2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Sampai hari ketiga sejak kepergian Rani, aku mencoba mengurangi perasaan gundah dengan menyibukkan diri, jadwal pendaftaran mahasiswa baru cukup membantu. Ibu membelikan aku sebuah BMW yang kukendarai sendiri kemana-mana. Siang setelah acara pendaftaran, aku berkunjung ke rumah teman-teman SMA seangkatanku.

Sore hari aku pulang dan biasanya langsung menyendiri di kamar, memandangi foto-foto Rani dan aku yang memenuhi beberapa sisi kamar kami. Aku jadi banyak melamun di malam hari, padahal ujian tes masuk perguruan tinggi tinggal seminggu lagi. Bu Siska seperti mengerti kalau perasaan sedihku bulum habis, ia tak mau menggangguku.

Malam keempat, aku mencoba turun ke lantai dua, ke kamar ibu. Kulihat ia telah lelap tertidur pulas. Lelah dari seharian bekerja rupanya, aku mencium bibirnya. Kupandangi wajah manis yang kini tertidur lelap itu, cantik, elegan dan begitu menggoda birahi. Perempuan sempurna dengan buah dada besar yang telah berulangkali memberikan kepuasan seks berbeda dari apa yang kudapatkan dari anaknya.

Yah, anaknya, anak yang lahir dari rahim melewati vagina yang begitu nikmat, yang terus terang saja mungkin terindah bentuknya dengan hiasan bulu-bulu lebat pertanda pemiliknya berlibido tinggi, indah terawat. Selalu mengundang nafsu untuk menyentuhnya, menmpermainkan jari di celahnya, menjilatnya dan memasukkan penis kedalamnya.

Huuuhhhh… aku jadi tegang sendiri. Kubaringkan tubuhku di depannya, langsung mendekap. Ibu belum bereaksi ketika aku juga menyingkap selimut tebal itu, kupeluk tubuh bongsornya sambil menggesek-gesek buah dadanya yang hanya berlapis baju tidur tipis itu. Dengan lembut aku mengecup bibir sensual Bu Siska.

“mmmmm… hhuuuufff…” ibu membuka mata tersadar akibat ciumanku tadi. Ia balas mencium dan memelukku.

“belum tidur sayang?”

“Ngga bisa tidur, Bu…”

“iya ibu ngerti… jam berapa ini?” tangannya menggapai switch lampu kamar di samping tempat tidur. Dan jelaslah sudah pandanganku. Bu Siska dengan baju tidur sebatas dada kini tergolek semakin merangsang. Kemaluanku sudah tegang dari tadi, sejak melihat buah dada ibu yang putih mulus dan besar itu.

“kamu suka susu ibu, say?” Bu Siska membelai kepalaku dengan lembutnya. Aku tak mampu menjawab, karena mulutku sibuk menggilir payudaranya.

“… ssssshhhhh… mmmmm…” desisan Bu Siska mulai terdengar. Keciplak bunyi mulutku yang menyedot putting payudaranya berpadu.

“tumpahkan semua nafsumu sama ibu, say. Malam ini ibu akan layani kamu sampai kamu benar-benar tidak mampu lagi… uuuhhhh… ssshhhhh… ooouuuhhhh…”

Akhirnya memang pesona dan keindahan tubuh Bu Siska mampu membawaku menjauh dari ingatan kepada Rani. Wanita paruhbaya itu kini benar-benar bak dewi asmara yang membutakan nuraniku. Tubuh bongsor dengan payudara besar itu terus mengundang lidah dan mulutku untuk menjelajahi centi demi centi setiap permukaannya yang lembut dan halus.

Sementara pemiliknya seperti tak mampu mengeluarkan suara selain jeritan-jeritan nikmat yang semakin mengundang birahiku untuk meraup semua kenikmatan seksual darinya. Bahkan ia yang jauh hari sebelumnya kutahu adalah wanita penuh sopan santun dan cenderung sedikit aristokrat itu kini tak tanggung-tanggung lagi mengeluarkan semua kosa kata jorok untuk mengimbangi kenikmatan dari permainan haram antara anak dan ibu angkatnya ini.

“Oooouuhhhh yeesssshhhh… jilaatinnnnn… memeeekk… ibuuuu sayaaang… oooohhhh geliiiinyaaa… ooouuhhh yessss… tussssuuuukkk deeeengaaannn aaahhh jariiiihhh kamuuuhhh sayaaangggg oooohhhhh… koooocooookkkkk… hhhh ooouuuuhhhhh… kamuuuhhh senaaaaangggg… memeeeekkkk uuhhhh ibbuuuu saaaayaaaaangg…

“iyaaaahhh… buuuu,” srupppp… aku asik menjilati bibir vagina berdinding merah itu.

“ooohhhh… yyyaaaahhhh… iiiyyaaaahhh… mmmmmmhhhhhh… ibuuuuhhhh mauu uuuhhh… Keluuu… aaarrrrkkkkk… aaahhhh… sedooootttt… memeeekkk… kuuuuuhhh ooohh seddddooootttt hhhhh aaahhhh… ennnaaaakkkhhhh sayaaaaang,” ibu menjerit histeris, pertanda orgasmenya tiba. Padahal baru 5 menit saja aku menjilati kemaluannya.

Mungkin sedotanku yang keras dan bertubi-tubi pada clitorisnya yang menyebabkan ibu secepat itu. Pahanya menjepit kepalaku keras sampai sesak nafasku dibuatnya. Hanya sesaat, lalu melemah dan aku kembali dengan perlahan menjilati cairan yang mengalir dari rahim ibu, kutelan habis seperti orang yang kehausan saja.

“oooohhhh… sayang, ibu nggak tahan, maaf ya? Sekarang giliran ibu yang memuaskan kamu. Sini sayang, ibu mau coba penis kamu…”

“iiihh ibu, jorok ngomongnya!” sahutku sambil mencubit. Tapi aku tak menolak saat ibu meraih batang kemaluanku mendekat ke arah wajahnya, kini aku berdiri di lututku dan menyodorkan penis besar dan keras itu ke wajah ibu yang langsung menganga. Kedua tanganku malah berpegangan pada kedua belahan dada yang empuk itu.

“kan sekarang ibu istri kamu… hmmm,” ibu langsung menyambut dengan mengulum batang itu, mengocok dengan jari-jari lentiknya dan …

“aaaaaaaaauuuh ibuuuuuuhhhh… ennnaaakkkkhhh,”

sreeppp… prrrrrtttttt… clik clik clik bunyi penisku yang disedot mulut seksi Bu Siska.

“ooouuhhh… buuuuhhhh… ennaaakkk… ooohhh… ibuuhh… hhhhhh yes shh… haaooooohh… yeeesssss… ooohhhh… seddoooottthhh teeruuuusssshhhhhh buuuuu… ibuuuuuhhhh iiiiibbbuuuuuhhhhh oooohhhhhhh,” jeritku tak henti menikmati permainan lidah ibu yang tak henti menggelitik permukaan tepat di bawah kepala penisku.

Tanganku semakin keras pula meremas buah dadanya. Aku berteriak sambil mendongak ke atas, ibu terus menyedot sambil menatap tingkahku yang seperti orang kesetrum listrik ribuan volt. Wajah cantik itu semakin menggairahkan dengan mulut yang penuh sesak oleh penisku. Tiba-tiba crooop… ibu menghentikannya.

“oouuhhhhfff… kenapa bu?” aku yang tanggung.

“ibu mau lagi… nggak tahan liatin kamu keenakan sendiri.

“Baik bu,” aku langsung berpindah karena ibu melepaskan penisku dari genggamannya

“ibu diatas sayang, biar kamu puas mainin susu ibu,”

“ibu tau aja selera saya,”

“iya harus dong, masa sih ibu ngga mau tahu kesukaan kamu, kamu kan sudah sering memuaskan ibu, adil kan kalo sekarang ibu berusaha memuaskan kamu?” aku rebahan di tempat tidur, telentang dengan penis yang tegang mendongak. Sejenak ibu menggenggamnya dan memandang heran.

“pantesan ibu merasa sakit waktu pertama kali kita main, ukurannya segede ini, hiiiihh ngeri aaahhh…”

“tapi ibu suka, kan?”

“iya dong, kalo tidak suka, ngapain juga ibu minta terus, ayo ah, ibu nggak tahan,”

ia langsung berjongkok dengan paha tepat diatas pinggangku. Tangannya mengarahkan kontol besar dan panjang itu tepat ke depan bibir vaginanya yang berbulu lebat sekali. Ibu menurunkan pantatnya, penisku masuk dengan lancar karena kemaluan ibu rupanya masih becek sisa air mani waktu kujilat tadi. Ia sedikit membungkuk mendekatkan susunya ke wajahku, aku langsung meraih, sebelah kiri dengan tangan kananku dan yang kanan dengan mulutku.

“Auuuuffff… hmmmmm… enaakknyaahhh… sayaaang… ooohhhh,”

“iyaaahhhh… buuu… ssshhhhhh… ooohhh… ibuuuuu… ibuuu… oohhhh, goyang yang kerasss… buuuhhhh… ooohhhh… ooohhhh… mmmmm… hhhh… yesss…”

“hhhh… niiikkmaaaatnyaaahhh… kooonnnntooollll kamuuuu… buuuddd aaahhhh,” ibu rupanya tak lagi canggung mengucap kata-kata jorok tentang kemaluan kami. Desahannya semakin histeris saja. Apalagi saat aku dengan keras meremas buah dadanya yang besar itu.

“ooohhhh… memeeeekk… iiiibuuuu juuugaaaahhh… eeeennaaaakkkkhhh,” balasku tak kalah jorok juga.

“heeee… eeeennaaaakkkhhh maannaaaahh saaamaaahhh punyaa Raaanihh…” ibu menghempas keras… plaaakkk!!! Plaaakkk!!! Creekkk… creeekk… sreeep

“saamaaahhh… enaaaakkhhhh… ooohhhh… memeeek ibuuu juggaaa njjeepiiit ooohhh,” aku mendorong keatas, sreepppp… blesss.. sreepp… blesss

“gooommmbaaalll… manaaahhh bisaaahhh… ibuuu kaaan suudaaah tuaaaa aaahhh,” ibu meraih tanganku yang terlepas dari remasan susunya

“taaapiiiihhh memeekk ibuuuuhhh jugaaaahh guuuuriiihhh… enaaakhhhh,” kupintir-pintir putting susunya, ibu sampai terpejam sambil terus berteriak.

“kooontooolll kamuuhh geedeee baaangeeethhh eeeehhhmmmm saaaayaanggg, mennto oookkkhhh… di rahiiimmm ibuuuuhhh… sshhhh yesss… remessshhhh… susuuu ibu saaayyy,”

Luar biasa memang seperti kata ibu, ukuran kontolku memang diatas rata-rata, sampai-sampai ibu yang sudah punya 2 anak ini menjerit-jerit merasakan keperkasaannya.

Ibu merubah posisi, badannya menghadap samping, waktu menyamping tadi luar biasa nikmat gesekan vaginanya, kontolku seperti dipelintir.

“oohhhh… ibuuuuhhh… enaaakkh…” jeritku tertahan seketika tanpa jeda sedetikpun ibu langsung menggoyang, kali ini berputar sehingga vaginanya seperti menyedot kemaluanku. Aku takmau kalah, kutarik putting susunya sebelah kiri hingga ibu berteriak dan semakin kencang bergoyang.

“ooooohhhhhh… aaaaaauuuhhhh… yessshhhh… piiiintttaaaarrr… kamuuuuhhh…”

“memeeeekhhhh… ibuuuuhhhh… eeenaaakkhhhh… buuuuuhhhhh… oooohhhhh… ssssss hhhhhh… oooohhhh… gooyaaangggg… aaahhhh…”

Ganti gaya lagi, Bu Siska menindihku sekarang, dengan pelan ia menggoyang pinggulnya. Aku asik meremas buah dadanya sambil mengadu lidah kami, saling sedot.

“enaak.. saaayaaangg?” desahnya

“hooohhh… mmmm enaakkk baaangeet… uuhhh buuuuhhh… memek ibuu bener-bener nikmaaat… ooohhh…”

“kontol kamu jugaaaahhh… ooohhhh nikmaatnyaaahh… ibuuu sukaa bangeeett… kook bisa besar gitu yaah?”

“mana tau bu… emang dari sononya ooohhh memek ibu juga kenapa bisa enak gini… ihh aaahhhh… ooohhhh… goyang ibu jugaaahh… ooohhhh,”

“aduh sayang… ibu mauuuuu keluaaarrrrr… shhhhh ooohhhhhh yesssss… aaahhh, menthoook sayaaangggg… ooohhhh…” vaginanya menjepit, pelukannya semakin erat, aku tahu itu tandanya ibu sebentar lagi akan muncrat…

“ayooohhhh… buuuu… aaahhh memeek ibuuuu tammmbah denyuuttt enaaakhhh aahh shhhh oooohhhh… ooohhhh, goyang lagiiiii buuuuu yang kerasshhhh ooohhhhh,”

“pindaah sayang, kamu diatas, ayooohhhh tindih ibu…” ia meminta aku diatas, mungkin supaya lebih keras genjotannya. Kuturuti perintahnya, langsung kami bergulingan, masih berpelukan. Bu Siska kini di bawah, pahanya diangkat-angkat agar kemaluanku semakin mudah menusuk.

“yesss… yess… yess… yesss… aahh… ahhh… ahhhh… genjot yang kerass… sayang yang cepaaathhhh oooohhhhh,”

aku mempercepat… dan tiba saatnya bagi Bu Siska, menegang, melepas cairan dalam rahimnya, melumuri sekujur penisku yang masih mengganjal dan menusuk-nusuk. Akhirnya beberapa detik setelah itu melemas. Aku masih mengocok, kecantikan wajah mature di depanku ini membuat birahiku takkan pernah padam.

“shhhh… ooohhh geliiiii sayang, geliii… hhhh stop dulu stop dulu say, ibu istirahat dulu uuuhhh… nikmatnyaaahh…” Bu Siska merintih kegelian merasakan desakan penisku yang tak kunjung jeda. Tangannya merangkul pinggangku dan mengeratkan pelukannya, pahanya menjepit sehingga aku sulit bergoyang.

“aaahhh ibuuuu… hhhh…” aku senewen juga karena tanggung, padahal saat itu penisku sedang tegang-tegangnya mengganjal. Terpaksa kuhentikan juga karena ibu terus merengek manja.

“maapin ibu say, ibu nggak kuat layani kamu…” Bu Siska mencoba menghibur dengan menciumku.

“habiiisss… ibu nggak bisa nahan sih, jadi kan saya tanggung bu…”

“ya sudaaah… ntar ibu kasih lagi…?” katanya seraya melepaskan pelukan. Badannya digeser ke samping, otomatis penisku terlepas, ibu sampai terpejam meresakan gelinya.

“huuuuooohhh… giliran ibu deh yang nggak sanggup, padahal dulu waktu pertama kali kepingin sama kamu, ibu sampai mimpi bisa lama-lama mainnya, say…” Bu Siska berkata sambil berbaring disebelah kananku. Kami sama-sama menghadap ke atas, memandang langit-langit kamar ibu yang luasnya dua kali kamarku itu.

“Sejak kapan sih ibu punya keinginan begini?”

“sejak lama… waktu tahu suami ibu main serong sama cewek lain,”

“maksud ibu sejak tahun lalu?”

“nggak say, jauh sebelumnya… kira-kira lima tahun yang lalu, waktu ibu pertama ngajak kamu ke Jakarta,”

“Haaah?” aku terkejut

“waktu itu kan, saya masih SMP bu?”

“yaaahhh… itulah sebabnya waktu itu kamu masih terlalu muda sehingga ibu nggak tega minta itu sama kamu,”

“trus…? Hmmmm… kenapa sekarang ya, bu?” aku penasaran juga, jawaban Bu Siska tadi membuat aku berfikir untuk mengetahui pandangannya tentang aku, yang utuh dan jujur. Tentu ini menarik karena bagaimanapun kuanggap ini adalah peristiwa yang sangat berarti bagiku, yang telah merubah hidup dan pandanganku tentang wanita.

“Boleh ibu cerita panjang lebar, say?”

“itu yang ingin saya dengar, bu, tapi… hmmmmm,” aku ragu mengatakannya.

“apa sayang?” ia mengecup bibirku

“Mau lagi ya?” rupanya Bu Siska tahu juga. Mungkin karena dirabanya penisku yang tegang itu. Aku tak menjawab, kubiarkan ibu men-service aku kali ini.

“kenapa diam aja say?”

“kan saya belum keluar bu, boleh kan?” aku merajuk sambil kembali menindihnya.

“iya sayang, ibu juga nggak mau kamu nanggung gitu, ayo sayang… mmmhhh… ssss hhh… ini yang ibu suka dari kamu… mainnya selalu panaassshhhh… ooohhhh sedoott susu ibu saaayyy… ssshhhh nikmatnyaaaahhhh…”

Jadilah kami bertempur lagi, hasilnya kali ini kami keluar bersamaan, ibu yang duluan menyembur, aku menyusul beberapa detik setelah itu. Aahhh nikmatnya Bu Siska, ibu angkatku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu