3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Sama seperti Halina yang masih bingung terhadap dollar yang tersimpan di SDB bank asing itu mau digunakan untuk apa, aku pun bingung mau diapakan dana yang diberikan oleh Merry itu. Yang sudah kulakukan adalah membeli sebuah rumah megah di kompleks perumahan elit, yang sesuai dengan kriteria Merry. Ada garasi yang terhubung dengan bagian dalam rumah.

Terletak di kompleks perumahan elit pula, yang keamanannya terjamin, karena setiap cluster dijaga oleh beberapa orang satpam. Baru itu saja yang sudah kulaksanakan. Semua furniture dan perabotannya yang serba mahal pun kubeli. Semuanya kusesuaikan dengan level Merry. Semua itu pun kubeli dengan uangku sendiri, belum mengganggu duit dari cek yang satu buku itu.

Berhari-hari aku memikirkannya. Sampai timbul pikiran untuk menginvestasikannya saja pada property. Aku akan membeli tanah-tanah yang stratregis posisinya, juga akan mendekati bank yang sudah menyita rumah-rumah yang macet cicilannya. Rumah-rumah itu akan kurenovasi sampai seperti baru lagi, kemudian akan menjualnya kembali.

Sementara itu aku punya pikiran bahwa di dalam rejeki super gede yang kudapat ini, mungkin terselip rejeki untuk Yoga yang ingin menikah dengan Wulan itu. Tapi biaya perkawinan Yoga takkan seberapa besar. Takkan sampai 200 juta. Uang sebesar itu bisa kuambil dari simpananku di bank, tanpa harus mengganggu dana pemberian Merry ini.

Sampai pada suatu hari… ketika aku sedang memeriksa laporan dari kepala bagian keuangan hotel, tiba-tiba interphone berdering. Lalu terdengar suara lelaki, “Selamat pagi Boss. Saya Imam dari bagian security. Ini ada wanita yang katanya keluarga Boss. Beliau datang dari Makassar dan mengaku bernama Salma Merina.

“Haaaa?! Antarkan dia ke ruang kerjaku !”

“Siap Boss… !”

Tak lama kemudian terdengar bunyi ketukan di pintu.

“Yaa… masuk !” seruku.

Lalu muncullah seorang satpam mengantarkan seorang wanita 35 tahunan yang masih kuhafal wajahnya, tapi kalau ketemu di jalan mungkin lupa lagi.

“Tante Salma?!” sapaku sambil memegang tangan wanita setengah baya itu, lalu kucium tangan itu.

“Iya. Kamu sudah dewasa Sam. Kalau ketemu di jalan pasti aku lupa !” wanita yang tak lain dari adik Papa itu memelukku erat-erat sambil menciumi pipiku.

“Aku juga kalau ketemu di jalan, mungkin lupa pada Tante. Soalnya berubah sekali sih,” sahutku sambil mempersilakan Tante Salma untuk duduk di ruang tamu.

“Sekarang aku kan udah tua, Sam. Pasti sudah berubah jadi jelek.”

“Yeee… justru Tante jadi cantik sekali… jadi keinget waktu aku masih kecil dulu… saat itu aku nakal, ya Tante.”

“Iya. Dulu sering megang-megang tetekku. Sekarang masih pengen megang tetek lagi gak?”.

“Sekarang sih aku udah dewasa. Bukan cuma pengen megang tetgek Tante tapi pengen megang yang di bawah perut Tante itu juga… hahahahaaa…”

“Pengen megang memek maksudmu?! Iya nanti aku izinkan megang memek asal tolongin aku dulu.”

“Tolongin soal apa Tante?”

“Anakku tuh udah lulus SMA hampir dua tahun yang lalu, sampai sekarang nganggur aja. Lanjut ke perguruan tinggi, gak ada biayanya, karena sekarang aku gak punya suami Sam.”

“Haaa?! Emangnya udah bercerai?”

“Iya. Dia tergoda sama perempuan lain, makanya aku minta cerai aja.”

“Terus anak Tante itu mau diapain? Mau melanjutkan pendidikannya di kota ini?”

“Gak usahlah. Kalau bisa sih kasih dia kerjaan di hotel ini aja. Yang penting dia jangan nganggur terus gitu.”

“Anak Tante cowok apa cewek?”

“Cewek. Sisi namanya.”

“Cewek ya,” ucapku sambil berpikir akan ditempatkan di bagian apa dia nanti.

“Iya cewek. Makanya aku bingung melepasinnya. Kalau nitip di keluarga sendiri kan tenang nanti aku Sam.”

“Entar dulu… Tante tau dari mana kalau aku sudah punya hotel di sini?”

“Dari papamu. Kan aku ke rumah dia dulu. Nginep juga di rumah semalam. Lalu papamu yang nunjukin ke sini, karena di kantornya sendiri gak ada lowongan.”

“Ya udah. Soal Sisi aku terima. Dia akan disekolahkan dulu setahun, supaya, mengerti dasar-dasar perhotelan. Nanti dia akan kujadikan asisten pribadiku. Bahkan bisa jadi tangan kananku. Mudah-mudahan aja Sisi itu jujur orangnya.”

“Dia sangat jujur Sam. Aku jamin soal itu sih… mmm… ini fotonya…” sahut Tante Salma sambil mengeluarkan selembar foto ukuran postcard dari tas kecilnya. Dan nyerahin foto itu padaku.

Setelah kuamati… hmmm… cantik sekali anak Tante Salma itu…! Maklum ibunya juga cantik. Tapi keluarga besar Papa memang hampir semuanya cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Termasuk aku mungkin ya.

“Terus kapan dia mau dibawa ke sini?” tanyaku sambil mengembalikan foto itu pada tanteku.

“Besok juga akan kutelepon dia. Biar dia bisa terbang ke sini.”

“Beli tiket pesawatnya dari Makassar ke Jakarta. Dari Jakarta ke sini bisa pakai travel atau bus. Uang untuk ongkosnya ada?”

“Ada buat ongkos saja sih. Kan aku punya toko kecil-kecilan di Makassar.”

“Anak Tante ada berapa sih?”

“Cuma seorang, ya Sisi itu aja.”

“Terus siapa yang nunggu tokonya kalau Sisi ke sini?”

“Ah… tutup aja dulu tokonya.”

“Nanti kalau Sisi di sini, Tante kesepian dong sendirian di Makassar?”

“Mmmm… yahhh… demi masa depan anak tunggalku… sendirian juga gak apa-apa.”

“Tante udah berapa lama hidup menjanda.”

“Udah sepuluh tahun. Sejak Sisi baru berumur delapan tahun. Makanya aku gak pulang-pulang ke kota ini, karena malu pada saudara-saudara di sini.”

“Emang gak renyem selama sepuluh tahun hidup menjanda?”

“Iiih… renyem apanya?” Tante Salma melotot.

“Memeknya,” sahutku lugas.

“Iiiiih…! “Tante Salma mencubit hidungku, “Emangnya kalau renyem, kamu mau garukin?”

“Mau. Makanya Tante mendingan tunggu aja di sini sampai Sisi datang ya.”

“Hhhh… aku merinding Sam.”

“Kenapa?”

“Kebayang kamu garukin aku… padahal kamu ini keponakanku.”

“Apa salahnya? Aku seneng kok sama wanita setengah baya seperti Tante,” sahutku sambil melingkarkan lengan di pinggang tanteku. “Lagian tadi Tante udah janji mau ngasih, asalkan Sisi kuterima kerja di sini.”

“Janjinya cuma megang doang…”

“Memangnya kalau sudah dipegang, Tante bisa nahan diri gitu?”

“Hihihihiii… gak tau juga… aku kan udah sepuluh tahun gak pernah disentuh lelaki.”

“Makanya Tante jangan munafik dong. Tante pasti sudah rindui sentuhan lelaki. Sekarang kan ada aku… yang kangen banget karena sudah terlalu lama gak ketemu sama Tante. Kenapa gak ngomong jujur aja?”

Tante Salma terdiam.

Aku pun diam-diam menurunkan ritsleting celana panjangku.

Lalu diam-diam pula kusembulkan batang kemaluanku yang sudah ngaceng ini dari belahan ritsletingku. Sambil berkata, “Ini yang bakal garuk memek Tante nanti,” kataku.

“Saaaam…! “Tante Salma terkejut. Tapi tangannya langsung memegang batang kemaluanku, “Iiiiih… kontolmu panjang gede gini. Udah ngaceng pula… !”

“Ngaceng karena bayangin enaknya kalau ngentot di sini.”

“Di kantormu ini?”

“Itu kan ada kamar pribadiku Tante.”

“Sam… hiksss… aku jadi nafsu nih…” ucap Tante Salma sambil menggenggam penisku dengan tangan menghangat.

Saat itu Tante Salma mengenakan gaun terusan berwarna merah hati, dengan belahan agak lebar di bagian dadanya. Ada belahan pula di bawahnya, sehingga paha putih mulusnya terpamerkan.

Tapi yang ingin kusentuh adalah payudaranya. Mengingat pada masa kecil, ketika aku sedang nakal-nakalnya, aku sering memegang payudara Tante Salma.

Maka kesempatan ini tidak kusia-siakan. Hitung-hitung nostalgia… menyelinapkan tanganku ke belahan dada gaun merah hati Tante Salma.

Tante Salma masih asyik memegang batang kemaluanku dan tidak menepiskan tanganku yang sudah kuselinapkan ke balik behanya. Sampai menyentuh dan memegang payudaranya yang ternyata belum kendor. Lalu aku tenggelam dalam keasyikan. Meremas payudara Tante Salma dengan lembut sambil memainkan pentilnya.

Tapi manusia dalam keadaan seperti ini tentu takkan puas. Maka ketika tangan kiriku masih asyik memainkan payudara, tangan kanan kuselinapkan ke balik gaunnya. Kurayapkan sampai ke pangkal pahanya yang hangat. Lalu kuselundupkan ke balik celana dalamnya. Dan kusentuh memeknya yang bersih dari jembut.

“Wow, Tante mengikuti mode masa kini juga. Tante rajin mencukur memek ya?”

“Bukan mengikuti mode. Kalau jembutnya dibiarkan tumbuh lebat, sering gatel pada saat keringatan. Lagian kata dokter juga lebih sehat dicukur bersih.”

“Tercapai juga nih cita-cita masa kecil… ingin mainin memek Tante…”

“Tapi aku sudah semakin horny Sam. Masa mau main di atas sofa ini?”

“Tante maunya diapain?” tanyaku pada saat jemariku mulai menyelinap-nyelinap ke dalam celah memek Tante Salma.

“Mau ngewe…! Hihihiiiiii… punya keponakan nakal gini… kontolnya panjang gede pula… !”

Aku pun menarik tangan kiriku dari balik beha tanteku dan tangan kananku dari balik celana dalamnya. Lalu berdiri sambil berkata, “Ayo deh ngewenya di kamarku aja…”

Sambil mendekap pinggangku dari belakang, Tante Salma mengikuti langkahku menuju kamar pribadiku yang berbentuk suite room ini.

“Wow! Mewah sekali kamarmu Sam! Malah lebih mewah daripada hotel bintang lima !” seru Tante Salma setelah berada di dalam kamar pribadiku.

“Makanya Tante nginap di sini aja sampai Sisi datang. Biar kita kenyang ewean dulu. Hihihiiii…”

“Hmmm… aku juga jadi pengen ngerasain gimana rasanya diewe sama kontol sepanjang dan segede gitu.”

“Yang jelas, memek gundul gitu enak ngejilatinnya Tante,” kataku.

“Iyalah… harus dijilatin dulu biar gak sakit waktu kontolmu dijeblosin nanti,” sahut Tante Salma sambil melepaskan gaun dan behanya. Lalu celana dalamnya pun ditanggalkan. Dalam keadaan telanjang Tante Salma berdiri sambil bertolak pinggang di depanku, “Bagaimana? Apakah aku masih memenuhi syarat untuk mendapat sentuhan lelaki muda?

Aku yang sedang melepaskan segala yang melekat di tubuhku menyahut, “Masih sangat merangsang Tante. Makanya tinggal di sini aja, jangan balik ke Makassar. Biar aku bisa sering ngentot Tante.”

“Aku gak bisa ninggalin Makassar, karena masih yang harus kuurus di sana,” sahut Tante Salma sambil naik ke atas bed dan menelentang di sana.

“Ngurus apa?” tanyaku sambil merayap ke atas perut tanteku.

“Arisan. Ngreditkan barang-barang juga. Kan harus diurus semua tuh. Ohya… Sisi oitu cantik lho. Jangan diapa-apain setelah dia ada di sini nanti ya. Mmmm… diapa-apain juga boleh asalkan dinikahi aja.”

“Kalau menikah gak bisa Tante. Udah full.”

“Kata papamu, istri-istri kamu baru tiga orang. Betul kan?”

“Betul. Tapi ada wanita seorang lagi yang sudah kujanjikan akan dinikahi.”

“Sama Sisi kan bisa nikah siri juga.”

“Jangan ngomong soal itu dulu ah. Aku kan lagi ngebet berat sama Tante nih,” ucapku sambil meremas-remas payudara Tante Salma yang berukuran sedang dan belum kendor. Bahkan enak meremasnya, karena payudaranya terasa kenyal-kenyal padat.

Tante Salma pun menyambut “serangan pembukaan” ini dengan merengkuh leherku ke dalam pelukannya, lalu mencium dan melumat bibirku dengan lahapnya.

Tapi semuanya itu tidak lama terjadinya. Karena aku sudah tidak sabar, ingin segera menjilati memek yang merangsang itu. Yang lain-lainnya nanti saja belakangan.

Maka setelah ciuman Tante Salma terurai, aku langsung melorot turun… menghadapkan wajahku ke memek adik kandung Papa itu.

Aku sudah punya trik baru setelah membaca unggahan Mbak Ayu di media ini, yakni menggunakan jempol tangan untuk membantu aksi lidah pada waktu menjilati memek.

Sebelum menjilati memek Tante Salma, kukulum dulu jempol tangan kananku sampai basah dengan air liur. Kemudian kuletakkan ruas puncak jempolku kekelentit Tante Salma. Dan jempol yang basah dengan air liurku ini jadi terasa licin waktu mulai menggesek-gesek kelentit Tante Salma, sementara lidahku mulai beraksi untuk menjilati celah memek tanteku.

Spontan kedua paha Tante Salma mengangkang lebar. Dan membiarkanku melakukan semuanya itu. Jempolku makin lama makin lancar mewnggesek-gesek kelentit, sementara ligahku pun makin lahap menjilati celah memek Tante Salma.

“Dududududuuuuh… Saaam… ini enak sekali Saaaam… itulku gesek terus Saaam… enak sekali… ooooooh… Saaaam… gak sangka kamu udah pandai begini Saaam… aaaaa… aaaaah… enak Saaaam… gesek-gesek terus itilnya Saaaam… itilnya… itilnya… iitiiiiiiilnyaaaaa… itiiiilnyaaaaaaaa…

Sementara lidahku bukan cuma menjilati celah memeknya. Air liur pun kualirkan ke arah mulut memek tanteku. Sehingga dalam tempo singkat saja bagian dalam memek Tante Salma sudah mulai basah kuyup. Sementara jempolku makin cepat menggesek-gesek kelentitnya yang sudah “ngaceng” itu.

Hanya belasan menit aku melakukan semuanya itu. Sampai akhirnya Tante Salma merintih lirih, “Udah Saaam… maukin aja kontolmu Saaam… kontolmu aja… kontoolmu masukiiiiin… !”

Aku pun cepat menjauhkan mulut dan jempolku dari tempik Tante Salma. Lalu merayap ke atas perut tanteku sambil meletakkan puncak zakarku di mulut memeknya.

Lalu kudorong kontolku sekuat tenaga… ughhhh… membenam separohnya… blesss…!

“Masuuuk Saaam… oooooh… gede banget kontolmu ini Saaaam… “kicau Tante Salma sambil menarik leherku ke dalam pelukannya.

Batang kemaluanku pun mulai beraksi. Maju mundur dalam gerakan perlahan dulu. Makin lama makin cepat… penis ngacengku pun makin jauh “jangkauannya”. Pada waktu kudorong, mampu menyundul dasar liang memek Tante Salma.

Karuan saja adik kandung Papa itu merintih-rintih terus. Membuatku makin terangsang mendengarnya.

“Oooooh Saaaam… kontolmu memang sangat panjang dan sangat gede… enak sekali Sam… iyaaaa… entot terus Saaaam… entot terussssss… entooooootttt… enak Sam… enaaaaaaaakkk… entotttt… entotttt… iyaaaaaaaa… iyaaaa… ini enak sekali Saaaaam… entot teruuuusssss…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu