3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Malam itu memang malam yang sangat memuaskan desir dan hasrat birahiku. Karena setelah Victor ejakulasi, Edgar pun maju lagi. Lalu setelah Edgar ejakulasi, Victor maju lagi untuk yang ketiga kalinya.

Lalu aku tidur berama mereka. Dalam keadaan telanjang semua.

Inilah untuk pertama kalinya aku bisa tidur sambil memegang dua batang penis yang berbeda.

Dan gilanya, menjelang fajar menyingsing, mereka menyetubuhiku lagi secara bergiliran.

Kesan indahnya tertinggal di batinku sampai berhari-hari beikutnya.

Beberapa hari kemudian…

Ketika aku sedang berada di ruang kerjaku, pas pada jam makan siang… Karel mendatangiku. Seingatku, adik bungsu Papa Fred itu baru delapanbelas tahun umurnya, tapi sudah jadi mahasiswa entah semester berapa.

Kalau aku menilai-nilai, Karel itu paling tampan di antara adik-adik Papa Fred. Tampangnya agak mirip artis bule yang sudah menjadi WNI dan inisialnya ML itu. Tapi Karel jelas jauh lebih muda daripada artis bule itu.

“Tumben kamu mau datang ke sini. Ada yang penting padaku Karel?” tanyaku sambil berpikir, pasti dia sudah mendengar “jatah” untuk adik-adik Papa Fred.

“Kebetulan gak ada kuliah aja Zus. Makanya iseng maen ke sini.”

“Kekurangan duit buat jajan?” tanyaku.

“Nggak,” sahut Karel sambil menatapku dengan senyum di bibirnya.

“Terus… nggak ada hal penting lainnya? Ngomong dong terus terang.”

“Aku… aku dikasih tau sama Victor… katanya ada jatah buatku juga. Bener Zus?”

“Ooo… soal itu?!” cetusku sambil menoleh ke sekitarku, takut ada yang ikut dengar. Lalu aku bangkit dari kursi kerjaku dan mendekatkan mulutku ke telinga Karel. Dan membisikinya, “Kamu mau nyobain ML denganku?”

“Iya Zus. Heheheee…”

Aku berpikir sejenak. Akhirnya kukeluarkan kunci kamarku dari tas kecil yang biasa kubawa tiap hari.

“Tadi waktu datang ke sini, ketemu sama Edgar?” tanyaku.

“Nggak tuh. Edgar entah di mana. Mungkin sedang makan siang.”

“Kamu ke sini pake apa?”

“Pake taksi Zus. Motorku lagi di bengkel.”

“Mmm… kalau begitu kamu duluan aja ke rumahku ya. Kamu langsung aja naik ke lantai dua, ke dalam kamarku. Ini kunci kamarku bawa aja. Sekarang baru setengah satu. Nanti jam tiga juga aku sudah tiba di rumah.”

“Jadi aku harus nunggu di kamar Zus Ayu?”

“Iya. Sengaja kuatur begitu, supaya Edgar nggak mengganggu kita nanti.”

“Iya, iya… aku ngerti Zus.”

Aku bergerak ke pintu untuk menguncinya. Lalu menghampiri Karel lagi. “Coba lihat dulu kontolmu segede apa?” cetusku sambil mengusap-usap rambut Karel.

Karel tenang saja berdiri sambil menurunkan ritsleting celana jeansnya. Lalu menyembulkan penisnya sambil berkata, “Dibandingkan sama kontol Edgar dan Victor sih masih gedean kontolku Zus…! Ini matinya aja segede gini. Kalau udah ngaceng sih jauh lebih gede lagi.”

Aku tersentak kaget menyaksikan sesuatu yang luar biasa itu. Dan spontan kupegang penis Karel sambil berkata, “Edaaan… kontolmu gede banget Karel. Ya udah. Nanti malam aku kasih sepuasmu ya.”

“Iya Zus.”

“Kamu ingin lihat memekku juga?” tanyaku.

“Mau dong kalau boleh sih.”

Sebagai jawaban, kupelorotkan celana dalamku sampai di lutut, lalu kusingkapkan spanrokku sampai perut. Dan mendekatkan memekku ke depan mata Karel yang sudah duduk di kursi tamu lagi. “Nih… memekku bagus nggak?”

“Wow… memek Zus Ayu merangsang sekali… pengen jilatin sampai basah kuyup… !” ucap Karel sambil mengusap-usap kemaluanku.”

“Jilatin deh sekarang… tapi cuma boleh tiga jilatan aja. Soalnya ini kan di kantor. Nanti di rumah aku kasih sepuasnya.”

Karel benar-benar memanfaatkan kesempatan yang kuberikan itu. Spontan ia mengulurkan lidahnya untuk menjilati kemaluanku. Benar-benar cuma tiga jilatan. Berarti dia berjiwa disiplin. Tidak minta lebih daripada yang sudah diizinkan.

Aku pun cepat menarik celana dalamku kembali, kemudian menurunkan spanrokku dan merapikannya sesaat.

“Udah, sekarang ke rumahku aja dulu ya. Punya duit buat taksinya?”

“Punya Zus,” sahut karel sambil berdiri. Lalu kucium kedua belah pipinya, yang kulanjutkan dengan ciuman hangat di bibirnya.

Karel tampak senang sekalimendapatkan kejutabn-kejutan itu. Kemudian pamitan padaku.

“Hati-hati di jalan, Karel. Ohya… kalau ketemu Edgar di depan, jangan bilang apa-apa. Bilang aja abis ngasihin bingkisan dari Broer Frederick.”

“Iya Zus. Daag… !”

“Daag… !”

Setelah Karel berlalu, aku tercenung sendiri di depan meja kerjaku. Kenapa aku seakan ingin merahasiakan pertamuanku dengan Karel nanti malam?

Karena Karel itu sangat tampan, paling muda pula di antara saudara-saudaranya. Jadi aku ingin menikmatinya tanpa gangguan dari siapa pun. Cukup Karel saja sendirian buat menghangati jiwaku nanti malam.

Maka terbayang olehku, betapa segarnya daun muda seperti Karel itu nanti. Bayangan itu diam-diam membuat kemaluanku terasa berkedut-kedut.

Tapi aku masih menyempatkan diri untuk mengadakan briefing pada jajaran staf perusahaan.

Jam setengah tiga sore aku pun pulang, sambil membawa dua botol madu Sumbawa pesanan Papa Frederick. Kedua botol madu Sumbawa itu kuserahkan kepada Frederick sambil berkata, “Kasihkan kedua botol madu Sumbawa in kepada Broer Federick. Pakai aja mobil SUV. Supaya yang sedan tetap bisa kupakai kalau ada urusan mendadak nanti.

“Iya Zus,” sahut Edgar, “Besok kan libur, apa aku harus tiba pagi-pagi di sini?”

“Nggak usah. Besok kan hari libur. Pulang sore menjelang malam juga gak apa-apa.”

“Baik Zus.”

Begitulah aku sudah mengatur semuanya itu. Yang penting aku ingin menikmati kesegaran Karel tanpa diganggu siapa pun nanti.

Setibanya di rumah, Edgar memasukkan sedanku ke garasi. Kemudian ia mengeluarkan mobil SUVku. Dengan SUV itu pula Edgar meninggalkan rumahku, menuju rumah Papa Fred di kota yang jaraknya 50 kilometeran dari kotaku.

Setelah Edgar berlalu, aku langsung naik ke atas yang lantainya sedang dipel oleh salah seorang PRTku.

Pintu kamarku tidak dikunci. Berarti Karel sudah menungguku di dalam.

Benar saja. Karel sudah mengenakan celana pendek dan baju kaus serba putih, sambil nonton acara musik MTV di televisiku.

Begitu menyadari kedatanganku, Karel langsung berdiri.

“Sudah makan?”

“Sudah,” sahutnya, “Tadi sebelum ke sini makan dulu di rumah makan di ujung jalan itu.”

“Mandi sudah?”

“Mandi pagi sudah. Mandi sore belum. Soalnya biasa mandi jam lima sore.”

“Sekarang kan kita punya acara istimewa. Kalau mau ML, harus mandi dulu sebersih mungkin. Supaya waktu ML benar-benar nyaman.”

“Oh, begitu ya.”

“Mau mandi bareng sama aku?”

“Mauuu… kalau mandi bareng Zus Ayu, mandi lima kali sehari juga mauuu…” sahut Karel dengan nada bersemangat.

“Tadi selama menunggu di sini, kamu membayangkan apa?” tanyaku sambil memegang sepasang bahu Karel.

“Jujur aja… aku membayangkan memek Zus Ayu terus…” sahut Karel tersipu.

“Hihihihi… berarti memekku sangat merangsang bagimu, gitu?” ucapku sambil menarik tangan Karel dan menuntunnya ke kamar mandi.

“Betul… sangat merangsang.”

“Memek itu bahasa Belandanya apa?” tanyaku.

“Kut,” sahutnya.

“Kalau kontol apa bahasa Belandanya?

“Penis. Sama dengan bahasa Inggris.”

“Kalau fuck apa bahasa Belandanya?”

“Neuken.”

“Kapan-kapan aku ajarin bahasa Belanda ya.”

“Boleh Zus.”

Kemudian kulepaskan spanrok dan blazer-ku. Kemudian kugantungkan di kapstok kamar mandi. Begitu pula blouse putihku dilepaskan dan digantungkan di kapstok.

“Kamu udah banyak pengalaman ngentot cewek?” tanyaku yang tinggal mengenakan bra dan celana dalam saja.

“Pengalaman sih ada tapi gak sering. Masih bisa dihitung sama jari,” sahutnya lugu.

“Sama siapa?”

“Sama buruh pabrik Broer Frederick. Dia deketin aku terus. Sampai akhirnya ngajak bersetubuh,” sahutnya sambil melepaskan baju kaus dan celana pendeknya. Sehingga Karel langsung telanjang bulat. Rupanya dia tidak mengenakan celana dalam di balik celana pendek putihnya itu.

“Di mana bersetubuhnya?” tanyaku sambil memegang penisnya yang sudah mulai menegang, tapi belum ngaceng benar.

“Di pabrik. Di kamar satpam,” sahutnya pada saat aku mulai meremas-remas penisnya dengan lembut.

Pengakuan Karel itu jadi bahan pertimbanganku. Bahwa di pabrik Mama jangan sampai terjadi hal seperti itu.

“Kamu bisa ngentot seenaknya di pabrik ya. Karena kamu kan adik ownernya.”

“Hehehee… iya sih… satpam malah sengaja ngasihin kamarnya untuk dipakai gituan.”

“Terus sampai sekarang kamu masih suka begituan sama buruh pabrik itu?”

“Nggak Sekarang dia sudah kawin lagi.”

“Owh, jadi waktu terjadi hubungan gelap sama kamu, perempuan itu janda?”

“Iya Zus. Setelah dia kawin lagi, aku gak berani deket-deket lagi.”

“Cantik orangnya?”

“Biasa-biasa aja Zus.”

“Dibandingkan sama aku cantikan siapa?”

“Jauh dong. Zus Ayu sangat-sangat cantik. Dibandingkan sama Zus Ayu sih dia nggak ada apa-apanya.”

“Masa sih?!” sahutku sambil menanggalkan behaku, lalu menggantungkannya di kapstok.

“Serius. Zus Ayu memang sangat cantik. Makanya Broer Frederick sangat menyayangi Zus.”

Aku menyangga sepasang toket gedeku dengan kedua telapak tanganku, lalu mendekatkannya ke depan mata Karel, sambil bertanya, “Toketku bagus nggak?”

“Indah dan merangsang Zus. Gede -gede tapi kelihatannya tidak kendor.”

“Memangbelum kendor. Coba aja pegang,” kataku sambil menarik tangan kiri Karel, lalu menempelkan telapaknya ke toket kiriku.

Karel memegang toket kiriku. Memijat-mijatnya sedikit, seolah tengah menguji kepadatan dan kekencangan payudaraku. “Benar… masih kencang Zus,” ucapnya.

Aku tersenyum sambil melepaskan celana dalamku, lalu melemparkannya ke keranjang pakaian kotor.

Setelah sama-sama telanjang, aku berhadapan dengan Karel di bawah shower utama. Lalu kupijat tombol merah dan memutar krannya. Air hangat pun memancar dariu shower di atas kepala kami.

Pada saat itulah aku memeluk leher Karel sambil mencium dan melumat bibirnya, dengan desir birahi yang terasa indah sekali. Karena karel memang tampan sekali.

Kemudian tanganku menggenggam batang kemaluannya yang terasa semakin menegang ini, lalu kucolek-colekkan moncongnya ke mulut memekku.

Karel cuma diam sambil memperhatikan penisnya yang sedang dicolek-colekkan ke memekku.

“Kontolmu biar kenalan dulu dengan memekku. Hihihihiii, “aku ketawa kecil sambil mencolek-colekkan terus moncong penis Karel ke celah memekku. Akibatnya, penis Karel jadi ngaceng sekali, sementara liang memekku pun mulai membasah.

Dan aku menyadari suatu hal penting. Bahwa penis Karel lebih gede daripada penis Edgar dan Victor.

Sehingga aku pun mulai tak sabar lagi. Ingin segera merasakan nikmatnya dientot oleh kontol gede Karel ini.

Maka kuambil sabun cair dari dekat kran shower dan mulai menyabuni sekujur tubuhku sampai ke sela-selanya. Botol sabun cair itu diserahkan kepada Karel. maka ia pun mulai menyabuni tubuhnya sendiri.

Tadinya aku mengajak Karel mandi bareng karena ingin “macem-macem” di kamar mandi. Tapi niat itu kubatalkan. Karena pikirku lebih baik kami cepat menuntaskan mandi, kemudian bersetubuh di atas tempat tidurku saja.

Maka setelah selesai mandi dan mengeringkan tubuh dengan handuk, kukenakan kimonoku yang kuambil dari lemari kaca berisi pakaian dan handuk bersih itu. Tanpa mengenakan celana dalam mau pun beha di dalamnya.

Sementara Karel mengenakan celana pendek dan baju kaus serba putih itu. Kemudian mengikuti langkahku menuju bedroom.

Aku mengajak Karel duduk dulu di atas sofa yang berdekatan dengan bed.

“Kontolmu gede banget Karel. Jadi sebelum dimasukkan ke dalam memekku, harus dijilatin dulu memeknya sampai benar-benar basah.”

“Iya Zus. Justru dari tadi aku ngebayangin terus memek Zus Ayu… ingin menjilatinya sepuas mungkin seperti janji Zus Ayu tadi di kantor.”

Aku melepaskan ikatan tali kimonoku. Lalu kimonoku direntangkan. Sehingga memekku terbuka sepenuhnya di atas sofa yang kami duduki.

“Ayo… jilatin deh memekku sepuasmu sekarang,” ucapku sambil mengusap-usap memekku.

Karel tampak girang. Lalu duduk di atas lantai bertilamkan karpet abu-abu ini, di antara kedua kakiku dan wajahnya menghadap ke arah kemaluanku.

“Udah jagoan kamu jilatin memek kali ya?”

“Jagoan sih nggak. Tapi aku sering nonton bokepnya Zus.”

“Ya udah, jilatin deh…” ucapku sambil menggeser bokongku maju ke depan. Supaya Karel dipermudah menjilati memekku.

Karel pun mulai menciumi celah kemaluanku. Kemudian ia menjulurkan lidahnya sambil mendorong kedua belah pahaku, mungkin agar aku semakin ngangkang sehingga ia makin mudah melakukan aksinya.

Wow… ternyata Karel sudah punya teknik sendiri dalam hal cunnilingus. Pada waktu lidahnya mulai menjilati celah kemaluanku yang sudah dingangakan, jempol tagan kirinya mulai menggesek-gesek kelentitku, sementara jari tengah kanannya mulai diselundupkan ke dlam liang memekku… kemudian jari tengahnya itu bergerak maju mundur seolah penis tengah mengentot liang memek.

Begitu massivenya aksi Karel itu, sehingga dalam tempo singkat saja liang memekku mulai basah… makin lama makin basah.

Sehingga akhirnya aku berkata, “Pindah ke atas tempat tidur yuk.”

Karel mengiyakan. Lalu mengikuti langkahku menuju tempat tidur.

Di atas tempat tidur aku menelentang sambil merentangkan kedua belah pahaku. Kasrel pun menelungkup, seperti mau menjilati memekku lagi.

Tapi kucegah, “Jilat memeknya cukup dulu. Sekarang mainkan aja kontolmu. Kalau terlalu becek, gak enak nanti.”

Karel tidak membantah. Ia melepaskan baju kaus dan celana pendeknya. Lalu memegang penisnya, dengan moncong diletakkan di mulut vaginaku.

Aku pun membantunya. Memegang leher penisnya, lalu kumasukkan kepala penisnya. Dan berkata, “Ayo dorong…”

Karel pun mengikuti perintahku. Mendorong penis gedenya dengan mata terpejam.

Blesssssss… masuk hampir setengahnya…

Kemudian ia mulai mengayun penisnya sedikit demi sedikit, sampai akhirnya penis gagah itu mulai bisa mengentotku secara normal.

Aku pun menarik kedua tangan Karen, sehingga dadanya terhempas ke atas sepasang toketku.

Kemudian bibir Karel kupagut ke dalam ciuman hangatku…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu