1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Setibanya di suiteroomku, kupersilakan Hanum duduk di ruang keluarga. Sementara aku masuk ke dalam bedroomku, untuk membuka lemari yang berisikan banyak jenis pakaian wanita. Aku memilih sehelai kimono sutera berwarna hijau tosca. Kemudian membawanya ke ruang keluarga.

“Sebaiknya pakai kimono ini sekarang. Biar gaunmu itu jangan kusut,” kataku sambil menyerahkan kimono sutera hijau tosca itu.

“Kalau sekalian mau bersih - bersih dulu di mana kamar mandinya?” tanya Hanum sambil menjemput kimono itu dari tanganku.

“Ayo sini… mau mandi dulu juga silakan. Biar badannya bersih dan segar kembali,” sahutku sambil menuntun tangan Hanum menuju kamar mandi pribadiku yang dindingnya terbuat dari kaca blur tebal itu.

“Wuiiih… ini ruang pribadi Sam semua?” tanya Hanum sambil memperhatikan keadaan bedroomku.

“Iya,” sahutku sambil mendekap pinggang Hanum dari belakang, “Nanti kita bobonya di sana ya.”

“Hmmm… kebayang… bobo sama cowok bakal jadi apa ya?” ucapnya sambil mencubit pergelangan tanganku.

Kubalas dengan ciuman di tengkuknya, lalu kulepaskan dekapanku.

Hanum pun melangkah ke pintu kamar mandi yang sekujurnya terbuat dari kaca blur tebal.

“Mau ditemenin?” tanyaku.

“Nggak usah. Nanti juga ada saatnya kale…”

Aku tertawa kecil. Lalu melepaskan busanaku sehelai demi sehelai dan menggantinya dengan kimono putih yang terbuat dari bahan handuk.

Lalu duduk di sofa putih yang tak jauh dari bed. Terdengar bunyi pancaran air shower dari dalam kamar mandi. Pasti Hanum sedang mandi, karena bunyi pancaran air itu agak lama.

Tiba - tiba handphoneku berdering. Cepat kuambil hapeku dari saku celana denimku.

Ternyata dari Tante Dini.

“Hallo Tante…”

“Gimana Sam? Jadi peternakan dan rumahnya dibeli?”

“Jadi Tante. Sudah selesai transaksinya di notaris barusan.”

“Owh… syukurlah. Aku jadi kepikiran, karena Sam gak ke rumahku.”

“Sudah selesai Tante. Tapi orang - orangnya belum bisa pindah sekarang. Harus beres - beres dulu. Mungkin butuh waktu seminggu atau dua minggu, baru bisa meninggalkan tempat itu. Ini aku sudah pulang, soalnya capek juga Tante. Maaf belum bisa ke rumah Tante ya.”

“Iya… iya. Gak apa - apa. Aku senang sekali mendengarnya Sam.”

“Tenang aja Tante. Nanti Tante bisa mengisi rumah itu. Biar lebih tenang dan nyaman.”

“Iya Sam… iyaaaa…! Sekarang istirahat aja dulu ya. Pokoknya aku merasa bahagia sekali mendengar berita ini.”

“Iya Tante.”

Setelah hubungan seluler ditutup, aku tersenyum sendiri. Membayangkan segala yang pernah terjadi bersama tanteku yang extra large itu.

Beberapa saat kemudian Hanum muncul dari kamar mandi. Mengenakan kimono pemberianku tadi, dengan kepala dibalut handuk putih yang selalu tersedia di lemari dalam kamar mandi. Inilah yang paling kusukai… seorang wanita baru selesai mandi, tanpa polesan make up sedikit pun. Segalanya tampak natural dan alamiah.

Sepintas kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul empat sore.

Hanum mau duduk di sampingku, tapi kuraih pinggangnya agar duduk di atas pangkuanku. Ia pun menurut saja. Duduk di atas kedua pahaku dan membiarkanku melingkarkan lengan kiriku di pinggangnya.

“Harusnya sejak kita masih sama - sama kuliah berdekatan seperti ini ya,” ucapku sambil mengelus lututnya yang terbuka leqwat belahan kimono hujau tosca itu.

“Waktu masih kuliah, kamu kan jutek sekali Sam. Seperti gak mau kenal denganku,” sahut Hanum.

“Waktu itu aku konsen pada kuliah. Karena ingin cepat selesai.”

“Dan akhirnya kamu duluan selesai pada waktu aku bikin skripsi juga belum.”

“Kamu lulus berapa semester kemudian?” tanyaku dengan tangan mulai merayapi pahanya yang terasa segar karena baru habis mandi.

“Dua tahun kemudian. Otakku tidak secerdas kamu. Lulusnya pun cuma dengan IPK biasa - biasa aja.”

“Mmm… kamu gak usah balik ke Kalimantan ya. Bisnisnya di sini aja. Nanti aku yang akan mengarahkan dan mendukungmu.”

“Tapi aku kan sudah gak punya rumah. Semua assetku sudah kujual padamu.”

“Ada rumah yang bisa kamu tempati di kota ini. Besok kita lihat rumahnya ya.”

“Ya udah. Aku mau ikut anjuranmu aja. Soalnya bisnis di Kalimantan sudah tidak secerah dahulu lagi. Batubara sudah dikuasai orang - orang penting dari Jakarta. Aku hanya kebagian ampasnya aja. Kebun kelapa sawit pun banyak kendalanya. Karena banyak perusahaan asing yang bisa menguasai lahan sampai ribuan hektar, sementara aku hanya bisa memiliki belasan hektar saja.

“Kalau mata kita jeli, di sini pun banyak bisnis yang bisa kita tekuni. Gak usah jauh - jauh ke Kalimantan,” ucapku ketika tanganku sudah menyelusup ke balik celana dalam Hanum.

“Sam… “hanya itu yang terlontar dari mulut Hanum ketika aku sudah mulai menjamah dan mengusap - usapkan jemariku ke permukaan kemaluannya yang terasa jembutnya dicukur tapi mulai tumbuh lagi sedikit.

“Oh Sam… “desis Hanum lagi. Karena jemariku sudah menemukan kelentitnya dan mulai memainkannya.

“Aku pengen jilatin memekmu, boleh?” tanyaku setengah berbisik.

Hanum menatapku dengan sorot ragu. “Memekku mau dijilatin?” tanyanya dengan suara nyaris tak terdengar.

“Rasanya sama enaknya dengan disetubuhi,” sahutku, “Memangnya Hanum belum pernah nyobain memeknya dijilatin?”

“Iiiih… amit - amit… belum pernah. Dipegang - pegang juga baru sekarang Sam.”

Aku lalu berdiri sambil mengangkat dan membopong tubuh Hanum, “Ayolah… kan Hanum udah bilang mau mengikuti segala cara dan keinginanku.”

“Iya Sam… lakukanlah segalanya yang terbaik bagiku dan bagi Sam juga,” sahut Hanum setelah tubuhnya kucelentangkan di atas bed.

“Aku memang ingin melakukan semuanya. Tapi aku ingin semuanya itu berdasarkan perasaan suka sama suka. Kalau Hanum merasa berkeberatan, omongin saja nanti ya. Percayalah… aku takkan mau memaksamu,” kataku sambil menarik celana dalam Hanum sampai terlepas dari sepasang kakinya yang sangat putih dan mulus ini.

“Jujur aja… aku juga sudah lama ingin merasakan semuanya Sam. Tapi aku hanya mau merasakannya dengan lelaki yang aku cintai. Dan menurut feelingku sendiri… aku sudah mulai mencintaimu. Karena itu… lakukanlah semuanya…”

Tanpa buang buang waktu lagi kulepaskan ikatan tali kimono hijau tosca itu. Lalu kubentangkan kedua sisinya, sehingga terbukalah sekujur tubuh Hanum bagian depannya yang begitu putih dan mulusnya itu.

Hanum menutupi sepasang toketnya dengan kedua tangannya.

“Hihihihiii… tetekku kecil ya Sam…” ucapnya tersipu.

“Nggak apa,” sahutku, “toket kecil malah bisa awet. Meski sudah berumur takkan kendor.”

“Tapi kalau toket kecil gini bisa punya anak nggak ya?”

“Bisa. Aku punya saudara sepupu yang toketnya kecil. Sekarang sudah dua orang anaknya,” ucapku sambil merenggangkan kedua paha putih mulus itu.

Lalu sambil menelungkup, kudekatkan mulutku ke kemaluan Hanum yang jembutnya sudah mulai tumbuh pendek - pendek sekali, paling juga baru 1 milimeter tumbuhnya.

Hal itu bahkan membuat hasrat birahiku semakin menggebu - gebu untuk menjilatinya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu