3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Makin lama jilatanku di memek Utami makin massive. Rintihan - rintihan spontan Utami pun makin menjadi - jadi, “Boss… ooooooh… Bossssss… ini luar biasa enaknya Bossss…”

Sampai pada suatu saat, ketkika celah memek Utami terasa sudah cukup basah, aku pun bangkit. Kuangkat dan kubopong tubuh Utami ke arah bed. Lalu kuletakkan tubuh berkulit sawo matang itu di atas kasur bertilam kain seprai putih bersih.

Tanpa kusuruh, Utami pun menanggalkan kimono dan behanya, sementara aku sendiri sudah telanjang dan memegang batang kemaluanku yang sudah siap untuk dicobloskan ke dalam liang memek cewek berkulit coklat muda yang mulus itu.

Utami pasrah saja ketika kedua kakinya kurenggangkan, kemudian moncong penisku diletakkan pada celah yang ternganga dan berwarna merah darah itu.

Dengan sekuat tenaga tapi hati - hati, kudorong penisku sampai masuk kepalanya.

Buat orang awam, menyetubuhi cewek yang masih perawan itu harus melewati “perjuangan berat”. Bahkan sering kudengar cerita bahwa sepasang pengantin sampai berhari - hari untuk “berjuang” untuk mengambil keperawanan pengantin perempuannya.

Aku geli kalau sudah mendengar cerita - cerita seperti itu. Karena aku tak pernah menemui kesulitan seperti itu.

Penisku yang kepalanya sudah masuk ke dalam liang memek Utami, kudorong lagi sedikit demi sedikit… memang masih sangat sempit liang memek cewek yang satu ini. Tapi berkat jilatan dan curahan air liurku yang sudah membanjiri liang sempit ini, aku berhasil membenamkan penisku lebih dari separohnya.

Utami menyeringai sesaat. Tapi lalu tampak pasrah lagi. Sementara batang kemaluanku mulai kuayun maju mundur perlahan - lahan dulu.

Makin lama entotanku makin lancar. Meski liang memek Utami luar biasa sempitnya, namun akhirnya secara ekologis lendir libidonya terbit untuk memperlicin liang memeknya. Sehingga entotanku mulai lancar. Aku pun menghempaskan dadaku ke sepasang toketnya yang lumayan gede. Sambil menciumi dan melumat bibir sensualnya.

Setelah ciuman dan lumatanku terlepas, Utami mulai “berkicau”.

“Boss… duuuuh Boss… ini enak sekali Boss… ooooh… oooo… sa… saya seperti melayang - layang gini Boss… ooooh… ternyata disetubuhi ini luar biasa enaknya Boss… oooooh… aaaah… ooooh… iya Boss… entot terus Boss… enak sekali… oooh… gak nyangka… disetubuhi ini luar biasa enaknya Bosssssss …

Ocehan Utami baru berhenti setelah mulutnya kusumpal dengan ciuman dan lumatanku.

Namun tampaknya Utami sudah berada di detik - detik krusial menjelang orgasme. Meski mulutnya tersumpal oleh ciuman dan lumatanku, masih sempat dia melontarkan suara seperti orang yang mulutnya sedang dibungkam”

“Mmmmmm… mmmmmh… mmmm… mmmm… mmmmhhh… mmmm… mmm… mmmmh… mmmm… Bossss… adududuuuh… saya seperti mau jatoh… takuuut… oooooooh… !”

Lalu kurasakan liang memeknya berkedut - kedut kencang… disusul dengan berlimpahnya lendir di dalam liang senggamanya…!

Jelas Utami sudah mencapai orgasme.

Mengingat Utami baru sekali ini merasakan disetubuhi, aku pun tak mau menyiksanya. Aku berusaha untuk berejakulasi secepat mungkin.

Maka kupercepat entotanku, maju - mundur - maju - mundur dengan cepatnya. Sampai akhirnya kutancapkan batang kemaluanku di dalam liang memek yang sempit dan legit itu.

Disusul dengan berhamburannya sperma dari moncong penisku.

Crooot… croootttt… crotrotttt… croooot… croooooottttt… croooottttt…!

Aku mengelojot, lalu terkulai di atas perut Utami. Dengan tubuh bermandikan keringat.

Ketika kucabut penisku dari liang memek Utami, yang pertama kali kuperhatikan adalah darah di bawah bokong Utami.

Setelah melihat darah perawan di permukaan seprai putih bersih itu, aku mengusap-usap rambut Utami sambil berkata, “Sekarang kamu tidak perawan lagi. Apakah kamu menyesal telah memberikan kesucianmu padaku?”

“Nggak… saya malah merasa bahagia karena telah memberikan kesucian saya kepada pria yang sangat saya cintai,” sahut Utami dengan senyum di bibirnya.

“Tenang ya Sayang. Aku juga sudah mencintaimu. Tapi karena istriku sudah empat orang, mungkin aku takkan bisa menikahimu secara resmi.”

“Nggak apa. Asalkan Boss mau memperlakukan saya sebagai istri…”

“Masa istri manggil suaminya Boss? Mulai sekarang kamu harus bisa memanggil Abang atau Bang aja padaku. Kecuali kalau sedang ada karyawan lain di antara kita.”

“Iya Boss… eeeh… Bang.”

“Setelah kita pulang nanti, kamu harus membeli buku - buku tentang perhotelan selengkap mungkin. Karena sepulangnya dari Surabaya, kamu akan segera kuangkat menjadi general manager. Dengan gaji dua kali lipat dari gaji yang selama ini kamu terima. Belum lagi uang belanja dariku… uang belanja dari seorang suami kepada istrinya, meski kita belum menikah.

Utami memelukku dengan hangatnya. Sambil berkata perlahan, “Terima kasih Bang… saya semakin bahagia mendengarnya. Semoga Mama pun ikut bahagia mendengar kenaikan jabatan saya nanti.”

“Kamu dan mamamu tinggal di rumah sendiri?”

“Cuma di rumah kontrakan Bang.”

“Nanti aku akan ngasih sebuah rumah yang layak untuk seorang general manager.”

“Oooh… terima kasih Bang… mmm… saya makin cinta dan sayang kepada Abang.”

Sebenarnya aku bisa saja mengajak Utami bersetubuh lagi kedua dan ketiga kalinya. Tapi aku harus punya tenggang rasa. Bahwa di dalam liang kemaluannya pasti ada luka, akibat robeknya hymen (selaput perawan) Utami.

Biarlah Utami beristirahat dulu selama 2 atau 3 hari. Kalau sudah benar -benar sembuh lukanya, baru aku akan mengajaknya bersetubuh lagi.

Esoknya kami pulang ke Surabaya lagi. Ke hotelku.

Sementara aku tetap berniat untuk mengunjungi keempat cabang perusahaanku yang berdomisili di Surabaya itu.

Niat untuk inspeksi mendadak itu kulakukan keesokan harinya. Sementara Utami kuminta agar beristirahat saja di suite room hotelku. Bahkan aku memberinya uang yang cukup banyak. SIapa tahu dia ingin belanja oleh - oleh dan sebagainya.

Kepada karyawati yang bertugas di front office, aku minta ada yangf mengantar kalaju Utami ingin berjalan - jalan ke luar hotel.

Cabang perusahaan pertama yang kukunjungi, direkturnya seorang pria 40 tahunan bernama Priosembodho. Dia magister di bidang managemen. Penerimaannya atas kedatanganku sangat baik dan sopan.

Aku hanya memberi sedikit pengarahan. Yang jelas, aku ingin agar pendapatan cabang itu meningkat terus. Jangan sampaki stagnasi, apalagi menurun.

Cabang perusahaan kedua yang kukunjungi… nah… ini dia masalahnya. Direktur cabang yang kedua ini… seorang wanita di atas 30 tahunan yang seksi sekali di mataku, bernama Widyaningrum, dengan nama kecil Widi.

Dia juga magister manajemen.

Ketika ia duduk berhadapan denganku, memang sopan sikapnya, tapi spanroknya terlalu pendek, sehingga bukan hanya paha putih mulusnya yang tampak di mataku, melainkan juga celana dalamnya yang berwarna pink itu…!

Siang - siang gini aku sudah disuguhi “pemandangan” yang merangsang begitu.

Setelah memberikan pengarahan, aku berkata, “Baru kenal sebentar saja Mbak Widi sudah memancarkan kesan positif untuk kemajuan perusahaan ini. Semoga prediksi ini tidak meleset.”

“Terima kasih Big Boss,” sahutnya.

“Tapi sayang masih ada sesuatu yang menghalangi pandanganku.”

“Maaf… maksud Big Boss…?!”

Aku menunjuk ke arah celana dalamnya yang berwarna pink itu sambil berkata, “Yang berwarna pink itu menutupi yang ingin kulihat lebih jelas.”

“Aaaw !” Mbak Widi tersipu dan merapatkan sepasang pahanya, “Hihihiii… gak nyangka Big Boss ini suka berkelakar juga.”

“Nggak… aku serius,” sahutku sambil berdiri dan melangkah ke arah sofa yang sedang didudukinya. Lalu duduk di sampingnya. “Bagaimana kalau kita refreshing sekarang?”

“Siap Big Boss. Asal jangan di kantor ini aja.”

“O, tentu aja. Semuanya harus berjalan secara smooth and safety. Mbak Widi bawa mobil?”

“Tidak Big Boss. Saya kan belum punya mobil.”

“Ya udah. Kalau gitu ikut aku aja ya.”

“Siap.”

“Bisa dibawa nginap?”

“Bisa. Saya kan orang bebas.”

“Maksudnya?”

“Saya tidak punya suami.”

“Owh… single parent?”

“Belum jadi parent juga.”

“Wow… jadi Mbak Widi janda muda tanpa anak?”

“Betul Big Boss. Sejak tiga tahun yang lalu saya hidup sendiri.”

“Baguslah kalau gitu.”

“Tapi maaf Big Boss… saya kan sudah berumur tigapuluhdua tahun. Sedangkan Big Boss masih sangat muda.”

“Kebetulan aku penggemar wanita yang usianya lebih tua dariku. Apalagi yang secantik dan seseksi Mbak Widi.”

Mbak Widi tersenyum ceria. Tentu dia senang, karena yang memujinya adalah orang nomor satu di perusahaan ini. Dan itu dinyatakannya secara lisan, “Nggak nyangka kalau saya bisa disukai oleh Big Boss yang begini gantengnya… masih sangat muda pula…”

Lalu ia menatapku dengan bola mata bergoyang perlahan, diiringi senyum yang sangat menggoda pula.

Dan aku tak kuasa menahan perasaan lagi. Kurengkuh lehernya ke dalam pelukanku, kupagut dan kulumat bibir yang seolah menantang itu.

Mbak Widi terpejam dan tampak terlena. Terlebih ketika lidahnya kusedot ke dalam mulutku, lalu lidahku mengelus - elus lidahnya. Sementara tanganku mulai merayap ke balik spanroknya yang sangat pendek, sehingga dalam tempo singkat tanganku sjudah berada di balik celana dalamnya… dan mulai menggerayangi memeknya yang bersih dari jembut.

Jemariku tak cuma mengusap - usap permukaan memeknya, melainkan menyeljundup ke dalam celah vaginanya yang sudah agak basah.

Terasa setiap bagian yang tersentuh olehku mulai menghangat. Pertanda Mbak Widi sudah mulai horny.

Memang prediksiku tidak meleset. Pada suatu saat Mbak Widi melepaskan celana dalamnya sambil berkata dengan suara serak - serak basah, “Kalau sudah dibeginiin, saya gak kuat menahan nafsu lagi…”

Aku pun melepaskan jas dan dasiku. Kemudian kupelorotkan celana panjang sekaligus celana dalamku, sehingga batang kemaluanku yang “bisa diandalkan” ini tak tertutup apa - apa lagi.

Ketika melihat batang kemaluanku yang sudah sangat ngaceng ini, Mbak Widi terperanjat, “Wow… penis Big Boss dahsyat sekali… !” cetusnya sambil memegang batang kemaluanku. Lalu menciumi dan menjilati moncong kontolku dengan sikap wanita yang sudah dikuasai nafsu.

“Takkan ada orang yang nyelonong masuk ke sini kan?” tanyaku.

“Nggak mungkin. Pintunya kalau sudah ditutup tak bisa dibuka dari luar, Big Boss…” sahut Mbak Widi yang masih menggenggam kontolku. Lalu menjilati moncong dan lehernya lagi. Bahkan kemudian ia mulai menyelomotinya dengan sangat bernafsu.

Lalu ia menyingkapkan spanroknya sambil merentangkan kedua kakinya sejauh mungkin.

Meski tanpa kata - kata, aku mengerti apa yang diinginkannya. Bahwa ia ingin agar memeknya yang sudah dingangakan itu ingin segera kuentot…!

Tanpa menunggu permintaan lisannya, aku pun berdiri di antara kedua kakinya yang mengangkang, sambil meletakkan moncong penisku di bagian yang dingangakan oleh kedua tangannya itu. Lalu kudesakkan penisku sekuat tenaga… slipppp… meleset ke bawah.

Tangan Mbak Widi pun memegang leher penisku, lalu mengarahkannya ke titik yang tepat. Pada saat aku mendorong lagi sekuat tenaga, tangan Mbak Widi tetap memegang leher penisku. Mungkin agar jangan meleset lagi arahnya.

Dan akhirnya penisku mulai membenam sedikit demi sedikit. Aku memegang sepasang bahu Mbak Widi yang masih mengenakan blazer dan blouse itu.

Sambil berdiri dan membungkuk, dengan kedua tangan menekan sandaran sofa untuk menahan tubuhku, sang Kontol pun mulai kuayun perlahan.

“Dududuuuuuh… punya Big Boss luar biasa gede dan panjangnya… terasa seret sekali gini… oooo… ooooh… “rintih Mbak Widi sambil menatapku dengan sorot pasrah.

Memang butuh 1 - 2 menit untuk melancarkan entotanku.

Namun akhirnya liang memek Mbak Widi mulai beradaptasi dengan ukuran penisku.

Meski kami masih berpakaian lengkap, kecuali celana dalam Mbak Widi saja yang sudah meninggalkan pemiliknya, aku bisa mengentot memek Mbak Widi yang sempit dan legit ini.

“Ooo… ooo… ooooh… akhirnya Big Boss menyetubuhi saya di kantor… “Mbak Widi mulai merintih dengan mata merem - melek.

“Iya… ini baru starting point aja Mbak. Nanti kita lanjutkan di hotel semalam suntuk.”

Memang aku yakin bahwa aku akan mampu bertahan. Aku hanya ingin membuat Mbak Widi orgasme. Sedangkan ejakulasiku akan kutahan. Dan baru akan dimuncratkan di tempat lain nanti.

Memang ada perasaan kurang nyaman juga menyetubuhi Mbak Widi di kantornya ini. Karena kalau sampai ada orang lain yang mengetahuinya, bisa gempar perusahaanku nanti.

Karena itu sengaja kupercepat entotanku, agar Mbak Widi cepat orgasme.

Ternyata usahaku berhasil. Mbak Widi mulai menggeliat - geliat, lalu mengejang tegang sambil mencengkram kedua lenganku yang sedang berpegangan ke sandaran sofa.

Lalu terasa liang memeknya menggeliat - geliat seolah ular yang tengah membelit kontolku.

Kudiamkan batang kemaluanku beberapa saat di dalam liang memek Mbak Widi. Lalu kucabut sambil berkata, “Nanti kita lanjutkan di hotel ya.”

“Iii… iyaaa… Big Boss belum ngecrot kan?” ucap Mbak Widi sambil menyeka memeknya dengan kertas tissue basah.

“Belum. Masih jauh Mbak. Barusan cuma ingin meredakan rasa penasaranku aja.”

“Tapi minimal Big Boss sudah merasakan memek saya kan?” ucap Mbak Widi sambil mengenakan celana dalamnya, dengan sikap genit.

“Iya. Tapi aku ini kalau sedang berselingkuh, tidak cukup dengan satu cewek. Minimal harus dua orang cewek yang melayaniku.”

“Lalu kalau dengan istri Big Boss sendiri gimana?”

“Istriku kan empat orang. Kadang - kadang mereka berempat melayani hasrat biologisku.”

“Wow! Istri Big Boss empat orang?! “Mbak Widi tampak kaget. Apalagi kalau kuceritakan bahwa istri keempatku adalah Merry. Pasti dia lebih kaget lagi.

Tapi aku sudah sepakat dengan Merry, agar aku merahasiakan perkawinanku dengannya, agar perusahaan tetap berjalan tenang tanpa gosip sekecil apa pun.

Mbak Widi merenung sejenak. Lalu berkata, “Kalau Big Boss mau, saya bisa ajak manager personalia. Dia sebaya dengan saya, nasibnya juga sama. Sudah menjanda sejak usianya masih muda.”

“Ohya?! Boleh lah. Panggil dia ke sini.”

“Sebentar Big Boss. Mungkin saya harus bisa merayunya dulu.. butuh waktu sebentar… takkan sampai seperempat jam…”

“Oke, “aku mengangguk, “Kutunggu di sini.”

Sebelum keluar dari ruang tamu direktur, Mbak Widi masih sempat berkata, “Maaf saya tinggal dulu Big Boss.”

Tidak terlalu lama aku menunggu di ruang tamu pimpinan cabang perusahaanku ini.

Hanya belasan menit kemudian, Mbak Widi muncul lagi bersama seorang wanita muda, yang katanya seorang psikolog dengan jabatan manager personalia di cabang perusahaan yang dsipimpin oleh Mbak Widi itu.

Lagi - lasgi aku melihat sosok cantik, dengan perawakan tinggi langsing. Berbeda dengan Mbak Widi yang berperawakan chubby.

Manager personalia itu seperti malu - malu waktu menjabat tanganku sambil menyebutkan namanya, “Marisa…”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu