1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Tanpa basa - basi lagi mulutku langsung menyeruduk memek yang sudah kungangakan oleh kedua tanganku. Langsung menjilati bagian dalamnya yang kemerahan dan mengkilap oleh lendir libidonya itu.

Riri pun mulai mendesah, “Aaaaaaaaah… ini pertama kalinya memekku disentuh lelaki lagi sejak suamiku meninggal Saaam… aaaaa… aaaaaah… Saaaaam… Saaaaam… aaaaaa… aaaaaahhhh…”

Tubuh Riri pun mulai menggeliat - geliat. Terlebih lagi setelah jilatanku difokuskan ke clitorisnya. Jilatan yang bercampur dengan isapan dan sedotan kuat… sementara jari tengahku mulai kuselundupkan ke dalam liang memeknya… lalu kumaju mundurkan di dalam liang basah dan licin itu, seolah gerakan penis tengah mengentot.

Rintihan Riri pun semakin menjadi - jadi, “Ooooo… oooo… oooooh Saaaaaam… dijilatin itilnya sih pasti aku cepat orgasme Saaaam… tapi enak sekali… ooooooh Saaaaam… Saaaaaam… masukin aja kontolmu Saaaam… nanti aku keburu orgasme… bisa becek memekku nanti Saaam…”

Kupikir benar juga rintihan Riri itu. Bahwa kalau dia keburu orgasme, bisa becek liang memeknya nanti. Justru aku senang kalau pasangan seksualku mencapai orgasmenya justru pada waktu aku sedang mengentotnya.

Maka kujauhkan mulutku dari memek yang tembem dan bersih mulus itu. Kemudian kuletakkan penis ngacengku di permukaan kemaluan yang menggiurkan itu. Dan iseng kupukul - pukulkan dulu penis ngacengku ke permukaan memek Riri.

“Hihihihiiii… “Riri ketawa cekikikan ketika aku mengisenginya itu.

Lalu kuletakkan moncong penisku di arah yang pas. Dan kudorong sekuatnya. Langsung melesak masuk lebih dari separohnya ke dalam liang memek yang memang sudah basah ini.

“Dudududuuuuuh… luar biasa gedenya kontol ini…” desah Riri sambil memejamkan matanya.

Aku pun menjatuhkan dadaku ke atas dada Riri, dilanjutkan dengan mengayun penisku yang sudah terbenam di dalam liang memek teman lamaku.

“Baru beberapa kali entotan, aku merapatkan pipiku ke pipi Riri, sambil membisiki telinganya, “Dugaanku benar… memekmu ini enak sekali… licin tapi legit…”

“Kontol Sam juga luar biasa… gesekannya terasa sampai ke sekujur tubuhku… aaaaaa… terusin Sam… entot terusss… jangan diberhentikan gini… lagi enak -enaknya.. aaaaaah… aaaaaa… iyaaaaaa… iyaaaaaaa… iyaaaaaaa… aaaaaah… enak sekali Saaaam.. entooot terusssss… entoooootttt…

Aku memang mulai gencar mengentot memek licin tapi legit ini.

Tak cuma itu. Aku pun mulai menjilati leher Riri disertai dengan gigitan - gigitan kecil, agar jangan sampai meninggalkan bekas sesudahnya.

“Cupangin leherku Saaam… cupangin… !” cetus Riri pada suatu saat.

“Nanti kelihatan bekasnya di lehermu gimana?”

“Biarin aja. Aku bawa syal di tasku. Nanti leherku bisa dibelit syal itu. Cupangin dong leherku Sam… please…! “rengek Riri bernada memohon.

Aku selalu tidak tega kalau mendengar suara perempuan memohon. Karena itu kukabulkan permintaan Riri itu. Pada saat penisku sedang digenjot untuk mengentot liang memek Riri habis - habisan, kusedot - sedot leher yang sudah mulai berkeringat itu sekuatnya. Kulakukan hal itu sebanyak mungkin. Sehingga dalam waktu singkat aku sudah bisa membuat totol - totol merah kehitaman di leher Riri Oriana.

Tapi Riri justru kelihatan sangat menikmati setiap kali aku berhasil membuat lehernya merah kehitaman itu.

Maka setelah leher Riri kelihatan terlalu banyak totol - totol merah kehitaman itu, aku pun pindah ke sepasang toketnya sambil bertanya, “Toketnya mau dicupangin juga?”

“Iiiii… iiiiyaaaa… silakaaaan…” sahutnya terengah karena penisku sedang mentok di dasar liang memeknya dan lalu kubenamkan terus seolah mau ejakulasi.

Maka kugencarkan lagi entotanku, sambil menyedot - nyedot toketnya sekuatku. Mulai timbul bekas merah kehitaman di toket Riri.

Meski sedang gencar mengentolt dan mencupangi toket Riri, aku masih smepat bercanda, “Nanti kalau toketnya sudah penuh dengan cupanganku… cupangin itilnya, mau?”

Riri menyahut, “Iiiih… jangan dong… bisa mati aku kalau itil dicupang sih… aaaaaaah… aku bakal ketagihan nih… kontolmu luar biasa enaknya Saaam… aku… aku seperti udah mau orgasme niiiih…”

“Ya ayoooo… raihlah orgasmemu sepuas hati… !” kataku sambil mempercepat ayunan penisku. Maju mundur dan maju mundur dan maju mundur teruis dengan cepatnya.

Lalu, ketika Riri menggelepar dan mengejang tegang, kutancapkan penisku sampai mentok lagi di dasar liang memeknya…!

Sesuatu yang sangat indah pun terjadi. Bahwa liang memek Riri laksana spiral yang memilin - milin batang kemaluanku, disusul dengan kedat - kedut erotis yang menciptakan keindahan tersendiri bagiku.

Lalu ia terkulai lunglai. Dengan keringat membasahi wajah dan lehernya.

Namun hanya beberapa detik Riri terkulai lemas. Lalu ia menggulingkan tubuhnya sampai menelungkup, sehingga batang kemaluanku terlepas dari memeknya.

Riri tak sekadar menelungkup, karena ia lalu merangkak sambil menunggingkan bokongnya, sampai dari belakang pun tampak jelas kemaluannya yang sedang diusap - usap oleh tangannya, “Silakan dilanjutkan Big Boss…” ucapnya dengan nada centil.

Hmmm… tampaknya Riri ingin dilanjutkan dalam posisi doggy.

Tentu saja aku tidak menolak posisi gogog ini. Karena aku sudah terlatih menggauli wanita dalam posisi apa pun. Maka sambil berlutut, kubenamkan batang kemaluanku ke dalam memek Riri yang masih sangat basah dan licin ini… blesssskkkkk… terbenam amblas seluruhnya.

Lalu, sambil berlutut aku pun mulai mengentotnya, dengan kedua tangan memegangi bokong semoknya. Hmmm… dalam posisi apa pun memek Riri memang enak buat dientot. Namun di tengah asyiknya aku mengentot memek teman lamaku ini, aku masih menyempatkan diri untuk berkata, “Nanti di Semarang jangan macem - macem ya Riri.

“Nggak lah. Pantau aja diriku nanti. Aku takkan macem - macem. Hanya Big Boss Sammy yang boleh mengentot memekku… !”

Lalu kulanjutkan lagi entotanku. Makin lama makin gencar. Tapi aku tak mau mengemplangi pantat Riri, karena Riri bukan Mama Ken. Belum tentu Riri suka kalau aku menampar - nampar buah pantatnya pada saat sedang kusetubuhi dalam posisi doggy ini.

Aku malah punya sasarfan lain daripada ngemplangin bokong. Kedua tanganku merayap sampai kemaluan Riri yang sedang kuentot ini. Yang kucari adalah kelentitnya.

Setelah menemukan kelentit di atas mulut vaginanya, aku pun mulai menggesek - gesek bagian yang hanya sebesar kacang kedelai itu.

Karuan saja Riri mulai merintih - rintih lagi, “Saaaam… oooooohhh… Saaaaammm… oooooohhhh… Saaaaaaaammmm… duuuuh enak Saaaaam… gesek terus itilku Saaaam… iyaaaa… iyaaaa… itilnya Sam, itiiiil… ooooh… ooohhh… Saaaam… enak Saaaam… enak… itilnya…

Akhirnya aku merasa lebih menarik lagi kalau bisa menggesek kelentit Riri dengan jari tangan kanan dan meremas toket Riri dengan tangan kiriku. Karena itu aku merapatkan dadaku ke punggung Riri dengan “kegiatan” seperti yang kubayangkan tadi. Kuremas toket kiri Riri sambil menggesek kelentitnya dengan jari tangan kanan, sementara batang kemaluanku tetap mengentotnya dengan gencar.

Dan justru dalam posisi inilah Riri menbgejang dalam orgasmenya, bersamaan dengan meletusnya puncak penisku… memuntahkan air mani yang banyak sekali…

Crottttt… crottt… croooootttt… crotcrot… crooooooottttt… crooootttttttt…!

Lalu kami sama - sama terkulai lemah lunglai.

Beberapa saat kemudian …

“Barusan dibarengin ya?” tanya Riri setelah menyeka memeknya dengan kertas tissue basah.

“Iya. Kan biar nikmat dan berkesan,” sahutku sambil mengusap - usap perutnya yang kencang dan tidak kelihjatan buncit sedikit pun.

“Terus kalau aku hamil nanti gimana?”

“Hamil ya hamil aja. Tapi aku takkan bisa menikah denganmu, karena istriku sudah empat orang. Tapi kalau gak mau hamil, minum aja pil kontrasepsi ini,” kataku sambil meraih tas kerjaku dari atas meja tulis, lalu mengeluarkan 1 strip pil kontrasepsi. Dan menyerahkannya ke tangan Riri.

“Aku kan mau berkarier dulu di perusahaan Sam. Jadi sebaiknya jangan hamil dulu.”

“Ya udah, minum aja pil itu sesuai dengan aturan pakainya.

Perusahaanku yang sebenarnya bermodalkan hibah dari Alana, berdasarkan cintanya padaku, masih membutuhkan tenaga terpercaya untuk menduduki jabatan manager di beberapa kota.

Prinsipku tetap akan mengutamakan keluarga besarku untuk direkrut ke dalam perusahaanku, terutama bagi mereka yang masih menganggur dan mereka yang sudah… kuentot…!

Tapi tentu saja aku harus memilih yang “The right man/woman on the right place”. Jangan sembarangan memilihnya. Meski pun saudara dekatku, kalau diperkirakan takkan mampu bekerja untukku, ya takkan kurekrut.

Kebetulan aku punya daftar sirsilah keluarga besar dari pihak ibu almarhumah, yang lengkap dengan tanggal lahir dan pendidikannya masing - masing.

Ketika aku membaca daftar sirsilah itu, perhatianku tertuju kepad salah seorang adik ibu kandungku, yang belum pernah “kuapa - apain”, yakni Tante Della. Nama lengkapnya Della Delianti. Pendidikan S2, pekerjaan dosen. Lalu tertera juga alamat rumah dan nomor handphonenya.

Lalu kuambil handphoneku dan kupijat nomor Tante Della. Lalu :

“Hallo… ada yang bisa saya bantu?”

“Ini dengan keponakanmu, Tante.”

“Siapa nih?”

“Sam alias Sammy. Keponakan Tante yang namanya Sam cuma aku seorang kan?”

“Heheheee… Sam! Apa kabar nih eksekutif muda?”

“Sehat Tante. Tante sendiri gimana? Sehat aja kan?”

“Iya… sehat juga Sam.”

“Maaf Tante… aku mau to the point aja ya. Tante masih jadi dosen atau sudah beralih ke profesi lain?”

“Masih ngajar Sam. Ya itu kan sudah jadi profesiku. Mau kerja apa lagi?”

“Maaf… kalau dilihat dari daftar sirsilah keluarga besar kita, Tante kan sudah es-dua. Es - duanya di bidang apa Tante?”

“Managemen. Emangnya kenapa? Mau nawarin aku buat ngajar di slaah satu perguruan tinggi?”

“Memang mau nawarin pekerjaan. Tapi bukan sebagai dosen. Tante akan kurekrut untuk bekerja di perusahaanku, dengan gaji yang pasti jauh lebih gede daripada gaji dosen.”

“Kerja di hotelmu?”

“Bukan Tante. Di perusahaanku yang cabangnya tersebar di limabelas kota di negara kita. Kebetulan es-dua Tante cocok dengan keinginanku. Bagaimana?”

“Gak bisa langsung memutuskan sekarang Sam. Kantornya di mana sih? Kapan - kapan aku mau mendatangi kantormu.”

Lalu kusebutkan nama perusahaan dan alamat kantorku, yang katanya sedang dicatat oleh Tante Della.

“Wow…! Itu sih kelihatannya perusahaan besar Sam. Aku sudah tau kok. Kantornya aja sampai berapa lantai tuh… kayak hotel bintang lima… !”

“Syukurlah kalau Tante udah tau kantorku. Baiknya secepat mungkin Tante datang ke kantorku, mumpung aku masih mencari tenaga - tenaga profesional untuk pimpinan di beberapa cabang.”

“Iya… iya…! Kalau gitu besok deh aku mau ke kantormu Sam.”

“Bagus. Lebih cepat lebih baik Tante. Besok langsung aja naik lift ke lantai tujuh. Kalau ditanya petugas security, bilang aja mau ketemu aku. Tapi jangan bilang aku ini keponakan Tante. Karena kalau Tante jadi kerja di perusahaanku juga, sebaiknya hubungan kekeluargaan kita dirahasiakan saja.”

“Iya, iya. Soal itu sih aku ngerti Sam. Kalau kita merahasiakannya, kan aku bisa bergerak seperti mata - mata.”

“Betul itu. besok aku tunggu di kantor, ya Tante.”

Setelah hubungan seluler itu ditutup, aku tercenung sendiri di ruang kerjaku. Memikirkan adik - adik ibuku yang perempuan, yang hampir semuanya sudah kugauli. Hanya Tante Della dan Tante Dini yang belum kuapa - apain. Lalu apakah Tante Della akan kugauli pula nantinya?

Entahlah. Yang jelas, aku selalu tergiur oleh bentuk tante - tanteku yang cantik - cantik dan mulus - mulus itu.

Bahkan kalau dipikirkan lagi, Wulan pun bukan orang jauh. Dia itu adik sepupuku sekaligus istri adikku (Yoga). Anehnya, aku pun tergiur olehnya. Apalagi setelah Yoga berkata ingin memasrahkan Wulan padaku, karena Yoga tidak mampu lagi memuasi istrinya yang bernafsu gede itu.

Setelah Yoga kutempatkan di hotelku yang di Surabaya sebagai general manager, aku semakin leluasa lagi “memakai” Wulan. Bahkan aku masih ingat benar bahwa Wulan pernah dithreesome oleh teman - teman lamaku (Bimo dan Galih). Tapi lucunya, setelah teman - temanku pulang, Wulan malah mendekapku sambil berkata, “Rasanya di dunia ini tiada cowok yang bisa memuaskanku selain Bang Sam.

Aku cuma terlongong mendengar curhatan Wulan itu. Memang mengherankan kalau digauli oleh dua orang teman lamaku masih belum puas juga. Dan Wulan hanya bisa puas olehku saja. Aneh memang.

Yang lebih aneh lagi, Wulan belum hamil - hamil juga. Padahal dia pernah memeriksakan diri ke dokter. Dan dokter itu mengatakan bahwa Wulan normal - normal saja. Tidak ada kelainan pada rahimnya. Lalu kenapa sampai sekarang Wulan belum hamil juga?

Entahlah. Yang jelas aku sangat memperhatikan nasib Wulan. Punya suami tapi tidak bisa memuaskannya. Sedangkan aku sendiri tak mungkin bisa menikahinya, karena istriku sudah empat orang.

Karena itu aku berusaha untuk membahagiakannya dengan cara lain. Dengan menempatkannya di perusahaan baruku, sebagai asisten pribadiku. Kedudukan yang lebih tinggi daripada general manager, tapi tidak ada di dalam struktur perusahaan.

Namun seluruh karyawanku tahu, bahwa aspri itu jabatan yang paling “berbahaya” buat mereka yang akan melakukan pelanggaran atau kecurangan.

Tiba - tiba handphoneku berdering, membuyarkan terawanganku tentang Wulan dan tante - tanteku. Setelah kulihat layar hapeku, ternyata dari Gina…!

“Hallo Sayang… “sambutku di dekat hapeku.

“Hallo Cinta… kok lama gak nengok aku sih? Sekarang kandunganku sudah berumur delapan bulan lho.”

“Iya, iya, iyaaaa… aku sibuk sekali Sayang. Sibuk menata perusahaan baruku ini. Tapi sejam lagi aku akan merapat ke rumahmu deh.”

“Iya. Aku tunggu ya. Aku kangen sekali padamu Samku Sayang…”

“Sama, aku juga udah kangen berat, makanya sejam lagi aku akan merapat ke rumahmu.”

Aku yang tadinya akan mengadakan briefing pada seluruh karyawan di kantyor pusat perusahaanku ini, terpaksa kubatalkan. Karena aku merasa Gina lebih penting daripada briefingku yang bisa dilaksanakan besok atau lusa saja. Sementara kerinduan Gina padaku tidak boleh kuanggap sepele. Karena aku dan Merry sudah bersusah payah untuk menyembuhkan kelumpuhan Gina.

Tepat sejam kemudian mobilku sudah berada di pekarangan rumah Gina yang sudah direnovasi oleh Merry, menjadi sebuah rumah bergaya minimalis yang tampak kokoh dan cantik. Sementara pohon - pohon di sekitarnya dibiarkan tetap tumbuh, agar bisa dijadikan tempat bermain anak, kalau Gina sudah melahirkan anakku kelak.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu