3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Aku tidak kaget mendengar bisikan anak tiriku yang paling kusukai itu. Anak titi yang senantiasa menghadiahkan kepuasan sejati padaku.

Beruntung tadi subuh Hen tidak menggauliku, sehingga hari ini aku berada dalam kondisi yang benar-benar fits untuk menghadapi terjangan Sam.

Kalau bukan Sam yang memancingku untuk melakukan persetubuhan, pasti aku akan menolaknya. Karena pikiranku sedang galau, memikirkan “tembakan” Frederick yang membingungkanku itu.

Tapi yang memancingku ini adalah Sam. Sam yang selalu memberiku kepuasan sejati dalam urusan hasrat birahi.

Maka kuajak Sam masuk ke pavilyun, takut kalau anak-anakku pada pulang pada saat aku sedang membutuhkan kebebasan dan keleluasaan nanti.

Saat itu Sam hanya mengenakan celana training impor. Terbuat dari bahan wool sintetis berwarna hijau army. Aku yakin yang dikenakan itu bukan celana training buatan lokal, yang sering bagian selangkangannya cepat jebol (jahitannya lepas dan amburadul). Baju kausnya pun pasti barang impor. Bukan baju kaus merek terkenal tapi setelah diproduksi di sini jadi luar biasa jeleknya (printingnya cepat pudar, lalu jadi barang rongsokan, memalukan untuk dipakai).

Begitu berada di pavilyun, kukunci semua pintu keluar. Kemudian menghampiri Sam yang sudah duduk di sofa, dengan senyum machonya yang selalu menghanyutkan itu.

Begitu duduk di sampingnya, aku langsung memasukkan tanganku ke lingkaran elastis di bagian perut celana trainingnya. Aku hanya ingin memperlihatkan betapa kangennya diriku pada penis Sam.

Tiba-tiba kusentuh penis yang “lain dari biasanya”. Membuatku memekik tertahan, “Sam…! Diapain kontolmu ini…?”

“Gak diapa-apain. Emangnya kenapa Mam?”

“Kok jadi gede sekali?!” sahutku sambil menurunkan celana training Sam sekaligus dengan celana dalamnya.

Dan penis yang sudah ngaceng itu tersembul… menunjuk ke arah langit-langit pavilyunku.

Benar-benar beda dengan dahulu. Penis Sam jadi jauh lebih gede dan panjang. Dahulu penis Sam kalah gede kalau dibandingkan dengan penis Yoga. Tapi kini aku yakin, bahwa penis Sam lebih gede dan lebih panjang daripada penis Yoga…!

“Apakah kamu gak sadar kalau kontolmu ini jadi ngegedein dan manjangin?” tanyaku sambil memegang penis Sam yang sudah ngaceng sempurna itu.

“Mam… mungkin perkembangan fisikku terlambat. Seperti cewek juga begitu. Ada yang sudah tumbuh toketnya meski masih duduk di SD. Tapi ada juga cewek yang toketnya baru tumbuh setelah di SMA. Seperti Yoga misalnya, kontol Yoga sudah gede sejak dia masih duduk di SMA. Tapi kontolku… baru membesar setelah usiaku sembilanbelas tahun Mam.

Aku mengangguk-angguk. Lalu berdiri dan melangkah ke arah meja rias. Mengambil lotion yang bisa disemprotkan. Dan kembali lagi menghampiri Sam, “Coba lepasin celana training dan celana dalammu Sam. Hari ini gak usah main jilat-jilatan memek. Mama ingin merasakan dahsyatnya kontolmu tanpa main jilat-jilatan dulu.

Sam manut saja pada perintahku. Ia berdiri sambil melepaskan celana training woolnya. Kemudian duduk lagi di sofa dengan hanya baju kaus yang masih melekat di tubuhnya.

Aku pun melepaskan gaun terusan, beha dan celana dalamku. Lalu menyemprotkan lotion ke sekujur batang kemaluan Sam, sampai benar-benar licin dan mengkilap. Celah vaginaku juga kusemprot dengan lotion sedikit. Kemudian aku “menduduki” puncak penis Sam yang kupegang dan kuarahkan ke celah kewanitaanku.

Kuturunkan pantatku dan batang kemaluan Sam melesak masuk ke dalam liang sanggamaku dengan sedikit seret, tapi kupaksakan agar masuk semuanya.

Kuletakkan botol lotion di sofa. Kemudian kurengkuh leher Sam sambil mengayun bokongku naik turun perlahan.

Sam pun melingkari pinggangku dengan kedua lengannya yang berpegangan di punggungku.

Maka mulailah aku mengayun bokongku dalam tempo yang normal, sehingga liang sanggamaku pun naik turun, membuat liang memekku membesot-besot penis Sam secara berirama.

Tanpa harus membayangkan Sam sebagai siapa-siapa, gairahku spontan berkobar sendiri. Karena sesungguhnyalah Sam ini satu-satunya sosok yang selalu mendatangkan kepuasan bagi hasrat birahiku.

Meski aku sedang memeluk lehernya, Sam masih bisa melepaskan pelukanku, lalu menyerudukkan mulutnya untuk mengemut pentil toketku. Inilah salah satu gerakan Sam yang kusukai. Bahkan ia tak pernah cukup hanya dengan mengemut pentil tetekku, ia juga selalu asyik menjilati leherku disertai dengan gigitan-gigitan kecilnya.

Sampai pada suatu saat, kami bertukar posisi. Aku duduk dengan kaki mengangkang dan bersandar ke sofa, sementara Sam menjebloskan kembali penisnya yang sempat terlepas dalam perubahan posisi ini.

Sam pun berdiri di lantai, sambil menahan tubuh dengan kedua tangannya yang diletakkan di sofa.

Kaki kiri kuletakkan di tangan sofa, karena aku duduk di sudut kiri sofaku. Sedangkan kaki kananku mengangkang jauh dan kuinjakkan ke pinggiran sofa. Dengan cara seperti ini Sam bisa membenamkan penisnya sedalam mungkin.

Lalu Sam mulai beraksi. Mengentotku sambil berdiri agak membungkuk, dengan telapak tangan diletakkan di sofa, di kanan-kiri pinggangku, untuk menahan tubuhnya yang membungkuk tanpa menyentuh dadaku.

Aku pun mulai mendesah-desah dengan perasaan seolah kembali ke masa laluku. Masa ketika aku baru merasakan berdesirnya sekujur tubuhku waktu Sam pertama kali menyetubuhiku.

Sampai akhirnya kami pindah ke atas bed, karena aku ingin menikmati kejantanan Sam sepuas mungkin. Dalam posisi missionaris, Sam mulai gencar mengentotku. Terkadang sambil meremas toketku, terkadang sambil menjilati dan menggigit-gigit leherku. Bahkan terkadang sambil menjilati ketiakku, yang selalu saja membuatku merinding-rinding dalam nikmat tak terperikan.

Maka rintihan-rintihan histerisku pun berlontaran tanpa bisa dikendalikan lagi. “Saaam… duuuuh Saaaam… sekarang kontolmu semakin meyakinkan… semakin perkasa… ooooh Saaaam… ini luar biasa enaknya Saaaam… entot terus Saaam… iyaaaaa… iyaaaaa… iyaaaaaa… iyaaaaaaaa… iyaaaa…

Bahkan pada suatu saat aku mulai berkelojotan. Lalu menggeliat dan mengejang, sambil merasakan nikmatnya orgasmeku… gila… nikmat sekali…!

Aku merasa ngilu-ngilu selama beberapa detik. Namun lalu bangkit lagi semangatku, untuk menggeolkan pantatku, dengan gerakan memutar-mutar dan meliuk-liuk… membuat kelentitku berkali-kali saling gesek dengan penis anak tiriku.

Meski kamarku ada ACnya, namun tubuh Sam mulai bersimbah keringat, bercampur aduk dengan keringatku.

Namun masih sempat aku membisiki anak tiriku, “Sam… kali ini jangan dilepaskan di dalam memek mama ya. Mama ingin menelan air manimu… supaya darah mama mengandung unsur darahmu juga…”

“Iya Mam,” sahut Sam tanpa menghentikan entotannya.

Dan tiba-tiba saja Sam mencabut batang kemaluannya dari liang memekku. Kemudian ia tergesa-gesa mengangsurkan penisnya ke dekat mulutku.

Meski heran, kutangkap penis Sam dan kumasukkan ke dalam mulutku. Sedetik kemudian terasa penis Sam mengejut-ngejut di dalam mulutku, sambil memuntahkan air maninya. Crooot… croooot… crotcrot… croooooottttt… crooooootttt…!

Semuanya kutelan sampai habis. Tanpa kusisakan setetes pun. Mudah-mudahan benar kata orang-orang. Bahwa menelan air mani itu bermanfaat bagi kehalusan kulit muka.

“Tumben cepat ngecrot gitu Sam?” tanyaku.

“Iya Mam. Aku lupa bahwa sejam lagi aku harus menghadiri meeting bisnis,” sahut Sam sambil bergegas menuju kamar mandi. Dan muncul lagi dalam keadaan berpakaian lengkap lagi.

Sam memang tmpak terburu-buru. Namun sebelum pulang, Sam masih sempat memberikan amplop tebal berisi seikat uang merah. Sambil berkata, “Buat nambah-nambah kebutuhan Mama, “katanya sambil mencium bibirku.

Aku terharu menerima amplop berwarna coklat muda itu. Karena Sam yang tadinya cuma mengandalkan uang jajan dariku, kini malah sudah bisa membagi rejekinya denganku.

“Terima kasih Sam. Semoga terganti dengan rejeki yang berlipat ganda ya Sayang,” ucapku sambil mengelus rambut Sam yang agak gondrong.

“Amiiin…” sahut Sam.

Kemudian Sam meninggalkanku sendirian.

Dalam kesendirian ini perasaan kesepianku menjalar lagi. Membuatku tercenung sambil menerawang jauh… jauh sekali.

Tiba-tiba handphoneku berdenting… kling klang…!

Ada WA masuk. Kubuka… ternyata dari Frederick…!

Isinya :

-Sudah tiba di rumah?-

Kujawab -Sudah. Sejam yang lalu-

-Syukurlah. Tadi malam aku susah tidur. Ingat Mien terus-

_

-Masa sih?! Sama dong-

-Mien juga ingat aku?-

-Iya-

-Kapan ya aku bisa memiliki Mien secara resmi?-

-Emangnya Fred udah bulat tekadnya untuk memilikiku secara sah? -

-Sudah sangat bulat. Karena Mien benar-benar type yang kucari selama ini-

-Berarti Fred harus jadi mualaf dulu dong-

-Aku sudah belasan tahun menjadi mualaf-

-Masa?-

-Betul. Kan almarhum istriku juga beragama Islam. Maka sebelum menikahinya aku jadi mualaf dulu. Tapi hal ini kurahasiakan di kalangan keluarga besarku. Karena pada umumnya mereka masih non-muslim-

-Syukurlah kalau begitu. Jadi tinggal satu hal yang Fred harus sabar menunggu-

-Menunggu untuk apa?-

-Aku harus bercerai dulu dengan suamiku. Dan itu membutuhkan waktu, Fred-

-Aku akan sabar menunggu. Yang penting ada kepastian, bahwa Mien akan menjadi milikku-

-Seandainya aku sudah menjadi istri Fred, apakah aku takkan disia-siakan kelak?-

-Aku takkan pernah menyia-nyiakanmu, Mien. Ini janjiku… janji seorang lelaki. Aku malah akan menempatkanmu sebagai wanita terhormat. Bukan wanita yang disia-siakan-

-Tuhan menyaksikan janjimu itu Fred-

-Iya. Makanya cepatlah urus perceraiannya-

-Setelah bercerai pun tidak bisa langsung kawin Fred-

-Iya. Aku faham soal itu. Harus menunggu masa iddah selesai dulu kan-

-Betul. Gak nyangka Fred sudah banyak tahu soal hukum agama ya-

-Tentu saja. Setelah menganut suatu agama, kita kan harus tahu apa yang diwajibkan dan apa yang dilarang-

-Aku senang sekali mengetahui hal ini Fred-

_

Setelah berkomunikasi lewat WA itu, aku merasa dadaku mulai agak lapang.

Sepertinya aku harus bercerai dengan Bang Darda. Tapi tegakah aku melakukan hal itu kepada suami yang sudah belasan tahun hidup bersamaku?

Tiba-tiba terdengar bunyi mesin motor memasuki pekarangan. Dan aku tahu benar bahwa motor yang memasuki pekarangan itu punya Ayu. Karena bunyi mesin motor Ayu berbeda dengan motor adik-adiknya. Mesin motor Ayu ada desingannya, seperti bunyi peluit perlahan.

Aku pun menengok ke garasi. Memang benar. Ayu tampak sedang menyimpan motornya di garasi.

“Pulang kuliah, Yu?” tanyaku.

“Iya Mam,” sahut Ayu sambil mencium tanganku.

“Kamu belum makan siang kan?”

“Belum Mam.”

“Kita makan di luar aja yok. Barusan mama dikasih duit lumayan banyak.”

“Duit dari Papa?”

“Bukan. Dari Sam.”

“Haaa?! Sam datang ke sini tadi?”

“Iya. Ternyata Sam sudah diwisuda delapan bulan yang lalu.”

“Ohya?! Berarti aku dan Ita terkejar oleh Sam ya?”

“Iya. Bukan hanya itu… tujuh bulan yang lalu Sam sudah menikah dengan keponakan istri mudanya Papa.”

“Wow! Pantasan dia menghilang… ternyata sudah punya istri sekarang…!”

“Sam juga sudah punya hotel sekarang. Hadiah dari istri muda Papa.”

“Waduuuh… baguslah. Berarti salah seorang dari anak-anak Mama sudah ada yang sukses.”

Pembicaraan dengan Ayu dilanjutkan di dalam mobil yang kutujukan ke salah satu restoran yang lumayan ngetop di kotaku.

“Ayu… kalau mama bercerai dengan Papa, setuju gak?” tanyaku di belakang setir mobilku.

“Bercerai?! Kenapa Mam?”

“Masa kamu nggak nyadar kalau mama ini sudah menjadi istri yang disia-siakan.”

“Tapi duit Papa kan mengalir terus ke tangan Mama.”

“Yang mengalir itu duit istri muda Papa. Dengan kata lain, mama seolah menjadi budak yang tunduk kepada madu mama sendiri. Mama merasa seperti tak berharga lagi hidup sebagai seorang istri. Karena itu mama memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama.”

“Lalu dari mana kita punya sumber duit untuk kebutuhan kita nanti Mam?”

“Tenang aja. Mama sudah ada solusinya. Ada seorang pengusaha akan menikahi mama. Usianya sebaya dengan mama… bahkan beberapa bulan lebih muda daripada mama. Dia menjanjikan untuk memberikan salah satu pabriknya untuk mama pimpin. Jadi nanti kamu dan Ita juga bisa bekerja di pabrik itu.”

“Pengusahanya punya istri kan? Jadi Mama mau dijadikan istri muda?”

“Dia duda tanpa anak. Istrinya meninggal tiga tahun yang lalu, tanpa meninggalkan anak seorang pun. Dia itu orang Belanda asli Yu.”

“Haaa?! Orang bule?! Emangnya dia bersedia jadi mualaf atau Mama mau mengikuti agamanya?”

“Sebelum menikah dengan almarhum istrinya, dia sudah jadi mualaf, Sayang.”

“Owh… kalau begitu baguslah… tapi… memangnya Papa bakal mau menceraikan Mama yang sudah belasan tahun berumahtangga dengan mama?”

“Mudah-mudahan saja Papa bersedia menceraikan mama. Tentu saja mama inginkan perceraian yang damai. Jangan ada perselisihan sekecil apa pun.”

“Iya Mam. Papa itu laksana ayah kandung bagiku. Dan… aku sangat menyayangi Papa. Karena Papa juga sangat menyayangiku tak ubahnya menyayangi anak kandungnya sendiri.”

“Nanti kamu akan punya ayah baru yang tak kalah baiknya daripada Papa.”

Ayu terdiam.

Lalu tanyaku, “Bagaimana? Kamu setuju kalau mama bercerai dengan Papa?”

“Aku sih abstain Mam. Tidak mau melarang atau pun menyetujui perceraian itu. Terserah Mama aja. Aku percaya Mama tau mana jalan terbaik bagi kita semua.”

“Justru mama ingin menata masa depan kamu dan Ita dengan sebaik mungkin. Makanya mama sudah bertekad untuk bercerai dengan Papa lalu menikah dengan bule mualaf itu. Dia malah minta agar kedua anak mama diberi jabatan bagus di pabrik yang akan diserahkan kepada mama itu. Calon suami mama itu orang baik kok.

“Tapi Mam… kalau Mama sudah bercerai dengan Papa, berarti kita akan berpisah dengan Sam dan Yoga? Lalu rumah kita itu bagaimana nasibnya nanti? Apakah akan dijual dan uangnya dibagi dua dengan Papa?”

“Yang jelas, mama ingin agar perceraian itu berjalan secara damai. Soal rumah dan kedua anak Papa, bisa saja tetap tinggal bersama kita. Tapi kalau Sam pasti sudah punya tempat tinggal yang bagus. Paling juga Yoga yang akan tetap tinggal bersama kita. Tapi mungkin saja mama dikasih rumah oleh calon suami mama itu.

Mobilku sudah memasuki tempat parkir restoran itu.

Aku dan Ayu pun turun dari mobil. Sementara terawanganku tetap saja menggelayuti benakku… tentang Frederick dan tentang rencana gugatan cerai itu…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu