1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Bagian 06

Sam… kok tangannya merayap terus ke atas?”

“Ingin membuktikan aja kencang padatnya itu sampai ke mana,” sahutku yang sedang merayapkan kedua tanganku sampai ke pangkal paha Tante Reki.

“Awas… nanti lama - lama jadi nafsu lho. Tante gak tanggung jawab ya kalau kamu nafsu.”

“Ini juga udah nafsu, Tante… belum pernah aku menyentuh paha yang sepadat dan sekencang gini…” ucapku ketika kedua tanganku sudah menyentuh celana dalam Tante Reki.

“Hihihihiii… udah Saaam… ini kan tante mau bikinin kopi buat Sam, “Tante Reki menepiskan kedua tanganku, lalu menjauh dariku. Dan mengucurkan air panas dari dispenser ke cangkir itu. Dan membawa cangkir berisi kopi itu ke ruang tamu.

Lalu untuknya sendiri, Tante Reki membawa segelas teh panas ke ruang tamu. Lalu duduk di sofa yang sedang diduduki olehku.

“Ohya Sam… hubungan Wulan sama Yoga itu gimana?” tanya Tante Reki sambil makan salah satu kue kirimanku.

“Baik - baik aja. Cuma berjauhan saja. Wulan di sini, Yoga di Surabaya. Itu aja,” sahutku sengaja melindungi Wulan dan Yoga, agar Tante Reki tidak kuatir.

“Begitu ya. Mmm… Wulan belum hamil juga ya?”

“Belum. Tante masih bisa hamil nggak?”

“Ya bisa aja. Selama belum menopause, perempuan masih bisa hamil. Tapi kalau sudah berumur empatpuluhtiga begini, kehamilan itu beresiko pada waktu melahirkannya terutama.”

“Kan sekarang biasa main operasi cesar, Tante.”

“Sudah umur kepala empat sih gak usah kepengen hamil. Lagian Tante sudah gak punya suami sekarang. Mau hamil sama siapa?”

“Kalau Tante mau, aku bisa ngehamilin Tante… biar Wulan punya adik.”

“Ngaco kamu, “bentak Tante Reki sambil menampar lututku.

“Heheheheee… gak tau kenapa nih. Malam ini pikiranku jadi lain.”

“Nyebut dong. Biar jangan keusap setan.”

“Iya maju nyebut nih. Tante Reki cantik dan seksi. Tante Reki cantik dan seksi. Tante Reki…”

“Iiiih… itu sih nyebut apa? Hihihihiii… Saaam… Saaam… kamu nakal ya. Tapi kalau tante dekat sama kamu terus, bisa ketawa tiap hari.”

“Ketawa kan bisa bikin awet muda Tante. Di dalam hidup, jangan serius terus. Harus ada hiburan, harus sering ketawa… asal jangan ketawa sendiri aja.”

Tante Reki mengangguk - angguk sambil tersenyum.

“Sudah ngantuk belum?” tanya Tante Reki tiba - tiba.

“Ngantuk sedikit. Tapi belum ngantuk banget. Masih seneng ngobrol sama Tante,” sahutku sambil meneguk kopi pahit buatan tanteku.

“Ngobrolnya lanjutin di kamar aja yuk.”

“Sebentar… mau ngambil baju buat tidur dulu di mobil,” sahutku sambil berdiri. Lalu melangkah ke luar menuju sedanku. Dan mengeluarkan celana pendek beserta baju kaus serba putih. Kuambil juga sebotol parfum import dari laci dashboard. Lalu balik lagi ke dalam rumah Wulan.

“Pintunya mau dikunciin Tante?” tanyaku setelah berada di dalam ruang tamu.

“Iya Sam,” sahut Tante Reki sambil bangkit dari sofa, lalu mendahuluiku masuk ke dalam kamar Wulan. Aku pun masuk ke dalam kamar itu sambil memberikan parfum yang kuambil dari dashboard tadi.

“Apa ini? Parfum?”

“Iya Tante. Biar tubuhnya harum semerbak.”

“Terima kasih Sam. Tapi ini sih parfum mahal. Dipakai juga buat apa? Memangnya mau tidur sama pacar?”

Kudekap lagi pinggang Tante Reki, tapi kali ini mendekapnya dari depan. Karena aku ingin mencium bibirnya. Dan Tante Reki tersentak ketika aku mencium bibirnya sambil mempererat dekapanku.

Setelah ciuman itu terlepas, Tante Reki menonjok perutku perlahan, “Nyium tante kok ke bibir.”

“Bibir Tante sensual banget sih. Lagian di Eropa sih mencium bibir itu biasa dilakukan kepada keluarga dekat juga. Bukan hanya sama pacar aja.”

Tante Reki teresenyum dan memperhatikanku yang sedang melepaskan kemeja dan celana denimku. Akan menggantinya dengan celana pendek dan baju kausku.

Tiba - tiba dia memegang celana dalamku yang ada tonjolannya, “Ini apa? Kok mengembung banget? Iiiiih… Sam… apa ini?”

Tanpa ragu kupelorotkan celana dalamku sampai paha, biar Tante Reki tahu bahwa yang dipegangnya barusan adalah batang kemaluanku yang sudah ngaceng. “Ini… pistolku Tante… hehehee…”

“O my God…! “Tante Reki terbelalak sambil mengepit sepasang pipinya dengan kedua tangannya. “Hiii… kirain ada barang yang disembunyikan di balik celana dalammu… !”

Kemudian Tante Reki langsung naik ke atas bed sambil membelakangiku. Seperti takut melihat batang kemaluanku yang sedang ngaceng ini.

Aku cuma tersenyum sendiri, sambil melepas celana dalamku, kemudian menggantinya dengan celana pendek putih dan baju kaus putih pula. Lalu melompat ke atas bed. “Katanya mau ngelanjutin ngobrol. Tapi malah membelakangiku gini,” kataku sambil menggelitik pinggang Tante Reki.

Tante Reki gedebak - gedebuk kegelian “Saaam… geliiii… geliiiiii… hihihihiiii…”

Setelah dia menelentang, barulah kuhentikan gelitikanku. Lalu :

“Tante…”

“Hmm?” dia menatapku.

“Selain paha Tante yang padat kencang itu, apa perut Tante juga sekencang pahanya?” tanyaku sambil menyelinapkan tanganku ke balik kimononya, di bagian perutnya.

Lalu kuusap - usap perutnya yang memang kecil dan kencang.

Tante Reki menoleh padaku, “Kencang kan?” tanyanya sambil tersenyum.

“Iya… tapi Tante kalau mau tidur biasa pake beha dan celana dalam? Itu kan kurang baik buat kesehatan.”

“Biasanya sih nggak pakai bra mau pun celana dalem. Tapi sekarang… takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.”

Aku duduk bersila sambil memegang tali kimono tanteku. “Sebaiknya tali kimono ini juga dilepaskan, supaya pernafasan Tante lebih lancar.”

Tante Reki diam saja ketika ikatan tali kimononya kulepaskan. Bahkan tiba - tiba dia menarik tanganku, sehingga aku terhempas ke atas perutnya. Lalu ia mendekap pinggangku sambil berkata perlahan nyaris tak terdengar, “Kamu udah nafsu kan? Makanya punyamu ngaceng gitu…”

“Iya Tante. Soalnya Tantew terlalu menggiurkan…” sahutku jujur.

“Tapi kamu ini kan keponakan tante, Sam…”

“Nggak apa - apa. Kan sekarang di rumah ini hanya ada kita berdua. Gak ada orang lain.”

Tante Reki menghela nafas panjang.

“Kenapa Tante? Kayak yang susah gitu?” tanyaku sambil menciumi sepasang pipinya. “Mau minta tolong bukain beha dan celana dalamnya?”

“Terus kalau beha dan celana dalam tante sudah dilepasin mau ngapain?” tanya Tante Reki sambil memejamkan matanya, seperti tak berani beradu pandang denganku.

“Yaaa… aku sih mau mengikuti alirannya saja… seperti mengikuti aliran air ke muara…”

“Hmmm… kalau Sam mau, tolong lepasin aja sama Sam… tapi…”

“Tapi apa Tante?”

“Mmm… gak ah… lepasin aja deh beha dan celana dalam tante… mmm… tante ingin tau aja apa yang akan terjadi selanjutnya…” sahutnya setengah berbisik.

“Ya udah… lepasin aja semuanya kalau Sam mau sih…” kata Tante Reki sambil melepaskan kimononya, lalu menelungkup. Mungkin untuk memudahkanku melepaskan kancing kait behanya yang ada di bagian punggungnya.

Tapi aku tidak mendahulukan behanya. Aku mendahulukan celana dalamnya yang kutarik sampai terlepas dari kedua kakinya. Lalu kutepuk - tepuk pantat gede Tante Reki sambil berkata, “Woooow… pantat Tante lebih kencang lagi niii…”

Namun pandanganku tidak tertuju ke bokongnya, melainkan ke “sesuatu” yang tampak nyempil di antara kedua pangkal paha Tante Reki. Maka lalu kurenggangkan kedua paha kencang dan putih mulus itu. Lalu kuusapkan telunjuk dan jari tengahku ke bagian yang nyempil itu sambil berkata, “Kalau yang ini sih pasti lembek…

Tante Reki mengejut sambil memekik perlahan, “Geliiiii… Saaaam…”

Lalu ia menelentang sambil berkata, “Tante suka kegelian kalau dipegang dari belakang kayak barusan…”

Maka tampaklah kemaluan Tante Reki yang jembutnya sangat tipis dan jarang itu, sehingga bentuk yang sebenarnya tampak jelas.

Aku pun tak kuat lagi menahan keinginan yang sudah menggelegak di dalam jiwaku ini. Lalu kuserudukkan mulutku ke memek berjembut tipis jarang itu.

Tante Reki tersentak sesaat. Tapi lalu terdiam pasrah ketika aku sudah mulai menjilati memeknya yang sudah kungangakan dengan kedua tanganku ini. Hanya desahannya yang terdengar, “Saaaam… aaaaaaaaahhhh… Saaaam… aaaaaa… aaaaah…”

Aku yang sudah menelungkup di antara sepasang kaki Tante Reki yang direnggangkan itu, merasa sudah menemukan jalan menuju kemenangan. Maka dengan cermat kujilati setiap bagian yang terjangkau oleh lidahku. Menjilati bibir luar (labia mayora) dan bibir dalamnya (labia minora) dengan sepenuh hasrat dan nafsu birahiku.

Tante Reki pun seperti sedang enjoy dengan apa yang sedang kulakukan ini. Ia hanya mengelus rambutku sambil berkata perlahan, “Kalau tau mau dijilatin gini sih, tadi jembutnya harus dicukur dulu Sam…”

Kuhentikan dulu jilatanku sambil menyahut, “Gak apa - apa Tante. Jembutnya tipis dan jarang sekali kok. “Lalu kulanjutkan lagi aksi lidahku dibantu oleh kedua tanganku untuk mengangakan mulut vagina Tante Reki.

Semua itu kulakukan sambil mengalirkan air liurku sedikit demi sedikit. Berikutnya, kucari kelentit Tante Reki. Dan setelah kutemukan, kujilati kelentit tanteku habis - habisan. Membuat tanteku mulai mengejang - ngejang sambil meremas - remas rambutku. “Saaaam… oooooh… Saaaam… Saaaaam… oooooh …

Tante Reki menggeliat dan merintih, erotis sekali kedengarannya.

Bahkan pada suatu saat terdengar suaranya bernada memohon, “Saaaam… oooooh… ma… masukin aja kontolmu Saaaam… tante udah horny sekali ni Saaam… !”

Cepat kumanfaatkan kesempatan ini, mumpung Tante Reki sedang menginginkannya. Dan pada waktu aku mau meletakkan moncong penisku di mulut vagina tanteku, baru aku sadar bahwa Tante Reki sudah menanggalkan behanya. Sehingga sepasang toketnya yang berukuran sedang itu tak tertutup apa - apa lagi.

Aku pun lalu menyadari hal lain yang sudah berbeda. Sepasang mata Tante Reki itu sudah bersorot pasrah.

Lalu apa loagi yang kutunggu? Tak ada. Aku malah harus secepatnya membenamkan batang kemaluanku yang sudah menagih - nagih ini ke dalam liang memek Tante Reki yang sudah dibasahi oleh air liurku.

Agak seret juga masuknya. Tapi sedikit demi sedikit penisku mulai membenam juga ke dalam liang kewanitaan Tante Reki.

Aku pun menjatuhkan dadaku ke atas dada Tante Reki, yang disambut dengan pelukan tanteku yang jelita dan menggiurkan ini. Lalu ia merapatkan pipinya ke pipiku, seolah tak mau bertatapan denganku. Lalu terdengar suaranya, “Setelah sekian lamanya tante tidak merasakan sentuhan lelaki, akhirnya tnte rasakan kembali…

dengan punyamu yang segini gede dan panjangnya… punya keponakan tante sendiri pula… oooooh… Saaaam… tante tak menduga sedikit pun malam ini akan terjadi hal ini… tapi… Sam harus bisa merahasiakannya kepada siapa pun ya… apalagi kepada Pia dan Wulan… jangan sampai mereka tau ya Sam…

“Iya Tante. Aku juga gak menyangka perjumpaanku dengan Tante tiba - tiba membuatku akan merasakan ini… merasakan sesuatu yang mendatangkan kebahagiaan untukku…” sahutku yang kulanjutkan dengan menjauhkan pipiku dari pipinya.

Lalu kutatap sepasang mata beningnya dan kupagut bibirnya ke dalam ciuman hangatku… yang berlanjut dengan saling lumat, saling sedot lidah yang orang bilang French kissing ini… bahkan ketika batang kemaluanku mulai kuayun perlahan di dalam liang kewanitaan tanteku yang luar biasa legitnya ini, kami masih saling lumat terus…

Lalu… ketika bibir kami berjauhan, entotanku pun mulai lancar… seolah mengaduk - aduk pertahanan Tante Reki… seolah mengaduk - aduk liang kewanitaannya yang hangat dan licin tapi legit ini… oooo… betapa nikmatnya menyetubuhi bibiku yang cantik dan menggiurkan ini…!

Tak cuma mengentot memeknya. Aku pun mulai menjilati leher jenjangnya yang hangat, diiringi dengan gigitan - gigitan kecil, sementara Tante Reki mulai mengimbanginya dengan geolan - geolan pinggul secara spontan, membuat batang kemaluanku bisa menggenjot setiap sudut liang kewanitaannya. Disambut dengan rintihan -rintihan erotisnya, yang justru membuatku semakin bersemangat untuk mengentot memek legit licinnya ini.

“Saaaam… aaaaaaahhhhh… Saaaaam… Saaaaam… kontolmu ini gila sekali Saaaam… gila sekali enaknyaaaa… belum pernah tante merasakan diewe oleh kontol sepanjang dan segede ini… ngacengnya pun sempurna sekali… tidak pletay - pletoy seperti kontol lelaki tua… ooo… oooo… ooooohhhh…

Saaaaam… ini luar biasa enaknya Saaaam… tante jadi sayang padamu Saaaam… sayaaaaaaang seeekaliii… Saaaaaam… entot terus Sam… entoooooottttt… eentoooot teruuuuuussssss Sam… entot terus sepuasmu Saaaaam… entooot terussss… entoooooooottttttttt Sam… entoooottttttttt…

entooootttt… iyaaaaaaaaa… iyaaaaaaa… entooooooooottttttt… tapi jangan terlalu cepat Sam… agak pelan… naaah segituuu… iyaaaaa… biar segini aja kecepatannya… biar bisa lebih menghayati nikmatnya kontolmu Saaam… iyaaaa… iyaaaa… entot teruuussss Saaaam …

Lain perempuan lain selera. Ternyata Tante Reki senang dientot dengan kecepatan sedang, jangan dengan kecepatan tinggi.

Ketika sedang mengentot dengan gerakan santai ini, perhatianku mulai tertuju ke sepasang toket Tante Reki yang berukuran sedang dan masih lumayan padat. Tidak mengempis seperti toket wanita sebayanya. Apalagi kalau toket gede, pada umumnya masih bergelantungan dengan pangkal yang sudah mengempis dan banyak keriputnya.

Mungkin inilah salah satu kelebihan toket yang tidak terlalu gede. Bisa “awet kencang”. Tidak gembyor seperti pepaya yang ketuaan.

Dan aku mulai mengemut pentil toket kiri tanteku, sementara tangan kiriku dibuat untuk meremas - remas toket kanannya. Tante Reki pun merintih - rintih terus, meski pinggulnya tetap bergoyang meliuk - liuk indah dan erotis. Membuat penis ngacengku dibesot - besot dan diremas - remas oleh dinding liang memek tanteku.

“Duuuuh Saaaam… makin lama makin enak rasanya Saaam… tante pasti ketagihan sama kontolmu yang sangat terasa gesekannya ini Saaam… entot terus sepuasmu Saaam… tante sayang kamu… sayang sekali Saaaam… tante sayang kamuuuu… entooot terussss… tante sayaaaaaang Saaaaam… entoooot teruuuussssss…

Tante Reki berkelojotan. Lalu mengejang tegang sambil meremas - remas rambutku. Aku pun menghentikan entotanku beberapa detik, sambil ikutg menikmati erotisnya liang memek Tante Reki yang tengah berkedut - kedut kencang, disusul dengan membasahnya liang memeknya.

Lalu Tante Reki terkulai lunglai.

Namun di detik - detik paska orgasme itu, wajah Tante Reki justru terlihat lebih cantik. Wajahnya seperti memancarkan aura khusus, aura wanita yang baru menikmati kepuasannya.

Setelah wajah Tante Reki mulai memerah kembali, aku p[un melanjutkan entotanku. Masih dalam kecepatan satai seperti yang diinginkannya tadi. Sementara mulutku pun mulai berkeliaran di permukaan leher jenjangnya. Dan pada suatu saat, aku mulai menjilati ketiak kirinya sambil meremas toket kanannya.

Suara Tante Reki pun terdengar lagi, “Saaaam… kamu pandai sekali menemukan titik - titik peka di tubuh wanita. Aaaaa… aaaaah… Saaaaam… aku mulai bergairah lagi nih… kamu memang luar biasa. Bukan hanya gede kontol tapi juga perkasa di atas perut perempuan. Ayo mainkan terus kontolmu Saaaam…

Pantat Tante Reki sudah bergeol - geol lagi, laksana kapal oleng di tengah samudera. Laksana kocokan telur sedang mengocok. Berputar - putar, meliuk - liuk dan menghempas - hempas.

Aku tetap asyik mengentot memeknya sambil menjilati ketiak dan meremas - remas toketnya. Terkadang aku pun mencium dan melumat bibirnya, sambil memeluk lehernya. Di saat lain aku pun bisa mengemut dan mengisap - isap pentil toketnya yang tegang ini, sementara arus birahi kami semakin lama semakin memuncak.

Memang cukup lama penisku mengentot liang memek Tante Reki setelah dia orgasme tadi. Tentu saja keringatku pun bercucuran dibuatnya. Sementara Tante Reki pun sudah berkeringat di sana - sini. Namun aku tetap menjilati lehernya tanpa keraguan sedikit pun. Mungkin saja ada keringatnya yang tertelan olehku.

“Saaam… oooo… ooooh… Saaaam… ini luar biasa Saaaam… belum pernah tante merasakan nikmat seperti ini Saaam… entot terus Sam… iyaaaa… iyaaaa… enak Saaam… iyaaaa… iyaaaa… genjot terus kontolmu sepuasnya Saaaaam… entot teruuussss… entoooootttttttt… entoooootttt…

Namun beberapa saat kemudian Tante Reki memperlihatkan gejala - gejala mau orgasme lagi. Dan kali ini aku bertekad untuk mencapai puncak kenikmatan bersamaan dengan Tante Reki.

Maka dengan gencar kupercepat entotanku. Penisku maju - mundur dan maju - mundur terus di dalam liang memek ibu kandung Wulan dan Pia itu.

Sampai pada suatu saat, ketika Tante Reki sedang mengejang tegang, ketika liang memeknya mengejut - ngejut kencang itu… penisku pun “menemaninya” dengan kejutan - kejutan, sementara moncongnya melepaskan tembakan beruntun… croootttt… croooootttttttt… crooootttt… crottcrottt…

Aku menggelepar di atas perut Tante Reki, lalu terkulai lemas di dalam dekapan tanteku. Dengan keringat membanjiri tubuh kami.

Setelah penisku terlepas dari liang memek Tante Reki, aku pun merebahkan diri di samping tanteku yang tampak seperti tepar itu. Pada saat itulah aku mendapatkan kesimpulan di dalam benak dan hatiku. Bahwa Tante Reki justru lebih mengesankan daripada kedua anaknya (Pia dan Wulan), yang juga sudah kugauli sebelumnya.

Kenapa bisa begitu? Entahlah. Yang jelas, sesaat kemudian Tante Reki terbangun. Lalu duduk dan turun dari bed, kemudian melangkah ke kamar mandi. Aku pun mengikutinya dari belakang, dalam keadaan masih sama - sama telanjang.

Di dalam kamar mandi, ketika air hangat shower sedang memancar dari atas kepala kami, Tante Reki memeluk dan menciumi bibirku. Lalu bertanya singkat, “Puas?”

“Luar biasa puas dan mengesankannya Tante,” sahutku sambil menyabuni tubuh dan anggota badan Tante Reki, “Tante sendiri gimana? Puas?”

Sambil tersenyum manis Tante Reki menyahut, “Mungkin tante jauh lebih puas lagi dari Sam. Bahkan ada perasaan yang malu mengatakannya… biarlah tante simpan saja perasaan ini… tak usah dikatakan kepada siapa pun…”

“Lho… kok masih mau main rahasia - rahasiaan denganku?” cetusku penasaran, “Perasaan apa yang Tante sembunyikan itu?”

“Jangan diketawain ya Sam… jujjur aja… sepertinya tante sudah mencintai Sam… padahal Sam jauh lebih muda dari tante… Sam keponakan tante sendiri pula… makanya tante juga jadi bingung. Kenapa harus merasakan hal yang gak selayaknya tumbuh di dalam hati tante…”

“Cinta itu buta, tidak mengenal status dan usia, Tanteku Sayang…”

“Iya… tapi bagaimana kalau pada suatu saat tante hamil, sedangkan kita tak mungkin bisa menjadi suami - istri? Bagaimana pula seandainya Pia dan Wulan tau?”

“Tenang aja Tante. Nanti Tante akan kusembunyikan di suatu tempat yang takkan bisa ditemukan oleh Pia, Wulan dan semua keluarga kita. Aku malah akan merasa lebih bahagia lagi kalau Tante bisa mengandung anakku.”

Tante Reki memelukku sambil merapatkan pipinya ke pipiku, “Entah kenapa… tante merasa bahagia sekali saat ini Sam…”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu