1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Bagian 03

Gina menyambut kedatanganku dengan wajah ceria dan lebih cantik dari biasanya. Membuatku semakin yakin bahwa bayi di dalam kandungan Gina itu perempuan. Tapi Gina selalu menolak untuk meminta di-USG. Gina selalu bilang, “Aku tidak ingin tau jenis kelamin bayi di dalam kandunganku ini. Takut dianggap mendahului kehendak Tuhan.

Gina yang sudah bisa berjalan secara normal, meski dalam keadaan hamil tua pun bisa menghampiriku. Dan menghambur ke dalam pelukanku sambil berkata, “Aku kangen berat sama Sam…”

Lalu Gina mencium bibirku dengan mesranya, tanpa mempedulikan suster yang berdiri di belakangnya. Kemudian dia menuntun tanganku untuk masuk ke dalam kamarnya.

Dan keisenganku kambuh ketika mau melewati suster yang bernama Ranti itu. Kutepuk bahunya sambil bertanya, “Mau nonton kami ML nggak?”

“Hihihihiiii… Boss ada - ada aja…” sahut suster Ranti tersipu - sipu.

Gina tidak marah. Bahkan membisiki telingaku, “Kalau ada Merry, pasti dia nonton kita ya.”

“Iya… hahahaaa…”

Setelah berada di dalam kamar yang pintunya sudah kututup dan kukuncikan, Gina melepaskan baju hamilnya. Sehingga tampaklah bentuk bumil (ibu hamil) yang buncit perutnya, sementara memeknya seolah bersembunyi di bawah perut buncitnya. Menurut pengakuan Gina sendiri, sejak kehamilannya membesar, dia tak mau mengenakan celana dalam mau pun beha lagi, karena jadi bikin ribet dan gerah, katanya.

Merry pun sengaja membelikan ranjang yang bisa dinaik turunkan, agar memudahkan Gina untuk bergerak naik turun tergantung kebutuhannya. Ranjang besi itu pun bisa dimiringkan ke segala arah, juga sesuai kebutuhan pemakainya. Biasanya ranjang sejenis itu disediakan di rumah sakit internasional.

Saat itu Gina sudah duduk di pinggiran ranjang elektroniknya, menungguku melepas segala yang melekat di tubuhku.

“Kalau bisa, kakinya dijuntaikan aja ke lantai. Nanti ranjangnya akan kunaikkan,” kataku.

“Kenapa?” Gina tampak belum mengerti.

Kujawab, “Kan biar aku bisa ngentot sambil berdiri, tanpa menghimpit perutmu. Kasian kan si kecil kalau kegencet olehku nanti.”

“Ogitu yaaa…” ucap Gina sambil bergerak, membuat pantatnya berada di pinggir ranjang elektronik itu, sementara kedua kakinya menginjak lantai.

Lalu kupijat tombol UP. Dan ranjang itu bergerak naik sampai setinggi meja makan. Masih lebih rendah daripada posisi penisku pada waktu sedang berdiri. Kupijat lagi tombol UP sampai hampir sejajar dengan penisku. Kedua kaki Gina pun menggantung, tidak menyentuh lantai lagi.

Lalu aku membungkuk sampai mulutku menyentuh memek Gina yang agak ternganga kemerahan itu. Maklum dia sedang hamil. Tanpa ragu aku pun menjilati memeknya, sambil mengelus - elus kelentitnya dengan ujung jempolku.

Gina yang kedua kakinya sudah normal, tampak menggeliat -geliat, dengan nafas berdesah - desah. Apalagi setelah telunjuk dan jari tengahku dimasukkan ke dalam liang memeknya, lalu ditekankan ke bawah. Untuk menciptakan sensasi tersendiri baginya.

Semua yang kulakukan ini cukup efektif. Karena dalam tempo singkat saja liang kemaluan Gina sudah membasah. Mulut vaginanya pun ternganga merah, menunggu kehadiran penisku di dalam dirinya.

Lalu terdengar suara Gina, “Perempuan kalau lagi hamil kelihatan jelek, ya Sam.”

“Siapa bilang?” sahutku, “Justru banyak lelaki yang ingin merasakan nikmatnya menyetubuhi wanita hamil. Terutama lelaki - lelaki yang gagal menghamili istrinya.”

Ucapan itu kulanjutkan dengan membenamkan penisku ke dalam liang kemaluan Gina. Aku melakukannya sambil berdiri, sementara Gina menelentang dengan bokong berada di pinggir ranjang dan sepasang kaki terjuntai ke bawah.

“Oooo… oooooh Saaaam… aku sudah kangen sekali padamu… “rintih Gina ketika penisku sudah membenam ke dalam liang memeknya. Liang memek yang lain rasanya jika dibandingkan dengan waktu sebelum hamil.

Memang pantas kalau banyak orang yang ingin merasakan nikmatnya menyetubuhi wanita hamil, terutama para lelaki mandul yang tak pernah bisa menghamili istrinya.

Bahkan salah seorang teman lamaku yang bermasalah dengan spermanya. Ya, teman lamaku itu adalah Bimo. Dan Tina, istrinya pernah berkata padaku dalam acara wife swap di villaku. Aku masih ingat benar apa yang Tina katakan saat itu

“… Bimo bilang, bahwa dia bermasalah, dia rela kalau aku dihamili oleh orang lain. Yang penting, aku tak boleh minta cerai darinya. Dan anak itu harus disebutkan anaknya, supaya mendapat tunjangan anak dalam gajinya… “

Lalu, demi sahabat lamaku yang ingin agar aku menghamili istrinya, aku pun jadi sering mendatangi rumah Bimo. Hanya untuk menggauli Tina, dengan ijin dari Bimo tentunya. Bahkan pada waktu Bimo sedang ada di rumahnya pun, aku tetap bisa menggauli Tina. Sementara Bimo sendiri pergi ngeluyur entah ke mana.

Akhirnya aku berhasil menghamili Tina. Dan setelah Tina hamil lima bulanan, Bimo meneleponku, “Sam… terima kasih sudah membuat gue jadi bergairah lagi.”

“Maksud lu?”

“Gue emang terobsesi, ingin merasakan ML dengan wanita hamil. Sekarang sudah tercapai. Setelah perut Tina mulai kelihatan agak membuncit, seolah tiada malam tanpa ML lagi dengannya. Pokoknya gue jadi sangat bergairah sekarang. Terima kasih Bro !”

Tina pun pernah nelepon padaku. Dia bilang, sejak perutnya agak membuncit, Bimo jadi “rajin” menyetubuhinya.

Aku tersenyum sendiri mendengar curhat Tina itu. Lalu aku berkata di dekat hapeku, “Nanti kalau bayinya sudah lahir dan Bimo ingin bergairah lagi seperti itu, call aja aku. Biar kamu hamil lagi Tin.”

“Hihihihi… gak tau juga tuh bagaimana setelah anak kita ini lahir nanti. Tapi biar bagaimana, Sam sudah merupakan bagian dari diriku. Meski tidak mendapat ijin dari Bimo, aku ingin agar kita tetap bisa ketemuan dan ketemuan terus sampai kapan pun.”

Gairahku tidak seperti gairah Bimo. Ketika aku sedang menyetubuhi Gina ini, aku malah sangat berhati - hati, karena takut mengganggu bayi di dalam perut Gina. Akibatnya, aku tidak bisa ejakulasi. Padahal Gina sudah dua kali orgasme.

Sehingga akhirnya aku pura - pura mau ejakulasi. Kubenamkan penisku sedalam mungkin. Lalu kukejut - kejutkan penisku sebisaku, seperti kejutan penis pada waktu sedang ejakulasi.

Dan Gina mengiraku sudah ejakulasi beneran.

Maka setelah ranjang elektroniknya kuturunkan, Gina bergerak ke tengah ranjangnya sambil berkata, “Aku jadi ngantuk sekali, Sayang. Aku mau bobo dulu ya.”

“Iya, bobo deh yang nyenyak ya,” sahutku disusul dengan kecupan sayang di dahi Gina.

“Terimakasih. Kalau mau makan, minta aja sama Ranti. Pembantu lagi pada pulang,” kata Gina sambil memeluk bantal guling, lalu tampak tertidur pulas.

Setelah berpakaian lengkap aku pun keluar dari kamar Gina. Lalu melangkah ke kamar Suster Ranti yang terletak di belakang. Apakah aku mau minta makan seperti yang disarankan oleh Gina?

Tidak. Aku mau mencari jalan untuk ejakulasi. Mudah - mudahan saja aku berhasil merayu Ranti untuk dijadikan “sasaran tembak”ku.

Kulihat Ranti sedang berdiri membelakangi pintu, sambil menyetrika baju - baju hamil Gina.

Kusergap Suster Ranti dari belakang, dengan mendekap pinggangnya erat - erat.

“Aaaauuuu…! “Suster Ranti kaget dan menoleh ke arahku, “Boss… bikin saya kaget aja.”

Aku tidak melepaskan dekapanku. Bahkan kupererat sambil membisiki be;lakang telinganya, “Kamu menjanda udah berapa tahun?”

“Sudah dua tahun. Memangnya kenapa Boss?”

“Sebenarnya sudah lama aku tergiur olehmu. Tapi selalu banyak orang di sini. Mungkin sekarang saatnya… kamu pun pasti sudah merindukan sentuhan lelaki kan?”

“Hihihi… Boss barusan kan abis begituan sama Bu Gina.”

“Iya, tapi sengaja kutahan agar jangan sampai ngecrot. Karena aku ingin ngecrot di dalam kepunyaanmu. Gimana?”

“Masa sebegitu lamanya belum ngecrot Boss?”

“Belum. Masa aku harus sumpah?”

“Tapi… saya takut sama Ibu…”

“Dia sedang tidur nyenyak,” kataku sambil merayapkan tanganku ke balik rok putihnya, sampai menyentuh kulit pahanya yang terasa licin sekali.

Aku menunggu reaksinya. Ternyata dia diam saja. Mungkin karena mendengar majikannya sedang tidur.

Dan tanganku berhasil mencapai celana dalamnya, yang lalu kuselundupkan ke baliknya. Dia masih diam juga. Bahkan ketika aku mulai mengusap - usap permukaan kemaluannya yang bersih dari bulu memek, ia pun masih terdiam.

Aku menyimpulkan bahwa Suster Ranti tidak menolakku. Karena itu sengaja kuselinapkan jari tengahku ke liang memeknya… mmm… licin dan hangat.

Terdengar suara Suster Ranti, “Boss… aaaah… Boss nakal… ka… kalau sudah dipegang dan dicolok - colok gini sih saya gak kuat menahan nafsu Boss.”

“Ya udah. Kita lakukan sekarang di situ ya,” ucapku sambil menunjuk ke bed yang biasa dipakai tidur olehnya.

“Terserah Boss… tapi kalau ketahuan sama Bu Gina nanti gimana?”

“Aku tanggung jawab kalau ketahuan sama dia sih,” sahutku sambil menutup dan menguncikan pintu keluar. Lalu kulepaskan pakaianku sehelai demi sehelai. Hanya celana dalam yang masih kubiarkan melekat di tempatnya. Sementara Suster Ranti pun melepaskan blouse dan rok serba putihnya, kemudian memegang kedua tanganku sambil berkata perlahan, “Saya juga suka sekali sama Boss.

“Udahlah, jangan pikirkan masalah status. Sekarang ini hanya ada seorang lelaki bernama Sam dan seorang janda seksi bernama Ranti,” sahutku sambil bergerak ke belakangnya, untuk melepaskan kancing kait beha yang terletak di punggung Suster Ranti.

Dan tanpa penolakan dari wanita muda berkulit sawomatang itu, kuturunkan celana dalam putihnya sampai terlepas dari kedua kakinya.

“Hmmm… wanita hitam manis seperti Ranti ini yang sudah lama kudambakan,” ucapku yang disusul dengan kecupan hangat di bibirnya, sementara tangan kananku mengusap - usap permukaan memeknya yang bersih licin.

Ranti seperti ingin mengimbangiku, dengan menurunkan celana dalamku sampai terlepas dari kedua kakiku. Lalu memekik perlahan, “Boss… gak salah nih? Gak nyangka bisa ada penis segede dan sepanjang ini, “Suster Ranti berjongkok sambil menimang - nimang penis ngacengku dengan kedua tangannya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu