3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 07

Keesokan harinya… ketika aku sedang berada di ruang kerjaku, handphoneku berbunyi “kling… klang …”

Ada WA masuk. Kubuka… ternyata dari Bu Syahrina Surabaya. Isinya :

-Selamat siang Big Boss… saya bersama Bu Fransiska akan terbang dari Surabaya jam 18.00 nanti. Menurut jadwal akan landing jam 19.15. Mohon petunjuk, alamat yang harus kami tuju -

Aku tersentak. Karena baru teringat bahwa aku punya janji untuk memberikan “pengarahan” kepada direktur cabang ketiga dan keempat yang sama - sama setengah baya itu. Memang aku akan memberikan pengarahan sedikit kepada mereka. Taoi tujuan utamaku adalah mengeksekusi mereka…!

Maka kujawab singkat WA itu :-Nanti kujemput ke bandara-

Lalu aku berpikir, mau dibawa ke mana kedua wanita setengah baya yang di mataku seksi abis itu?

Akhirnya kuputuskan untuk dibawa ke villaku saja. Villa yang kemaren kupakai untuk mengeksekusi Wulan…!

Tadinya aku merombak villa itu untuk menyenangkan keempat istriku. Tapi malah ngerarisan untuk “mengeksekutot” istri Yoga. Dan sekarang aku berniat untuk mengeksekusi kedua direktur cabang yang sama- sama setengah baya itu. Sementara keempat istriku belum pernah tahu bahwa villa itu sudah kurombak demi kesenangan hati mereka…

Biarlah. Villa itu kalau kuibaratkan mobil baru, kan harus inreyen dulu… nanti kalau mesinnya sudah lancar, barulah keempat istriku akan kubawa ke sana… hahahahaaa…!

Begitulah. Pada jam 19.00 aku sudah merapat ke bandara. Lalu menunggu mereka di sebuah café, yang belakangan ini kopinya terasa encer terus. Tapi biarlah, yang penting aku punya tempat yang bagus di depan pintu gerbang bandara. Sambil minum black coffee, meski kurang enak. Karena belakangan ini aku sudah terbiasa minum kopi Arabica Aceh Gayo.

Seperempat jam kemudian kudengar bunyi pesawat mendarat. Kalau yang landing itu pesawat dari Surabaya, berarti penerbangannya tidak delay. Tapi mungkin Bu Syahrina dan Bu Fransiska menggunakan pesawat dari maskapai yang bukan “juara delay”.

Aku pun mengirim WA ke Bu Syahrina.-Aku menunggu di café depan bandara-

Nama cafenya tidak kusebutkan. Nanti dikira promosi café pula.

Kalau WA itu sudah dibuka nanti, berarti pesawat yang baru landing itu benar - benar pesawat yang ditumpangi oleh kedua wanita setengah baya itu.

Datang WA baru. Tadinya kusangka dari Bu Syahrina. Ternyata bukan. WA itu dari Wulan. Isinya

-Bang… kapan aku dibawa ke villa lagi? Aku ketagihan Bang. Ingin dientot lagi sama Bang Sam -

Aku tersenyum sendiri membaca WA dari istri Yoga itu. Tapi kubalas dengan masalah lain*: -Bagaimana reaksi Yoga setelah kamu pulang?-*

Wulan menjawab*-Dia kelihatan senang sekali. Dan langsung ngajak ML. Tapi ya begitulah… dia tidak powerful seperti Bang Sam. Tapi biarlah. Aku kan sudah punya Bang Sam Tercinta dan Tersayang-*

-Tapi kalau mau ketremuan denganku, kamu tetap harus minta izin dulu pada Yoga-

_

-Kata Bang Yoga, kalau mau ketemuan sama Bang Sam, aku tak usah minta izin dulu padanya. Yang penting sesudahnya harus laporan-

-Ya udah. Nanti kita bahas lagi. Sekarang aku mau meeting dulu ya. Pokoknya aku cuma mau menyimpulkan… memekmu enak banget Lan. Aku juga ketagihan. Mwuaaaah-

-Iya. Selamat meeting Abangku sayang. Mwuaaaah buat bibir Abang… mwuaaah juga buat titit panjang gedenya -

_

Ketika aku memasukkan hape ke dalam saku jaket kulitku, baru aku sadar bahwa dua orang wanita cantik sedang berdiri di depanku. Bu Syahrina yang hitam manis dan Bu Fransiska yang cantik dan putih bersih itu… Mereka mengenakan pakaian seragam kantornya. Blazer dan spanrok serba putih dan blouse berwarna abu - abu.

“Selamat malam Big Boss,” ucap Bu Syahrina dan Bu Fransiska hampir serempak.

“Malam, “aku mengangguk ramah, “Silakan duduk dulu. Mau minum kopi dan snack… silakan aja pilih sendiri.”

Bu Syahrina dan Bu Fransiska memesan dua cangkir coffee late dan dua buah croissant. Lalu duduk di depanku.

Sebelum meneguk coffee late itu, Bu Fransiska nyeletuk, “Kalau ada martini, pasti sedap. Buat melancarkan kecanggungan berhadapan dengan orang nomor satu di perusahaan.”

“Jangankan martini. Tequila juga ada. Tapi nanti di tempat yang sudah disiapkan untuk Bu Rina dan Bu Siska.”

“Wow… ada tequila segala?” Bu Rina terbelalak.

“Ada. Brandnya juga paling terkenal di dunia. El Tesoro.”

“Waduh… bakal hangat dong acaranya, “celetuk Bu Siska.

“Kata orang tequila bisa meningkatkan libido wanita ya?”

“Betul Big Boss,” sahut Bu Siska.

“Bu Rina dan Bu Siska sudah pada tau acara utama kita kan?”

“Tau Big Boss,” sahut Bu Rina, “tapi kami berdua pada punya suami. Jadi mohon rahasianya terjamin.”

“Tentu aja aku harus merahasiakannya. Kalau sampai bocor, bisa jadi gossip besar di Surabaya nanti.”

Lalu kami bicara ngalor ngidul selama belasan menit.

Kemudian kami berjalan menuju areal parkir, di mana mobilku diparkirkan.

“Biar aku jangan disangka sopir, salah seorang harus menemaniku duduk di depan,” kataku setelah berada di samping sedan merah maroon metalic-ku.

“Saya yang duduk di depan deh,” sahut Bu Siska sambil melangkah ke pintu depan kiri. Lalu masuk ke dalam. Sementara Bu Rina duduk di belakang.

“Big Boss kok nyetir sendiri?” celetuk Bu Rina di belakangku.

“Khusus untuk menjaga kerahasiaan kita, kali ini aku gak bawa sopir,” sahutku sambil menjalankan mobilku menuju ke luar kota. “Sekarang pun aku akan membawa kalian ke villaku. Bukan ke hotel. So… our secrets are guaranteed… !”

“Iya Big Boss. Terima kasih,” kata Bu Rina.

“Sebenarnya sekarang kita sedang dalam acara pribadi. Jadi buang aja istilah Big Boss itu. Supaya lebih akrab. Panggil aja namaku langsung.”

“Nggak berani,” sahut Bu SIska, “Masa sama orang nomor satu di perusahaan manggil nama langasung? Mmm… kalau manggil Mas, saya berani. Panggilan Mas kan bukan hanya untuk lelaki yang lebih tua. Lelaki yang dihormati juga bisa dipanggil Mas, meski usianya lebih muda.”

“Kalau gitu aku juga akan memanggil Mbak Siska dan Mbak Rina aja ya,” ucapku.

Sejam kemudian sedanku sudah kumasukkan ke lantai dasar villaku yang disediakan hanya untuk mobil pendek. Lalu kubawa kedua tamuku ke lantai tiga.

“Wah… ini villa apa hotel Mas?” tanya Mbak Siska (tanpa panggilan Bu lagi).

“Masa hotel cuma empat kamar,” sahutku sambil duduk di sofa ruang cengkrama lantai tiga, “Kalian boleh pilih mau kamar yang di lantai tiga ini atau yang di lantai dua. Mau seorang pakai satu kamar aja buat kita bertiga?”

“Mendingan sekamar bertiga Mas,” sahut Mbak Rina sambil melangkah ke pintu kamar mandi dan langsung masuk ke dalamnya. Mungkin dia sudah kebelet pipis.

“Iya Mas… biar suasananya lebih hangat,” kata Mbak Siska.

“Ohya… minumannya silakan ambil sendiri di kulkas itu,” ucapku sambil menunjuk ke kulkas yang berdampingan dengan lemari makanan.

Mbak Siska tampak bersemangat. Melangkah ke arah kulkas itu. Membukanya dan berseru: “Wow… ada tequila, dry gin, whiskey, vodka dan sebagainya. Lengkap sekali stock minumannya… !”

“Aku hanya seneng dry gin. Tolong bawain sebotol,” kataku.

“Iya Mas,” sahut Mbak Siska sambil mengeluarkan sebotol tequila dan sebotol dry gin. Lalu meletakkannya di maja panjang pendek depan sofa yang tengah kududuki.

“Gelas - gelasnya ada di lemari yang di sebelah kulkas itu,” kataku sambil membuka tutup kedua botol minuman itu.

Mbak Siska mengangguk lalu melangkah ke lemari makanan yang bercampur dengan barang pecah belah itu. Kemudian ia kembali lagi ke meja di depanku sambil membawa tiga buah sloki kristal.

Tak lama kemudian Mbak Rina pun muncul dari kamar mandi dan lengsung menghampiri Mbak Siska sambil bertanya, “Mana martininya?”

“Ada di kulkas tuh, ambil aja… sudah ada tequila aku sih gak butuh martini lagi,” sahut Mbak Siska.

“Iya ya. Aku juga mau tequila aja. Kan lebih strong ketimbang martini,” ucap Mbak Rina sambil memperhatikan Mbak Siska yang sedang menuangkan tewquila ke dua sloki. Lalu menuangkan dry gin ke sloki untukku.

Aku pun berdiri sambil memegang sloki berisi dry gin. Mbak Siska dan Mbak Rina pun sudah memegang slokinya masing - masing. Lalu kujulurkan slokiku ke dekat kedua wanita setengah baya itu. “Untuk keakraban dan sukses kita bertiga !” seruku.

Mereka mengikuti kata - kataku secara serempak, “Untuk keakraban dan sukses kita bertiga… !”

Ketiga sloki kami pun disentuhkan… triiiiing…!

Sambil berdiri kami teguk isi sloki masing - masing sampai habis. Lalu aku duduk kembali di sofa, diapit oleh Mbak Rina di sebalah kananku, Mbak SIska di sebelah kiriku. Namun sebelum duduk mengapitku, mereka lepaskan dulu blazer dan spanrok serba putih itu. Sementara blouse abu - abu mereka tetap dikenakan.

“Kita kan punya dua acara,” kataku sambil meletakkan sloki kosongku di meja, “acara pengarahan bisnis dan… sex. Kalian mau dilaksanakan yang mana dulu?”

Mbak Siska berbisik di dekat telingaku, “Sex dulu aja Mas. Pengarahan kan bisa besok pagi atau lusa pagi. Kami kan bakal tiga hari tiga malam bersama Mas.”

“Oke,” sahutku sambil menyelinapkan tangan kiriku ke balik blouse Mbak Siska, sementara tangan kanan kuselinapkan ke balik blouse Mbak Rina. ketika tangan kiriku sudah menyentuh pangkal paha dan celana dalam Mbak SIska, tangan kananku pun sudah menyentuh pangkal paha dan celana dalam Mbak Rina.

Tak sulit bagiku untuk menyelinapkan tangan kiriku ke balik celana dalam Mbak Siska. Tak pula sulit untuk menyelinapkan tangan kananku ke balik celana dalam Mbak Rina.

Dan aku merasa dimanjakan oleh suasana hot ini. Bahwa telapak tangan kiriku mulai menelungkupi memek Mbak Siska, sementara telapak tangan kananku sedang mengusap - usap memek Mbak Rina.

Yang menarik adalah, memek kedua wanita setengah baya itu sama - sama bersih dari jembut alias gundul plontos…!

Mungkin sebelum terbang dari Surabaya mereka sudah sepakat untuk mencukur memek mereka. Ataukah memang sejak masih gadis mereka terbiasa menggunduli memek mereka?

Entahlah. Yang jelas aku masih sempat mencium bibir Mbak Siska di sebelah kiriku, lalu mencium bibir Mbak Rina di sebelah kananku.

Lalu, “Bagaimana? Apakah mau diteruskan minumnya atau mau langsung memanjakan birahi kita?” tanyaku.

“Terserah Mas,” sahut Mbak Siska, “minum sih nanti aja. Ini juga sudah mulai kleyengan Mas… udah kepengen dientot sama Big Boss yang ganteng dan masih sangat muda ini.”

“Ya udah. Kita lanjutkan di kamar aja yuk,” ajakku sambil mengeluarkan kedua tanganku dari celana dalam mereka. Kemudian kami sama - sama berdiri. Mbak Siska masih sempat menuangkan tequila lagi ke slokinya yang sudah kosong. Mbak Rina juga berbuat yang sama.

Aku pun ikut - ikutan menuangkan dry gin ke slokiku yang sudah kosong. “Bawa aja kedua botol minuman itu ke dalam kamar. Biar tinggal nuangin kalau masih ingin mminum. Tapi ingat jangan sampai ada yang mabuk sampai tumbang ya. Nanti aku yang repot ngurusnya,” kataku sambil melangkah duluan ke kamar yang disudut.

Aku duluan memasuki kamar itu. Dan melepaskan segala yang melekat di tubuhku, hanya celana dalam saja yang kubiarkan tetap berada di tempatnya.

Mbak Siska dan Mbak Rina pun masuk sambil membawa kedua botol minuman dan kedua sloki mereka yang sudah kosong.

Melihat diriku sudah tinggal mengenakan celana dalam saja, Mbak Siska langsung menghampiriku. Mengusap - usap dadaku yang bidang dan perutku yang sixpack. “Bukan cuma wajah Mas yang ganteng dan maskulin. Tubuh Mas juga segini seksinya…” ucap Mbak Siska sambil membungkuk dan menciumi dadaku… lalu turun menciumi pusar perutku, sementara kedua tangannya menurunkan cleana dalamku sampai terlepas dari kedua kakiku.

“Wow… Mbak Rinaaa…! Lihat punya Big Boss kita ini… benar - benar giant size… !” seru Mbak Siskja sambil memegang penisku yang sudah ngaceng berat ini.

Mbak Rina ikutan terbelalak dan mendekatiku. Lalu ikut - ikutan memegang penisku. Bahkan disertai dengan ciuman dan jilatan di leher dan kepala penisku…!

“Kalian juga harus telanjang dong,” kataku sambil beranjak ke atas bed luas itu. Bed yang bisa muat dipakai oleh empat orang itu…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu