3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Aku meremas-remas batang kemaluan Edgar yang masih bersembunyi di balik celana pendek putihnya. Dalam tempo singkat saja penis anak muda itu sudah ngaceng berat. Dan wow… meski belum klulihat bentuknya, tanganku merasakan sesuatu yang dahsyat berada dalam genggamanku. Penis Edgar itu… mungkin lebih “gagah” daripada penis Papa Fred…

Lalu aku berbisik ke dekat telinga Edgar, “Kamu mau menguji enak tidaknya memekku, Ed?”

“Ma… mau Zus… ta… tapi aman gak?”

“Aku jamin aman,” sahutku disusul dengan kecupan hangatku di pipi kirinya.

Edgar menatapku sejenak. Lalu bibirnya mendekati bibirku. Maka kupagut bibirnya ke dalam ciuman dan lumatan hangatku.

Kemudian kulepaskan kimonoku. Sehingga di tubuhku tinggal celana dalam yang masih belum kulepaskan. Sementara behaku sejak habis mandi pun tidak kukenakan. Sehingga sepasang toiket gedeku kini bergelantungan di dadaku, membuat Edgar melotot dengan sorot nafsu yang seolah menembus ke dalam jiwaku.

Lalu kuangsurkan toket kananku ke dekat mulut Edgar. Yang Edgar sambut dengan menyerudukkan mulutnya ke pentil toketkananku. Lalu terasa ia mulai mengemut dan menyedot-nyedotnya seperti bayi ingin menyusu kepada ibunya. Sementara tangan kanannyha meremas-remas toket kiriku.

Desir birahi pun semakin mengalir ke segenap jiwaku. Membuatku lupa segalanya. Lalu membuatku bangkit. Berdiri sambil menarik pergelangan tangan Edgar ke atas bedku yang semoga mampu menghangati batinku.

Di atas bed kulepaskan segala yang melekat ditubuh Edgar, kemudian aku melepaskan celana dalamku.

Maka tiada lagi rahasia di tubuh kami berdua. Edgar tidak merahasiakan lagi bentuk penisnya yang ternyata memang lebih panjang danlebih gede daripada penis Papa Fred. Aku pun tidak merahasiakan bentuk kemaluanku yang tembem dan senantiasa dicukur bersih ini.

Dan Edgar itu… yang biasanya tampak lugu itu… tiba-tiba saja berubah drastis, menjadi lelaki belia yang agresif… Dia menggumuliku dengan lincahnya. Tangannya terkadang meremas toketku, sementara tangan satunya lagi mengerayangi kemaluanku. Lalu mulutnya pun beraksi. Terkadang mencium dan melumat bibirku, terkladang melumat leherku, ketiakku dan akhirnya melumat memekku…

Tentu aku pun tidak diam seperti patung. Aku pun meladeninya dengan agresif pula, karena aku sudah lama merindukan lelaki agresif seperti Edgar ini. Terkadang aku menghimpitnya. Menjilati pentil kecil di dadanya, terkadang menjilati pusar perutnya… lalu tanpa ragu lagi kuselomoti batang kemaluannya sambil kuurut-urut dengan jemariku.

Aku memang sangat bergairah menghadapi Edgar ini. Terlalu bergairah. Sehingga aku tidak tahu bagaimana awalnya… tahu-tahu batang kemaluan Edgar yang “gagah” itu sudah membenam ke dalam liang kewanitaanku…!

Lalu aku menikmati semuanya ini. Bahwa batang kemaluan Edgar mulai mengentot liang sanggamaku. Membuatku klepek-klepek dan merintih-rintih histeris tanpa terkendalikan lagi.

“Edgar… oooo… oooooh… Edgaaaar… kontolmu luar biasa enaknya Eeeed… oooo… oooooohhhh… Edgar… entot Eeed… entot terus Edgaaaar… ini indah sekali Eeeed…”

Meski sedang giat mengentotku, Edgar masih sempat berkata terengah-engah, “Memek Zus Ayu juga.. uuuugh… luar biasa enaknya Zus… terasa sekali masih sempit menjepit kontolku… Zuuus…”

“Kalau kamu suka memekku… ka… kamu boleh ngentot aku kapan pun Edgar. Kecuali kalau aku sedang datang bulan… harus rehat dulu… oooooh Edgaaaar… kontolmu ini enak sekali Eeed… ayo entot terus Eeeedgaaar… ooooh… ooooh… iyaaa… iyaaaaaa… iyaaaaaa… entot… entoooot… entooooootttt…

Edgar benar-benar perkasa. Bukan cuma ukuran penisnya yang dahsyat, tapi entotannya pun terasa dahsyat sekali. Ketika aku sudah klepek-klepek di puncak kenikmatanku, penis Edgar masih sedang gencar-gencarnya mengentot liang memekku. Bahkan ketika aku sedang merasakan indah dan nikmatnya puncak orgasmeku, Edgar masih tetap mengentotku dengan gagahnya.

Memang terasa ngilu-ngilu setelah aku mencapai orgasme ini. Tapi kubiarkan saja Edgar tetap garang menggenjot batang kemaluannya, yang seolah menggfedor-gedor dasar liang kewanitaanku.

Hanya 1-2 menit aku merasa lemah-lunglai. Namun kemudian aku pun merasakan gairahku datang kembali. Maka dengan binal kuayun pantatku dalam goyangan melingkar-lingkar, meliuk-liuk dan menghempas-hempas. Edgar pun semakin bersemangat mengentotku. Sementara mulut Edgar tiada hentinya beraksi. Terkadang dia menjilati leherku dengan lahapnya.

Tentu saja semuanya ini membuatku “edan-eling”.

Begitu lamanya Edgar menyetubuhiku. Sehingga aku pun merasakan lagi orgasmeku yang kedua. Dengan keringat membanjiri tubuhku. Dan Edgar lebih basah lagi oleh keringatnya. Keringat yang bercampur aduk dengan keringatku, yang tidak kami pedulikan.

Akihirnya Edgar mencabut batang kemaluannya. Lalu memegang penis gagahnya itu di atas perutku. Dan… berlompatanlah tembakan-tembakan air maninya ke atas perut dan payudaraku.

Croooot… crotcrotcrot… croooot… crooooot… croooottttt… craaaaaaat…!

Begitu banyaknya air mani yang termuntahkan oleh moncong penis Edgar. Sehingga aku merasa sayanbg kalau air mani anak mu7da itu dihamburkan di luar begini. Maka kucolek-colek setiap tetesan air mani itu, lalu kujilati dan kutelan. Kemudian berkata, ”Kenapa dilepasin di luar begini? Aku kan ikut program KB.

“Owh… aku baru tahu sekarang kalau Zus Ayu ikut KB. Kalau tau gitu sih tadi dilepasin di dalam aja. Pasti leboih enak lagi,” sahut Edgar sambil tersenyum.

Aku duduk di samping Edgar yang masih telanjang. “Kontolmu luar biasa enaknya. Aku bakal ketagihan nanti,” kataku sambil mengusap-usap rambut Edgar yang basah oleh keringatnya.

“Tapi kalau Broer tau, pasti dia ngamuk,” sahut Edgar. Memang Edgar suka memanggil Broer kepada Papa Fred.

“Nggak. Semuanya ini atas anjuran dia juga.”

“Ah, yang bener Zus?”

“Iya. Mmmm… kamu sudah tahu hubunganku dengan abangmu kan?”

“Tau. Zus Ayu ini anak tirinya namun seolah menjadi istrinya juga. Dan hal itu hanya boleh diketahui oleh keluarga saja. Tidak boleh bocor ke luar.”

“Nah… sebelum kamu disuruh tinggal di rumah ini, abangmu bilang, bahwa aku boleh bergaul sebebas mungkin dengan adik-addiknya. Tapi tidak boleh dengan orang luar.”

“Ohya?! Tapi adik-adik Broer kan ada empat orang. Adrianus, Karel, Victor dan aku sendiri. Apakah mereka semua boleh menggauli Zus Ayu?”

“Memang boleh, tapi akju belum terpikir kepada mereka. Makanya kamu adalah yang pertama bisa merasakan hak istimewamu.”

“Mmmm… kalau Adrianus mungkin takkan bisa bergabung dengan Zus. Karena dia sudah punya istri. Yang lainnya masih bujangan semua.”

“Iya.”

“Ohya… Zus sudah tau riwayat saudara-saudaraku itu?”

“Riwayat gimana?”

“Begini,” sahut Edgar, “Dahulu Papa kami menikah dengan seorang wanita Belanda juga. Lalu lahirlah Broer Frederick dan Broer Adrianus. Beberapa tahun kemudian istri Papa meninggal. Tiga tahun kemudian Papa menikah lagi dengan adik istrinya… nah… istri barunya itulah ibu kandung Karel, Victor dan aku.

“Owh… bergitu ya kisahnya. Abangmu belum pernah cerita tuh soal itu. Jadi kamu dengan abangmu itu saudara seayah berlainan ibu ya.”

“Iya. Tapi ibu Broer Frederick dan Broer Adrianus itu kakak kandung mamaku. Jadi bukan orang jauh juga. Kalau tidak menikah dengan papa kami, maka mamaku itu kan tantenya Broer Frederick dan Broer Adrianus.”

“Begitu ya. Pamntesan umurmu jauh sekali bedanya dengan abangmu.”

“Iya. Yang aku dengar, Broer Frederick sudah menikah dengan almarhum istri pertamanya itu ketika papa menikahi mamaku.”

“Terus urut-urutan kamu dengan Karel dan Victor itu gimana?”

“Usia kami cuma beda setahun-setahun. Victor berusia duapuluh tahun, setahun lebih tua dariku. Karel setahun lebih muda dariku, sekarang Karel umurnya sudah delapanbelas tahun.”

“Owh… berarti Victor itu abangmu, sedangkan Karel itu adikmu ya?”

“Iya Zus.”

“Nah… terus sekarang bagaimana penilaianmu pada diriku? Apakah aku ini masih menarik bagi anak muda sepertimu?”

“Sangat menarik Zus. Soalnya Zus bukan hanya cantik tapi juga seklsi.”

“Apakah bekas operasi cesar ini tidak menggangu?”

“Nggak lah… justru kalau dahulu Zus melahirkan lewat lahiran biasa, pasti memek Zus takkan seenak ini,” sahut Edgar sambil mengusap-usap memekku.

Tiba-tiba handphone Edgar berdering.

Buru-buru Edgar mengambil hapenya. Lalu bergumam, “Dari Victor, Zus…”

“Haaa?! Memangnya kamu udah buka rahasia tadi?” tanyaku terkejut dan heran.

“Nggak. Kan Zus tau sendiri, dari tadi hapeku diletakkan di meja itu.”

“Ya udah… coba kamu terima aja callnya. Tapi suaranya keluarin di speaker, biar aku bisa ikut mendengarkan.”

“Iya, “Edgar menerima call dari abangnya.

Lalu terdengar suara yang jelas di pendengaranku.

“Edgar… kamu lagi di mana?”

“Di rumah Zus Ayu. Kenapa?”

“Tadi aku terima telepon dari Broer Frederick. Katanya aku boleh nemenin Zus Ayu bobo. Aku juga bingung. Gimana nih?”

Edgar menoleh padaku. Lalu berkata, “Ngomong sendiri aja sama Zus Ayu deh…” kata Edgar sambil menyerahkan hapenya padaku.

“Hallo Victor… !”

“Hehehe… selamat malam Zus.”

“Malam. Ada apa Vic?”

“Anu Zus… tadi Broer Frederick bilang aku dibolehkan menemani Zus Ayu bobo.”

“Terus ngomong apa lagi abangmu? Hanya disuruh nemenin aku bobo aja?”

“Katanya sih bebas mau melakukan apa aja. Yang penting jangan menyakiti Zus Ayu.”

Aku tercenung sesaat. Lalu berkata di dekat hape Edgar, “Ya udah ke sini aja sekarang.”

“Iya Zus. Mungkin satu jam lagi aku baru tiba di rumah Zus.”

“Iya. Gak apa-apa. Sekarang kan baru jam delapan.”

Setelah hubungan seluler dengan Victor ditutup, aku bertanya kepada Edgar, “Kamu masih mau ngentot aku nggak?”

“Masih Zus. Ini kontolku udah ngaceng lagi Zus.”

“Tapi pintu depan jangan dikunci. Supaya Victor bisa langsung naik ke sini. Siapa tau dia datang pada wakjtu kamu masih ngentot memekku. “.

“Iya Zus,” sahut Edgar sambil mengenakan celana pendek dan baju kausnya. Kemudian bergegas keluar dari kamarku.

Beberapa saat kemudian Edgar sudah masuk lagi ke kamarku.

“Sudah dibuka kuncinya?” tanyaku.

“Sudah Zus,” sahut Edgar.

“Masih ngaceng kontolmu?”

“Masih Zus. Soalnya udah kebayang bakal menikmati memek Zus Ayu lagi. Heheee… !”

“Mau nyobain posisi doggy?” tanyaku.

“Mau banget. Itu salah satu posisi favoritku kalau nonton bokepnya.”

“Posisi yang paling kamu sukai posisi apa?”

“Posisi apa aja, yang penting outdoor…”

“Waaah… di negara kita sih susah main outdoor. Soalnya di mana-mana pasti ada aja orang lewat. Kecuali kalau di pulau terpencil.”

“Iya sih. Kalau di luar negeri, penduduknya tidak sepadat di negara kita. Makanya mereka bisa main di mana aja. Didukung juga dengan hukum atau undang-undang mereka… sekalinya kepergok juga takkan dijebloskan ke penjara.”

Aku yang masih telanjang ini lalu menungging di atas bed, sambil memeluk bantal. Dan berkata, “Ayo masukin lagi kontolmu ke dalam memekku Ed.”

“Iya Zus,” sahut Edgar sambil memegang kedua belah buah pantatku yang gede ini.

“Nanti sambil ngentot, boleh juga tuh bokongku ditepuk-tepuk… agak keras juga nepuknya gak apa-apa.”

“Baik Zus…”

Lalu terasa penis ngaceng Edgar membenam lagi ke dalam liang kemaluanku. Hmmm… memamng enak penis Edgar itu. Barui dimasukkan saja sudah membuatku terpejam dalam nikmat.

Terlebih setelah penis Edgar diayun kembali… maju mundur lagi di dalam liang kemaluanku… aaaaaah… ini membuatku terpejam=pejam dengan mulut ternganga-nganga.

Segala kerinduanku tentang sentuhan lawan jenisku pun mulai terobati lagi.

“Edgar… oooh Edgaaaar… memang kontolmu enak sekali Eeeedddd… “celotehku terlepas begitu saja dari mulutku, “Ayo entot seedan mungkin Eeeed… iyaaaa begituuuu… iyaaaa… iyaaaaa… iyaaaaa… iyaaaa… entot terus… entot… entoooooot… iyaaaa… iyaaaa…

Meski sedang mengentot sambil berlutut di depan pantatku, masih sempat juga Edgar meremas-remas sepasang toket gedeku yang bergelantungan di atas kasur ini. Sementara entotannya makin lama makin menggila.

“Karuan sajaaku semakin merintih-rintih dalam arus nikmatku yang sangat indah ini, “Enak sekali entotanmu Eedgaaaar… oooo… oooo… ooooohhhhh… iyaaaa… kalau bisa sambil mainkan itilku Eeeed… nah itu itilku Eeed,” kataku sambil menarik tangan kanan Edgar lalu menempelkan ujung jarinya pas di permukaan kelentitku.

“Iyaaaa… begitu Eeedgaaaar… dududuuuuh enak sekali… gesek-gesek terus itilku itui Edgaaaar… enak sekali ooooohhhh… Egarrrrrr… enak sekali Eeeeddddddddd… !”

Bagitu asyiknya Edgar mengentotku dalam posisi doggy ini, sampai tak terasa waktu pun berjalan lebih dari setengah jam.

Dan tiba-tiba terdengar hape Edgar yang berada di dekat bantal berdering-dering. Kusempatkan untuk mengambil hape itu dan menerima call itu.

Terdengar suara Victor di hape Edgar, “Edgar… aku sudah di depan pintu rumah Zus Ayu nih…”

Aku yang menjawab, “Buka aja pintunya gak dikunci. Tapi setelah masuk, kuncikan pintu itu. Lalu langsung naik aja ke lantai dua, ke kamarku, Vic !”

“Iya Zus,” sahut Victor di hape REdgar. Lalu kuletakkan lagi hape itu di tempatnya semula.

“Ayo entot lagi Edgar… lagi enak-enaknya nih…”

Edgar pun melanjutkan lagi entotannya, sambil meraba-raba daerah kelentitku. Setelah ditemukan, ujung jarinya mulai menggesek-ghesek kelentitku lagi..

“Duuuuh… enak sekali Edgar… gesek-gesek terus itilku Eeeed… iyaaaaa… iyaaaa… iyaaaaaaaa… itilku gesek terussss…”

Baik aku dan Edgar sudah tidak peduli lagi dengan apa pun yang terjadi di dalam kamar ini. Bahkan kehadiran Victor pun tidak kami pedulikan.

Namun aku masih sempat mendengar suara Victor di dekat bedku, “Waduuuhhh… filmnya udah diputar. Berarti aku terlambat nih datangnya… !”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu