1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Dinilai secara sepintas pun aku mengakui bahwa Vina ini lebih cantik daripada ibunya. Usianya pun baru delapanbelas tahun. Sementara body Vina dengan body Tante Dini, bisa disebut 11-12, alias sama persis, tapi body Vina tentu lebih padat kencang, meski sama - sama over size. Tapi aku membutuhkan body chubby seperti Vina dan Tante Dini, minimal untuk refreshing.

Maka setelah menanggalkan pakaianku, sehingga tinggal celana dalam yang masih melekat di tubuhku, kusuruh Vina menelentang di atas bed.

Awalnya Vina tampak masih malu - malu. Ia memang menelentang seperti yang kuminta. Tapi kedua paha gempalnya dirapatkan. Sementara tangannya pun yang satu dipakai menutupi payudaranya, sementara tangan satunya lagi digunakan untuk menutupi memeknya.

Maka kutepiskan tangan yang sedang menutupi memeknya itu sambil bertanya, “Kenapa ditutupin? Takut ketahuan gak perawan lagi ya?”

“Iiiih… amit - amit. Buktikan aja sama Abang apakah aku masih perawan atau tidak. Kalau gak perawan lagi, ludahin deh mukaku sepuas Abang…” sahut merentangkan kedua tangannya laksana icon palang merah.

Aku tersenyum sendiri, karena ucapanku tadi hanya untuk membuat sasaranku terbuka saja. Soal perawan atau tidak, aku tak peduli itu. Yang penting aku ingin menikmati memek yang tembem sekali ini. Memek yang sudah kungangakan dengan kedua tanganku sehingga bagian berwarna pinknya terbuka lebar ini.

Lalu kudorong sepasang paha gempal itu agar mengangkang selebar mungkin. dan… mulutku pun seolah terbenam di kemaluan saudara sepupuku ini.

Ketika aku mulai menjilati bagian yang berwqarna pink itu dengan lahapnya, tubuh chubby saudara sepupuku pun mulai menggelkiat - geliat, diiringi desah nafasnya yang berirama… seiring dengan gerakan jilatanku…

“Aaaaa… aaaaaaaah… aaaaa… aaaaaaahhhhh… Baaaang… aaaaaaahhhhhh… aaaaa… aaaaaaaahhhhh… Baaaaang… aaaaahhhhhh… Baaaaang… aaaaaah… Baaaang… aaaaah…”

Diam - diam aku menjilati memek Vina sambil mencari - cari kelentitnya yang bersembunyi di balik ketembeman “bapau” ini. Setelah clitorisnya kutemukan, kugegesek - gesek bagian yang sebesar kacang kedelai itu dengan ujung jemari tangan kiriku. m

Maka desahan Vina pun semakin menjadi - jadi, “Oooooo… ooooo… oooooooohhhhh… Baaaaang… Baaaaang… Baaaaang… ooooooooo… oooooo… oooooo… ooooooh… Baaaaaaang… Baaaang… Abaaaaang… Abaaaang Saaaaaam… ooooo… ooohh… ge… geli sekali Baaaang… taaaa…

Dalam tempo yang tidak begitu lama, memek Vina di bagian yang berwarna pink itu sudah sangat basah. Karena diam - diam kualirkan terus air liurku ke dalamnya. Sementara penisku juga terasa sudah ngaceng sekali.

Maka dengan sigap kulepaskan celana dalamku. Kurenggangkan lagi sepasang paha gempal Vina, agar aksiku dipermudah. Dan kuletakkan moncong penisku di mulut memek tembem yang sudah ternganga kemerahan itu.

Kemudian… kudorong penisku sekuat tenaga, dengan cermat, agar tidak meleset… stttt… malah meleset ke bawah. Sementara Vina cuma terdiam pasrah. Maklum dia belum tahu harus diletakkan di sebelah mana moncong penisku agar masuk dengan mudah ke dalam liang memeknya.

Setelah meletakkan kembali moncong penisku di arah yang kuanggap tepat, kudorong lagi sekuatnya alat kejantananku ini. Kali ini berhasil. Penisku mulai membenam. tapi baru kepalanya saja yang masuk. Kupertahankan posisi itu. Lalu kudorong lagi penisku sekuat - kuatnya… masuk lagi lebih dalam.

“Dududuuuh Baaang… su… sudah masuk ya… “cetus Vina dengan wajah meringis.

“Iya,” sahutku, “Sakit?”

“Sakit sedikit… gak apa- apa Bang… lanjutin aja…”

“Tahan sedikit ya. Nanti juga bakal hilang sendiri sakitnya,” ucapku yang disusul dengan dorongan penisku lagi sampai masuk lebih dari setengahnya.

Lalu mulailah aku mengayun penisku perlahan - lahan, dalam jarak pendek - pendek pula. Stttt… blesssss… stttt… blessssssss… stttt… blesssss… sstttt… blesssss… stttttttt… blesssss…!

Memang sempit sekali liang memek Vina ini. Sehingga aku harus bersabar mengayun penisku di dalam liang yang sangat sempit ini.

Namun lama kelamaan liang memek Vina mulai menyesuaikan diri dengan ukuran penisku. Dengan sendirinya aku pun mulai melancarkan entotanku sampai batas kecepatan normal.

Vina pun mulai merintih - rintih histeris sambil mendekap pinggangku erat - erat, “Aaaaa… aaaaaah… Baaaaang… Abaaaaang… aaaaaahhhhh…”

“Masih sakit?” tanyaku sambil memperlambat entotanku.

“Nggak Bang… malah jadi enak sekali… ra… rasanya jadi seperti melayang - layang gini… saking enaknya Baaaang… lanjutin aja Baaang… entot terus memekku Baaang… enaaaak Baaaang… iyaaaaaa… iyaaaa… iyaaaaa… melayang - layang rasanya Baaaang… entot teruuuuussssss… entooooootttttt …

Rintihan histeris Vina baru berhenti ketika aku menyumpal mulutnya dengan ciuman dan lumatan penuh gairah, sementara tanganku pun mulai beraksi untuk meremas toket gede saudara sepupuku itu.

Setelah puas melumat bibir Vina, mulutku pun pindah sasaran, untuk menjilati lehernya disertai gigitan - gigitan kecil. Yang membuat Vina merintih - rintih histeris lagi, “Baaaang… oooooh… Baaaang… setiap bagian yang Abang sentuh ini… membuatku serasa melayang - layang saking enaknya Baaang…

“Kita ini lagi ngapain Vin?” bisikku pada suatu saat.

Spontan Vina menyahut, “Lagi eweaaaaan… ternyata ewean ini enak banget ya Baaaang… oooohhhhh… kontol Abang ini luar biasa enaknyaaaa…”

Aku tersenyum sendiri mendengar ucapan Vina yang mulai vulgar itu. Karena sebenarnya aku sendiri merasakan hal yang sama. Bahwa liang memek saudara sepupuku ini luar biasa enaknya. Lebih enak dari memek perempuan - perempuan yang telah menjadi istri - istri dan simpanan - simpananku. Karena itu aku harus memanjakannya kelak, namun semuanya harus dilakukan secara step by step.

Sementara itu aku tidak tahu, apakah aku ini tergolong fetish atau bagaimana, entahlah. Yang jelas, setiap melihat ketiak terbuka lebar, pasti kuserudukkan bibir dan lidahku untuk menjilatinya.

Begitu juga ketika ketiak kiri Vina terbuka lebar, langsung kuserudukkan mulutku ke ketiaknya yang bersih itu. Kujilati ketiak kiri Vina itu diiringi gigitan dan sedotan kuat. Sementara tangan kiriku meremas - remas toket gedenya yang sebelah kanan.

Vina pun semakin gedebak - gedebuk dibuatnya.

“Baaaang… oooo… oooooohhhhhhhhh… Baaaaaang… semua yang Abang sentuh membuatku keenakan Baaaang… hihihihi… ketiak pula dijilatin… geli - geli enak Baaaang… aaaaaa… aaaaaaaah… entot terus Baaaang… ini makin lama makin enak rasanya Bang…”

Dan sampai pada suatu saat, ketika Vina berkelojotan sambil mencengkram sepasang bahuku, spontan kutanggapi dengan mempergencar entotanku. Semoga prediksiku tidak salah. Bahwa Vina akan mencapai orgasme. Dan aku ingin bersama - sama mencapai puncak kenikmatan kami.

Dan… ketika kami tiba di puncak dari segala kenikmatan di dunia ini, kami seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Vinba meremas sepasang bahuku seolah hendak meremukkan tulang - tulangnya, sementara aku pun meremas - remas sepasang toket gedenya sekuat mungkin.

Lalu kurasakan liang kemaluan Vina seperti ular yang tengah membelit mangsanya, disusul dengan tembakan - tembakan air mani yang beruntun dilepaskan oleh moncong penisku.

Croootttttt… crooooooootttt… crot… crottt… crooooooottttttt… croooottttttt…!

Kami sama - sama menggelepar, kemudian sama - sama terkulai lunglai.

Aku menjadi saksi pertama tentang darah perawan Vina yang telah membuktikan keperawanannya sebelum kupecahkan tadi. Dan aku sangat menghormatinya. Karena di zaman sekarang, gadis berusia 18 tahun dan masih perawan, adalah sesuatu yang langka. Banyak yang sudah tidak perawan lagi di usia 15 - 16 tahun.

Karena itu aku harus menyayangi Vina, bukan sekadar mau memanfaatkan kelezatan memeknya doang.

Kebetulan hari masih belum malam benar. Baru jam tujuh malam. Jadi aku masih punya waktu untuk mengajak Vina ke factory outlet. Untuk membelikannya pakaian yang layak.

Tentu saja Vina senang sekali kubelikan pakaian - pakaian mahal dalam jumlah yang cukup banyak pula. Bahkan salah satu gaun pilihannya langsung dipakai untuk meninggalkan FO itu.

Pakaian - pakaian Vina itu disimpan di dalam bagasi sedanku. Lalu kuajak Vina makan malam di salah satu restoran langgananku.

“Bagaimana perasaanmu sekarang? Senang?” tanyaku waktu makanan pesanan kami belum datang.

“Seneng banget. Terutama karena bersama Bang Sam yang baik hati,” sahutnya.

Aku yang duduk berdampingan dengan Vina, lalu berbisik ke telinganya, “Nanti masih mau kuentot lagi?”

Vina menatapku sambil tersenyum. Lalu mengangguk, “Mau…”

Dan memang sepulangnya dari restoran itu kami langsung pulang ke rumah yang terletak di kompleks perumahan elit itu.

Kami pun telanjang bulat lagi di kamar sekunder itu. Dan semua posisi seks kuajarkan pada Vina. Posisi doggy, posisi miring, posisi WOT dan sebagainya kuajarkan semua. Vina pun langsung mengerti dan bersedia melakukannya satu persatu posisi.

Setelah puas, kami pun tidur dengan nyenyaknya, dalam keadaan sama - sama telanjang. Namun tubuh kami ditutup oleh selimut tebal. Satu selimut untuk berdua.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu