1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Bagian 01

Diriku bukan kacang yang lupa pada kulitnya. Aku sadar benar bahwa awal kesuksesanku berkat kebaikan Mamie, ibu tiriku yang sekaligus Papa ijinkan untuk menjadi kekasihnya.

Itulah sebabnya aku tak pernah melupakan kebaikan Mamie itu. Minimal seminggu sekali aku “menengok”nya. Meski Papa ada di rumah pun, aku tetap diijinkan untuk membawa Mamie ke lantai dua. Bahkan Papa ikut mendukung agar Mamie punya anak lagi dariku.

Maka aku pun mengikuti keinginan Papa dan Mamie, untuk “berjuang” agar Mamie hamil lagi.

Keinginan kami pun terkabul. Mamie hamil lagi untuk anak kedua kami. Lalu lahirlah anak cewek yang cantik dan diberi nama Athia Kamaratih, yang diartikan sebagai Dewi Cinta.

Mamie pun mengerjakan seorang babysitter lagi. Babysitter lama tetap ditugaskan untuk mengasuh Satria Pratama (anak pertamaku dari Mamie), sementara babysitter yang baru ditugaskan untuk merawat dan menjaga Athia Kamaratih.

Dan Mamie hanya dua bulan beristirahat. Lalu sibuk lagi mengurus bisnisnya bersama Papa.

Anehnya, setelah punya anak dua, Mamie malah semakin cantik dan semakin menggiurkan di mataku.

Bahkan pada suatu hari aku sengaja membawa Mamie ke villa yang bekas tempat pertemuanku dengan Mrs. Alana dan bekas tempat mengeksekusi keperawanan Bella.

Setiap kali mau menjumpai Mamie, aku selalu mengendarai sedan mewah pemberian Mamie. Tak pernah memakai jeep hadiah dari Merry. Karena aku ingin diriku terkesan selalu merawat benda apa pun yang Mamie hadiahkan padaku.

Dan memang sedan mahal pemberian Mamie itu selalu kurawat dengan baik. Ada yang kurang enak sedikit saja, pasti kumasukkan ke bengkel langgananku, untuk dicari dan dibetulkan bagian yang membuat kurang nyaman itu.

Pada waktu membawa Mamie ke villaku itu pun, aku memakai sedan pemberian Mamie.

Tibalah aku dan Mamie di depan villaku yang sebenarnya selalu dijaga oleh beberapa orang satpam secara bergiliran dan kebersihannya selalu dijaga oleh dua orang pembantu.

Belum masuk pun Mamie tertegun di depan villaku dengan sorot pandangan kagum di sepasang mata sipitnya. “Wow… villamu ini luar biasa mewahnya. Dindingnya dilapisi batu pualam asli ya?”

“Iya Mam,” sahutku, “Di bagian dalamnya pun sama, semuanya dilapisi batu marmer asli.”

“Cekkk cekk cekkk, “Mamie berdecak kagum sambil geleng - geleng kepala, “Berapa puluh milyar kamu ngabisin duit untuk membangun villa ini Sam?”

“Aku hanya menjalankan duit taipan dari Macau Mam.”

“Ohya? Orang Macaunya pasti cewek kan?”

“Hehehee… betul Mam. Mrs. Alana namanya.”

“Dan kamu pacari dia juga, makanya dia bisa buang - buang duit padamu kan?”

“Iya juga Mam. Sekarang hampir semua duitnya dipercayakan padaku untuk membangun bisnis di negara kita.”

Mamie menggandeng lenganku masuk ke dalam villaku. Sambil berkata, “Berarti dua orang konglomerat yang memback-up kamu sekarang ya.”

“Iya Mam.”

“Baguslah. Berarti kamu sekarang sudah jauh lebih tajir daripada Mamie kan?”

“Ah… aku tak pernah menghitung sampai ke sana Mam.”

“Tapi yang penting kamu jangan melupakan Mamie ya Sayang,” ucap Mamie setelah berada di ruang keluarga.

“Jiwaku tidak sekerdil itu Mam,” kataku sambil meraih lengan Mamie agar duduk di pangkuanku, “Mamie adalah awal dari segalanya. Tanpa Mamie tak mungkin aku bisa seperti ini sekarang. Dan yang terpenting, Mamie adalah wanita pertama yang mengandung dan melahirkan putraku. Sekarang ditambah lagi dengan kehadiran si cantik Devi.

Mamie yang sedang duduk di atas kedua pahaku, lalu menciumi pipiku berulang - ulang. Lalu berkata perlahan, “Mamie juga bahagia, karena kamu selalu mengerti apa yang mamie inginkan, Sayang.”

Seperti biasa, kalau Mamie sudah duduk di pangkuanku, pasti tanganku merayap ke balik gaunnya. Kali ini pun begitu. Tanganku menyelundup ke balik gaun sutra orangenya, lalu menyelinap ke balik celana dalamnya. Dan mulai menggerayangi kemaluannya.

Pada saat yang sama, Mamie mencium bibirku, lalu melumatnya dengan lahap dan romantisnya. Karena jemariku mulai menyelundup ke dalam liang memeknya yang selalu saja membangkitkan gairahku.

Semua ini membuat nafsuku mulai bergejolak dan tidak terkendalikan lagi. Maka dengan hati - hati kuangkat dan kubopong Mamie ke dalam kamar utama. Kamar yang pernah kupakai mengeksekusi Mrs. Alana dan keperawanan Anabella.

Lalu kurebahkan Mamie dengan hati - hati di atas bed bertilamkan seprai putih bersih itu.

Kutanggalkan segala yang melekat di tubuhku, sementara Mamie pun melakukan hal yang sama. Melepaskan segala yang melekat di tubuhnya, sehingga kami jadi sama - sama seperti Adam dan Hawa waktu pertama kali diturunkan ke permukaan bumi ini.

Ketika melihat Mamie sudah telanjang bulat, aku sangat mengaguminya. Karena Mamie bahkan lebih menggiurkan daripada waktu belum punya anak dahulu. Mungkin karena Mamie teramat pandai merawat badannya, dengan berolahraga, minum suplemen dan ramuan - ramuan secara teratur. Sehingga sepintas lalu tubuhnya seperti wanita yang baru 25 tahunan.

Dan yang paling mengherankan, aku sering cepat bosan kepada perempuan yang sudah kugauli. Tapi kepada Mamie ini sebaliknya. Semakin sering aku ketemuan dan ML dengannya, yang tertinggal ti hatiku adalah kangen dan kangen terus. Hanya saja aku terlalu sibuk mengurus ini dan itu, sehingga Mamie seolah tidak punya greget lagi.

Tapi kalau sudah berduaan di dalam kamar seperti ini, Mamie tidak jaim lagi. Tidak jaim pula untuk memegang batang kemaluanku, yang lalu diselomotinya dengan lahap, takk ubahnya anak kecil yang sedang menyelomoti permen loli atau es lilin.

Sebenarnya aku kurang tega membiarkan Mamie mengoralku. Karena biar bagaimana dia itu istri ayahku, yang tetap saja menimbulkan rasa hormat di hatiku.

Namun setelah jiwa digoda nafsu birahi, semuanya dilupakan.

Setelah cukup lama aku dioral oleh Mamie, aku pun menggumulinya di atas bed. Menciumi dan menjilati bibirnya, lehernya, daun telinganya, toketnya dan ketiaknya. Dan Mamie menyambutku dengan pelukan hangatnya.

Dan ketika wajahku sudah berhadapan dengan memeknya yang tetap kugilai, Mamie merentangkan sepasang paha mulusnya selebar mungkin. Lalu kujilati memeknya yang selalu kukangeni ini habis - habisan. Tak cuma kujilati, jempol tanganku pun mulai ikut beraksi. Menggesek - gesek kelentit Mamie yang sudah sangat kuhapal letak dan bentuknya ini.

Mamie pun mendesah - desaah terus, sampai akhirnya ia bersuara dengan nada memohon, “Sudah Sayang… masukkan aja kontolmu… mamie sudah kangen benar sama entotan kontol gedemu itu…”

Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong penisku di mulut memek Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu.

Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kemaluanku. Dan… langsung amblas semuanya… bleeesssskkkkkk…! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena penisku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong… tanpa harus bersusah payah lagi.

Mamie pun menyambut kehadiran penisku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang… kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu… agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu.”

“Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah…” sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta.

Lalu aku mulai mengentotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh… Saaaam… kontolmu ini yang bikin mamie tgergila - gila padamu… selalu saja membuat mami klepek - klepek gini… iyaaaaaaaa… iyaaaaaaa… entot terus Saaaaam… entot teruuuussss…

Terlebih lagi setelah aku mengentotnya sambil mencelucupi puting payudaranya yang satu dan meremas payudara yang satunya lagi.

Aku sendiri mulai merasakan nikmatnya menyetubuhi Mamie, karena meski memeknya tidak sesempit sebelum punya anak dahulu, namun liang kewanitaannya ini tetap terasa legit. Terlebih setelah Mamie mulai mengayuun pinggulnya, bergoyang - goyang laksana goyangan penari perut dari timur tengah, disertai dengan getaran - getaran erotis di perutnya yang tetap kecil, tidak buncit sedikit pun.

Aku pun menanggapi goyang pinggulnya dengan menjilati ketiak kirinya, sambil meremas toket kanannya. Dan semakin berhamburanlah rintihan - rintihan histeris ibu tiriku yang sangat cantik dan baik hati itu.

“Saaaaaam… oooooooohhhh… Saaaaaam… dientot sama kamu sih sepuluh kali sehari juga mau Saaaaaaaam… entooooot teruuuuuuuussssss Sayaaaaaaang… entooot teruuussss sepuasmu Sayangkuuuuuu… ooooohhhh… ini nikmat sekali Saaaaaaammmm… nikmaaaattttt… entoooottttttt teruuussssssss…

Cukup lama aku mengentot Mamie. Sementara tubuhku sudah bermandikan keringat, bercampur aduk dengan keringat Mamie yang senantiasa harum mewangi, berkat wewangian yang senantiasa dipakainya itu.

Bahkan pada suatu saat, Mamie mulai berkelojotan. Dan aku tahu benar, bahwa Mamie akan segera mencapai puncak orgasmenya.

Tapi kali ini aku seolah ingin memamerkan keperkasaanku. Bahwa pada saat Mamie terkejang - kejang, dengan liang memeknya yang berkedat - kedut, aku tetap gencar mengentotnya.

Begitu juga setelah Mamie terkulai lemas, aku tetap gencar mengentotnya dengan gerakan hardcore yang sangat keras. Sehingga moncong penisku terus - terusan mentok di dasar liang memek Mamie. Hal itu membuat Mamie membuka matanya lagi. Lalu tampak seperti bergairah kembali.

Tapi ia berkata, “Gantian ah. Mamie pengen di atas.”

“Boleh,” sahutku sambil tersenyum geli. Karena seingatku, Mamie lebih cepat orgasme dalam posisi WOT.

Tapi kuladeni saja keinginannya. Apa sulitnya celentang dan membiarkan Mamie yang mengentot, membiarkan liang memeknya mengocok batang kemaluanku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu