3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

**Bagian 18

Adalah di luar dugaan bahwa pagi menjelang siang itu aku akan mendapatkan mangsa baru, meski bukan orang baru bagi keluarga besar mendiang ibuku.

Tante Annie ini tampaknya sedang membutuhkan sentuhan lelaki. Ketika aku merayap ke atas perutnya, ia menyambutnya dengan memeluk punggungku, lalu mencium bibirku dengan hangatnya.

Setelah ciuman itu terlepas, kuciumi dan kucelucupi lehernya disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Membuat sepasang matanya terpejam - pejam sambil meremas - remas belikatku. Tubuhnya pun terasa menghangat, sebagai indikator bahwa ia memang sudah horny.

Namun aku ingin memuaskan diriku sendiri di “sekwilda” (sekitar wilayah dada) dulu. Dengan celucupan dan isapan di pentil toketnya yang lumayan gede dan belum kendor ini. Bahkan ketiaknya pun tak luput dari celucupan dan gigitan - gigitan kecilku.

Setelah puas di sekwilda, aku pun melorot turun ke arah perutnya.

Namun Tante Annie berkata, “Gak usah maen jilat memek ya Sam. Tante ingin merasakannya dalam keadaan murni, tanpa dibecekkan oleh air liur.”

Aku menurut saja. Hanya menurunkan celana dalamnya sampai terlepas dari kakinya. Lalu melepaskan celana dalamku sendiri.

Kaki Tante Annie pun mengangkang lebar - lebar, sambil memegang leher penisku, mungkin untuk mengarahkannya ke sasaran yang tepat. Tapi begitu memegang batang kemaluanku, Tante Annie terkejut dan mengangkat badannya untuk melihat bentuk penisku yang sebenarnya.

“Astagaaaaaa… Sam…! Kontolmu ini gede banget…! Sangat panjang pula…! Tapi gak apa deh. Cobain aja masukin tanpa dijilatin dulu yaaa…”

Lalu Tante Annie mengangakan mulut memeknya dengan kedua tangannya sambil berkata, “Ayo… masukin Sam…”

Aku pun meletakkan moncong penisku di mulut memek Tante Annie yang sedang dingangakan selebar mungkin itu. Lalu kudorong penisku sekuat tenaga… blesssss… masuk sedikit… dorong lagi… masuk lagi sedikit… begitu terus sampai akhirnya masuk lebih dari separohnya.

“Aduuuh… kontolmu ini Saaam… luar biasaaa…! “cetus Tante Annie dengan sorot mata mengandung hawa nafsu birahi.

Pada saat yang sama aku mulai mengayun penis ngacengku perlahan - lahan dan pendek - pendek dulu jaraknya. Stelah terasa agak longgar, barulah aku mulai mengentotnya dalam kecepatan normal.

Tante Annie pun mulai menikmati entotanku, dengan remasan di bahuku, di punggungku dan di pantatku.

Rintihan - rintihan histerisnya pun mulai terdengar. “Saaam… edaaaan kontolmu ini Saaam… luar biasa enaknyaaaaaa… ayo entot terus Saaaam… entooootttttt… entooooottttt… eeeeeentoooooooootttt… aaaaaa… aaaaaaaahhhh luar biasa enaknya Saaaaam… gak nyangka kamu punya kontol segini gagahnyaaaaa …

Aku tidak menanggapi celotehan tak karuan itu. Soalnya aku sendiri sedang merasakan sesuatu yang lain dari yang lain. Bahwa manakala aku sedang mendorong penisku… bleessss… klap… Penisku serasa disedot dan terkunci di dasar liang memek Tante Annie. Pada waktu aku sedang menariknya kembali pun, aku merasa seolah sedang adu kekuatan dengan daya sedot liang memek tanteku…

Ini memang sesuatu yang belum pernah kurasakan pada memek - memek yang sudah pernah kuentot sebelumnya.

Terlebih setelah Tante Annie menggoyang - goyangkan pinggulnya dalam gerakan seperti ombak berkejaran untuk mencapai daratan pantai… membuat penisku seolah didorong ke atas, lalu ditarik ke bawah, didorong lagi ke atas, ditarik lagi ke bawah dan seterusnya.

Tentu saja hal ini membuatku keenakan. Karena penisku serasa adonan roti yang sedang diaduk dan digilas - gilas secara manual. Edan… ini luar biasa nikmatnya…!

Yang mengasyikkan lagi adalah ketika aku meremas - remas sepasang toket gedenya, Tante Annie malah berkata terengah, “Nggak usah ragu - ragu remesnya Sam. Remes aja sekuatnya. Biar terasa enaknya oleh tante.”

Kjuikjuti saja keinginan tantgeku ini, Kuemut dan kusedot - sedot pentil toket kirinya, sementara tangan kririku meremas - remas toket kanannya sekuat mungkin, sesuai dengan keinginannya.

“Iya Sam… iyaaa… entotnya lebih keras lagi Saaam… kiyaa… iyaaaaaaaaa… entotg terus yang keras Saaaam… yang keras ngentotnya… iya… iyaaa… iyaa… entoooottttttt… entoooootttt… aaaaa… aaaaaah… enak sekali Saaaam… entoooootttttttt… entooootttt…

Penis ngacengku maju mundur terus di dalam cengkraman dan sedotan liang memek Tante Annie. Sementara si Tante makin binal saja menggeol - geolkan pantatnya.

Keringat mulai membasahiku di sana - sini. Sebagian berjatuhan ke kain seprai, sebagian lagi berjatuhan di dada dan leher serta wajah Tante Annie. Dan bercampur aduk dengan keringat Tante Annie sendiri.

Namun kami tak mempedulikan hal kecil itu. Kami hanya peduli dengan enaknya penisku yang bergesekan tewrus menerus dengan dinding liang licin tanteku.

Sampai pada suatu saat, Tante Annie mulai klepek - klepek… berkelojotan dengan nafas tak beraturan.

Aku sendiri memang tak mau berlama - lama mempertahankan diri, karena masih ingin ngobrol panjang lebar dengan tanteku yang satu ini. Karena itu aku pun langsung “ngebut”… mempercepat dan memperkewras ayunan penisku. Maju mundur, maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya. Sampai pada suatu detik, ketika Tante Annie terkejang - kejang sambil meremas - remas bnahuku dengan kuatnya, aku pun menancapkan batang kemaluanku di dalam liang memek Tante Annie, tanpa menggerakkannya lagi.

Pada saat itulah liang memek Tante Annie seperti belut menggeliat -geliat… disusul oleh kedutan - kedutan erotisnya. Pada saat yang bersamaan moncong kontolku pun sedang memuntahkan cairan kental hangatnya… bertubi - tubi menembak dasar liang memek Tante Annie.

Jrooootttt… jrooooootttt… jrot… jroooot… jroootjrot… jroooooooootttt…!

Tubuhku mengejut -ngejut. Lalu terkulai lemas di atas perut Tante Annie.

“Terima kasih Sam… baru sekali ini tante merasakan luar biasa enaknya disetubuhi oleh lelaki,” bisik Tante Annie pada saat penisku masih berada di dalam jepitan liang memeknya yang sudah basah sekali, “Tapi… barusan dibarengin ya?”

“Iya Tante. Luar biasa nikmatnya…”

“Kalau tante hamil nanti gimana, ayooo?”

“Emangnya Tante gak ikut program KB?”

“Nggak lah. Seorang janda kalau ikutan KB segala, pasti sudah ada niat gak bener.”

“Iya… nggak apa - apa. Tapi apakah Tante masih bisa hamil?”

“Ya bisa lah. Selama masih datang bulan secara teratur, tentu aja kemungkinan hamil itu masih ada. Malah ada teman tante yang di usia hampir limapuluh tahun, masih bisa hamil dan punya anak lagi.”

“Tenang aja Tante. Aku punya pil kontrasepsi kok. Biar Tante jangan hamil.”

“Mana pilnya?”

“Sebentar…” sahutku sambil mencabut penisku dari liang memek Tante Annie. Lalu melangkah ke lemari obat yang tergantung di dinding. Kukeluarkan tiga strip pil kontrasepsi dan kuserahkan kepada Tante Annie.

“Banyak bener? Kamu nyiapin pil kontrasepsi gini buat apa?”

“Buat istri - istriku,” sahutku berbohong. Padahal istri - istriku tidak lagi menggunakan pil kontrasepsi, melainkan pada dipasangi alat KB di rahim masing - masing.

Tante Annie bangkit dan turun dari bed sambil memungut beha dan celana dalamnya yang bergeletakkan di lantai. Kemudian melangkah ke arah kamar mandi. Mungkin dia mau bersih - bersih atau mau pipis, entahlah.

Yang jelas, ketika ia keluar dari kamar mandi dengan sudah mengenakan celana dalam dan beha, sorot matanya jadi seperti mengandung hawa birahi.

Dan memang hal itu diucapkannya setelah mengenakan gaunnya kembali, “Sam harus tanggung jawab kalau tante ketagihan nanti ya.”

“Santai aja Tante. Kita bisa melakukannya kapan saja. Kalau tempat ini membosankan, nanti tante akan kuajak ke villaku.”

“Sam punya villa segala?”

“Punya. Letaknya di puncak bukit yang indah, dengan udara sejuknya yang bersih dari polusi.”

“By the way, masalah Lora gimana?”

“Lora?! Oh anak Tante yang kuliah di fakultas psikologi itu namanya Lora?”

“Iya.”

“Suruh dia ke sini besok atau lusa. Aku akan menjelaskan semua padanya. Biar dia bisa fokus ke kuliahnya.”

“Terima kasih Sam. Buat segalanya,” ucap Tante Annie diikuti dengan kecupan hangatnya di bibirku, “Kalau gak ada acara sih, tante mau di sini barang semalam aja sih. Tapi tante udah punya janji mau ketemuan sama ibu - ibu di mall.”

Aku cuma mengangguk sambil tersenyum.

Setelah Tante Annie berlalu, aku tersenyum sendiri lagi. Karena aku teringat kata - kata Papa dahulu,

Jadilah orang yang dibutuhkan. Jangan jadi o rang membutuhkan

Kini aku merasakannya sendiri. Bahwa aku ini sudah menjadi orang yang dibutuhkan. Sehingga rejeki berdatangan sendiri, bahkan perempuan - perempuan pun berdatangan sendiri untuk memasrahkan memeknya…!

Mungkin kata - kata Papa itu hanya ingin menasihatiku. Mungkin jugaucapan beliau itu merupakan doa, agar aku menjadi orang yang dibutuhkan. Termasukoleh istri Papa sendiri, aku ini termasuk orang yang dibutuhkan…!

Keesokan harinya aku menyiapkan waktu untuk kedatangan Lora, anak Tante Annie yang belum pernah ketemu denganku itu.

Tapi yang datang malah cewek lain. Seorang cewek berperawakan tinggi langsing, berkulit kuning langsat, berhidung mancung meruncing, berbibir tipis merekah, bermata bundar bening… mengenakan gaun terusan berwarna biru ultramarine dengan polka dot putih - putih.

Dia menjabat tanganku dengan sopan sambil berkata, “Saya Sinta anaknya Bu Inar.”

“Oh, yayayaaa, “aku mengangguk - angguk,” kata ibumu hanya bisa ke sini pada hari Minggu. Tapi sekarang hari Selasa ya?”

“Betul Boss. Saya sudah resign dari apotik itu. Jadi saya bebas mau ke sini kapan saja. Kalau hari Minggu, takutnya Boss sedang istirahat.”

“Oke, “aku mengangguk - angguk kecil, “Kira - kira Sinta mampu kalau dijadikan sekretaris pribadiku?”

“Siap Boss. Saya akan berusaha sekeras mungkin untuk beradaptasi dengan tugas saya nanti.”

“Sebenarnya tugas sih gak sulit - sulit banget. Yang penting harus bisa mengatur jadwal kerjaku setiap hari. Misalnya hari ini jam sekian harus ke mana dan melakukan apa, jam sekian haru ngapain dan seterusnya.”

“Siap Boss.”

“Sekretaris pribadi sekarang ini diuntungkan oleh banyaknya handphone. Jadi kalau aku sedang meeting, mengadakan briefing dan sebagainya, gak usah pakai notulen seperti sekretaris zaman dulu. Cukup dengan merekam semua pembicaraan lewat handphone. Nanti tentu akan handphone mendapat handphone khusus untuk kebutuhan kerja.

“Siap Boss.”

“Soal gaji… jangan takut. Kamu akan menerima gaji jauh lebih besar daripada waktu kerja di Jakarta.”

“Siap Boss. Terima kasih.”

“Ohya… kamu harus menyimpan pakaian untuk ganti di sini. Jadi kalau tiba - tiba harus menemaniku ke luar kota, pakaian untuk ganti harus selalu siap, jangan harus pulang dulu dan sebagainya.”

“Siap Boss.”

Lalu aku memberikan sejumlah uang padanya, “Ini uang untuk membeli baju - baju baru untuk baju ganti kalau sedang kew luar kota ya. Tiga hari lagi juga aku akan ada acara meeting di Jakarta. Kamu harus ikut.”

“Siap Boss. Terima kasih.”

“Ya udah begitu aja dulu. Besok pagi kamu harus datang sebelum jam delapan. Sebelum berangkat dari rumah, sarapan dulu. Biar jangan pingsan di jalan nanti.”

“Siap Boss.”

“Ohya bagaimana kabar ibumu? Dia sudah jadi manager restoranku di luar kota kan?”

“Betul Boss. Kemaren saya juga ke tempat kerja ibu saya. Kelihatannya ramai sekali restoran yang dipegang oleh ibu saya itu Boss.”

“Syukurlah kalau ramai sih.”

Setelah anak Ceu Inar itu berlalu, aku makan siang di resto hotelku. Sekalian ingin menguji rasa makanan setelah ditinggalkan oleh Ceu Inar yang sudah bertugas di resort dan pemancingan umum itu.

Ternyata memang makanan di resto hotelku jadi berubah drastis rasanya. Karena itu kupanggil chef resto dan kuberitahu bahwa makanan buatannya serba gak jelas rasanya.

Chef itu cuma terbengong - bengong.

Setelah kuperingatkan akan menggantinya dengan orang lain kalau hasil kerjanya masih seperti itu, akhirnya chef itu berjanji akan mengubah cara kerjanya.

Begitu chef itu berlalu datang petugas security menghampiriku. “Maaf mengganggu Big Boss. Ada tamu bernama Lora mau bertemu dengan Big Boss,” ucapnya sopan.

“Iya,” sahutku, “antarkan aja ke sini.”

“Siap Big Boss, “petugas security itu mengangguk sopan.

Tak lama kemudian seorang cewek cantik vertubuh tinggi semampai dalam rok dan blouse serba putih, datang menghampiriku sambil tersenyum. Dan menjabat tanganku dengan sikap sopan sekali.

“Jangan kaku begitu, Lora,” ucapku, “Kamu kan saudara sepupuku. Kita masih satu kakek dan satu nenek.”

“Heheee… iya Bang.”

Kemudian kupanggil waiter resto hotelku.

“Maju minum apa?” tanyaku kepada Lora.

“Orange Juice aja Bang,” sahut anak Tante Annie itu.

Lalu aku menoleh ke waiter sambil berkata, “Minta orange juice satu dan secangkir black coffee yang kental tanpa gula ya.”

“Siap Big Boss,” sahut waiter yang kemudian kembali ke arah kitchen di belakang meja bar.

“Waktu reunian kamu datang nggak Lor?” tanyaku kepada Lora.

“Nggak Bang. Mama nggak ngajak sih.”

“Pantesan. Jadi kita baru sekali ini berjumpa ya?”

“Iya Bang.”

Lalu kami ngobrol ke barat ke timur.

Dan akhirnya aku meminta nomor rekening tabungan Lora, untuk kusaving di handphoneku.

Kemudian kutransfer dana beberapa juta lewat mobile banking sambil berkata, “Ini kutransfer duit untuk biaya kuliahmu ya. Kalau ada kekurangan, jangan sungkan - sungkan kasihtau aku lewat WA aja.”

“Iya Bang. Terima kasih.”

“Nanti kalau sudah diwisuda kamu jangan nyari kerja ke mana - mana. Transfer dana ke rekening tabunganku harus dianggap sebagai ikatan dinas seperti yang biasa dilakukan di instansi - instansi pemerintahan. Cuma bedanya, ikatan di antara kita tak usah membuat surat perjanjian segala. Hitung - hitung menguji kesetiaanmu saja nanti ya.

“Iya Bang. Terima kasih. Saya siap setia kepada perjanjian secara lisan ini.”

Lalu kami ngobrol lagi secara kekeluargaan.

Bahkan pada suatu saat aku berkata, “Kamu ini cantik Lora. Tapi kuharap jangan main pacaran dulu sebelum diwisuda ya. Atau kamu udah punya pacar sekarang?”

“Nggak punya pacar Bang.”

“Ah yang bener. Masa cewek secantik kamu ini belum punya pacar?”

“Serius Bang. Kalau nggak percaya, silakan aja tanyain ke Mama.”

“Baguslah kalau begitu. Fokus aja ke kuliahmu ya. Jangan mikirin cowok dulu.”

“Iya Bang.”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu