1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Bagian 15

Ketika aku kembali ke ruang kerjaku, tampak Bu Puji masih duduk tenang di kursi depan meja kerjaku.

“Bagaimana? Bu Puji bisa kan menggembleng saudara sepupuku itu secara informal?”

“Siap Boss. Saya akan melaksanakannya semampu saya.”

“Terus… acara kita itu kapan mau dilaksanakannya?” tanyaku tiba - tiba menyimpang dari pokok masalah yang sedang dibicarakan.

“Heheheee… saya masih takut Boss.”

“Takut apa? Takut dekat denganku?”

“Takut ketagihan. Boss kan masih muda sekali. Sedangkan saya sudah hampir empatpuluh tahun Boss.”

“Justru aku seneng wanita setengah baya Bu. Apalagi yang hitam manis seperti Bu Puji. Kayaknya wah deh…”

“Istri Boss putih - putih semua, kok ya mau sama yang item kayak saya ini Boss… “Bu Puji menunduk.

Memang belakangan ini aku sedang mengincar manager F&B itu. Tapi agak alot juga kelihatannya. Alasannya ada saja, beginilah, begitulah. Sehingga aku jadi makin penasaran.

Tapi kalau melihat tatapan dan senyumnya, aku yakin bakal bisa goal hari ini.

Aku pun punya gertakan untuk memancing dia dengan caraku sendiri.

Kataku, “Coba putuskan sekarang. Yes or no. Kalau no, aku takkan berusaha mendekati Bu Puji lagi.”

Gertakanku masuk. Bu Puji bertanya lirih, “Memang mau di mana melaksanakannya Boss?”

Kupegang pergelangan tangan Bu Puji sambil berkata, “Ayo ikut aku Bu.”

Bu Puji berdiri dan mengikuti langkahku menuju private bedroomku. “Apa di sini kurang nyaman?”

Bu Puji yang memang baru sekali ini kuajak ke ruangan - ruangan pribadiku, tampak terperangah dan berkata, “Waaah… ruang pribadi Boss malah jauh lebih mewah daripada kamar - kamar hotel bintang lima…”

“Nah… kurang apa lagi? Gak usah jauh - jauh nyari tempat kan?” cetusku sambil merentangkan kedua tanganku.

Dan wanita itu menghambur ke dalam pelukanku, sehingga harum parfum yang dikenakannya tersiar ke penciumanku. Lalu terdengar suaranya, “Saya siap mau diapain juga sekarang Boss.”

Laksana seorang panglima mencapai kemenangan di medan perang, aku meraih pinggang Bu Puji dan mengajaknya duduk di atas sofa putih kamar pribadiku yang tak jauh dari bed. Bahkan kududukkan ia di atas kedua pahaku, sambil kudekap pinggang rampingnya yang masih tertutup blazer dan spanrok berwarna pink, seragam karyawati bagian F&B.

Aku senang mendudukkan perempuan di atas pangkuanku, karena bisa mendekapnya dan bisa menyelundupkan tangan ke balik rok bawahnya. Sebenarnya sudah lebih dari sebulan aku berusaha mendapatkan wanita setengah baya berkulit sawomatang ini. Tapi baru di pagi menjelang siang inilah aku berhasil menundukkannya.

“Saya degdegan Boss. Karena saya belum pernah nyeleweng dari suami,” kata Bu Puji sambil melepaskan kancing - kancing blazer pinknya.

“Kan hidup ini harus banyak variasinya Bu,” sahutku sambil membantu wanita ini melepaskan blazernya. Sehingga tubuhnya dari perut ke leher tinggal ditutupi blouse putih. Benda ini pun mulai kulepaskan kancing - kancingnya. Lalu melepaskannya sekalian.

“Sebenarnya aku pengagum wanita setengah baya. Karena pengalaman pertamaku mengenal perempuan adalah wanita setengah baya,” kataku ketika blouse putih itu sudah terlepas dari tubuh Bu Puji.

Berikutnya, kancing kait beha yang berada di punggungnya pun kulepaskan. Lalu behanya kulepaskan sekalian.

“Sudah punya anak berapa?” tanyaku sambil memegang payudaranya yang memang tidak kencang lagi, tapi tidak pula gembyor. Empuk secara natural.

“Cuma seorang Boss,” sahutnya.

“Tapi toketnya masih bagus.”

“Yah… namanya juga toket perempuan menjelang empatpuluh tahun… tentu takkan sebagus toket anak muda Boss.”

“Tapi aku suka kok toket yang alamiah gini,” kataku sambil menyangga tengkuk Bu Puji, lalu menyelomoti pentil toketnya yang terasa hangat. Sementara tangan yang satu lagi kurayapkan ke balik spanrok pinknya. Sampai menemukan celana dalamnya. Dan menyelinap ke balik celana dalam yang belum kelihatan warnanya.

Tanganku menyentuh jembut tapi terasa jarang. Tidak apa - apa asal buat negeri kita. Hahahahahaaa.

Dan hanya beberapa detik setelah jemariku merambah kemaluan berjembut tipis jarang itu, celahnya langsung terasa basah.

Bahkan wanita setengah baya yang hitam manis itu berkata setengah berbisik, “Saya paling gak kuat menahan nafsu kalau tempik saya sudah dimainin gini Boss.”

“Ayo pindah ke sana,” ajakku smbil menunjuk ke arah bedku.

Bu Puji pun berdiri dan mengikuti langkahku menuju bedku. Bed yang bersejarah buat pribadiku. Entah sudah berapa wanita kubuat senang di atas bed ini.

Di atas bed itulah Bu Puji melepaskan spanrok dan celana dalamnya. Aku pun menelanjangi diri di dekat bed. Lalu melompat ke atas bed dan menerkam tubuh berkulit sawomatang yang masih penuh pesona itu. Tubuh yang tinggi tegap, tidak chubby tidak pula kurus. Pokoknya Bu Puji itu bertubuh ideal proporsional.

Ketika bibirku menyergap bibirnya, lalu kami saling lumat dengan hangatnya, Bu Puji diam - diam memegang penisku yang sudah ngaceng total ini. Setelah ciumanku dilepaskan pun ia masih memegang penisku sambil berkata, “Boss ini sangat ganteng dan masih muda sekali, punya penis segini dahsyatnya pula.

“Kalau ketagihan kan tinggal kirim WA aja nanti. Lalu Bu Puji masuk ke ruang kerjaku dan kita lakukan di sini lagi, tanpa harus jauh - jauh nyari tempat yang nyaman,” ucapku ketika tangan wanita setengah baya itu sudah meletakkan moncong penisku di mulut vaginanya. Mungkin dia sudah tidak sabar lagi, ingin segera digenjot oleh penisku.

Tanpa buang - buang waktu lagi langsung kudorong penisku yang sedang “dibimbing” oleh tangan Bu Puji itu. Ternyata liang memeknya memang sudah basah, sehingga sedikit demi sedikit penisku membenam sampai masuk semuanya…!

“Oooooooh… penis Boss luar biasa… terasa sekali seretnya di liang saya… dan sampai terasa nyundul dasar lubang tempik saya Boss,” ucap Bu Puji sambil merengkuh leherku ke dalam pelukannya. Lalu mencium bibirku dengan lahapnya.

Aku pun mulai beraksi. Mengayun penisku dengan gerakan perlahan dulu. “Waaahhh… liang memek Bu Puji ini seperti belum pernah melahirkan.”

“Memang saya belum pernah hamil Boss. Yang saya punya cuma anak adopsi. Anak saudara sepupu saya yang saya angkat anak.”

“Mudah - mudahan kalau sering kugauli bisa hamil ya. Kecuali kalau Bu Puji mandul.”

“Saya nggak mandul Boss. Yang bermasalah suami saya. Maklum usianya sudah sepuh. Spermanya sudah lemah. Ayo entotin lagi Boss… saya udah pengen enjoy nih sama gagahnya penis Boss.”

“Kenapa gak dari kemaren - kemaren Bu Puji mau kubeginikan?”

“Saya tau diri Boss. Usia Boss kan tigapuluh tahun juga belum. Sementara saya sudah tigapuluhdelapan. Punya suami pula.”

“Seperti yang kubilang tadi, aku justru pengagum wanita setengah baya.”

“Iya… saya kan baru tau sekarang kalau Boss suka sama perempuan seusia saya. Kalau tau dari kemaren - kemaren sih, mungkin malah saya yang akan lancang… yang akan duluan mengajak Boss.”

Aku tidak menyahut lagi, karena mulai “sibuk” mengayun penisku, bergerak maju - mundur di dalam liang kewanitaan Bu Puji.

Bu Puji pun mulai merintih - rintih perlahan, “Oooo… ooooooohhhhh… Bossss… ini… ini luar biasa enaknya Bosss…”

“Merintihlah sekuatnya. Jangan ditahan - tahan. Ruang pribadiku kedap suara semua. Menjerit sekeras mungkin pun takkan terdengar ke luar,” ucapku tanpa menghentikan entotanku.

“Iiii… iya Boss… sa… saya belum pernah merasakan seenak ini waktu digauli oleh suami saya… oooo… oooooh Bossss… Bosssss…”

Ketika aku mulai menjilati lehernya disertai dengan gigitan - gigitan kecil, rintihan - rintihan histeris Bu Puji pun semakin menjadi - jadi.

“Ooo… ooooooohhhhh Bosssss… oooooohhhhhhh… Bossss… penis Boss ini luar biasaaaaa… enak sekali Bossss… silakan entot sepuas Boss… entot terus Bosssss… entoooooottttttt… enaaaaak… entoooooootttt… entoooootttttttt…”

Aku tidak menanggapinya karena aku sendiri sedang merasakan betapa legit dan sempitnya liang memek Bu Puji ini. Apalagi setelah pinggulnya bergoyang - goyang memutar dan meliuk - liuk laksana kapal oleh di tengah samudera. Wow… aku sudah membuktikan kata orang - orang yang sudah berpengalaman soal perempuan.

Untungnya tadi pagi aku tidak menyetubuhi Vina, sehingga waktu menyetubuhi Bu Puji ini staminaku cukup tangguh. Bahkan sangat lama menyetubuhi wanita setengah baya ini.

Ya… setelah lebih dari seperempat jam aku mengentot memek Bu Puji, tubuh wanita setengah baya itu mulai klepek - klepek. Berkelojotan seperti ayam sekarat sehabis disembelih. Lalu sekujur tubuhnya mengejang tegang. Pada saat itu pula kutancapkan penisku sedalam mungkin, karena ingin merasakan indahnya pada saat pasangan seksualku sedang mencapai orgasmenya.

Dan… liang kewanitaan Bu Puji seolah seekor belut yang sedang membelit penisku dengan dinding licin dan hangatnya. Lalu terasa kedutan - kedutan kencang disusul dengan hembusan nafas Bu Puji yang agak lama tertahan barusan. Inilah detik - detik indahnya waktu aku merasakan pasangan seksualku sedang berada di dalam denyut orgasme, yang membuatku ketagihan dan ganti - ganti pasangan seksual.

Dan Bu Puji ini pun seperti itu. Dia meremas sepasang bahuku, kemudian melepaskan nafasnya berbaur dengan erangan perlahan.

Tapi aku belum apa - apa. Maka setelah Bu Puji tampak berdarah lagi wajahnya, aku melanjutkan genjotan penisku, seolah sedang memompa liang memek wanita setengah baya itu.

“Oooooohhh… kirain barusan Boss lepas juga… ternyata belum ejakulasi ya,” ucap Bu Puji sambil tersenyum.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu