki yang sangat menjanjikan untuk masa depanku dan anak-anakku…!

Untuk kesekian kalinya aku hanya bisa mengucapkan syukur di dalam hatiku. Terima kasih ya Allah. Segala rejaki yang diberikan padaku ini, akan kumanfaatkan untuk kebaikan, meski aku masih bergelimang dosa. Dan aku memohon lindunganMu senantiasa.

Amiin ya robbal alamiin…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu