3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Kami teramat sangat bahagia dengan kenyataan ini. Bahwa Gina hanya membutuhkan waktu sebulan untuk latihan sedikit demi sedikit, sampai akhirnya benar - benar bisa berjalan seperti manusia normal lainnya.

Merry pun melaksanakan nazarnya, dengan membeli mobil yang semerk dengan jeepku. Hanya saja mobil yang akan dihadiahkan kepada Abah itu short chasis, sementara jeepku long chasis.

Bukan cuma itu. Merry pun mengeluarkan dana yang cukup banyak, untuk membangun rumah ibadah di dekat rumah Abah. Itu semua sebagai tanda kegembiraan dan kebahagiaan kami dengan sembuhnya Gina dari kelumpuhannya.

Dan yang paling membahagiakan kami adalah… Gina sudah mulai hamil…!

Aku merasa bersyukur dengan kenyataan baru ini. Bersyukur karena Gina hamil dalam keadaan sudah sembyuh dari kelumpuhannya. Karena kalau dia hamil pada saat masih lumpuh, mungkin banyak kesulitan yang harus dihadapinya.

Namun “tugas”ku belum selesai. Tugas yang terpaksa dipending dulu, karena aku “dibelokkan” ke arah Gina. Tugas untuk “mengikat” Anabella, sekretaris pribadi Merry yang sangat setia itu.

Aku tahu bahwa Anabella sering memperlihatkan sikap “caper” padaku, dengan lirikan dan senyum centilnya. Dengan sengaja menghidangkan minuman pada saat aku sedang berada di ruang kerja Merry.

Tapi, sebelum Merry menugaskan padaku untuk “mengikat” Anabella ke dalam lingkaran bisnisnya, aku cuek - cuek saja pada cewek manis dan berkulit sangat putih itu (untuk ukuran bangsa kita).

Setelah Merry berunding denganku di ruang kerjanya, Anabella pun dipanggil. Ruang kerja Anabella berdampingan dengan ruang kerja Merry.

Di depan mataku Merry berkata kepada Anabella, “Sebagaimana sudah kamu ketahui, aku ini istri keempat dari suamiku. Tapi aku dan ketiga istrinya kompak - kompak saja. Bahkan kami berempat seperti empat bersaudara yang saling menyayangi. Kami pun selalu ingin membahagiakan suami kami. Nah… sekarang aku ingin membahagiakan suamiku…

“Aku gak usah ngomong bertele - tele ya,” kata Merry lagi, “Suamiku bilang bahwa beliau suka sama kamu Bel.”

Anabella tersentak. Lalu melirik padaku dengan sikap malu - malu kucing.

“Karena baik suamiku maupun dirimu termasuk orang - orang yang paling kusayangi, aku akan mengijinkan kamu untuk mendampingi suamiku tanpa batas waktu. Pokoknya kalau suamiku menganggap kamu masih harus mendampinginya, kamu tidak usah masuk kerja dulu,” kata Merry.

“Ja… jadi saya… “Anabella tidak melanjutkan kata - katanya.

“Pokoknya kamu akan dimasukkan ke dalam lingkaran keluargaku, “potong Merry, “Kamu mau dijadikan salah satu bagian dari keluargaku tidak?”

“Siap, saya mau Bu Boss.”

“Kamu mengerti tujuan pembicaraanku ini?”

“Siap mengerti Bu Boss. Bahwa saya harus mendampingi Pak Boss selama yang beliau inginkan.”

“Dan kamu mengerti apa saja yang akan terjadi dengan beliau kan?”

Anabella mengangguk perlahan, “Me… mengerti Bu Boss.”

“Kalau begitu, kamu ikut saja dengan beliau. Sekalian bawa pakaian untuk ganti selama sedang mendampingi beliau di dalam perjalanan bisnisnya.”

“Siap Bu.”

Merry tampak senang mendengar jawaban - jawaban Anabella itu. Lalu ia menoleh padaku sambil mengedipkan matanya. Pertanda bahwa aku bisa membawa Anabella sekarang.

Beberapa saat kemudian, Anabella sudah duduk di samping kiriku, dalam jeep long chasis yang sedang kukemudikan sendiri.

“Apakah semua ini pernah terbayangkan olehmu sebelumnya?” tanyaku ketika mobilku sudah kularikan di atas jalan aspal.

“Sedikit pun saya gak pernah menduga kalau Pak Boss yang begitu gantengnya bisa suka sama saya. Tapi kalau melamun sih sering,” sahut Anabella.

“Melamun apa?”

“Hihihi… melamun jadi pacar Pak Boss.”

Kupegang tangan kanan Anabella dengan tangan kiriku, “Kalau cuma berduaan begini, panggil aku Bang aja. Jangan pake boss - bossan. Supaya suasananya tidak kaku. Istilah saya pun buang aja. Kamu boleh menyebut dirimu dengan istilah aku aja, supaya lebih akrab.”

“Iii… iya Boss, eh Bang.”

“Namamu Anabella. Biasa dipanggil Ana apa Bella?”

“Bu Boss sih suka manggil Bella aja Bang.”

“Yang aku tau cewek - cewek bernama Bella kebanyakan cantik - cantik orangnya.”

“Tapi saya, eh aku jelek ya Bang.”

“Kamu ya cantik ya manis ya putih pula. Kalau tidak istimewa, aku juga takkan naksir kamu, Bel.”

“Iya Bang. Terima kasih.”

“Kita ngomong to the point aja ya. Kamu sudah punya prediksi apa yang bakal terjadi di antara kita berdua?”

“Siap, sudah punya prediksi.”

“Apa prediksimu?”

“Bahwa Abang akan memperlakukanku seperti istri Abang sendiri.”

“Dan kamu sudah siap untuk itu?”

“Siap bang.”

“Kamu tentu punya alasan kenapa kamu menyatakan siap untuk kuperlakukan sepertgi istriku sendiri?”

“Karena aku yakin masa depanku akan semakin terjamin.”

“Kalau soal itu sih jelas bakal terjadi. Masa depanmu akan lebih terjamin kelak. Tapi masa kamu gak punya alasan lain?”

“Sebenarnya alasan utama sih kepribadian Abang sendiri.”

“Maksudmu?”

“Abang ya ganteng ya simpatik. Dan mungkin aku bakal nyaman selama mendampingi Abang ini. Ohya Bang… di depan ada belokan ke kanan. Rumah kontrakanku di situ.”

“Iya,” sahutku samboil membelokkan mobilku ke kanan. Ke jalan yang agak kecil tapi tidak menyulitkanku untuk berhenti di depan rumah kontrakan Anabella.

“Boleh aku ikut ke rumah kontrakanmu ini?” tanyaku.

“Tentu boleh Bang.”

“Sama siapa kamu tinggal di rumah ini?”

“Sendirian aja Bang.”

Rumah kontrakan Anabella itu cuma rumah kecil. Mungkin type 45-an. Tapi bentuknya cukup elok dan artistik dan mengikuti mode zaman sekarang (minimalis).

Ketika aku masuk ke dalam rumah Anabella, terlihat rapi sekali penataannya. Semua diletakkan pada tempat yang semestinya, sehingga aku merasa kerasan tinggal di rumah kecil ini.

Anabella memegang tanganku sambil berkata, “Aku mau beresin dulu pakaian yang akan dibawa, ya Bang.”

“Kalau aku ikut ke dalam kamarmu boleh?” tanyaku.

“Silakan aja. Tapi jangan diketawain ya Bang. Maklum semuanya barang murahan. Belum mampu beli barang bagus.”

“Aku juga hidup prihatin dulu. Pernah makan mie instant tiap hari. Berbeda dengan Bu Merry. Dia itu langsung kaya raya setelah menikah dengan konglomerat,” sahutku sambil mengikuti langkah Bella ke dalam kamarnya.

Memang barang - barang ada di dalam kamar Bella bukan barang - barang mewah. Tapi semuanya tertata dengan rapi sekali, sehingga aku merasa nyaman setelah berada di dalamnya. Lebih nyaman lagi ketika aku bisa mendekap pinggang Bella dari belakang. Sambil berbisik, “Kamu sudah pengalaman dalam soal cowok?

“Ah, belum Bang,” sahut Bella, “Pengalaman apa? Pacaran aja belum. Cuma berteman dekat dengan banyak cowok, tapi semuanya kuanggap teman aja.”

“Berarti kamu masih perawan dong.”

“Masih lah Bang. Apa perlu dibuktikan?”

“Kalau mentalmu udah siap, nanti kita buktikan.”

“Silakan. Kalau dengan Abang aku akan merelakannya. Karena aku yakin Abang akan menjamin masa depanku.”

“Iya Bel. Soal itu sih jangan takut. Bahkan sekali pun kamu hamil, aku dan Bu Merry akan membiayainya. Asalkan jangan minta kawin aja, karena istriku sudah empat. Gak bisa nambah lagi.”

“Gak apa Bang. Yang penting Abang jangan sia - siakan aku nanti.”

Kuputar badan Bella agar berhadapan denganku. Lalu kulingkarkan lenganku di lehernya sambil menyahut, “Aku bukan manusia kejam Bel.”

Lalu kucium bibirnya dengan segenap kehangatanku.

Setelah ciumanku terurai, Bella mendekap dadaku sambil berkata lirih, “Kalau Abang perecaya, baru sekali inilah bibirku dicium cowok. Aku memang cewek kuper, karena terlalu memusatkan pikiranku ke pendidikan dahulu.”

“Kalau dilihat dari biodatamu, kamu menyelesaikan es-satu di usia duapuluhdua ya.”

“Iya Bang. Aku tamat SMA dki usia tujuhbelas, lalu kuliah dan selesai di usia duapuluhdua.”

“Dengan predikat cumlaude pula ya?”

“Iya Bang.”

“Kerja di Bu Merry sudah berapa lama?”

“Sudah tiga tahun Bang.”

“Emangnya umur Bella sekarang berapa?”

“Selawe Bang.”

“Apa itu selawe?”

“Duapuluhlima Bang.”

“Oh iya… sampe lupa. Selikur dua likur, tiga likur empat likur… selawe. Hahahaaa…”

“Ohya Bang, kata Bu Boss, kita mau ada perjalanan bisnis. Perjalanan ke mana?”

“Ke Surabaya. Tapi anggap aja kita sedang liburan ke Surabaya. Karena semua perusahaanku di Surabaya sudah ada yang mengelola. Aku hanya mau inspeksi dadakan aja.”

“O, mau sidak ya.”

“Iya. Ayo mana pakaian yang mau dibawa itu? Sudah diberesin?”

“Sudah Bang. Aku kan selalu melipat dan menyimpan pakaian bersih di koper. Supaya kalau Bu Boss mengajak ke luar kota tinggal angkat kopernya aja.”

“Ayo… kita berangkat sekarang.”

“Siap Bang.”

Sebenarnya ingatanku masih tertuju kepada Gina terus. Apalagi sekarang, Gina sudah mengandung janin yang berasal dari benihku. Karena itu untuk sementara aku harus melupakan Gina dulu, untuk melaksanakan tugas ena - ena ini. Tugas untuk “mengikat” Anabella yang tampak masih segar itu, laksana pucuk daun yang siap untuk dijadikan lalapan.

Dan aku tidak mau acara khususku terganggu. Karena itu kubawa Bella ke villaku yang pernah dijadikan tempat pertemuan dengan Mrs. Alana waktu datang untuk kesekian kalinya ke Indonesia. Bukan ke villa yang di puncak bukit itu.

“Kita santai dulu di villa ini. Setelah kenyang, baru kita terbang ke Surabaya. Oke?” cetusku sebelum turun dari mobil.

Bella mengangguk sambil tersenyum. Mungkin dia sudah mengerti apa yang akan terjadi di villa yang hanya 5 kilometer di pinggiran kotaku. Jadi kalau mau makan, dengan mudah bisa mendapatkannya tak jauh dari villa ini.

Villa yang di puncak bukit itu sudah kujual. Dengan keuntungan yang lumayan banyak. Akju menganggap villa di puncak bukit itu tidak efektif. Karena membutuhkan perawatan terus, sementara dipakainya hanya sekali - sekali. Sebagai orang yang sering aktif di bidang properti, aku tidak sayang - sayang menjual rumah atau villa mana pun, asalkan ada untungnya.

Villa yang tidak jauh dari kota ini pun, mungkin saja akan kujual kembali kalau harga jualnya bagus.

Tapi sebelum dijual, apa salahnya kumanfaatkan untuk “urusan” pribadiku dulu, untuk “menyantap” Bella yang masih segar ini?

“Sudah bisa menduga apa yang akan kita lakukan di villa ini kan?” ucapku setelah berada di dalam villa.

“Iya, “: Bella mengangguk, “Makanya aku jadi degdegan Bang.”

“Hahahaaa… kenapa degdegan? Memangnya aku mau menyakitimu? Aku justru akan membuatmu merem melek…” sahutku sambil menjawil dagunya yang ada belahan di tengahnya. Dan dagunya itu salah satu keistimewaan Anabella.

Lalu aku duduk di sofa ruang depan, sambil menarik lengan Bella sampai terduduk di atas pangkuanku. Kedua lenganku pun mendekapnya sambil berbisik, “Setelah terbukti kamu benar - benar masih perawan, aku akan memanjakanmu Bel.”

“Iya Bang. Terima kasih.”

“Bagaimana perasaanmu sekarfang? Masih degdegan?” tanyaku sambil menyelinapkan tanganku ke belahan gaun merah hati bagian depannya.

“Masih. Tapi bukan degdegan takut Bang. Hanya karena belum tau aja apa yang harus kulakukan nanti.”

“Mungkin sama degdegannya dengan pengantin menjelang malam pertamanya …” ucapku dengan tangan yang sudah berhasil menyelinap ke balik behanya. Dan berhasil menggenggam toketnya yang masih segar dan mulai menghangat.

“Iya Bang.”

“Memekmu dicukur apa gondrong?”

“Hihihiii… nanti kan bisa Abang liat sendiri.”

“Kan biar ada tanya jawab dulu.”

“Dicukur bersih Bang. Sesuai dengan instruksi Bu Boss.”

“Bu Merry sampai nyuruh nyukur jembut segala?”

“Iya. Biar sehat katanya.”

Aku menciumi tengkuk Bella. Tangan kiriku masih memegang toketnya, sementara tangan kananku menyelinap ke balik gaun bagian bawahnya, merayapi paha licinnya sampai menemukan celana dalamnya. Lalu kuselinapkan tanganku ke balik celana dalam Bella. Dan… benar ucapannya barusan. Bahwa memeknya bersih dari bulu.

“Kalau bersih begini enak jilatinnya Bel,” ucapku sambil mengusap - usap memek Bella yang masih bercelana dalam.

“Memangnya pake jilat - jilatan segala Bang?”

“Kan biar lancar ngambil keperawananmu. Biar basah dan licin dulu.”

“Mmmm… aku merinding Bang.”

“Biar jangan merinding, mendingan kita pindah ke kamar yuk.”

Bella mengangguk. Lalu berdiri dan mengikuti langkahku menuju kamar.

Villa ini memang kurenovasi abis - abisan. Karena aku menyediakannya untuk Mrs. Alana, taipan dari Macau itu.

Maka wajar saja kalau Bella berkata, “Viilla ini mewah sekali Bang.”

Yang kusahut, “Ya. Karena tamunya pun seorang gadis yang sangat istimewa di mataku.”

“Bang… aku tidak bisa munafik. Sejak dibawa dari kantor Bu Boss tadi, aku sudah jatuh cinta kepada Abang,” ucap Bella sambil membenamkan wajahnya di dadaku.

“Berarti aku tidak bertepuk sebelah tangan dong. Aku sudah terang - terangan bilang sama Bu Merry, bahwa aku suka kamu. Untungnya Bu Merry itu penuh pengertian orangnya. Lalu mempersilakanku membawamu…”

“Iya… aku juga kagum pada Bu Boss yang begitu sayangnya kepada Abang dan juga padaku sendiri. Sampai beliau mengijinkan kita bersama… seperti sekarang ini.”

“Betul. makanya aku sudah berjanji di dalam hati, bahwa aku takkan pernah meninggalkan Bu Merry sampai kapan pun,” ucapku yang sebenarnya memancing Bella agar membuka isi hatinya, demi Merry tercinta.

“Sama Bang. Aku juga bertekad begitu. Takkan meningga;lkan Bu Merry sampai kapanpun,” sahut Bella.

Ucapan Bella itu menggembirakanku. Karena tujuan utama misiku kali ini, adalah ingin “mengikat” Bella agar tetap setia kepada Merry sebagai sekretaris prfibadi. Karena Bella sudah banyak tahu rahasia perusahaan - perusahaan Merry yang banyak itu.

Mudah - mudahan saja Merry masih akan menugaskanku untuk “mengikat” sosok lainnya lagi. Biar aku bisa ena - ena lagi. Hahahaaaaaaa…!

Kupegang kancing gaun berwarna merah hati Bella, sambil berkata, “Buka ya gaunnya. Biar gak kusut.”

Bella mengangguk sambil tersenyum pasrah.

Lalu kulepaskan kancing gaun yang berada di bagian punggungnya itu. Dan gaun itu langsung terjatuh ke kaki pemiliknya, yang lalu dilepaskan oleh Bella dan digantungkannya di kapstok.

Dalam keadaan tinggal berbeha dan bercelana dalam, keindahan tubuh Bella semakin jelas di mataku. Tubuh yang tinggi langsing tapi tidak kurus dan berkulit putih mulus sekali telah berdiri di depan mataku, dengan wajah canrtik dan manis yang telah bersikap pasrah padaku.

Hmm… Merry… sering - sering aja aku disuguhi cewek secantik dan semulus seperti Bella ini…!

Supaya Bella tidak rikuh, kutanggalkan juga segala yang melekat di tubuhku, kecuali celana dalam yang kubiarkan melekat pada tempatnya. Lalu kuraih tangan Bella ke atas bed, dengan gairah yang sudah membara.

Bella p[un menelungkup di atas bed, membuatku punya kesempatan untuk melepaskan kancing kait beha yang berada di punggungnya. Lalu kucelentangkan tubuh yang sangat putih dan mulus itu.

Bella tampak malu - malu ketika aku menghimpitnya sambil memegang payudaranya yang berukuran sedang dan masih terasa kencang sekali ini.

Aku pun mulai memagut bibir Bella ke dalam ciuman dan lumatanku. Sementara tanganku mjulai meremas toket padat kencangnya dengan lembut. Tubuh Bella pun mulai terasa menghangat.

Terlebih setelah bibir dan lidahku mulai menggeluti leher jenjangnya yang harum parfum mahal. Di zaman sekarang, mahasiswi pun banyak yang sudah menggunakan parfum mahal, tapi tentu saja kalau orang tua mereka level menengah ke atas. Kalau beli parfum mahal tapi orang tuanya dari level menengah ke bawah, berarti maksain.

Sex is more than an act of pleasure, it’s the ability to be able to feel so close to a person, so connected, so comfortable that it’s almost breathtaking to the point you feel you can’t take it. And at this moment you’re a part of them. THOM YORK

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu