3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Pagi itu aku tiba di hotel lebih cepat daripada biasanya. Karena pada hari itu aku harus membayar gaji mingguan buruh bangunan yang sedang menggarap pembangunan hotel baruku itu.

Tapi ketika aku baru sampai lobby, terdengar suara wanita memanggilku, “Sam !”

Aku terkejut dan menoleh ke arah datangnya suara itu. Tampak seorang wanita muda berperawakan tinggi semampai dengan wajah keindia-indiaan tersenyum padaku dengan sepasang mata bundar beningnya melayangkan tatapan menggoda.

“Pia?!” sahutku.

“Iya. Kalau nggak ditegur duluan, pasti lupa ya sama aku,” ucapnya sambil memelukku disertai dengan cipika-cipiki.

“Muingkin aku bisa lupa, soalnya kamu jadi berubah… jadi sangat cantik gini sih…” sahutku sambil menjawil dagu anak tanteku dari pihak ibu kandungku itu.

“Masa sih?! Emangnya aku cantik sekarang?” tanya Pia sambil duduk di sofa yang melingkari dinding lobby.

“Dari dulu juga kamu kan cantik. Cuma waktu itu kamu sedang pacaran sama tentarta, makanya aku tak berani mengganggumu. Lagian kamu kan saudara sepupuku,” sahutku sambil mengenang kembali segala yang pernah terjadi. Memang selama ini aku hanya mendekat ke keluarga besar Papa. Sementara keluarga besar ibuku almarhumah seolah terabaikan.

Sedangkan Pia itu anak Tante Reki. Dan Tante Reki itu adik mama kandungku.

“Pacarannya sama tentara, tapi nikahnya dengan crew kapal pesiar,” ucap Pia sambil tersenyum.

“Ohya?! Enak dong. Crew kapal pesiar kan gede gajinya tuh.”

“Iya sih. Tapi perkawinan kami hanya mampu bertahan dua tahun. Lalu cerai setahun yang lalu.”

“Ohya?! Kenapa bisa bercerai?”

“Jadi istri crew kapal pesiar itu makan hati. Dia sembilan bulan di laut, tiga bulan di darat. Mana tahan hidup seperti itu terus-terusan?!”

“Terus kamu tinggal di mana sekarang?”

“Di Surabaya.”

“Pasti ada bisnis yang dijalani di Surabaya, makanya kamu kerasan tinggal di sana ya.”

“Ada lah bisnis kecil-kecilan.”

“Bisnis apa tuh?”

“Punya beberapa counter pakaian di beberapa mall. Makanya aku ke sini juga buat belanja. Di sini modelnya kan selalu ngetrend. Harganya murah-murah pula. Ohya, kamu lagi nginep di hotel ini juga? Aku nginap di kamar tujuh-lima. Mau nemenin aku tidur nanti malam? Suka agak takut sih tidur sendirian di hotel gini.

“Mmm… kita ngobrolnya di sana aja yuk,” kataku sambil berdiri dan meraih pergelangan tangan Pia. Mengajaknya ke ruang kerjaku yang letaknya di belakang.

Setelah berada di dalam ruang kerjaku, Pia berkata, “Kok ini seperti ruang kerja? Kamu karyawan hotel ini?”

Aku tersenyum dan mengajak Pia duduk berdampingan di sofa ruang tamu. “Hotel ini milikku, Pia…”

Pia terbelalak, “Haaa?! Kamu kan setahun lebih muda dariku. Berarti sekarang usiamu duapuluhtiga kan?”

“Iya. Aku sudah duapuluhtiga tahun sekarang.”

“Usia duapuluhtiga sudah memiliki hotel segini luasnya?! Hebat kamu Sam.”

“Yah… faktor keberuntungan manusia kan tidak sama. Ada yang cepat meraih mimpi dan cita-citanya, ada juga yang lamban… bahkan ada juga yantg sama sekali tidak berhasil.”

Pia bangkit dari sofa, lalu melihat-lihat kantorku yang tadinya suite room ini. “Gila… kantor owner hotel segini kerennya… ada meeting room, ada ruang tamu, ada bedroomnya juga… tau gini sih aku takkan booking kamar. Tidur di sini aja biar gratis. Bisa kan?”

“Bisa. Kalau butuh teman, aku juga bisa menemanimu,” ucapku sambil memeluk Pia dari belakang.

“Sam… dulu kamu sering melukin aku kayak gini. Tapi sekarang sih beda rasanya ya?”

“Dulu kan kita masih sama-sama kecil. Sekarang tentu beda. Kamu udah tau enaknya titit, aku udah tau enaknya memek…”

“Ohya… kamu udah punya istri kan?”

“Udah.”

“Pantesan cara meluknya kayak yang udah sangat berpengalaman.”

“Iya kali… by the way, kamu udah punya anak?”

“Belum.”

“Wah kebayang memekmu pasti masih enak dong,” ucapku sambil menurunkan tanganku dari dada ke bawah perut Pia.

“Ya iyalah. Memekku kan belum pernah ngeluarin bayi.”

“Aku jadi gemes,” ucapku sambil meremas-remas gaun di bawah perut Pia, “Kita saling bagi rasa aja yuk. Mumpung kamu belum kawin lagi.”

“Kita kan saudara Sam.”

“Saudara sepupu. Bukan saudara kandung.”

“Sebenarnya aku di Surabaya udah punya pacar.”

“Punya suami juga biarin. Aku sendiri juga udah punya istri. Kenapa kita nggak mutual taste aja?”

“Hihihiii… mutual taste… !”

Lalu kami duduk berdampingan di sofa ruang tamu lagi.

“Dulu waktu masih kecil, tititmu kecil. Setelah dewasa seperti apa ya bentuknya,” kata Pia sambil menarik ritsleting celana corduroy biru tuaku. Kubiarkan saja dia menyembulkan penisku yang sudah mulai menegang ini.

Dan… Pia benar-benar menyelinapkan tangannya ke dalam, ke balik CDku. Dan memekik tertahan setelah berhasil memegang batang kemaluanku, “Waaaw…! Sepanjang dan segede ini?”

“Padahal kontolku belum ngaceng benar nih,” sahutku sambil menyembulkan penisku, “baru tegak-tegak tali.”

Pandangan Pia terpusat ke batang kemaluanku yang belum sepenuhnya ngaceng ini. Dengan mata hampir tak berkedip.

Dan tiba-tiba saja Pia membungkuk sambil memegang pangkal penisku, lalu dikulumnya penisku ini dengan binalnya.

Bukan cuma dikulum, tapi lalu diselomotinya dengan lincahnya.

Pada saat itulah aku pun bisa menyelinapkan tanganku ke balik gaunnya. Merayapi pahanya yang sudah menghangat, kemudian menyelinap ke balik celana dalamnya. Dan tak sulit untuk menjamah kemaluannya yang masih bercelana dalam itu.

Meski pada waktu masih sama-sama kecil aku sering bermain dan peluk-pelukan dengan Pia, namun baru sekali inilah aku memegang kemaluannya yang tembem dan bersih dari jembut ini. Baru sekali ini pula aku menyelinapkan jemariku ke dalam celah kewanitaannya yang hangat dan agak basah ini.

Sementara mulut Pia semakin bersemangat menyelomoti batang kemaluanku sementara tangannya pun mulai mengurut-urut badan penisku. Sehingga aku pun semakin bersemangat untuk mengentotkan jari tengahku di liang kemaluan Pia yang terasa sempit ini. Lalu… liang kemaluan Pia terasa makin membasah. Terlebih setelah jemariku menemukankelentitnya, lalu menggesek-geseknya dengan telunjukku.

Suasana di ruang tamu ini semakin menghangat. sehingga akhirnya kubisiki telinga saudara sepupuku yang cantik itu. “Pindah ke bedroom yok… biar lebih leluasa…”

Kami lalu melangkah ke bedroom dengan saling bergandengan lengan, seolah sepasang kekasih yang sudah lama saling merindukan.

Di dalam bedroom itulah Pia menanggalkan gaunnya ketika aku sedang menutupkan sekaligus mengunci pintu. Klik.

Lalu aku menghampiri Pia yang sedang berdiri di dekat bed dalam keadaan tinggal berbeha dan bercelana dalam saja.

“Ck.. ckk… ckkk… tubuhmu indah sekali Pia, “pujiku sambil melepaskan kemeja putihku. Kemudian kulepaskan juga celana corduroy biru tuaku. Hanya celana dalam yang kubiarkan tetap melekat di tubuhku.

Pia hanya tersenyum, sambil menanggalkan behanya. Lalu tampaklah sepasang payudara berukuran medium, yang masih mengacung ke depan. Membuatku penasaran. Lalu kupegang payudara berukuran sedang itu. Hmm… masih lumayan kencang.

Lalu Pia membelakangiku sambil membungkuk dan melepaskan celana dalamnya. Maaak… bokong Pia itu gede banget…! Mengingatkanku kepada Mama Ken yang selalu “kutengok” secara rutin.

Memang indah sekali tubuh saudara sepupuku itu. Kulitnya tidak terlalu putih, tetapi mulus sekali. Mengkilap pula, seolah habis dilumuri lotion.

Tubuh mulus yang indah itu mulai menelentang di atas bed. Aku pun melepaskan celana dalamku. Lalu menerkam tubuh yang sudah siap untuk kugumuli itu.

Ya… aku mulai menggumulinya. Menciumi bibirnya yang agak tebal dan sensual itu. Mengemut puting payudaranya yang terasa tegang, pertanda horny.

Lalu aku melorot turun, karena tak sabar lagi, ingin menjilati memeknya yang tembem itu. Pia pun merenggangkan jarak kedua paha mulusnya, seolah ingin memberiku keleluasaan untuk menggasak memeknya.

Ketika kemaluan Pia kuamati dari jarak yang sangat dekat, buntuknya mulus dan sangat merangsang. Maka dengan penuh gairah kujilati kemaluan yang agak ternganga itu.

Sementara jemariku pun ikut campur tangan, kuselinapkan jari tengahku ke dalam liang kecil yang sudah membasah itu. Lalu kugerak-gerakkan maju mundur di dalam celah kewanitaan Pia.

Karuan saja Pia mulai klepek-klepek seperti hewan sekarat. Terlebih setelah lidah dan bibirku menggasak kelentitnya, Pia pun mulai merintih-rintih histeris. “Saaaam… dududuuuuh Saaam… aaaaa… aaaaah… Saaaam… Saaaam…”

Bahkan tak lama kemudian Pia bergumam lirih, “Sudah Saam… masukin aja kontolmu Saaam… memekku jangan dibikin becek Sam… !”

Aku mengerti apa maksud Pia. Karena menurut pengalamanku, menjilati memek sebagai foreplay boleh-boleh saja. Tapi jangan dibuat terlalu becek. Karena kalau terlalu becek, rasa enaknya liang memek jadi berkurang.

Lalu kuikuti permintaan Pia itu. Sambil berlutut di antara kedua belah paha yang direntangkan lebar-lebar itu kubenamkan batang kemaluanku ke dalam memek tembem itu.

Batang kejantananku mulai terbenam sampai lehernya. Spontan Pia menarik kedua tanganku, sehingga dadaku terhempas ke atas kedua toket kencang indah itu.

“Gila… kontolmu gede banget Sam…” bisik Pia ketika pipiku sudah merapat ke pipinya.

Kemudian kudorong lagi batang zakarku sekuat tenaga. Dan melesak lagi lagi sedikit demi sedikit sampai membenam lebih dari separohnya.

Tanpa menunggu sampai terbenam seluruhnya, batang kemaluanku mulai kugerakkan mundur… maju… mundur… maju… perlahan-lahan dulu, sampai liang memek Pia beradaptasi dengan ukuran kontolku.

Akhirnya penisku bisa mengentot dengan lancar di dalam liang memek yang sangat sempit ini. Diikuti dengan desahan dan rintihan histeris saudara sepupuku, “Saaam… aaaa… aaaaah… Saaam… gila… dientot sama kontol segede dan sepanjang ini sih… perempuan mana pun pasti ketagihan Saaam… aaaaah…

Aku tak sekadar mengentotnya. Sambil mencium bibirnya, agar rintihannya tersumpal oleh mulutku, aku pun meremas toketnya yang berukuran sedang tapi masih kencang itu.

Dan ketika mulutku bersarang di lehernya, untuk menjilati sambil mendaratkan gigitan-gigitan kecil, rintihan Pia pun berlontaran lagi dari mulutnya, “Aaaaah… aaaa… aaah… Saaam… duuuuu… duuuuuhhhhh… ini luar biasa enaknya Saaam… ba… baru sekali ini aku me… merasakan dientot se…

Sambil mengentot saudara sepupuku ini, aku iseng membisikinya, “Memangnya kita ini lagi ngapain Pia?”

“Lagi eweaaaan…” sahutnya spontan.

Membuatku tertawa kecil dan semakin gencar mengentotnya.

“Ewean dalam bahasa indonesianya apa?”

“Ewean… !“

“Dalam bahasa inggrisnya apa?”

“Eweaaaannnnn… !“

“Hihihiii… memekmu enak banget Pia… aku juga bakal ketagihan…”

“Iyaaa… kapan pun kamu mau, atur aja mau ketemuan di mana… walaupun aku udah punya suami lagi, aku bakal kasih memekku buat kamu entot sepuasnya…”

Namun belasan menit kemudian, Pia mulai berkelojotan… lalu sekujur tubuhnya mengejang tegang…

Aku mengerti bahwa Pia akan mencapai orgasme pertamanya. Karena itu entotanku semakin kupercepat. Semakin kupercepat… lalu ketika perut Pia agak terangkat, kubenamkan kontolku sedalam mungkin, tanpa kugerakkan lagi. Aku bukan mau ejakulasi, melainkan ingin menikmati indahnya gerakan reflex liang memek Pia pada waktu mencapai puncak orgasmenya.

Hal itu benar-benar terjadi. Liang memek Pia terasa laksana ular yang tengah melilit dan mencengkram kontolku… lalu terasa berkedut-kedut indah… membuatku terpejam saking nikmatnya.

Lalu sekujur tubuh Pia melemah… kelopak matanya pun terbuka dan menatapku dengan sorot jinak.

“Kok cepat sekali orgasmenya?” bisikku.

“Abisnya… terlalu enak Sam…! Kamu belum ngecrot kan?”

“Belum. Masih jauh,” sahutku.

“Kamu hebat sekali. Aku bakal sering datang ke kota ini nanti. Cuma ingin dientot lagi sama kamu…”

“Nanti boleh dilepasin di dalam?”

“Boleh aja. Sejak punya suami pun aku ikut KB. Soalnya aku baru mau punya anak setelah usiaku tigapuluh tahun.”

“Kalau gitu, aku juga bakal sering ke Surabaya… khusus untuk menikmati memekmu.”

“Boleh. Asal ngasih tau aja dulu sebelumnya… soalnya aku punya counter di mall-mall di kota lain… bukan cuma di Surabaya. Ayo entot lagi Sam… aku udah horny lagi nih…” kata Pia sambil mendekap pinggangku erat-erat.

Spontan kutanggapi ucapan Pia itu dengan ayunan penisku yang maju-mundur kembali di dalam liang memek saudara sepupuku.

“Duuuuh… kontolmu memang luar biasa enaknya Saaam… “rengek Pia sambil mempererat dekapannya.

Aku pun semakin giat melengkapi entotanku dengan jilatan dan gigitan kecil di pentil toket Pia, di leher Pia dan di ketiaknya juga. Hal ini membuat Pia semakin klepek-klepek dan merem melek. Sementara aku pun semakin garang melancarkan entotanku.

Hari memang masih pagi. Tapi aku sudah merasakan “breakfast” yang sangat indah dan takkan terlupakan.

Keringat pun mulai membasahi tubuhku. Sebagian bercampur aduk dengan keringat Pia. Keringat Pia itu tampakj jelas di leher dan ketiaknya. Namun tanpa rasa jijik sedikit pun kujilati keringat di leher dan ketiaknya itu, sementara batang kemaluanku semakin ganas menggenjot liang memek saudara sepupuku…

Pia sudah terkulai lemas lagi. Namun aku sedang enak-enaknya menggenjot liang memeknya yang terasa sudah becek ini…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu