3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 35

Satu buku cek pemberian Merry itu sudah kucairkan sehelai demi sehelai. Jumlahnya memang sangat fantastis. Hotelku yang sudah dijadikan hotel bintang tiga itu, kalau dibandingkan dengan nominal yang tertera dalam 1 buku cek itu tidak ada apa-apanya. Bahkan kalau aku mau, pemberian dari Merry itu bisa kujadikan lebih dari 1 hotel bintang lima yang terdiri dari 50 lantai seperti hotel bintang lima di daerah Senayan.

Karena itu aku mulai membeli rumah-rumah yang kuanggap murah, untuk kurenovasi dan kujual kembali. Sudah cukup banyak rumah yang kubeli. Sebagian harus direnovasi sampai seperti rumah baru lagi, sebagian hanya perlu pengecatan saja di sana - sini, karena kondisinya masih cukup bagus.

Salah satu rumah yang sudah kubeli itu, kebetulan sudah kulengkapi furniture dan segala perabotannya. Rumah itulah yang kutunjukkan kepada Tante Rike. Rumah type 86 yang sudah ditambah pula di sana-sini. Sehingga rumah itu sebenarnya termasuk rumah mentereng juga. Tapi apa salahnya kalau rumah itu ditinggali oleh Tante Rike?

Tante Rike terbengong-bengong setelah berada di dalam rumah megah yang perabotannya sudah lengkap ini.

“Wooow! Rumahnya gede banget! “seru Tante Rike, “Tinggal di rumah segede ini sendirian, takut juga Sam.”

“Nanti kucarikan pembantu buat bersih - bersih sekalian untuk nemenin Tante.”

“Nyari pembantu yang jujur dan bisa tahan lama juga gak gampang Sam. Makanya kalau ada sih cariin rumah kecil aja Sam. Yang cuma ada kamar satu juga gak apa-apa. Biar gak repot juga ngebersihin dan beres-beresnya.”

Aku tercenung sejenak. Memang ada rumah kecil yang cuma punya satu kamar. Tapi tadinya rumah itu mau kurobohkan dan akan dibangun rumah yang jauh lebih besar, karena lahannya cukup luas. Dijadikan rumah type 120 juga bisa.

Tapi setelah dipikir - pikir ucapan Tante Rike itu benar juga. Mungkin dia merasa takut tinggal di rumah segede gini. Kamar di lantai satu ada 3, di lantai atas pun ada 3 kamar. Mungkin cocoknya rumah ini untuk pasutri yang sudah punya anak 5 orang.

Akhirnya kusetujui usul Tante Rike itu. Kubawa dia ke rumah kecil itu di kompleks perumahan sederhana. Kebetulan rumah itu terletak di sudut, sehingga tanahnya pun cukup luas, meski rumahnya kecil.

Rumah itu memang hanya punya 1 kamar tidur, 1 ruang makan, 1 ruang tamu, dapur dan kamar mandi yang terpisah dari kamar tidur.

Tante Rike malah langsung setuju pada rumah kecil itu.

“Yakin Tante lebih suka tinggal di rumah ini?” tanyaku.

“Iya Sam. Mendingan di sini aja deh.”

“Rumah ini belum ada apa-apanya. Masih kosong melompong. Tapi besok juga akan menjadi lengkap. Tempat tidur, sofa ruang tamu, meja dan kursi ruang makan, kulkas dan sebagainya akan terpasang semua di sini. Jadi lusa pun Tante bisa tinggal di sini, kalau Tante memilih rumah ini.”

“Iya Sam. Mudah-mudahan Sam bisa menghamili aku ya. Aku ingin benar punya keturunan Sam.”

“Kalau ternyata Tante tidak bisa hamil juga gimana?”

“Nggak tau ah. Aku sih malas pulang ke Ternate lagi. Malah mau minta cerai aja. Nanti di sini mau nyoba usaha kecil-kecilan aja. Atau dijadikan karyawati di hotelmu juga mau.”

“Wah… jangan Tante. Rasanya nggak enak nyuruh-nyuruh tanteku sendiri. Ketahuan Papa bisa dimarahi aku nanti.”

Begitulah pembicaraanku dengan adik kandung Papa itu.

Ya aku seolah hanya dekat dengan keluarga dari Papa saja. Lalu bagaimana dengan keluarga dari ibu kandungku almarhumah?

Sebenarnya saudara-saudara dari ibu kandungku almarhumah, jauh lebih banyak daripada saudara-saudara dari Papa. Karena setahuku, ibuku punya adik sebelas orang. Di antara sebelas adik Mama itu hanya seorang laki-lakinya, sementara yang sepuluh orang perempuan semua. Ketika Wulan menikah dengan Yoga, kesebelas adik ibuku itu hadir semua.

Dalam pesta pernikahan Yoga dengan Wulan itu, aku tidak sempat bercengkrama dengan tante-tanteku dari pihak ibu almarhumah itu. Tapi setelah pesta pernikahan Yoga dengan Wulan usai, aku meminta alamat tante-tanteku semua. Kebetulan Wulan menyimpan alamat mereka semua. Bahkan nomor-nomor hapenya pun ada.

Ada Tante Reki, ibunya Wulan. Ada Tante Kinanti, Tante Annie, Tante Della, Tante Dini, Tante Mayang, Tante Inon, Tante Isye dan Tante Rahmi. Ada juga alamat Oom Faisal, sebagai satu-satunya adik ibuku yang laki-laki.

Aku memang ingin memanjangkan silaturahmi dengan adik-adik ibu kandungku almarumah. Terlebih setelah melihat bentuk mereka semua pada waktu akad dan resepsi pernikahan Yoga dengan Wulan, karena adik-adik ibuku itu… cantik semua…!

Apa salahnya kalau aku bersilaturahmi dengan mereka sambil silahturahmilf…!

Ya… buatku wanita setengah baya terkadang lebih menggiurkan daripada cewek muda belia.

Tapi apakah aku mampu meraih tante-tante dari pihak ibuku itu satu persatu? Entahlah. Aku baru merasakan bertualang dengan tante - tante dari pihak Papa. Sedangkan dari pihak ibu kandungku belum ada yang kueksekusi seorang pun. Dari pihak ibuku, baru Pia yang sudah kueksekusi. Tapi mamanya belum pernah kuapa - apain.

Tadinya aku ingin mengunjungi rumah adik-adik ibuku itu satu persatu, karena alamat mereka sudah ada padaku. Tapi aku mendadak punya ilham, untuk mengadakan reuni keluarga besar Surya Aditya (nama kakekku dari pihak ibu kandungku).

Lalu kupanggil Yoga. Kusuruh dia berkoordinasi dengan istrinya, untuk mencatat semua nama yang ada kaitannya dengan Surya Aditya, kemudian persiapkan acara reuni di hotelku. Acara makan-makan dan ramah tamah akan dilaksanakan di convention hall. Sekaligus Yoga juga yang kutugaskan untuk mengirimkan surat undangan kepada keluarga besar Surya Aditya.

Yoga bekerja keras, untuk menyelenggarakan reuni di convention hall yang terletak di bagian paling depan hotelku itu. Sementara Wulan kutugaskan untuk mengatur catering bagi para tamu pada waktunya reuni nanti.

Di depan convention hall mulai dipasang spanduk dengan tulisan: “Selamat Datang Para Peserta Reuni Keluarga Besar Surya Aditya. Bersatu Kita Teguh, Berpencar Kita Terkapar.”

Aku tersenyum sendiri membaca tulisan moto yang diciptakan oleh Yoga itu.

Frida, Aleksandra dan Halina kusuruh mempersiapkan diri untuk menghadiri reuni itu. Tapi Papa dan Mamie sengaja tidak kuundang. Karena reuni itu khusus untuk keluarga besar almarhum kakekku dari pihak ibu kandungku.

Seminggu menjelang pelaksanaan reuni itu, aku menerima WA dari Merry. Isinya :

-Sam Sayang… suamiku makin payah sakitnya. Karena itu aku dua hari setelah pertemuan kita itu langsung terbang ke Jerman. Sekarang sudah sebulan aku berada di salah satu rumah sakit terbaik untuk menangani penyakit jantung di Jerman. Tapi dia masih coma terus. Sehingga aku tidak tega untuk meninggalkannya.

Karena itu aku belum bisa mengunjungi kotamu untuk ketemuan lagi denganmu.

Mohon bersabar ya Sam-

Aku pun membalasnya: -Iya Merry Sayang… dari jauh aku hanya bisa ikut mendoakan semoga suamimu sehat kembali. Santai aja… temani dia sampai sembuh -

Pada malam berikutnya, aku menerima WA dari Aleksandra juga. Isinya :

-Honey… tengah malam nanti ke rumah ya. Aku sering ketakutan, karena kamarku seperti ada hantunya. Pokoknya sereeeemmm… -

Aku tercenung sesaat. Lalu membalasnya*-Iya… mungkin lewat jam11.30 PM aku baru bisa berangkat ke rumahmu, karena aku mau meeting dulu nanti malam-*

-Ok… aku tunggu ya sayang-

balas Aleksandra.

Setelah mendapat WA dari Aleksandra, aku tercenung sejenak. Karena memikirkan isi WA Aleksandra itu. Sebenarnya aku merasa kurang percaya kalau rumah Aleksandra itu ada hantunya, karena aku tidak pernah percaya pada cerita - cerita tahayul. Lalu apakah pengaduan Aleksandra itu benar - benar terjadi atau hanya halusinasi belaka?

Lalu aku konsentrasi pada meeting yang tengah kuhadapi di meeting room hotelku. Meeting itu baru selesai jam 23.45. Lalu aku meninggalkan hotelku menuju rumah Aleksandra.

Setibanya di depan rumah Aleksandra, aku perhatikan suasana rumah itu memang terasa angker. Membuat bulu kudukku berdiri juga. Tapi aku turun dari mobil dengan keyakinanku sendiri, karena di dalam tas kerjaku ada “sesuatu” yang katanya mampu mengusir setan. Ada pula sebuah Al Quran kecil, yang semoga mampu melawan segala pengaruh mistis.

Pintu depan terbuka. Aleksandra menyambut kedatanganku dalam kimono sutera putih yang seksi, karena aku yakin dia tidak mengenakan beha mau pun celana dalam.

“Feo udah tidur?” tanyaku.

“Udah,” sahut Aleksandra yang langsung mengajakku ke kamarnya yang terletak di lantai dua.

Lantai dua gelap gulita. Semua lampu dimatikan. Memang Aleksandra terbiasa mematikan lampu - lampu di lantai dua, dengan alasan untuk menghemat energi. Dia pun terbiasa tidur setelah kamarnya digelapkan. Karena kalau lampunya menyala, suka didatangi mimpi - mimpi buruk, katanya.

Karena itu aku tidak merasa heran diajak masuk ke dalam kamarnya yang gelap gulita. “Bentuk hantunya seperti apa?” bisikku sambil memegang pergelangan tangan Aleksandra yang sedang menutupkan kembali pintu kamarnya.

Sebagai jawaban, tiba - tiba lampu kamar Aleksandra menyala disusul dengan seruan: “Surprise !!!”

Maaak… ternyata ada Frida dan Halina di kamar itu. Dalam keadaan telanjang bulat!

Meski dalam keadaan telanjang, Frida memegang piring besar sebagai alas sebuah kue ulang tahun dengan lilin yang mulai dinyalakan. Ketika aku menoleh ke arah Aleksandra, ternyata dia pun sudah telanjang bulat dan memberi aba - aba untuk menyanyikan lagu Happy Birthday…!

“Happy birthday to you …

Happy birthday to you …

_

Happy birthday to Sammy…

Happy birthday to you… !”

_

Aku tersenyum -senyum dan baru teringat bahwa saat ini adalah hari ulang tahunku.

Ternyata cerita soal hantu itu hanya isapan jempol belaka, untuk membuat kejutan pada hari ulang tahunku ini.

Setelah “make a wish”, kutiup lilin di kue ulang tahun itu, diikuti tepuk tangan ketiga orang istri tercintaku.

Kemudian kupotong kue ulang tahun itu empat potong. Potongan pertama kuletakkan ke atas piring kecil yang sudah tersedia di atas meja kecil, bersamaan dengan empat sloki wine red wine. Kubagikan tiga potong kue itu kepada istri - istriku secara berurutan. Kue pertama kuberikan kepada Frida, kue kedua untuk Aleksandra dan kue ketiga buat Halina.

Ucapan itu seragam. Entah siapa yang mengaturnya.

Sementara kue keempat untukku sendiri, yang kupegang dengan tangan kiri, sementara tangan kanan memegang sloki red wine, yang lalu dipertemukan dengan sloki - sloki ketiga istriku.

Aku mengucapkan, “For our happiness… !”

Diikuti ucapan ketiga istriku secara serempak, “For our happiness…!!!”

Lalu red wine itu kami teguk sampai habis. Kue ulang tahun itu pun kami makan sambil tetap berdiri.

Namun sesaat kemudian mereka menelanjangiku. Kemudian mengajakku baik ke atas tempat tidur yang cukup lebar itu.

“Sekarang gauli kami secara adil,” kata Frida sambil celentang dengan kedua kaki dikangkangkan dan memek dielus-elus.

Aleksandra dan Halina pun sudah celentang sambil mengusap - usap memeknya masing - masing.

Sebenarnya sudah sejak lama aku ingin mengadakan acara seperti ini. Tapi niat itu selalu kubatalkan, karena takut mereka berkeberatan. Tapi kali ini mereka sendiri yang mengaturnya, bertepatan dengan hari ulang tahunku.

Sesuai dengan urutan mereka, aku mulai dengan Frida sebagai istri pertamaku. Tanpa keraguan sedikit pun, kuserudukkan mulutku ke memek Frida. Dan mulai menjilatinya dengan lahap.

Seperti biasa, Frida mulai mendesah - desah erotis, “Aaaaa… aaaah… Baaang… aaaaah… Baaang… aaaaa… aaaaah… Baaang… aaaaaaah… !”

Demikian intesifnya aku menjilati memek Frida, sementara jari tanganku pun ikut bermain untuk menggesek -gesek kelentitnya, sehingga dalam tempo singkat saja memek Frida terasa sudah basah sekali. Sementara penisku sudah ngaceng berat.

Maka tanpa basa - basi lagi kubenamkan penisku ke dalam liang kewanitaan Frida. Diikuti dengan ayunan penisku yang bergeser - geser perlahan pada awalnya, makin lama makin cepat.

Sementara itu Aleksandra menelentang di samping kiri Frida, sedangkan Halina celentang di sisi kanan Frida.

Ini memang mengasyikkan. Bahwa aku sedang mengentot memek Frida, sementara tangan kananku mmegang memek Aleksandra dan tangan kiriku memegang memek Halina. Tentu saja bukan cuma memegangnya. Karena jemariku terkadang menyelinap ke dalam liang kemaluan mereka. Terkadang pula tangan kiriku meremas toket Aleksandra, sementara tanganku meremas toket Halina.

Wow… semua ini indah sekali. Mungkin pada hari - hari mendatang aku harus agak sering melakukan foursome FFFM ini. Karena rasanya luar biasa indah.

Pada waktu aku mulai massive mengentotnya, Frida hanya mendesah dan menyebut - nyebut namaku, “Bang Saaaam… ooooo… oooooh Baaang… ooo ooooh… Baaaang… Baaang… ooooh …“

Mungkin Frida malu pada kedua istriku yang lain. Padahal biasanya kata - kata urakan sering terlontar dari mulutnya tiap kali kusetubuhi.

Tampaknya Aleksandra mulai horny berat menyaksikan persetubuhanku dengan Frida ini. Lalu Aleksandra berlutut di depanku, dengan kedua lutut berada di kanan kiri pinggang Frida. Lalu ia menurunkan memeknya sampai berhadapan dengan wajahku.

Tanpa banyak tanya lagi kujilati memek Frida sambil mempercepat gerakan entotanku di memek Frida.

Sampai akhirnya terasa Frida berkelojotan, lalu mengejang tegang. Dan aku tahu bahwa ia sedang mencapai orgasmenya. Tapi aku masih asyik menjilati memek Aleksandra. Aku tetap mengentot Frida sambil menjilati memek Aleksandra.

Setelah tubuh Frida terasa melemas, barulah kucabut batang kemaluanku dari liang memek Frida. Kemudian aku menyuruh Aleksandra untuk menungging, karena aku ingin menyetubuhinya dalam posisi doggy, posisi kegemaran Aleksandra.

Setelah Aleksandra menungging sambil memeluk Frida yang masih terkulai lunglai itu, aku pun berlutut di depan bokong Aleksandra, sambil membenamkan batanmg kemaluanku ke dalam liang memek Aleksandra.

Sesaat kemudian aku pun mulai mengentot Aleksandra, sementara Halina bangkit dan bergerak ke belakangku yang sedang berlutut ini. Ternyata Halina asyik mengelus - elus pelerku yang sedang “terombang - ambing” ini.

Bahkan pada saat berikutnya Halina mulai menjilati pelerku dengan lahapnya. Mungkin dia sudah sangat bernafsu dan ingin sekali kusetubuhi. Tapi aku akan tetap mengentot Aleksandra sampai istri keduaku ini mencapai orgasme.

Aku pun mulai aktif menampar - nampar buah pantat Aleksandra sambil tetap mengentotnya.

Plaaaak… plaaaaakkk… plaaaaak… plaaak… plaaaakkk… plaaaaak…!

Aleksandra pun mulai merintih - rintih erotis, “Oooo… ooooh… come on… fuck me Saaam… fuck me… fuck… fuck… ooooohhhh… oooo… oooooohhhh… !”

Terkadang ia menceracau dalam bahasanya sendiri, “Pieprzyć mnie kochanie…! pieprzyć mnie… pieprzyć mnie… pieprzyć mnie kochanie… !”

(“Entot aku sayang… entot aku… entot aku… entot aku sayang… !”)

Sampai akhirnya Aleksandra merintih, “Saaaaam… ooo… oooohhhhh… I am coming… I am coming Saaaam… !”

Itu semacam “pengakuan” bahwa Aleksandra akan mencapai orgasmenya…!

Halina yang ikut mendengarkan rintihan Aleksandra itu cepat menelentang. Mungkin sudah siap untuk kusetubuhi dalam posisi missionaris, posisi yang paling disukainya.

Akhirnya Aleksandra ambruk. Dan aku mencabut kontolku yang langsung kubenamkan ke dalam liang memek Halina yang sudah menunggu untuk mendapat gilirannya.

Setelah batyang kemaluanku membenam sepenuhnya di dalam liang memek Halina yang sudah basah kuyup ini

(mungkin sejak tadi dia sangat horny, sehingga liang kemaluannya jadi sangat basah begini), aku pun mulai mengentotnya sambil menciumi bibirnya.

Mungkin persetubuhanku dengan Halina inilah yang paling normal. Karena tidak ditunggui siapa pun. Karena Frida dan Aleksandra masih pada terkapar lesu. Sehingga aku leluasa menikmati tubuh montok seksi dan wajah cantik Halina tanpa merasa diburu waktu.

Leluasa mengentot Halina sambil meremas - remas toket gedenya, sambil menjilati ketiaknya, sambil menjilati lehernya, telinganya dan melumat bibir seksinya sambil menjilatyi kedua lesung pipitnya… sementara Halina pun bebas menggeol pantatnya sebagai “murid” yang baik, karena selama menjadi istriku sudah kulatih bagaimana caranya ngegeolin pantat semoknya.

Ya… Halina sudah kulatih bagaimana caranya untuk geol Karawang yang seakan membentuk angka 8. Meliuk - liuk dan menghempas - hempas… sehingga kontolku serasa dibesot - besot dan dipilin - pilin oleh liang memeknya yang begini legitnya.

Halina pun sudah pandai “berkicau” dalam bahasa Indonesia campur dengan bahasa Inggris. Merintih - rintih erotis ketika aku makin gencar mengentot liang memek legitnya.

“Saaam… ooooh Saaam… come on… entot terus Saaaam… I love you Saaaam… come on… entot terussssss… entot terusssss yang kencang Saaam… sambil emut toketku Saaaam… ooooh… ini enak sekali Saaam… fuck me harder Honey… ooooh… Saaaam… kontolmu enak sekali Saaaam …

Tubuhku sudah bermandikan keringat. Halina juga sama. Terlebih lagi setelah dia menggoyang pantatnya yang meliuk - liuk dan menghempas - hempas terus, tentu saja tenaganya jadi terkuras. Keringatnya pun semakin membasahi wajah dan lehernya. Pipinya pun semakin kemerahan setelah keringat bersimbah di wajahnya.

Namun semuanya itu malah menjadikannya lebih seksi… lebih menggemaskan. Sehingga aku semakin “rajin” menjilati keringat di lehernya, disertai gigitan - gigitan kecil… terkadang kucupang leher jenjang putih mulusnya, sehingga dengan mudahnya meninggalkan jejak merah kebiru - biruan di sana sini.

Sampai pada suatu saat, Halina berkelojotan, sebagai indikator bahwa ia akan segera mencapai puncak kenikmatannya.

Aku sendiri sudah tiba di detik - detik krusial… detik -detik akan ejakulasi tanpa dapoat kutahan - tahan lagi. Karena itu sengaja kupercepat ayunan kontolku, bermaju - mundur di dalam liang memek Halina. Sementara Aleksandra dan Frida entah sedang ke mana. Tiada di atas bed lagi.

Sampai akhirnya kudesakkan batang kemaluanku sekuat tenaga… membenam dan mentok di dasar liang memek Halina yang sedang berkedut - kedut…!

Lalu kami seperti sepasang manusia yang sedang kesurupan. Sama - sama terbelalak sambil saling remas dengan kuatnya. Dan berlompatanlah air mani dari moncong kontolku.

Crrrooootttt… crotttt… crootttt… croooooot… crotcrot… croooooootttt…!

Aku pun terkulai lunglai dalam pelukan Halina. Dengan tubuh bermandikan keringat.

Lalu kucabut batang kemaluanku dari liang memek Halina. Menimbulkan bunyi lucu.. seperti tutup botol gabus champagne yang dilepaskan dari botolnya… ploppp…!

Lalu bergegas melangkah ke kamar mandi. Ternyata Frida dan Aleksandra sedang mandi di bawah semprotan air hangat shower di atas kepala mereka.

Aku pun bergabung dengan mereka. Memeluk pinggang Frida di sebelah kananku dan pinggang Aleksandra di sebelah kiriku.

Lalu aku diperlakukan laksana seorang raja. Aleksandra menyabuni bagian depan tubuhku, sementara Frida menyabuni bagian belakang tubuhku. Dan ketika Aleksandra sedang menyabuni batang kemaluanku yang sudah terkulai lemas ini, tampak seperti horny lagi. Karena setelah tubuhku dibilas dengan air hangat shower, Aleksandra lalu berjongkok di depanku.

Karuan saja batang kemaluanku mulai membesar dan memanjang. Mulai menegang… makin lama makin tegang…!

Sampai akhirnya Aleksandra membungkuk dan berpegangan pada bibir bak, agak jauh dari pancaran air shower.

Aku mengerti bahwa Aleksandra ingin dientot lagi di dalam kamar mandi ini. Maka kuarahkan moncong kontolku ke memek Aleksandra yang sedang membelakangiku. Dan… blessssss… batang kemaluanku membenam lagi ke dalam liang memek Aleksandra yang masih licin oleh air sabun itu.

Lalu aku pun mulai mengentot Aleksandra sambil berdiri menghadap ke arah bokong semoknya.

Sementara Frida hanya menonton dari bawah pancaran air shower, sambil tersenyum - senyum, dengan tubuh dan kepala basah kuyup, dengan rambut basah kelimis. Lalu, ketika aku sedang giat - giatnya mengentot Aleksandra sambil menepuk - nepuk buah pantatnya, Frida sudah duduk di meja keramik yang mengitari washtafel, dengan kaki kiri terjuntai ke lantai sementara kaki kanannya berlutut, sambil mengelus - elus memeknya sendiri.

Aku mengerti bahwa setelah aku “selesai” menyetubuhi Aleksandra, sasaran berikutnya adalah Frida, istri pertamaku tercinta. Istri yang penyabar dan selalu penuh pengertian.

Kebetulan dalam posisi berdiri seperti ini Aleksandra cepat orgasme. Ya… sambil berpegangan ke bibir bak mandi dan dengan tubuh membungkuk, Aleksandra mulai klepek-klepek… sepertinya akan kedatangan orgasmenya.

Pada saat itulah aku mempercepat entotanku. Sampai akhirnya kubenamnkan sedalam - dalamnya. Disusul dengan geliat dan kedutan - kedutan liang kemaluan Aleksandra.

Kutunggu sampai tubuh Aleksandra terkulai lunglai. Barulah kucabut batang kemaluanku, lalu melangkah ke sebelah kananku, di mana Frida sedang menungguku untuk menggilirnya.

Sambil berdiri kubenamkan batang kemaluanku ke dalam liang memek Frida yang sedang duduk mengangkang di meja keramik yang mengitari wastafel itu… blessss… terbenam seluruhnya ke dalam liang memek Frida yang basah licin itu…!

Lalu… permainan surgawi ini berlangsung lagi… di antara diriku dengan istri pertamaku yang cantik, penyabar dan penuh pengertian itu…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu