3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Beberapa saat kemudian aku sudah berada di belakang setir sedan Mamie, untuk pulang ke Rumah Cinta.

Pada saat itulah kudengar suara Mamie,” Kata orang, perempuan hamil itu harus sering disetubuhi oleh suaminya. Agar bayinya kuat, gak lemes.”

“Iya Mam. Nanti di Rumah Cinta akan kita lakukan.”

“Tapi mamie pernah baca dari media kesehatan, kalau sedang hamil gak boleh dijilatin memeknya.”

“Itu betul. Aku juga pernah baca itu. Karena dikuatirkan ada bakteri dari air liur yang meresap ke dalam rahim. Bahkan dimainkan dengan jari juga sebaiknya jangan dilakukan. Kecuali kalau jarinya memakai sarung tangan karet yang steril seperti yang biasa dipakai dokter-dokter.”

“Ternyata kamu banyak membaca juga dari internet ya.”

“Iya Mam. Soalnya aku harus siap kalau Mamie hamil seperti sekarang ini.”

“Tapi kontolmu gede lho Sam. Makanya mamie bawa lotion untuk melicinkan dulu, biar gak sakit waktu dimasukin kontol gedemu nanti.”

“Hehehee… iya Mam… iyaaa…”

Setibanya di Rumah Cinta, Mamie langsung melangkah ke lantai atas, aku pun mengikutinya dari belakang.

Kubuka pintu kamarku. Mamie pun masuk ke dalam. Sambil mengeluarkan botol lotion dari tas kecilnya. Lalu Mamie melepaskan celana dalamnya. Dan melompat ke atas meja makan yang berhadapan dengan pintu kamar mandiku.

Mamie menyingkapkan gaun terusannya sampai ke perut, lalu mengoles-oleskan lotion ke permukaan memeknya sampai mengkilap sekali.

“Ayo entot mamie sekarang Sam… !” ucap Mamie sambil duduk mengangkang di pinggiran meja makan, sambil mengelus-elus memeknya sendiri.

“Mau di situ Mam?” tanyaku sambil melepaskan celana jeans dan celana dalamku.

“Iya… kamu ngentotnya sambil berdiri aja, biar perut mamie gak kegencet.”

“SIiiip deh,” ucapku sambil mengusap-usap permukaan kemaluan Mamie yang licin plontos. Lalu menepuk-nepuknya. Kepala penisku pun kutepuk-tepukkan ke atas kelentit mamie, kemudian kuselipkan ke celah memeknya dan… blessss… melesak dengan lancarnya berkat lotion yang sudah Mamie gunakan.

Sepasang kaki Mamie kuangkat dan kuletakkan di sepasang bahuku. Lalu aku mulai mengentotnya.

Gara-gara sepasang paha mamie terangkat dan lipatan lipatan lututnya bertumpu di kedua bahuku, rasanya penisku bisa mengentotnya sedalam mungkin. Membuat Mamie terengah-engah dan berdesah-desah sambil menyebut-nyebut namaku.

“Aaaaa… aaaah… Saaam… aaaah… Saaam… mami sayang kamu Saaam… aaah… aaa… aaaah.. Saaam… ddduuuuuuh… kontolmu… nyundul-nyundul dasarnya terus Saam… ini enak sekali… Saaaam… aaaaahhhhh…”

Aku pun mengentotnya terus, sambil memijat-mijat paha Mamie, terkadang juga mengelus-elus perut Mamie sambil menggelitik pusar perutnya.

Mamie pun menggeliat-geliat dibuatnya.

Terkadang aku mengusap-usap telapak kakinya yang berada di dekat leherku, lalu menggaruknya perlahan. Mamie pun terkejut-kejut, “Saaam… geli Saaam… hihihihii! Geliiiii… jangan digelitik terus Sayang… gak tahan gelinya…”

Sepasang tanganku pun beraksi ke lain sasaran. Kedua tanganku ingin mencapai sepasang payudara Mamie, sehingga kedua pahanya menekuk ke atas, sementara kedua lututnya berada di kanan kiri payudaranya.

Kedua tanganku berhasil menggapai sepasang payudara Mamie. Sementara kedua pahanya yang mencuat ke atas sehingga sepasang olututnya hampir menyentuh payudaranya sendiri, justru membuat penisku bisa menggenjot liang kemaluan Mamie sedalam mungkin. Kedua tanganku pun mulai meremas sepasang payudara mamie yang beberapa bulan lagi akan mengucurkan ASI kalau tiada aral melintang.

Namun Mamie berkata, “Kalau bisa lepasin bareng-bareng lagi ya Sam… jangan terlalu lama… mamie udah dekat-dekat mau orgasme nih…”

Sebenarnya aku masih jauh dari ejakulasi. tapi karena Mamie memintaku untuk mencapai puncak kenikmatannya secara berbarengan, maka aku pun berpura-pura seolah akan ejakulasi (padahal masih jauuuh… !)

Kuayun batang kemaluanku dengan gerakan yang cepat… cepat sekali… dan ketika Mami terkejang-kejang, kubenamkan penisku sedalam mungkin, tanpa kugerakkan lagi. Lalu aku bersandiwara, sebagaimana lazimnya lelaki pada waktu sedang berejakulasi.

Aku mengejut-ngejutkan penis sambil berdengus-dengus… uuuughhhh-uuughhhhh…!

Mamie tampak puas. Aku pun buru-buru mencabut penisku dan bergegas menuju kamar mandi, untuk mencuci penisku yang sebenarnya belum ejakulasi.

Biarlah, demi Mamie aku berpura-pura ejakulasi barusan. Kalau aku belum merasa puas kan ada… Tante Ken.

Setelah Mamie pulang dan nyetir sendiri, yang kuingat cuma satu. Tante Ken.

Karena nafsuku masih terbendung. Belum tersalurkan. Malah seolah belum ngapa-ngapain dengan Mamie tadi.

Maka bergegas aku menuju dapur, karena tadi kelihatan Tante Ken pergi ke dapur setelah mobil Mamie meninggalkan pekarangan.

Memang benar. Tante Ken sedang mencuci gelas dan mangkok-mangkok bekas Mamie dan Tante Ken sendiri tadi.

Dengan tak sabaran, kusergap Tante Ken dari belakang, dengan pelukan erat yang penuh nafsu. Kemudian merayapkan tanganku ke belahan kimono Tante Ken. Dan menyelinapkannya ke balik celana dalamnya. Sampai menyentuh kemaluannya yang tembem dan selalu mendatangkan gairahku.

“Sam… kenapa? Tadi udah dikasih sama Mamie kan?” tanya Tante Ken tanpa menoleh ke belakang.

“Cuma dikasih seupil, banyak aturan pula. Gak boleh gencet perutnya lah, gak boleh jilatin memeknya lah… sama juga bo’ong,” sahutku sambil menyelinapkan jariku ke celah memek Tante Ken yang langsung membasah hangat.

“Sabar dulu Sayang. Tante kan lagi nyuci gelas-gelas dan mangkok-mangkok ini.”

Sebagai jawaban, jemariku malah mencari-cari kelentit Tante Ken. Setelah ketemu, kugesek-gesek kelentit itu dengan jemariku, sambil berkata, “Nanti lagi cuci-cucinya dong Tante. Udah kebelet nih, pengen ngentot memek Tante…”

Akhirnya Tante Ken mengalah. Mencuci tangannya, lalu meninggalkan cuciannya, menuju kamarnya. Aku mengikutinya dari belakang, dengan tangan tetap menggerayangi kemaluannya.

Setibanya di kamar, Tante Ken menanggalkan kimono, celana dalam dan behanya, lalu menungging di atas tempat tidurnya. Aku pun menanggalkan segala yang melekat di tubuhku sampai telanjang seperti kakak Mamie yang tinggi montok itu.

“Jangan doggy terus Tante. Celentang aja ah… pantat Tante masih babak belur gitu bekas kemaren, “protesku, “Lagian kalau doggy, aku gak bisa ciumin bibir dan ngemut toket Tante.”

Tante Ken mengalah lagi. Lalu celentang, dengan sepasang paha direntangkan selebar-lebarnya. Sambil tersenyum dan berkata, “Punya calon mantu kok banyak complainnya sama calon mertua…”

“Biar sudah menikah dengan Frida juga, aku tak mau kehilangan Tante,” sahutku sambil mengangakan memek Tante Ken selebar mungkin, sehingga bagian dalamnya yang pink itu seolah menantang untuk segera digasak oleh lidahku.

Lalu… dengan rakusnya kujilati bagian dalam memek Tante Ken itu.

“Tante juga gak mau kehilangan kamu,” sahut Tante Ken sambil mengusap-usap rambutku, “Karena gairah hidup tante jadi bangkit lagi setelah kamu hadir di sini…”

Aku tak bisa menjawab, karena mulutku sedang “terbenam” di memek Tante Ken. Sedang memusatkan jilatanku pada kelentitnya, yang kuyakini akan cepat membuat liang memeknya basah kuyup.

Akhirnya aku merasa sudah tiba waktunya untuk penetrasi. Karena liang memek Tante Ken sudah sangat basah. Maka dengan nafsu menggebu-gebu kudorong batang kemaluanku sekuat tenaga. Dan… bleesssssskkkkk… langsung terbenam seluruhnya! Membuat mata sipit Tante Ken terpejam erat-erat dengan mulut ternganga.

Aku pun menghempaskan dadaku ke atas dada Tante Ken, lalu mulai mengayun penisku sambil mencium bibir sensualnya. Sementara tangan kananku bisa meremas toket kirinya sepuasnya. Bahkan Tante Ken selalu senang kalau aku meremasnya sekuat mungkin.

Mungkin dahulu almarhum suaminya selalu memperlakukannya dengan keras. Sehingga akhirnya Tante Ken terbiasa dengan perlakuan keras dalam setiap berhubungan sex. Bahkan kemudian dia jadi ketagihan untuk diperlakukan secara keras (hardcore).

Memang meski Tante Ken itu kakak kandung Mamie, lain cara Tante Ken lain pula cara Mamie. Tapi aku tetap bisa menyesuaikan diri. Aku terbiasa memperlakukan Tante Ken secara keras, tapi manakala berhadapan dengan Mamie, aku akan tetap memperlakukannya selembut dan seromantis mungkin.

Dan kini, ketika aku mulai lancar mengentot memek Tante Ken, aku tidak sekadar meremas-remas toketnya dengan remasan kuat. Tapi juga mengigit-gigit toket montok itu dengan kuat. Bahkan Tante Ken ingin agar toketnya digigit sampai berdarah. Tapi aku tak mau sampai mengeluarkan darah segala, karena aku bukan Dracula.

Begitu pula waktu menjilati leher Tante Ken, aku sering diminta agar menggigit lehernya sampai berdarah. Tapi aku tak mau juga melakukan hal itu. Aku hanya menggigitnya agak kuat, sampai menimbulkan baret-baret kecil di lehernya.

Diperlakukan secara keras begini, Tante Ken cepat mencapai orgasmenya. Bahkan menurutku terlalu cepat, karena aku merasa masih jauh dari ejakulasiku. Namun sengaja kubiarkan penisku menancap di liang memeknya, tanpa kugerakkan. Sambil menciumi bibirnya dengan nafsu yang masih bergejolak.

“Kontolmu kegedean Sam. Makanya tante cepat lepas,” ucapnya lirih.

“Kalau perempuan sih cepat meletus juga gak apa-apa Tante. Malah bisa berkali-kali orgasme kan?”

“Iya… jauh beda dengan ayahnya Frida almarhum. Dia sih paling lama seperempat jam udah ngecrot. Makanya tante saelalu berusaha lepas sebelum dia ngecrot. Lagian kontolnya gak segagah kontolmu ini.”

“Tapi Tante selalu puas kan pada waktu kusetubuhi?”

“Iya… sangat-sangat puas, Sayang. Kebayang kalau kamu udah jadi suami Frida nanti. Pasti kita harus sembunyi-sembunyi melakukannya. Jangan sampai Frida tahu.”

“Soal itu sih bisa kita atur nanti Tante,” sahutku sambil mengayun kembali batang kemaluanku. Bermaju mundur di dalam liang memek Tante Ken yang empuk tapi legit ini.

Tante Ken pun tampak bergairah lagi. Bahkan pantat gedenya mulai bergoyang-goyang menanggapi entotan batang kemaluanku.

Aku pun mulai asyik meremas-remas toket gede Tante Ken, sambil menjilati dan menggigit-gigit ketiaknya yang beraroma merangsang. Ketiaknya natural, tidak dikasih deodorant. Tapi harum seperti aroma kayu cendana. Sehingga aku jadi ketagihan untuk menjilati dan menggigiti ketiak Tante Ken ini.

Lama sekali aku menyetubuhi calon mertuaku ini. Sehingga tubuhku mulai bersimbah peluh. Barcampur aduk dengan keringat Tante Ken.

Dan lagi-lagi Tante Ken berkelojotan, lalu mengejang di puncak orgasmenya. Tapi aku sudah tak peduli lagi. Aku sedang menikmati enaknya mengentot memek tembem ini. Dan tak mau menghentikannya sedetik pun.

Bahkan makin lama entotanku makin menggila. Sehingga Tante Ken merintih dan merintih terus. “Saaam… duuuuh Saaaam… kontolmu kok enak banget Saaaaam… ooooh Saaam… Saaaaam… aaaaaa… aaaaah Saaaam… tante udah mau lepas lagi Saaaam…”

Kali ini aku bertekad untuk mencapai puncak kenikmatan secara berbarengan. Karena itu kugenjot kontolku seganas mungkin. Sampai akhirnya… ketika Tante Ken sedang mengejang dengan perut sedikit tgerangkat ke atas… kubenamkan penisku sedalam mungkin…

Lalu kami seperti manusia yang sedang kesurupan. Saling remas dengan kuatnya, seolah ingin saling meremukkan… dan liang memek Tante Ken berkedut-kedut lagi… kali ini ditanggapi dengan kejutan-kejutan batang kemaluanku yang tengah memancarkan sperma di dalam liang memek Tante Ken.

Croooot… crooot… crot… crot… crooooootttttt… croooooottttt…!

Lalu aku terkapar di atas perut tante Ken, dengan tubuh bermandikan keringat.

Tiba-tiba handphoneku berdering. Aku terperanjat dan mencabut batang kemaluanku dari memek Tante Ken. Lalu mengambil hape dari saku celana jeansku.

Ternyata call dari… Papa!

Lalu :

“Hallo Sam! Mamie masih bersamamu?”

“Barusan aja pulang Pap.”

“Katanya Mamie mau menghadiahkan hotel untukmu. Betul Sam?”

“Betul Pap. Mamie baik banget padaku.”

“Iya… makanya pandai-pandailah kamu membawa diri nanti. Kamu pun harus berjuang untuk mengembangkan hotel itu.”

“Iya Pap. Tapi hotel itu mungkin baru akan dibuka enam bulan lagi.”

“Kenapa?”

“Kan di depannya mau dibangun gedung convention hall dulu. Butuh waktu empat bulanan, kata Mamie. Selain daripada itu, lima bulan lagi kuliahku selesai, kalau lulus Pap. Mohon doanya aja agar aku lulus dengan cumlaude ya Pap.”

“Haaa?! Secepat itu kamu menyelesaikan kuliahmu.”

“Iya Pap. Kan Papa sendiri pernah bilang, kalau bisa dipercepat, kenapa harus diperlambat?”

“Hahahaaa… papa memang tau kamu itu ulet dan cerdas. Semoga kamu berhasil mencapai cita-citamu ya.”

“Amiiin…”

“Tapi kamu sudah sidang belum?”

“Dua minggu lagi Pap. Kalau lulus, lima bulan lagi diwisuda.”

“Owh… ya udah. Papa doakan semoga kamu lulus dengan summa cumlaude ya.”

“Amiiin… !”

“Papa sekalian mau ucapkan terima kasih padamu Sam.”

“Terima kasih untuk apa?!” tanmyaku heran.

“Karena mamie sudah hamil. Berarti rumah tangga papa dengan Mamie bakal langgeng. Biaya untuk kehidupan Mama dan saudara-saudaramu juga bakal mengalir terus.”

Aku terlongong sendiri. Berarti Papa menikahi Mamie itu berdasarkan ekonomi keluarga. Bukan berdasarkan cinta. Sementara Mamie pun menikah dengan Papa berdasarkan keyakinannya bahwa Papa bisa dipercaya dan akan mampu mengembangkan perusahaan, bukan berdasarkan cinta. Tapi biarlah, apa pun latar belakang perkawinan Papa dengan Mamie, bukan urusanku.

Apa pun latar belakang perkawinan Papa dengan Mamie, yang penting aku bisa menikmati tubuh Mamie dengan leluasa kapan dan di mana pun aku mau. Bahkan di depan mata Papa pun takkan jadi masalah. Tapi aku tak mau melakukannya di depan Papa. karena biar bagaimana pun aku harus punya tenggang rasa kepada ayah kandung yang sangat menyayangiku itu…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu