2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

RANI SAUDARA ANGKATKU, CINTA DAN SEKS PERTAMAKU

Aku terdiam melamun di ruang kerja eksekutif kantor pusat X group ini sambil memandangi satu-satunya foto masa SMA yang kumiliki. Saat ini, diperusahaan milik seorang Konglomerat ternama di Nusantara itu aku menduduki jabatan yang begitu strategis, aku direktur SDM, umurku tak lebih dari 29 tahun. Di ruangan sebelah kiri dari ruanganku adalah ruangan Direktur Utama group bisnis besar yang berkantor di sebuah pencakar langit bilangan MH Thamrin, ia tak lain adalah ibu angkatku sendiri.

Orang memanggilnya Bu Siska, nama lengkapnya Francisca Katherine S. Beliaulah yang sejak aku berumur 14 tahun mengangkatku sebagai anak dan mengantarkan aku pada kehidupan maha mewah seperti saat ini. Umurnya sudah memasuki 53 sekarang, perawakannya bongsor, putih, sedikit gemuk sesuai tinggi badannya yang 169cm.

Saat itu hari minggu pagi dan aku baru saja menyelesaikan tugas dari beliau yang memang mendesak untuk dikerjakan karena keesokannya ada recruitment cukup besar untuk sebuah pabrik kami di Jababeka. Biasanya hari minggu kuisi dengan jalan-jalan bersama beliau, tapi minggu ini kami semua sibuk dan beliau harus berada langsung kantor cabang kami di Tangerang untuk mengawasi langsung persiapan kerja senin keesokannya.

Rasanya aku hampir tak mempercayai dengan umur yang dini ini hidupku begitu sesak dengan dinamika. Terlahir dari sebuah keluarga miskin di propinsi kaya minyak bagian timur Indonesia, Bapakku meninggal saat aku masih dalam kandungan, menyusul setahun kemudian ibuku sakit keras dan meninggal, jadilah aku yatim piatu.

Aku tumbuh dalam keluarga kakakku yang miskin juga, namun sukurlah kakakku mampu menyekolahkan adik dan anaknya hingga aku SMP. Setelah itu kakakku merasa bebannya terlalu berat hingga aku diserahkan pada keluarga kaya Bu Siska yang pada waktu itu tinggal di daerah sama. Bu Siska dan Suaminya, pak Jimmy, memang berasal dari daerah itu.

Mereka punya perusahaan tambang yang cukup berkembang hingga saat ini menjadi salahsatu yang terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Karena hanya memiliki dua anak yang semuanya perempuan, Bu Siska dengan senang hati menerima aku untuk tinggal dan sekaligus menjadi saudara angkat kedua anaknya, Rani dan Rina.

Rani berumur sama denganku sedangkan mbak Rina lebih tua 5 tahun. Keluarga itu memang sangat menginginkan anak laki-laki, namun oleh sebuah masalah kesehatan, Papa Jim (begitu aku memanggil bapak angkatku) tidak mampu lagi memberikan keturunan. Mbak Rina dan Rani juga sangat menyayangiku. Kehadiranku ditengah keluarga mereka semakin membuat cerah kondisi keluarga itu, hingga pada suatu saat tragedi keluarga (yang sebenarnya menurutku adalah anugerah) itu terjadi.

Ketika aku dan Rani berusia 15 tahun, setamat dari SMP, keluarga itu memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Om Jim memiliki beberapa rumah mewah di Menteng dan Pondok Indah. Bisnis keluarga itu juga telah berkembang pesat hingga kebanyakan transaksinya harus dilakukan di Jakarta. Sebelum itu, aku dan Rani sudah sering pula diajak dalam perjalanan bisnis Bu Siska ke Jakarta.

Om Jim lebih sering bepergian sendiri ke luar negeri sehingga aku dan Rani lebih dekat dengan Bu Siska daripada dengan Om Jim, sedangkan Rina waktu itu sudah kuliah di London. Aku dan Rani bersekolah di tempat yang sama di Jakarta, SMA di kawasan elite Menteng tempat anak-anak pejabat tinggi negara dan konglomerat bersekolah.

Aku dan Rani dekat sekali, kami tidak saja merasa seperti saudara, tapi sudah lebih jauh dari itu. Ia merasa aku pacarnya, sebaliknya aku juga merasa Rani adalah pacarku. Bu Siska tahu itu dan tak pernah mempermasalahkannya. Ia mengerti, aku dan Rani tidak memiliki hubungan darah, lagi pula keluarga itu sangat mengerti bahwa akau adalah anak yang baik.

Prestasiku di sekolah sangat bagus, tak pernah meleset dari rangking 1 yang membuat mereka semua bangga padaku. Kalau di rumah aku lebih sering membaca buku dan mengajari Rani pelajaran yang ia tidak mengerti dengan baik. Kadang-kadang aku tertidur di kamar Rani yang berada persis di samping kamarku.

Lantai 3 rumah luas itu. Di luar kamarku juga ada teras yang menghadap kebun belakang halaman rumah, aku dan Rani sering “pacaran” disana. Dan Bu Siska sering menggoda kami dengan mengatai “romeo dan juliet mabok! Tapi ia tidak marah, malah seringkali di waktu luangnya, Bu Siska membuatkan jajanan utk kami berdua.

RANI, CINTA DAN SEKS PERTAMA

Aku ingat hari itu di bulan November, aku dan Rani sedang berduaan di teras kamar Rani, kami ngobrol lepas soal teman-teman centil kami di sekolah. Aku dan Rani waktu itu duduk di kelas 2 SMA, Rani jurusan Biologi dan aku di kelas Fisika. Rani duduk di pangkuanku, aku memeluk sambil sesekali menciumi rambut hitam sebahunya dari arah belakang.

“Say, kamu tadi ada di perpustakaan ya?” tanyaku pada Rani, oh ya sejak dua tahun sebelumnya, aku mulai memanggil Rani dengan sebutan “sayang”. Itu pula yang menyebabkan keluarga itu menyebut kami “Romeo & Juliet”.

“Iya, emang kenapa? Kamu cemburu?” jawabnya enteng.

“Ngga sih, hanya saja kalau aku yang begitu pasti udah disemprot…”

“Iya… iya… maaf, aku ngga ngapain kok…” Ia mendaratkan sebuah ciuman di pipiku. Dan untuk pertama kali dalam hidupku aku membalas ciuman itu di bibirnya, bukan ciuman tapi melumat. Hanya beberapa detik tapi cukup untuk membuatnya gemas dan melotot penuh arti.

Selepas ciuman pertama itu ia menatapku, tatapan serius yang cukup sulit untuk diartikan. Ada senyum terbersit di bibir tipisnya namun warna muka yang berubah merah itu bisa mengacaukan perasaan orang yang ditatapnya.

“Kamu marah say?” aku mengeratkan pelukan di pinggangnya.

“mmm… hhh,” ia bangkit dan berbalik menghadap aku, tapi kemudian memeluk. Ada beberapa titik air mata terasa menetesi belakang leherku. Kulepaskan pelukan dan menatapnya, ah si cantik saudara angkatku, pacarku, cantik sekali!

“Kamu jahat…” ia memberanikan diri memelukku lagi.

“Kenapa sayaaaang?” aku jadi tidak mengerti

“tadi kamu juga duduk bareng sama si Mira, aku lihat waktu jalan ke perpustakaan, kamu ngerayu dia kan? Kamu ngga sayang aku lagi! Kamu jahat!”

“ya ampuuun… sayang… gitu aja dicemburuin… iiiihhh, kan dia cuman minta tolong ditulisin rumus kimia itu,” aku membelai rambutnya.

“sedekat itu untuk sekedar nanya rumus?”

“Iya… iya aku minta maaf lagi deh, tapi sumpah demi Allah aku ngga ada apa-apa ama dia,” kucium lagi pipinya, terus ke bibir.

“mmmhhhh… benar?” ia melepaskan lumatanku sambil merengek manja.

“Beneerr… sueeerrr…!!!” aku melumat lagi, kali ini ada desiran geli di bawah sana. Sehari-hari aku memang sering memeluknya, tapi kali ini terasa lain, ada gelora dan sayang yang lebih terasa. Kami terus berciuman, melumat, tanganku masuk ke dalam bajunya yang berkancing depan.

“Boleh?” kataku meminta ijin.

“he eh…” Rani mengangguk lemah, dan inilah pertama kali dalam hidupku merasakan penjelajahan tubuh wanita dengan tanganku. Kancing pengait BH nya yang juga di depan itu kulepas dan tergapailah bukit payudaranya yang cukup ranum. Rani memang memiliki payudara besar seperti ibu dan kakaknya, mungkin secara genotip keluarga ini punya bentuk payudara yang besar membusung.

“Auuuhhhffff… sayaaangg… kamu yakin?” ia menatapku sejenak untuk meyakinkan bahwa ini pasti akan lebih jauh dari sekedar petting. Ini yang pertama bagi kami, aku menariknya ke kamar, kami menuju tempat tidurnya yang luas. Ranilah yang lebih dulu melepas celana pendekku, lalu baju kaus putih yang keukenakan, dan terakhir Cdku.

“Aku pasrah sayang,” sejenak ia menghentikan eksplorasi itu, mencium pipi dan melumuri wajahku dengan lidahnya

“aku yakin kita memang dijodohkan untuk ini, dan hari ini, detik ini, jadilah orang pertama yang…” ia terdiam tak melanjutkan. Kemudian ia terduduk di hadapanku.

aku meloloskan daster tipis itu dari tubuhnya, lalu Cdnya, Bhnya dan hmmm, saudara angkatku, pacarku, kekasihku, alangkah indahnya tubuhmu.

“untuk cinta kita, sayang, kamu harus janji nggak akan ninggalin aku,”

“Aku bersumpah, sayang…,” Dan terjadilah peristiwa itu, pelan dan lembut sekali, Rani menghantarkan aku ke daerah pangkal pahanya yang ternyata sudah banjir itu, dengan pasrah Rani menyerahkan seluruh jiwa raganya untukku, aku juga mengakhiri keperjakaanku. Penis ku yang baru kali ini merasakan hal itu otomatis mendorong masuk, Kami sama-sama mabuk asmara.

“kenapa nangis sayang?,” kuhentikan gerakanku, penisku masih terbenam dalam liang vagina yang baru saja tertembus penis untuk pertama kalinya itu.

“yang pelan aja sayang, punyaku sakiiit banget,”

“apa kita berhenti dulu?”

“jangan say, aku rela, aku bahagia bisa mempersembahkan kehormatanku buat kamu,” tangisnya terus mengalir seiring kata-kata mesra itu. Aku yang tak tahan untuk terus berdiam, kugoyang perlahan sambil terus mengecup bibir indahnya.

“iyyyaaahhhh sayaaaanggg… oooouuuffff… pelaaan-pelaaaann… yyyaaahhh uuhhhhff mulai… enaaakkkhhh ooouuhhh… aku sayang kamuuuuhhh…”

“akuuuuhhh jugaaahhhh… sayaaaanggg… oooohhhhhh, kaaalaaauuuu sakiit… hhhh biiill aangg yaaaahhh?” sambil terengah-engah menikmati goyanganku aku mencoba menjawab cumbuan kata-kata mesra dari bibir mungil itu.

“Boleh aku diatas, yang?” pintanya setelah beberapa saat aku menindihnya dengan gaya konvensional.

“iyaaahh… sayang, ayo… kamu juga harus puas…”

“kamu masih lama, kan?”

“hk.. ehh,” kuangkat tubuhnya sambil merebahkan diriku ke samping, kemaluan kami masih terpaut. Kini ia berada diatasku, mengangkang disana, betapa menggairahkannya posisi ini kalau dilihat dari bawah, susunya berayun-ayun mengundang tanganku menjamahnya, aku meremas, rani sudah tak merasa sakit lagi.

“aku… uuuuoooohhhmauuuuhhhh saaaammmm… aaahhh saaaammmpaaaaiiii… oou uuhhhh… aaaaahhhhh… keluuuaaaarrrr… sayaaaaanggggg… hhhhhh,” Rani menjerit keras, diiringi dengan hempasan yang sangat kuat kearah pinggangku, penisku otomatis menghujam keras dan mentok di dasar liang rahimnya. Berdenyut disitu dan dengan segala sisa tenaganya Rani menjambak rambutku, menunduk dan menyedot bibirku keras, lalu pindah ke dadaku, ia menggigit disitu.

“aku juuuugaaahhhhhh… keluuuaaarhhhhhh oooohhh… saaaayaaaanggg…” jerit ku panjang karena mendadak penisku seperti tersedot nikmat dalam vaginanya, tak dapat lagi kutahan cairan spermaku meluncur dengan deras di dalam liangnya.

“saaaaamaaahhhh… saaamaaa… saaayaaaangggggg aaaakuuu ngggaakkkk kuaaat lagiii iiiihhhhh aaaaahhhhhhh,”

“yessss… Raaaaaannnnnn… iiiiii… saaayaaaanggggg… yaaaahhh…”

Tergolek lemas kami berdua, masih berpelukan, berebut mengambil nafas kepuasan yang terpancar di wajah kami berdua. Rani Bahagia sekali. Dan dasar pemula, kami masih saling merangsang, lagi dan lagi, seperti tak ada hari esok. Waktu merayap tak terasa selama 4 jam lebih kami melakukannya. Sore hingga malam harinya kami saling tindih, saling rengkuh, darah perawannya berceceran di sprei, di karpet dan di sofa.

Sejak saat itu aku dan Rani jadi semakin ketagihan, hubungan kami tak lagi seperti saudara, tapi lebih sebagai suami istri. Di sekolah kami saling mengawasi, kasih sayang kami jadi benar-benar tak bisa dipisahkan, walaupun kami masih melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Rupanya Bu Siska mengetahui perubahan pada diri anaknya, namun tetap saja ia menyayangi kami berdua.

Bahkan sesekali ia menyuruhku tidur di kamar Rani saat ia tidak dirumah. Dan kalau kami makan bersama, Rani selalu mengambilkan makanan dimeja itu untukku. Ia tak lagi canggung di depan keluarganya, bahkan kini Papa Jim seringkali menyindirku dengan bertanya, “istrimu sehat, bud?” maksudnya tak lain adlah anaknya sendiri si Rani.

Kalau bicara denganku Papa Jim memang lebih sering menggunakan terminologi “istrimu” daripada “anakku si Rani”. Sewaktu dia mendapatkan lembar ulangan Rani yang buruk nilainya malah dia langsung menelponku dengan mengatakan “aduh bud, gimana istrimu itu, nilai kok hancur begitu? Ah beruntungnya aku.

Dua bulan setelah itu keluarga itu mengalami ujian yang sangat berat. Dari Rani aku mengetahui rahasia keluarganya yang sebelumnya gelap gulita bagiku. Ternyata Papa Jim memiliki simpanan yang cukup banyak, perjalanan bisnisnya keluar negeri atau keluar daerah selama ini hanya jadi kesempatan baginya untuk menjalin affair dengan banyak wanita.

Bu Siska sebenarnya sudah mengetahui semua itu sejak awal namun ia tak kuasa begitu memikirkan keharmonisan keluarganya. Sebagai seorang ibu yang mencintai keluarganya ia lebih mementingkan keutuhan rumahtangga daripada ego pribadi kepada suaminya itu. Ternyata selama itu pula keluarga Bu Siska menyembunyikan disharmoni keluarganya dariku, bahwa kemesraan antara Bu Siska da Papa Jim hanya sandiwara untukku saja.

Rani mengakui ia telah kehilangan figur bapak pada diri papanya dan oleh karena itulah ia begitu mendambakan saudara pria, dan begitu aku memasuki kehidupannya ia langsung menumpahkan segala perasaan sayangnya kepadaku. Mbak Rina juga memutuskan utk study luar negeri karena merasa muak dengan papanya, mereka bertiga sudah merasa tak lagi memiliki ayah atau suami sejak mengetahui rahasia papanya itu.

Ternyata pula perusahaan besar itu adalah milik keluarga Bu Siska, Papa Jim awalnya hanyalah seorang karyawan disana yang karena pernikahannya dengan Bu Siska mendapat jabatan direktur. Entah kenapa semenjak mengetahui cerita tersebut dari Rani, aku jadi ikut-ikutan menjustifikasi Papa Jim. Kini ia tak lebih baik dari seorang bajingan tengik yang tak tahu diri.

Akhirnya pada bulan itu juga, aku lupa tanggalnya, terjadi pertengkaran yang hebat antara Bu Siska dan suaminya. Banyak kata-kata sumpah serapah yang keluar dari mulut Papa Jim, sedang Bu Siska tampak lebih bisa menguasai diri. Tapi ujungnya mereka memutuskan untuk bercerai dan Papa Jim tidak diperkenankan lagi menduduki jabatan diperusahaan itu, alias dipecat!

Aku menghela nafas panjang mendengar penuturan Rani, sore itu setelah semua hal yang berkaitan dengan perceraian dan kepergian Papa Jim dari rumah itu, kami (aku, Rani dan Bu Siska duduk santai di beranda belakang lantai dua rumah itu. Bu Siska segaja membiarkan anaknya menuturkan semua rahasia itu padaku, ia hanya terdiam sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.

Kami bertiga memang lebih akrab lagi sejak peristiwa perceraiannya. Aku dan Rani sepakat untuk saling membantu menghibur mamanya agar cepat melupakan kenangan buruk itu. Aku duduk berselonjor kaki di lesehan empuk beranda itu, bersandar di tembok. Di pundak kananku ada kepala Bu Siska sedang Rani tiduran dengan kepalanya diatas pahaku.

Tak ada perasaan apa-apa waktu itu karena hal yang sangat lumrah bagi kami bertiga yang hampir tiap sore curhat ditempat itu. Sampai kemudian Bu Siska menyuruh Rani agar masuk tidur karena terlihat matanya yang sembab menahan tangis ketika bertutur tadi. Rani pun mengiyakan dan beranjak ke kamarnya.

Tinggal aku dan Bu Siska disana, ia masih bersandar di bahuku, lama kelamaan mungkin karena pegal, ia pindah dan berbaring di pahaku. Akupun sudah terbiasa dengan hal itu, kubelai rambutnya yang sebahu, lebat dan hitam terawat. Keharuman tubuhnya menyeruak seketika ia mengangkat tangannya membelai pipiku.

“Bud…” panggilnya pelan sekali.

“Iya Bu…”

“Ibu sayang sama kamu, ibu sudah menganggap kamu seperti anak ibu sendiri,”

tangannya masih membelai pipi kiriku dengan lembut.

“Terimakasih Bu, Budi juga sangat sayang pada ibu, Mbak Rina dan Rani,”

“Dan ibu juga ingin kamu benar-benar menjaga Rani dengan baik, ibu tahu kalian tak sekedar main-main dengan hubungan kalian kan?”

“Bu, dari mana ibu tahu hubungan kami?” aku terkejut juga, wajahku berubah pucat membayangkan apa yang akan ia katakan kepadaku mengetahui hubunganku dengan Rani. Aku khawatir sekali jangan-jangan ia marah dan memutuskan hubungan itu, lebih parah lagi jika ia mengusirku dari rumahnya. Wah bakalan buyarlah masa depanku.

Tapi melihat sikapnya yang biasa saja aku jadi sedikit tenang dan berharap tak akan ada apa-apa saat itu. Bu Siska masih memejamkan mata dan membelai pipiku manja.

“Ibu juga pernah muda Bud, ibu tahu hubungan kalian sudah jauh. Kalian sudah layaknya suami istri, itu ibu bisa mengerti. Dan ibu tidak mempermasalahkan itu karena ibu sangat menyayangi kalian berdua,” katanya lirih. Aku meraih telapak tangan Bu Siska dan menciumnya sebagai rasa hormatku kepadanya. Sebenarnya waktu ia mengatakan tahu hubunganku sudah jauh itu, jantungku terasa mau copot, namun kelembutan belaian tangannya di pipi kiriku membuat aku jadi mengerti betapa ia sebenarnya benar-benar merestui hubungan kami.

“Terimakasih bu, saya berjanji jika diberi umur panjang maka sayalah orang yang akan menjaga dan bertanggungjawab untuk Rani, sebenarnya saya malu mengatakan itu kepada ibu. Karena tanpa masalah itupun saya merasa sangat berhutang budi kepada ibu dan keluarga,” aku membelai kepalanya dan mencium kening wajah cantik jelita itu.

“ada satu hal yang mengganjal dihati ibu Bud, itu yang ingin ibu katakan kepada kamu. Tapi besoklah, ibu tidak ingin Rani atapun Rina mengetahui hal itu dulu. Sebaiknya kita bicarakan besok saja di kantor, karena hal ini butuh waktu yang lama untuk kita bicarakan,” ia beranjak bangun dan merapikan dasternya, Bu Siska lalu mencium pipiku dan beranjak pergi.

“ibu mau siapkan bahan kerja dulu, besok sepulang sekolah tolong kamu telpon ibu ke kantor ya? Tuh temeni istrimu bobo dulu,” katanya mengakhiri pembicaraan.

“Trims Bu,” aku mengangguk sambil berfikir apa yang akan dibicarakan oleh Bu Siska besok hingga harus merahasiakannya pada “istriku” si Rani. Adakah rahasia lain lagi yang akan ia katakan kepadaku? Ah, aku melangkah gontai ke kamar “kami”, sejak sebulan ini aku memang tak pernah lagi tidur di kamarku.

Sejak perceraian Bu Siska aku tiap malam menemani Rani tidur, dan kami tentu saja secara rutin melakukan “ritual-ritual” layaknya suami istri di kamarnya. Kami sudah banyak punya koleksi blue film yang setiap habis belajar malam kami tonton berdua untuk selanjutnya dipraktekkan langsung. Kami yang dulunya melakukan hubungan badan karena rasa cinta itu kini tak sekedar meresapinya tapi mengembangkannya dengan berbagai variasi.

Aku yakin, dibandingkan pasangan lain di dunia ini mungkin aku dan rani adalah pasangan yang paling aktif, bayangkan sehari rata-rata kami bermain 3 sampai 6 kali yang dalam tiap rondenya paling cepat 45menit. Dan Rani yang kutahu adalah tipe wanita yang multi orgasme, dalam satu ronde permainan yang nonstop ia sanggup meraih 3 sampai 4 kali orgasme.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu