3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Aku hanya menciumi kemaluan tanpa jembut itu dengan sepenuh gairahku. Kemudian aku berdiri dan mengangkat tubuh telanjang Aleksandra. Lalu membawanya ke atas tempat tidur, meletakkannya dengan hati-hati di atas kasur bertilamkan kain seprai sutra berwarna pink, yang sudah ditaburi serpihan-serpihan mawar merah bercampur bunga melati.

Memang semuanya itu sudah kuatur sejak kemaren, menyuruh pengurus villaku untuk menata villaku seromantis mungkin.

Di zaman sekarang orang kampung pun bisa memantau informasi lewat televisi atau media internet di hapenya masing-masing. Pengurus villaku juga sudah tahu apa yang harus dilakukannya ketika kuminta agar menata kamar yang paling depan itu seromantis mungkin.

Setelah menelentangkan tubuh Aleksandra di atas tempat tidur bertaburkan bunga-bungaan harum mewangi itu, aku pun tak mau menang sendiri. Kulepaskan pakaianku sehelai demi sehelai. Tinggal celana dalam saja yang kubiarkan melekat di tubuhku. Ini sesuai dengan petunjuk para pakar. Bahwa sebaiknya dalam pemanasan, lelaki tetap bercelana dalam.

Lalu merebahkan diri di samping Aleksandra, sambil mengusap-usap payudaranya yang terasa masih sangat kencang.

Ini memang tergolong istimewa. Karena aku pernah iseng memegang payudara cewek yang dua tahun lebih muda dari Aleksandra, namun ternyata payudara cewek itu sudah lembek sekali. Ketika kutanyakan kenapa toketnya sudah selembek ini, dia menyahut karena sering bermasturbasi sambil meremas-remas toketnya sendiri.

Alasan yang masuk di akal. Atau mungkin sebenarnya cewek itu sudah sangat berpengalaman dengan lawan jenisnya, yang senang meremas toketnya kuat-kuat… wallahu alam.

Sementara toket Aleksandra ini masih benar-benar kencang dan segar. Seolah belum pernah disentuh oleh lawan jenisnya.

Tapi bukankah menurut pengakuannya, dia memang belum pernah pacaran sejak kecil sampai usianya 23 tahun ini?

Tanganku merayap ke perutnya yang kelihatan seperti sengaja dikempeskan. Juga terasa kencang sekali. Mungkin dia sering senam juga, entahlah. Kemudian aku bergerak, menelungkup dengan wajah berada di atas memeknya, sementara kedua pahanya kudorong agar mengangkang.

Baru memperhatikan sepintas pun tampak, bahwa memek plontos itu masih tertutup rapat, lagi-lagi kulihat hanya berbentuk garis lurus dari atas ke bawah. Tidak nampak bagian dalamnya, meski kedua pahanya sudah direntangkan lebar-lebar.

Tentu saja aku mengaguminya. Bukan hanya bentuk memeknya yang tampak masih terkatup dan segar, tapi kulit di sekujur tubuhnya pun berbeda kalau dibandingkan dengan sebagian wanita bule lainnya. Kata teman-teman yang sudah berpengalaman dengan wanita bule, kebanyakan dari mereka berkulit kasar. Sedangkan kulit Aleksandra ini halus…

Dengahn kedua tangan aku mulai membuka “garis lurus” itu sampai ternganga dan nampaklah bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Bagian berwarna pink itulah yang mulai kujilati dengan lembut, makin lama makin menekan… sehingga Aleksandra mulai merintih perlahan, “Saaam… ooooh… baru sekali ini kau merasakan dibeginikan Saaam…”

Aku tidak menanggapi rintihannya oitu, karena mulai asyik menjilati bagian yang terjangkau oleh lidahku. Sementara kelentitnya mulai kuperhatikan. Jelas sekali “kacang”-nya nyembul dari selubungnya. Dan aku mulai menjilati kelentitnya itu dengan intensif sekali, sambil mengisapnya sesekali.

Aleksandra pun mulai gedebak-gedebuk, sambil merengek-rtengek manja, “Haaaa… aaaa… Saaaam… ini lebih enak lagi Saaam… oooooh… terasa mengalir dari kaki sampai kepala Saaaam… ooooh… Saaaam…”

Aku memang sudah bermaksud untukmengeksekusinya hari ini juga. Tapi aku masih menunggu gelagatnya dulu. Tak mau memaksakan kehendakku sendiri.

Untuk itu aku sengaja mengalirkan air liurku sebanyak mungkin ke dalam celah kewanitaan Aleksandra, sementara lidah dan bibirku melanjutkannya. Menggasak kelentitnya yang terasa mengeras itu.

Pada suatu saat Aleksandra malah berkata, “Sam… kalau kamu mau… masukkan aja penismu Sam…”

“Serius?” tanyaku sambil menghentikan jilatanku.

“Iya Sam. Aku… aku jadi ingin… ingin sekali merasakannya.”

“Kalau penisku dimasukkan ke dalam vaginamu, pasti kamu gak virgin lagi.”

“Nggak apa-apa Sam. Demi cowok yang kucintai, aku rela melepaskannya. Ayo Sam… masukkan aja penismu.”

Aku tahu bahwa wanita bule pada umumnya lebih terbuka mengungkap nafsunya. Dan mudah sekali terpancing untuk melakukan hubungan seksual.

Maka dengan penuh semangat kulepaskan celana dalamku. Lalu mencolek-colekkan moncong penisku ke bagian memek Aleksandra yang berwarna pink itu.

Kutatap wajah Aleksandra sesaat. Tampak sekali wajah cantik itu bersorot horny. Sehingga keraguanku jadi hilang. Dan dengan sepenuh gairah kudorong batang kemaluanku yang sudah ngaceng berat ini… sekuat mungkin…

Belum berhasil. Kudorong lagi sekuat tenaga… sampai akhirnya tongkat pusakaku berhasil membenam sedikit demi sedikit ke dalam liang memek Aleksandra.

Tadinya kupikir liang vagina Aleksandra itu lebar, sesuai dengan anatomi orang bule. Namun ternyata tidak seperti itu. Ketika aku mulai mengentotnya, terasa benar bahwa liang memek bule dari Eropa Timur ini sama saja seperti liang memek Natasha dan Frida waktu mereka sedang kuperawani. Sangat sempit dan menjepit dengan ketatnya.

Karena itu aku semakin bergairah untuk mengayun penisku, bermaju-mundur di dalam jepitan liang sanggama Aleksandra yang masih terasa “lengkap” ini.

Aleksandra sendiri pada awalnya hanya menahan-nahan nafasnya. Lalu mulai mendesah-desah. Lalu memagut bibirku ke dalam lumatannya, sambil meremas-remas bahuku.

Namun ketika aku mulai “melengkapi” persetubuhan ini dengan menjilati lehernya disertai dengan gigitan-gigitan kecil, Aleksandra mulai merintih-rintih perlahan, “Sam… aaaaaaa… aaaah… Saaaam… ini… ini luar biasa Saaaam… sangat enaaaak… aaaah… Saaam… fuck me Saaam… fuck me… fuck…

Memang apa yang sedang kami lakukan ini luar biasa nikmatnya. Namun aku masih bisa bertanya, “Vagina di dalam bahasamu disebut apa?”

Masih sempat juga Aleksandra menyahut, “Pochwa…”

“Kalau penis disebut apa?”

“Kutas,” sahut Aleksandra sambil memejamkan matanya.

“Kalau bersetubuh disebut apa?”

“Odbyć stosunek…”

“Wah… ribet banget nyebutinnya ya?!”

“Udah Sam… lain kali aja bicarain soal bahasanya… fuck me more Sam… kentot lagi Sam…”

“Entot, bukan kentot…” kataku sambil menahan tawa. Lalu mekuayun lagi penisku yang masih berdiri dengan tegarnya ini.

“Iya… entot terus kon.. kon…”

“Kontol !” seruku agak kuat, supaya Aleksandra tidak lupa lagi sebutan untuk penis itu.

“Ya… entot terus kontolnya… enak banget Saaam…”

Sambil tersenyum kulanjutkan entotanku. Aku pun bisa mengambil kesimpulan bahwa memek Aleksandra sama saja enaknya dengan memek bangsaku sendiri. Hanya saja Aleksandra masih terdiam pasif. Mungkin karena belum berpengalaman dalam soal sex.

Lalu apakah sekarang aku merasa bangga dengan petualanganku bersama cewek bule ini? Ya, sedikitnya aku merasa sudah mendapatkan memek yang khas dan tiada hubungannya dengan siapa pun. Aleksandra tiada hubungannya dengan Papa, dengan Mamie mau pun Mama. Berarti aku sudah membuktikan bahwa aku bisa bertualang di luar garis Papa.

Namun di tengah garangnya penisku mengentot cewek bule itu, aku sangat penasaran tentang sesuatu. Maka tiba-tiba saja kucabut batang kemaluanku, lalu aku melorot sampai melihat memek Aleksandra dari jarak yang dekat sekali.

Sebenarnya aku bukan ingin menyelidik memek cewek bule itu, tapi ingin melihat sesuatu di bawah memek itu. Ya… meski kain seprai berwarna spink, namun aku bisa melihat dengan jelas darah yang tergenang di atas kain seprai itu. Darah perawan Aleksandra…!

Apakah Aleksandra tergolong bule KW, sehingga di usia 23 tahun masih mampu mempertahankan keperawanannya, sementara cewek bangsa kita banyak yang usianya baru 14-15 tahun sudah kehilangan kesuciannya?

Entahlah. Yang jelas aku bangga bisa memiliki Aleksandra yang demikian teguhnya mempertahankan kesuciannya sampai sedewasa itu.

Dan sebagai ungkapan rasa hormatku pada Aleksandra, kuciumi memeknya yang mulus itu, kemudian kujilati lagi kelentitnya seperti tadi… membuat Aleksandra gedebak-gedebuk lagi.

“Saaam… kok dijilatin lagi Sam? Aaaah… tadi lagi enak-enaknya dientot sama kontolmu Sam… “rintih Aleksandra sambil menepuk-nepuk bahuku.

Maka aku pun naik lagi ke atas perut Aleksandra, sambil memegang batang kemaluanku yang moncongnya mulai kutempelkan lagi ke arah yang tepat.

Lalu kudesakkan lagi batang kemaluanku. Dan blesssssss… melesak dengan agak mudah, karena liang memek Aleksandra sudah “beradaptasi” dengan ukuran batang kemaluanku.

“Ooooooohhh… masuk lagi… iyaaaa… ini yang aku inginkan Sam… “Aleksandra memeluk leherku lalu merapatkan pipinya ke pipiku.

“Barusan aku hanya ingin melihat darah perawanmu. Ternyata kamu memang perawan asli, Sayang.”

“Bukan darah menstruasi kan?”

“Hahahaaa… bukan! Darah menstruasi dengan darah perawan jauh beda. Warnanya pun beda. Lagian darah menstruasi baunya busuk.”

“Walau pun lahir besar di Eropa, aku tidak pernah tersentuh cowok Sam. Soalnya aku selalu ingat pesan ibuku almarhum. Beliau bilang, kalau kamu ingin bahagia setelah menikah nanti, pertahankanlah keperawananmu. Jangan biarkan kemaluanmu disentuh oleh lawan jenismu, kecuali pada waktu malam pertama oleh suamimu sendiri.

“Sekarang masih siang, bukan malam. Lagian aku belum menjadi suamimu.”

“Biarlah… karena aku yakin Sam akan menjadi suamiku. Betul kan?”

“Iya Sweetheart… aku berjanji untuk menikahimu. Asalkan mau bersabar sampai surat-suratnya lengkap.”

“Tapi temanku bilang, kita bisa nikah siri dulu Sam.”

“Oooh… kalau nikah siri sih gampang. Tapi nikah siri itu tidak diakui oleh negara. Karena itu orang yang sudah nikah siri tidak punya surat apa-apa.”

“Owh… ya udah… nanti kita rundingkan lagi bagaimana baiknya. Sekarang gerakin lagi kontolmu, Honey…”

Aku pun melanjutkan kembali persetubuhan yang sangat mengesankan ini.

Mulut Aleksandra pun melontarkan rintihan dan rengekan hister lagi, “Iyaaaa Saaaam… duuuuh… ini enak sekali Saaaam… ternyata bersetubuh ini sangat enak ya Saaaam… iyaaaa… iyaaaa… Saaaam… iyaaaa… entot terus Saaam… iyaaaa… iyaaaa… iyaaaa… iyaaaaa… Saaaam… ooooh Saaaam…

Setelah lebih dari setengah jam aku mengentot Aleksandra, akhirnya cewek bule blonde itu berkelojotan… tanda-tanda mau orgasme pasti. Aku pun tak mau menyiksanya. Karena itu aku berkonsentrasi agar bisa ejakulasi berbarengan dengan orgasme Aleksandra. Lalu kupercepat entotanku, sambil meremas-remas sepasang toket kencang Aleksandra.

Lalu tubuh Aleksandra mengejang tegang… tegang sekali… pada saat itulah kubenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin, tanpa menariknya kembali.

Sedetik kemudian aku merasakan liang memek Aleksandra seperti menggeliat, seperti seekor ular yang tengah bergerak membelit batang kejantananku… pada saat itu pula moncong penisku memuntahkan sperma berulang-ulang… crot… croootttt… crooooottttt… crotcrot… crooooooootttt…

Aku terkapar di atas perut Aleksandra, dengan tubuh bermandikan keringat. Aleksandra pun sama. Terkulai lemas dengan keringat membanjiri tubuhnya.

Pada waktu batang kemaluanku dicabut, kulihat memek Aleksandra menganga dan mengalirkan cairan putih kental seperti susu… cairan maniku yang sangat banyak. Karena sebelum berangkat ke villa ini, tiga hari aku tidak menyentuh perempuan.

“Kalau kamu hamil nanti gimana?” tanyaku memancing.

“Biar aja. Asalkan kamu tepati janjinya.”

“Ogitu ya… tapi kalau kamu belum ingin hamil dulu, aku membawa pil anti hamil tuh.”

Aleksandra tercenung sejenak. Akhirnya dia mengangguk sambil berkata, “Iya deh… mendingan jangan hamil dulu ya. Supaya aku bisa menyelesaikan kuliahku dulu. Mana pilnya?”

Aku turun dari bed dan mengambil jaket kulit hitamku. Mengeluarkan dua strip pil kontrasepsi dari saku jaketku. Kemudian menyerahkannya kepada Aleksandra. “Baca aja dulu aturan pakainya,” kataku.

Aleksandra menelan sebutir pil kontrasepsi itu, sementara aku terbuai dengan lamunan masa depanku…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu