3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Aku teringat bahwa aku telah membeli tanah yang ada beberapa kolam ikannya, yang letaknya sangat jauh dari villaku ini. Di tanah seluas 3 hektar itu aku ingin membuat kolam pemancingan umum. Kolam - kolamnya pun diubah bentuknya sedemikian rupa, ditembok pula pinggirannya agar bentuknya tetap, tidak berubah.

Pembangunan kolam pemancingan umum itu kuserahkan kepada kontraktor langgananku. Dan akan selesai hampir bersamaan dengan dibukanya supermarket baruku itu.

Menurut perkiraan, kolam pemancingan umum itu akan menghasilkan jutaan rupiah setiap harinya. Tentu dengan cara pengelolaan yang baik.

Apakah mungkin kolam pemancingan dengan puluhan cottage itu bisa kuserahkan kepada Pipih?

Wah… kalau sekadar untuk menyembunyikannya (jika dia sudah benar - benar berstatus janda) memang bisa. Tapi untuk mengelola kolam pemancingan berikut puluhan cottage itu, pasti Pipih takkan mampu mengelolanya. Mungkin kolam dan cottage - cottage itu lebih baik dikelola oleh seorang lelaki yang hobby memancing.

Lalu di manakah Pipih layak ditempatkan kelak? Entahlah. Harus dipikirkan dulu sematang mungkin.

Aku tak sekadar membangun kolam pemancingan yang layak dikunjungi oleh para jutawan sekali pun, tapi juga sedang membangun sebuah apartment, yang menurut rencanaku akan kuserahkan kepada Tante Inon dan Tante Isye untuk mengelolanya. Duit untuk membangun apartment itu berasal dari dollar Halina juga.

Dan aku bisa menyelam sambil minum air. Sambil berbisnis sambil menikmati memek kedua tanteku kembar itu. Hihihihiiii…!

Pokoknya siapa pun perempuan yang sudah kugauli, harus menjadi sosok penting di lingkaran bisnisku…!

Hati saya sudah runtuh Den,” kata Pipih dalam keadaan masih telanjang, tapi sudah bersih - bersih di kamar mandi, “Sudah sepenuhnya milik Den Sam.”

Ucapan Pipih itu membuyarkan terawanganku. “Baguslah kalau begitu. Nanti kalau sudah bersamaku, Pipih akan kudandani dan kutempatkan di rumah yang layak, yang takkan mungkin bisa diketemukan oleh Mang Suta.”

“Apakah saya akan dijadikan istri Den Sam?” tanyanya.

“Kalau menikah tidak mungkin Pih. Karena istriku sudah empat orang. Paling bisa kujadikan simpanan aja.”

“Biarin… dijadikan simpanan juga gak apa - apa, asalkan sering ketemu sama Den Sam,” sahut Pipih dengan sorot lugu.

“Emangnya sudah punya tekad bercerai dengan Mang Suta?”

“Iya Den. Nanti akan saya pikirkan dulu bagaimana caranya untuk minta cerai. Mungkin saya harus ke pengadilan agama untuk menuntut cerai.”

“Harus ada alasan kuat kalau mau menuntut cerai.”

“Banyak alasannya mah Den. Lagian kalau saya bicara sama orang pengadilan bahwa perkawinan saya dengan Mang Suta bukan berdasarkan cinta juga sudah cukup kuat. Apalagi kalau saya bicara terus terang bahwa saya tidak pernah menerima nafkah batin secara normal.”

“Ya udah, kalau memang sudah seperti itu tujuan Pipih, aku mendukung saja secara rahasia. Tapi ingat… jangan menyebut - nyebut namaku nanti. SOalnya aku ingin semuanya berjalan secara tenang dan nyaman. Jangan sampai Mang Suta dendam pula padaku, lalu merajuk… tak mau lagi merawat kebunku dan tanaman hias di sekitar villa ini.

“Iya Den. Saya akan merahasiakan semuanya ini. Menyebut nama Den Sam di depan orang lain juga takkan pernah.”

Kemudian kami bersetubuh dua kali lagi.

Beberapa hari kemudian…

Janji antara aku dengan Tante Mayang dilaksanakan pada waktunya.

Kami terbang sore hari menuju Surabaya. Untuk meneliti kedua pabrik yang ditawarkan oleh Tante Mayang itu.

Sebelum terbang, aku masih sempat menghubungi Jalal, sopir perusahaanku yang di Surabaya itu. Aku minta agar dia menjemputku di Bandara Juanda sekitar jam 18.30, sesuai dengan jadwal penerbangan maskapainya, kalau tidak delay.

Kebetulan semuanyua terlaksana sesuai jadwal. Sehingga pada jam 18.30 pesawat yang kami tumpangi sudah mendarat di Bandara Juanda.

Begitu keluar dari pintu kedatangan, aku langsung dihampiri oleh Jalal yang langsung mengangkat tasku dan tas Tante Mayang.

Kemudian Jalal membimbing kami menuju tempat sedan hitam itu diparkir. Aku duduk di seat belakang kanan, Tante Mayang duduk di sebelah kiriku.

Sebelum sedan itu bergerak meninggalkan pelataran parkir bandara, aku menepuk bahu Jalal dari belakang, “Biasa… antarkan kami ke restoran seafood yang tempo hari itu Lal,” kataku.

“Siap Big Boss,” sahut Jalal sambil menghidupkan mesin mobil. Lalu melajukannya ke luar area parkir bandara.

“Sekarang kita mau nginap di hotelmu?” tanya Tante Mayang.

“Iya. Biar gratis. Heheheee…” sahutku bercanda.

Beberapa saat kemudian, Jalal sudah menghentikan sedan hitam itu di area parkir restoran seafood yang lumayan famous di Surabaya. Lalu kami pun makan malam di restoran itu. Jalal juga ikut makan malam sesuai ajakanku. Tapi dia duduk di depan meja yang agak jauh dari mejaku bersama Tante Mayang.

“Dari cara bersikap dan berbicara sopir itu, kelihatan bahwa Sam termasuk orang penting di kota ini,” kata Tante Mayang membuka pembicaraan sambil menunggu makamnan pesanan dihidangkan.

Aku menatap wajah Tante Mayang yang menurutku lebih cantik daripada Tante Inon dan Tante Isye. Lalu sahutku, “Di dalam perusahaanku, memang aku ini orang nomor satu. Tapi di luar perusahaan, aku cuma rakyat biasa Tante.”

“Tapi Sam memang orang hebat. Di usia semuda ini punya perusahaan begitu banyak. Istri pun empat orang. Ada dua bule cantik pula yang jadi istrimu.”

“Tante Mayang juga cantik kok,” ucapku nyeplos begitu saja.

“Masa sih?!” Tante Mayang tersipu, “Tapi kalah cantik kalau dibandingkan dengan kedua istrimu yang bule itu Sam.”

“Cantik itu relatif Tante. Tergantung siapa yang memandangnya.”

“Terus… di matamu aku ini cantik gitu?”

“Iya. Tante punya kulit putih bersih, punya wajah kearab - araban. Punya body seksi pula.”

“Waaah… punya keponakan yang satu ini… ternyata pandai menyanjung cewek juga ya. Bukan cuma pandai berbisnis.”

Aku cuma tersenyum. Karena sudah berhasil “membuka jalan” menuju Roma…!

“Kamu juga ganteng kok Sam,” kata Tante Mayang lagi.

“Udah banyak yang ngomong gitu. Heheheee…”

“Kalau bukan keponakanku sendiri, mau deh aku dijadikan kekasih gelapmu.”

“Kalau aku sudah punya niat sih, lupakan aja soal sirsilah itu. Toh Tante baru berjumpa lagi denganku setelah sama - sama dewasa.”

“Emangnya Sam naksir padaku?”

“Naksir berat Tante. Hehehee…”

“Wah… kayaknya bakal ada kisah baru nih… karena aku juga naksir sama Sam. Cuma gak enaknya Sam kan keponakanku sendiri. Ibumu itu kakak kandungku lho.”

“Nggak apa - apa kan? Nanti Tante akan kujadikan kekasih sekaligus pengganti ibuku.”

Tante Mayang cuma menatapku dengan sorot ragu.

Lalu kami meninggalkan restoran itu menuju hotelku.

Mungkin Jalal sudah memberitahu kepada orang - orang hotel bahwa aku akan datang. Karena ketika aku sedang berjalan di lorong dari lobby menuju front office, karyawan dan karyawati hotel berderet di kanan kiriku sambil menganggukkan kepala dengan tangan kanan berada di dadanya masing - masing.

Yoga yang sudah kuangkat menjadi general manager hotel ini pun tampak ikut menyambutku. “Selamat datang Big Boss,” ucap Yoga bersikap formal.

Aku cuma tersenyum lalu membisiki Tante Mayang, “Masih ingat siapa dia?”

“Haaa?! Ini kan adik Sam yang bernama Yuda?!” sahut Tante Mayang dengan pandangan tertuju ke arah Yoga.

“Namanya Yoga, Tante. Bukan Yuda.”

“Oh iya iya… apa kabar Yoga?” sahut Tante Mayang sambil bersalaman dengan Yoga.

“Baik - baik aja Tante,” sahut Yoga sopan.

“Dia kujadikan general manager hotel ini,” kataku kepada Tante Mayang.

“Ooo… baguslah. Daripada merekrut tenaga sing, mendingan mengaktifkan saudara sendiri,” sahut Tante Mayang.

“Suite room di lantai tujuh sudah disiapkan Big Boss,” kata Yoga dengan sikap formal. Tanpa sebutan Bang padaku.

“Oke, “aku mengangguk, “Besok aja kita ngobrolnya ya. Kami letih dan mau istirahat dulu,” ucapku sambil menepuk bahu Yoga. Lalu mengikuti dua orang bellboy yang membawakan koperku dan koper Tante Mayang, menuju pintu lift.

Setibanya di lantai 7, kedua bellboy itu duluan menuju pintu suiteroom yang hanya boleh digunakan oleh owner hotel saja sejak dahulu.

Kuberikan dua lembar uang seratusribuan kepada kedua bellboy itu sambil berkata, “Ini bagi dua aja ya.”

“Siap Big Boss. Terima kasih,” ucap salah seorang bellboy. Kemudian mereka berlalu.

Aku dan Tante Mayang masuk ke dalam suiteroom yang lumayan mewah itu, tak kalah mewah dengan suiteroom di hotel - hotel bintang lima. Maklum pemilik lamanya seorang konglomerat.

Setibanya di suiteroom owner hotel, Tante Mayang menatapku dengan senyum yang mengundang. “Obrolan di restoran tadi mau dilanjutkan?” tanyanya.

Dalam keadaan masih sama - sama berdiri, kupegang kedua pergelangan tangan Tante Mayang, “Kurasa obrolannya sudah cukup untuk melanjutkannya ke… action… !” ucapku.

“Hmm… sebaiknya kita mandi dulu deh. Supaya badan kita segar setelah penerbangan tadi,” sahut Tante Mayang.

“Penerbangan cuma sejam seperempat. Sama sekali tak meletihkan. Tapi ayo deh kalau mau mandi bareng.”

“Mandi bareng?! Mmm… boleh juga sih. Tapi jangan jail di kamar mandi nanti yha,” ucap Tante Mayang sambil mengeluarkan peralatan mandi dari tas pakaiannya. Aku juga sama, mengeluarkan peralatan mandi dari tas pakaianku.

Lalu mengikuti langkah Tante Mayang menuju kamar mandi yang serba lengkap dan kekinian itu.

Di kamar mandi Tante Mayang tertegun sesaat. Lalu ketawa kecil, “Hihihihi… aku malu telanjang di depanmu Sam.”

“Malu karena takut kelihatan kemaluan?”

“Hihihii…”

“Atau malu karena badan Tante banyak bekas paku payungnya?”

“Idiiiiih… amit -amit. Badanku sih mulus banget tau.”

“Ya udah, kalau badan Tante mulus, kenapa harus malu - malu telanjang di depanku? Kan hanya ada kita berdua di dalam kamar mandi ini.”

“Sam juga harus telanjang ya,” ucap Tante Mayang sambil membelakangiku. Lalu menanggalkan pakaiannya sehelai demi sehelai. Sampai tuntas semua. Tiada sehelai nbenang pun yang masih melekat di tubuhnya.

Sementara aku pun sudah menelanjangi diriku, lalu menggantungkan semua pakaianku di kapstok kamar mandi.

Tante Mayang masih membelakangiku. Hmm… baru melihat punggung dan bokongnya saja aku sudah tergiur. Sehingga penisku langsung ngaceng dibuatnya. Dan kusergap Tante Mayang dari belakang sambil sambil berbisik di belakang telinganya, “Sudah sama - sama naksir, sekalian kita wujudkan aja jadi saling memiliki.

“Waw… Sam… aaaaah… ini apa yang ngeganjal keras - keras gini ke selangkanganku?” seru Tante Mayang sambil merayapkan tangannya ke belakang dan memegang penisku yang sudah ngaceng berat ini.

“Saaam… ini apa?” serunya lagi sambil memutar badan untuk melihat apa yang digenggamnya barusan. “Astagaaaa… ini kontol manusia apa kontol kuda Sam?”

Tante Mayang bergidik - gidik, tapi tangannya memegang batang kemaluanku lagi sambil dipelototi seolah tak percaya pada penglihatannya sendiri.

“Makin gede kan makin mantap rasanya, Tante…” sahutku.

“Iya sih. iiih… gila… kontolmu ini bikin aku penasaran Sam.”

“Ya udah sekarang kita mandi dulu biar badan kita seger. Lalu kontolku akan kumasukkan ke dalam memek Tante. Deal?” tanyaku sambil menjulurkan tangan yang disambut dengan jabatan tangan Tante Mayang.

Sambil memutarf kran shower air panas, Tante Mayang bertanya, “DIapain sih kontolmu itu Sam? Kok bisa panjang gede gitu?”

“Gak diapa - apain. Udah dari sononya aja begini,” sahutku sambil berdiri di bawah pancaran air hangat shower. Setelah rambut dan sekujur tubuhku basah, kuambil botol sabun shower sambil bertanya, “Tante mau kusabunin?”

“Punggungnya sih iya. Depannya gak usah. Takut Sam macem - macem.”

“Alaaa… gak usah munafik Tante. Sebenarnya Tante juga membutuhkan lelaki kan? Daripada jauh - jauh mencari lelaki lain, kenapa bukan aku aja yang menghangati dan memuasi Tante?”

“Aku juga gak tau. Kita kan mau ngurus bisnis. Masa malah ngedahuluin begituan?”

“Soal bisnis sih gampang Tante. Kalau pabriknya masih pada bagus bangunannya, lalu harganya sesuai dengan harga lelang, besok juga akan kubayar cash semuanya. Lalu salah satu pabriknya pegang aja sama Tante untuk mengelolanya. Gampang kan?”

“Haaa? Aku mau diangkat jadi GM juga seperti Yoga?”

“Direktur cabang bukan GM, Tante. Aku kan sudah punya empat pabrik di kota ini. Jadi nanti Tante akan menjadi direktur cabang yang kelima.”

“Ini serius Sam? Jangan cuma mau nyenengin hatiku doang.”

“Serius Tante. Masa pada adik kandung ibuku berani PHP-in?!”

Tiba - tiba Tante Mayang memutar tubuhnya jadi menghadap padaku. Lalu memelukku erat - erat sambil berkata, “Terima kasih Sam. Semoga besok kedua pabrik itu jadi dibeli oleh Sam. Aku siap diangkat sebagai direktur cabang yang kelima itu. Mumpung belum punya anak. Lagian belakangan ini aku ingin agar perkawinanku dengan Toyo dibubarkan aja.

“Toyo itu nama suami Tante yang bekerja di Korea Selatan itu?”

“Iya Sam. Nanti kuceritakan semuanya padamu, biar kamu mengertui kenapa aku ingin bercerai dengannya.”

“Siap Tante.”

“Apanya yang siap?”

“Aku siap menghangati Tante kalau sudah menjadi janda nanti…” ucapku dengan tangan kurayapkan ke… memek Tante Mayang…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu