2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

ari ini kami cukupkan dengan 2 ronde permainan tadi, Budi kulihat masih berenang saat aku dan Hesti akhirnya tertidur lelap kelelahan. Kupeluk tubuh sahabatku itu, dan kami tertidur cukup lama akibat tenaga yang terkuras habis pertempuran birahi segitiga yang teramat dahsyatnya.

Cahaya matahari sudah tak tampak saat kami terbangun, ternyata sudah pukul 20.00, artinya aku tertidur sampai 5 jam! Kudapati Budi juga masih terlelap disampingku, diapit oleh Hesti yang juga masih belum bangun. Entah kapan Budi menyelinap diantara kami, padahal tadi seingatku, aku tidur dengan memeluk tubuh Hesti yang masih telanjang bulat.

Segera aku bangun dan menuju bagian belakang villa, disitu ada dapur yang terpisah dari bangunan induk tempat kami pesta seks tadi. Lokasinya cukup jauh, sekitar 25 meter dari teras belakang bangunan utama. Disitulah para pekerja villa itu tinggal, ada mang Darja dan istrinya, siti yang kubawa dari rumah di Jakarta, dan mbak Anah juru masak asli villa itu.

Aku memanggilnya mbak Anah karena usianya lebih tua dariku, aku tak mau memanggilnya dengan panggilan bibi atau mbok seperti kebanyakan orang memperlakukan pembantunya, bagiku pembantu rumah tangga harus selalu dihormati karena mereka juga sama sepertiku, bekerja untuk mendapatkan nafkah yang halal.

Jadi, baik Siti, Mang Darja, Mbak Anah atau siapapun yg bekerja di rumah dan villa ku, harus diperperlakukan dengan terhormat, memarahi mereka pun aku tak pernah, selalu kutegur dengan halus dan kuajak bicara dari hati-ke hati jika ada persoalan. Karena itulah, mereka jadi sangat betah bekerja denganku.

“Mbak Anaaaaaaah…” panggilku lewat intercom yang menghubungkan bangunan utama dengan dapur di belakang villa.

“Iya Nyaaaa…” dari kejauhan terdengar jawabannya, pekerja disini memang memanggilku dengan sebutan Nyonya.

“Kemari Mbak… siapin makan di teras belakang ya?” lanjutku

“Injih baik Nyonya…” Jawabnya halus.

Aku kembali ke ruang utama tempat Budi dan Hesti masih tidur tadi. Kulihat Hesti sudah bangun, dan wow… ia tengah asik membelai belai kontol anakku yang masih tidur. Hihihi… kontol Budi memang besar, masih ‘tidur’ saja ukurannya segitu! Apalagi kalau sudah bangun dan tegang!

“Heeeh non! Udah, nanti dimainin lagi, makan dulu… Bangunin tuh si pangeran…” Kataku pada Hesti.

“Huaaaahhhhaammmmmm… iya baik ndoro putri…” jawabnya bercanda, bibirnya dimonyongin sambil melirik kearah kontol Budi.

“dasar lu gak bisa kurang ngentot!”

“Huahahahahaha! Bukannya elu yang hiper?! Heeehhh Bud bangun yuk sayang…” Hesti menggoyang-goyangkan badan Budi.

Aku berlalu kembali ke teras belakang sambil membawa beberapa kertas kerja yang harus ditandatangani. Walau sedang berada di villa untuk liburan dan berpesta seks seperti ini, tanggungjawabku sebagai CEO di perusahaan tak pernah kuabaikan.

Sembari menunggu makanan disiapkan oleh mbak Anah dan Siti, aku pun tenggelam dalam keseriusan memeriksa beberapa dokumen yang ada di tas kerjaku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu