1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Bagian 14

Setelah drh. Ferina selesai mensurvey peternakanku itu, aku mengajaknya berunding di rumah yang sudah menjadi milikku itu.

“Kira - kira bisa dikembangkan berapa ekor sapi lagi Fer?” tanyaku.

“Tanah yang masih kosong luas sekali Sam,” sahut dokter hewan yang mantan teman seSMAku itu, “Limaratus ekor lagi juga bisa masuk.”

“Artinya bisa masuk dengan jaminan tetap sehat semua kan?” tanyaku.

“Tentu aja.”

“Oke. Aku mau manggil kontraktorku besok. Untuk mensurvey ke sini sekaligus membuatkan design kandang sapinya nanti.”

“Supaya lebih sehat lagi, setelah kandang barunya selesai, sapi - sapi yang sudah ada itu dipindahkan ke kandang baru. Kemudian kandang lama dirobohkan dan dibangun kandang baru yang lebih representatif.”

“Oke. Aku setuju. Pada dasarnya aku pun ingin peternakanku tampil dengan wajah baru. Yang fresh dan ada penghijauan di sekelilingnya.”

“Iya Sam. Di sini kan subur tanahnya. Alangkah baiknya kalau melakukan penghijauan juga. Supaya sapi - sapinya lebih sehat, nyaman pula bagi orang - orang yang berkunjung ke kompleks peternakan itu. Jangan seperti sekarang, kelihatan gersang begitu.”

“Ohya, kalau sapinya ditambah, tentu salary buat Ferina juga akan kutambah, sesuai dengan jumlah sapi yang harus dirawat kesehatannya nanti.”

“Soal itu sih atur - atur aja sama Sam. Aku percaya, aku bakal nyaman bekerja di perusahaan Sam sih.”

“Syukurlah. Eh… nama kecilmu apa sih?”

“Fey.”

“Oke Fey. Apakah surveynya sudah selesai?”

“Sudah Sam.”

“Kalau gitu akan kuantarkan pulang ke rumahmu lagi ya.”

“Nggak usah Sam. Aku mau bertamu ke rumah saudaraku dulu.”

“Jalannya searah aku pulang nggak?”

“Nggak. Rumahnya di pelosok. Harus pakai ojeg ke sana sih.”

“Owh ya sudah. Aku minta nomor rekeningmu aja Fey.”

“Untuk apa? Mau transfer duit?”

“Iya. Masih butuh duit kan?”

“Ya butuhlah. Siapa yang gak butuh duit?”

Setelah menyimpan nomor rekening Fey di handphoneku, aku pun langsung mentransfer dana ke nomor Fey lewat mobile bankku.

“Wow… sudah masuk Sam… terima kasih.”

“Buat jajan anak - anakmu dulu ya. Nanti yang gedenya sih kutransfer lagi.”

“Anak - anak siapa? Aku belum punya anak kok.”

“Ohya?! Kenapa? Sudah sepakat dengan suamimu untuk tidak punya anak dulu?”

“Suami juga gak punya.”

“Ohya?! Jadi statusmu sekarang gimana?”

“Jantanak.”

“Apa itu jantana?”

“Janda tanpa anak. Hihihihiii…”

“Wah kalau tau dari tadi, pasti kuajak cek in dulu ke hotel.”

“Ngaco. Urusan kerjaan dulu dong selesaikan. Urusan yang begitu mah bisa di lain waktu.”

“Wow… berarti sudah ada lampu hijau nih?”

“Lampu kuning. Belum nyala lampu hijaunya. Soalnya sekarang aku ada janji dengan saudaraku yang juga mau memelihara sapi perah. Makanya aku mau ngurus itu dulu.”

“Hahahaaaa… ya udah. Sekarang urus dulu profesimu ya Fey.”

Setelah mengantarkan Fey sampai di pintu pagar, kulihat ada tulisan di dinding depan rumah besar ini. Tulisannya berbunyi “Granja Lechera”. Setahuku tulisan itu berasal dari bahasa Spanyol yang berarti Peternakan Sapi Perah.

dan aku takkan menghapus tulisan timbul itu. Bahkan aku ingin mengabadikannya, tapi tulisannya terbuat dari logam dan dibuat dengan tulisan yang sedang ngetrend sekarang. Rumah besar itu pun akan kurenovasi di sana - sini. Tapi takkan mengganggu denah lama, karena aku sudah merasa cocok dengan pengaturan ruangan - ruangannya.

Tak lama kemudian Tante Dini datang bersama seorang gadis yang… wow… bentuk badannya sangat mirip Tante Dini. Hanya bedanya gadis itu masih muda belia, wajahnya pun sedikit lebih cantik daripada Tante Dini. Tapi bentuk badannya… benar - benar misip badan Tante Dini. Tinggi gede bagian dada mau pun bokongnya…

“Ini Vina Sam,” kata Tante Dini setelah berhadapan denganku.

“Ohya?!” ucapku sambil berjabatan tangan dengan Vina yang 11-12 dengan ibunya itu. Pantaslah Vina sulit mencari jodoh, karena anak muda zaman sekarang senang cewek yang langsing - langsing. Kalau sekalinya nemu cewek chubby kayak Vina, biasanya hanya untuk melenyapkan kepenasaranan mereka saja, atau secara jelasnya cuma untuk melampiaskan nafsu belaka.

Tapi aku punya penilaian lain. Buatku, cewek chubby seperti Vina itu punya nilai plus. masalahnya keempat istriku langsing - langsing semua. Jadi aku juga butuh cewek chubby seperti Vina, khususnya untuk menghilangkan kejenuhan.

Lalu kuajak Vina duduk berdampingan di atas sofa ruang keluarga.

“Vina mau aktif di peternakan?” tanyaku.

“Kalau bisa sih jangan di peternakan. Makanya tempo hari jauh - jauh kerja di Bekasi juga, karena udah jenuh ngurus sapi Bang. Hasilnya cuma bau dan bau terus tiap hari. Bau kotoran sapi.”

“Kalau kerja di hotel mau nggak?” tanyaku.

“Mau di hotel sih. Sebagai apa?”

“Di kitchen mau nggak?”

“Hihihiii mau Bang. Aku kan seneng masak dan makan. Makanya cocok deh kalau ditempatkan di kitchen sih.”

Tante Dini menghampiri kami. “Gimana katanya Sam?” tanya Tante Dini padaku.

“Dia gak mau kerja di peternakan. Males ngurusin kotoran sapi katanya. Dia kepengen kerja di hotelku. Gimana Tante?”

“Ya udah, aku sih gak mau memaksakan kehendak sama anak. Bawa aja dia ke hotelmu Sam.”

Lalu di depan Tante Dini kupeluk Vina sambil berkata, “Jangan takut Tante. Vina pasti kusayangi kok.”

“Iya. DIjadikan pacar gelap Sam juga gak apa - apa. Yang penting masa depannya terjamin.”

Vina cuma menatapku sambil tersenyum - senyum.

“Kalau gitu beresin pakaianmu Vin. Kita berangkat sekarang.”

“Iya Bang, iya… “Vina berdiri dan bergegas masuk ke dalam.

Pada saat itulah Tante Dini membisikiku, “Kalau Sam suka, jadikan aja Vina pacar gelap Sam. Aku hanya minta aturlah masa depannya. Karena dia itu adik sepupumu.”

Aku cuma tersenyum sambil mengangguk - angguk.

“Yang penting Sam harus sering juga datang ke sini,” kata Tante Dini lagi.

Sementara Vina sudah muncul dari dalam, mengenakan gaun terusan span berwarna hijau dengan bintik - bintik putih, sambil menjinjing tas pakaiannya. Vina pun mencium tangan ibunya, lalu mereka cipika - cipiki.

Beberapa saat kemudian Vina sudah berada di dalam sedan yang lebih sering kukemudikan sendiri. Hanya sekali - sekali sedanku dikemudikan oleh sopir. Karena rasanya aku lebih nyaman bepergian tanpa sopir. Lebih bebas. Rahasia pun selalu terjamin. Maklum tidak semua langkahku boleh diketahui orang lain.

Begitu mobil menginjak jalan aspal, Vina mulai buka suara,” Kata Mama, Bang Sam ingin jadikan aku kekasih rahasia Abang ya?”

Aku terhenyak. Karena aku tak pernah bicara seperti itu kepada Tante Dini. Tapi aku merasa harus menjaga harga diri Tante Dini dan anaknya. Maka sahutku, “Iya aku suka cewek montok seperti Vina. Nafsuin.”

“Hihihi… baru sekali ini aku mendengar kalimat seperti itu.”

“Tapi aku takkan bisa menikahimu, karena istriku sudah empat orang.”

“Iya, Mama juga udah bilang soal itu.”

“Memangnya kamu mau diperlakukan seperti istriku tapi takkan bisa menikah secara sah?”

“Gak apa - apa. Asal Bang Sam jangan sakiti hatiku aja.”

“Kalau soal itu sih pasti. Yang penting Vina bisa jaga rahasia. Terutama di kdeluarga kita sendiri.”

“Tentu aja harus dirahasiakan. Kalau ada keluarga yang tau, kan aku juga bakal dihujat Bang.”

“Kalau kamu sampe hamil gimana?”

“Terserah Abang. Yang penting biayanya Abang tanggung semua. Kan hamil dan melahirkan itu butuh biaya yang gak sedikit.”

“Iya. Kalau kamu hamil, aku akan memanjakanmu nanti.”

“Iya Bang,” sahut Vina sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.

“Kamu masih perawan?” tanyaku sambil memegang lutut Vina yang terbuka dari bawah gaun spannya.

“Masih Bang. Biar gendut gini, aku sih gak mau sembarangan bergaul.”

“Tapi nanti harus mau diet ya. Supaya badanmu tidak berkembang terus. Kalau obesitas kan kamu sendiri yang payah.”

“Iya Bang. Kata orang yang bikin gemuk itu makanan yang mengandung karbohidrat, ya Bang.”

“Iya. Makanya kurangi makan nasi. Kalau lauk pauknya sih gak usah dibatasi.”

“Iya Bang.”

“Memekmu dicukur nggak?” tanyaku tiba - tiba nyelonong ke masalah “lain”.

“Hihihihiii… Abang nanyanya langsung ke situ… ya tentu dicukur lah Bang. Kan biar sehat. Lagian trend anak muda zaman sekarang memang harus digundulin memeknya Bang.”

“Umurmu sekarang berapa?”

“Seminggu yang lalu aku genap delapanbelas tahun.”

“Ohya?! Mau dikasih hadiah ulang tahun apa dariku?”

“Apa aja yang Abang rasakan pantas buatku.”

Kupegang paha Vina yang padat gempal sambil berkata setengah berbisik, “Hadiah utamanya kontolku aja ya.”

“Hihihiiii… Bang Sam… bikin aku merinding aja sih.”

“Merinding takut apa merinding horny?” tanyaku sambil memijat - mijat paha gempal Vina dengan tangan kiriku yang nganggur, karena mobilku matic.

“Dua - duanya. Aku kan belum pernah ngerasain.”

“Iya makanya harus secepatnya ngerasain, supaya takutnya hilang. Kan orang itu suka takut pada sesuatu yang belum diketahuinya.”

“Iya deh. Terserah Abang aja. Aku kan harus mengikuti apa pun yang Abang mau.”

“Mamamu bilang gitu?”

“Iya.”

Ketika mobilku terhadang lampu merah, kuberhentikan mobilku. Dan kurayapkan tanganku semakin jauh. Sampai menyentuh pangkalnya. Dan kuselinapkan tangan kiriku ke balik celana dalam Vina.

Vina pun merenggangkan kedua paha gempalnya, seolah memberikan jalan untuk tanganku yang sudah mencolek - colek bagian yang terasa agak basah. Lalu kutarik tanganku, untuk mencium jariku yang barusan sedikit masuk ke celah memek Vina yang basah itu. Ternyata tidak sedikit pun tercium aroma yang kurang sedap.

“Kenapa Bang?” tanya Vina heran melihatku menciumi jari tanganku sendiri.

“Mmm… bagus,” sahutku, “Memekmu tidak bau. Berarti kamu sangat menjaga kebersihan ya.”

“Ya iyalah Bang. Walau pun oirang gak punya, aku selalu menjaga kebersihan.”

“Kalau bersih, nanti aku takkan ragu menjilati memekmu.”

“Iiiih… Bang Sam bikin aku degdegan aja. Mau jilatin memekku seperti di bokep - bokep Bang?”

“Iya.”

“Mmm… kata teman yang udah pengalaman sih dijilatin memek itu enak sekali ya Bang.”

“Iya, nanti aja buktikan sendiri seperti apa rasanya,” kataku sambil menjalankan kembali sedanku, karena lampu hijau sudah menyala.

Aku membelokkan mobilku ke bahu jalan di depan rumah yang tadinya akan kuhadiahkan kepada Hanum. Tidak langsung membawa Vina ke hotelku.

Ya, sesungguhnya aku merasa kecewa juga dengan minggatnya Hanum dari rumah ini. Tapi sebagai seorang lelaki, aku selalu berprinsip “hilang satu tumbuh seribu”.

Tadi pagi aku kehilangan Hanum, sekarang aku mendapatkan Vina yang sama - sama berbokong gede. Bahkan kelihatannya Vina bertoket gede pula, meski aku belum pernah melihatnya secara jelas. Sementara toket hanum kecil sekali, seperti toket pria gendut.

Setelah Vina dibawa masuk ke dalam rumah yang berada di kompleks perumahan elit ini, aku berkata, “Nanti kamu tinggal di sini ya Vin.”

“Sendirian di rumah segede dan semegah ini?” tanya Vina.

“Iya. Kamu takut tinggal sendirian di sini?”

“Nggak. Begini - begini aku ini seorang karateka Bang.”

“Hahahahaaaa… baguslah. Nanti bisa juga kamu kuangkat sebagai assisten manager security.”

“Katanya mau ditempatkan di bagian food and beverage.”

“Tapi kalau kutempatkan di kitchen, jangan makan mulu ya. Bukan apa - apa… aku takut badanmu semakin gede nanti.”

“Nggak Bang. Aku akan banyak makan buah - buahan. Makan nasi sih sedikit aja.”

“Malah kalau bisa, langsung berhenti makan nasi. dalam dua - tiga bulan juga badanmu akan mulai langsing.”

“Diet keto ya Bang?”

“Iya. Lauk pauk sih makan aja sepuasmu. Tapi jangan pakai nasi. Tinggi dan berat badanmu sekarang berapa?”

“Tinggi seratustujuhpuluh centimeter, berat delapanpuluhlima kilogram.”

“Tuh kan… berat ideal seharusnya enampuluh sampai tujuhpuluh kilo.”

“Ntar dulu… Abang seneng aku langsing atau tetap montok gini?” tanya Vina sambil memelukku dari belakang.

“Heheheee… aku seneng kamu montok gitu. Tapi jaga berat badanmu agar jangan nambah lagi ya.”

“Iya Abang Sayaaaang…”

Lalu Vina kuajak duduk di atas sofa ruang keluarga.

“Kalau mau mempertahankan chubby gini, gak apa - apa. Tapi jangan nambah lagi berat badannya ya Vin.”

“Iya Bang… mmm… terus sekarang mau ngapain di rumah ini Bang?”

“Kamu udah siap untuk kusetubuhi?” tanyaku sambil mengelus pipi Vina yang kemerahan.

“Hihihihi… siap Bang… aku juga pengen tau gimana sih rasanya digituin sama cowok itu.”

“Ayo, kalau gitu ke sana,” kataku sambil menunjuk pintu kamar sekunder. Bukan pintu kamar utama. Tapi kamar sekunder pun punya kamar mandi di dalamnya.

Sengaja aku membawa Vina ke dalam kamar sekunder, agar jangan langsung diajak ke kamar utama yang mewah itu.

Di kamar sekunder itulah kuminta Vina menanggalkan busananya. Vina menurut saja. Tapi dia hanya melepaskan beha dan celana dalamnya, sementara gaunnya ditarik ke arah perutnya, baik dari bagian atasnya mau pun bagian bawahnya. Mungkin ia ingin menyembunyikan perutnya, karena agak gede.

Tapi tak apalah. Yang penting celana dalam dan behanya sudah dilepaskan.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu