3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 5

Pergumulan birahi dengan Tante Fenti itu berlangsung dalam durasi yang cukup lama. Ketika penisku bertejakulasi di dalam liang kewanitaannya, ia sudah berkali-kali orgasme dalam genjotan penisku. Kemudian kuhamburkan spermaku di dalam liang senggamanya. Diakhiri dengan kecupan mesranya di bibirku. Lalu kami sama-sama terkapar di pantai kepuasan yang benar-benar indah buat dikenang di hari-hari berikutnya.

Dan itu bukan akhir dari persetubuhan kami. Karena selanjutnya, setelah gairah kami bangkit lagi, kami lakukan kembali persetubuhan dalam putaran yang kedua. Tentu saja dalam durasi yang jauh lama daripada putaran pertama tadi.

Maka wajarlah kalau kami baru bisa keluar dari kamar setelah matahari condong ke barat. Dengan sekujur tubuh serasa dilolosi.

Kami memang sudah mandi bersama di kamar mandi Tante Fenti. Sehingga kami tampak segar ketika keluar dari kamar Tante Fenti. Padahal lututku terasa lemas sekali. Dan perut sudah menagih-nagih, minta diisi.

Setibanya di ruang tamu, aku baru nyadar bahwa Mama sedang keluar, karena mobil Tante Fenti tidak ada. Berarti Mama bersama Rendi keluar, memakai mobil Tante Fenti. Karena kunci mobil Mama ada padaku.

Tante Fenti melangkah ke lantai atas, untuk membuktikan bahwa Mama benar-benar keluar bersama Rendi.

Tak lama kemudian Tante Fenti turun lagi sambil berkata, “Benar… mereka keluar. Mungkin mereka juga lapar, seperti kita.”

“Iya Tante.”

“Hari Minggu si bibi libur. Jadi gak ada yang masak. Kita makan di luar aja yuk.”

“Siap Tante.”

Beberapa saat kemudian aku dan Tante Fenti sudah berada di dalam mobil Mama, menuju sebuah rumah makan yang kata Tante Fenti enak-enak makanannya.

Di rumah makan itulah kami makan siang, meski waktunya sudah menuju ke sore hari.

Setelah perut diisi, Tante Fenti berkata, “Kamu bisa bertahan lama begitu, apa pakai obat kuat?”

“Iiih, nggak Tante. Malah yang kubaca di internet, makan obat apa pun pasti ada dampak negatifnya di kemudian hari.”

“Iya, itu betul. Yang penting harus olah raga saja tiap hari.”

“Iya, kalau olah raga memang suka.”

Dalam perjalanan pulang ke rumah Tante Fenti, percakapan itu dilanjutkan :

“Nanti kalau tante kangen, kamu bisa datang kan ke rumah tante?”

“Siap Tante. Tapi kalau aku yang kangen, apa bisa aku ke rumah Tante?”

“Iya, datang aja. Mau siang atau malam pintu rumah tante terbuka untukmu Sam.”

Ketika kami tiba di rumah Tante Fenti kembali, ternyata Mama dan Rendi belum pulang juga. Sehingga aku bertanya-tanya di dalam hati, ke mana mereka itu? Kalau cuma mau makan di luar, kenapa begitu lama belum pulang juga?

Tapi, karena Tante Fenti mengajakku masuk ke dalam kamarnya lagi, aku pun tak mempedulikan Mama lagi. Biarlah Mama pergi sesuka hatinya. Mendingan fokus pada Tante Fenti saja dulu.

Kami duduk di sofa yang agak jauh dari bed. Pada saat itulah Tante Fenti memegang kedua tanganku sambil berkata, “Terus terang aja, tante belum pernah mendapatkan kepuasan seksual sehebat tadi. Dan tante pasti ketagihan…”

Aku merayapkan tanganku ke balik gaun Tante Fenti, menyelundupkan tanganku ke balik celana dalamnya, sampai menemukan kemaluannya, “Aku juga sama. Pasti bakal ketagihan menikmati memek Tante yang sangat legit ini,” sahutku sambil mengelus-elus kemaluan Tante Fenti.

Sahabat Mama itu membalas dengan menarik ritsleting celana jeansku, lalu menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. Menggenggam penisku yang sudah mulai menegang lagi ini. “Kamu udah mau lagi?” tanyanya sambil meremas-remas penisku perlahan.

Aku menyahut, “Kayaknya sih iya, Tante.”

“Hebat… tante akan semakin tak bisa melupakanmu Sam,” ucap Tante Fenti sambil menanggalkan segala yang melekat di tubuhnya.

Aku pun mengikutinya. Menanggalkan semua benda yang melekat di tubuhku, sampai akhirnya kami sama-sama telanjang bulat.

Dalam keadaan sama-sama bergairah, kami bergumul lagi di atas bed. Saling celucup, saling peluk, saling lumat dan saling remas. Tak ubahnya sepasang ular yang sedang bergumul di masa birahinya.

Terkadang aku berada di atas, terkadang juga berada di bawah. Dan pada suatu saat, ketika Tante Fenti sedang berada di atas, batang kemaluanku digenggamnya, lalu dibenamkan ke dalam liang kewanitaannya. Lalu ia beraksi, mengayun pinggulnya naik turun, sehingga liang kemaluannya yang licin itu mengocok penisku.

Aku pun terpejam-pejam dalam nikmat. Sementara kedua tanganku ikut merasakan nikmatnya meremas-remas sepasang payudara Tante Fenti yang bergelantungan di atas dadaku.

Cukup lama Tante Fenti beraksi dalam posisi WOT ini. Sehingga aku pun mulai keringatan. Sampai akhirnya Tante Fenti menggulingkan badan ke sampingku, jadi menelentang sambil merentangkan sepasang pahanya lebar-lebar… dan berkata, “Ayo lanjutkan… lagi enak-enaknya nih…”

Tanpa buang-buang waktu aku pun membenamkan penisku ke dalam liang kemaluan Tante Fenti. Lalu mulai mengentotnya sambil merapatkan dadaku ke dadanya. Sambil mencium bibir sensualnya dan meremas sepasang payudaranya yang terasa masih kenyal dan padat.

Tante Fenti pun menanggapi entotanku dengan goyangan pinggulnya yang meliuk-liuk dan menghempas-hempas. Rintihan dan desahannya pun berlontaran terus dari mulutnya, “Saaam… duuuuh… Saaaam… kamu benar-benar perkasa… tante pasti ketagihan nanti… Saaaam… ooooh… iyaaaaaa… iyaaaaa…

Semuanya ini membuatku semakin bergairah untuk menggenjot penisku yang tengah bermaju-mundur di dalam liang kemaluan Tante Fenti.

Namun tiba-tiba terdengar suara Mama, “Waduuuh asyiknya… sampai pada lupa makan ya?”

Aku kaget dan menoleh ke arah Mama yang ternyata suidah berada di dalam kamar Tante Fenti, bersama Rendi di sampingnya.

“Kami udah makan Mbak,” sahut Tante Fenti sambil mengelus-elus punggungku, “Justru Mbak Mien yang lama banget hilangnya tadi.”

“Aku juga makan sambil ngobrol sama Rendi. Tapi tempat makannya lumayan jauh, makanya lama pulangnya,“sahut Mama sambil duduk di dekat Tante Fenti yang sedang kusetubuhi. Sementara Rendi berdiri canggung di dekat bed Tante Fenti.

Tiba-tiba Mama menanggalkan semua yang melekat di tubuhnya sambil berkata kepada Rendi, “Ayo Ren… kita ramaikan suasananya…! Kamu masih mau kan?”

Rendi cuma mengangguk sambil tersenyum. Lalu menanggalkan segala yang melekat di tubuhnya. Dan merayap ke atas tubuh Mama yang sedang celentang di samping Tante Fenti.

Sebenarnya aku sendiri merasa kikuk karena sedang mengentot Tante Fenti di depan mata Mama. Tapi ketika Rendi sudah membenamkan penisnya ke dalam kemaluan Mama, aku jadi garang kembali. Mengentot tante Fenti habis-habisan…!

Mama tampak seperti bergairah disetubuhi oleh anak angkat Tante Fenti itu. Tapi sesekali Mama masih bisa memegang payudara Tante Fenti dengan sikap menggoda. Sementara Rendi semakin massive mengentot Mama.

Jujur, aku cemburu melihat Mama dientot oleh anak angkat Tante Fenti itu. Dan kecemburuan ini kulampiaskan ke tubuh Tante Fenti. Dengan garang kuentot liang senggama Tante Fenti dengan gerakan “hardcore” seperti yang sering kulihat di video-video dewasa.

Maka kami berempat seolah sedang memamerkan gairah dan kehebatan kami masing-masing.

Namun pada suatu saat terdengar suara Mama, “Rendi… apa kamu nggak pengen nyobain main sama bundamu?”

“Haa…? Em… emangnya boleh?” sahut Rendi tersendat.

“Boleh kan Fen?” tanya Mama sambil mengusap-usap pipi Tante Fenti.

Tante Fenti tampak kikuk.

“Rendi kan bukan anak kandungmu. Jadi biar ramai, kita bisa tukar pasangan sekarang. Nanti boleh juga tukar lagi ke posisi sekarang.”

“Mmm… sebenarnya Rendi melihatku telanjang saja baru sekarang. Gimana ya? Memangnya Rendi mau bersetubuh dengan bunda?” tanya Tante Fenti kepada anak angkatnya.

“Kalau diizinkan mau, Bun.”

Mendengar percakapan itu aku jadi terdiam. Membiarkan penisku di dalam liang kemaluan Tante Fenti, tanpa kugerakkan lagi.

“Ayo deh,” kata Mama, “Sam sama Mama, biarkan dulu Rendi bersama Tante Fenti.”

“Iya Mam,” sahutku patuh, sambil mencabut penisku dari dalam liang kewanitaan Tante Fenti.

Rendi pun melakukan hal yang sama. Mencabut penisnya dari kemaluan Mama. Lalu kami bertukar tempat. Rendi naik ke atas perut ibu angkatnya, sementara aku naik ke atas perut Mama.

Yang menarik adalah ketika Rendi mau memasukkan penisnya ke dalam memek ibu angkatnya. Kelihatan sekali canggungnya cowok yang sebaya denganku itu.

Tapi sesaat kemudian semuanya jadi cair. Rendi mulai asyik mengentot Tante Fenti, sementara aku pun mulai asyik mengentot memek Mama…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu