2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Seharian itu, kuentot Budhe dengan puluhan gaya, nyaris disemua sudut dalam dan luar rumah. Di dapur, di taman belakang, halaman depan, kebun bunga, kamar mandi, dan terakhir di depan tv sambil menonton video porno. Aku sengaja mengajak Budhe menyaksikan film itu sambil bermain enjot-enjotan di ruang tengah, agar ia terbiasa dan tak canggung lagi kalau suatu saat nanti diminta mendampingi Bu Hesti dan ibuku bermain bersama.

Ronde pertama permainanku berakhir jam 11.30 siang, saat kutumpahkan sperma dalam memek nya. Kami main di tempat tidur ibu setelah sebelumnya sempat ngentot di kamar mandi ketika Budhe baru saja habis pipis. Tak tahan melihatnya mengangkang di toilet, aku memintanya duduk di meja wastafel bercermin besar dalam kamar mandi ibu.

Sesudahnya, kami makan siang bersama di taman… sambil ngobrolin apa yang baru saja kami lakukan di kamar ibu. Ia cuma membawa sepiring nasi yang penuh berbagai lauk. Dari piring yang satu itulah Budhe menyuapi aku dan dirinya sendiri. Mesra sekali, bagai pengantin baru yang dimabuk asmara. Makan sepiring berdua…

“Gimana Budhe, puas?” kataku bertanya saat baru saja ia menyuapi makanan ke mulutku.

“Ya den… Budhe puas banget… gak nyangka diumur segini Budhe masih bisa dapat rejeki nikmatin diewek… apalagi sama aden yang gagah ini… duuhhh, beruntung banget Budhe…” sahutnya lalu menyuap makanan

“Budhe itu wajahnya cantik, senyum manis, susu besar, kulit mulus, putih bersih dan terawat, memek Budhe juga gak kalah enak dari memek ibu dan Bu Hesti… Budi merasa sangat beruntung dapat ngewek sama perempuan dewasa seperti Budhe…” ujarku dan memberi ciuman di pipinya.

Budhe tersipu malu dan tersenyum… manis sekali, kulihat ia sangat bahagia disanjung seperti itu.

“boleh nanya Den?”

“mau nanya apaan lagi Budhe?”

“Aden sudah bicara dengan ndoro nyonya ya?”

“tentang apa Budhe?”

“Tentang aden yang mau… nidurin Budhe…”

“Iya Budhe, jujur aku sudah gak tahan karena sudah sejak lama sekali aku perhatian sama Budhe, sering curi-curi pandang waktu Budhe kerja bersih-bersih, aku suka khayalin pantat Budhe, memek Budhe, susu Budhe… Akhirnya aku paksain ngomong dan minta restu dari ibu untuk menggauli Budhe, eh… ternyata ibu juga menyetujui karena memang beliau bermaksud membahagiakan Budhe…

Uniknya setiap kali menyebut alat vital Budhe aku selalu menjulurkan tangan kearah benda yang kusebut. Ketika menyebut memek, kuraba selangkangan Budhe, saat menyebut susu, kuremas dada Budhe, waktu sebut bokong, kucoel pantat Budhe. Wanita yang meski tak muda lagi tapi masih banyak menyimpan pesona itu tampak makin tersanjung.

“Budhe benar-benar gak nyangka den… ndoro nyonya sebaik itu perhatian sama Budhe… Budhe kan cuma pembantu, orang kampung pulak…” katanya setengah bergumam.

“Tapi Budhe memang layak untuk dibahagiain lho… aku setuju dengan ibuku,” kucium lehernya.

Kami terdiam beberapa saat karena sama-sama mengunyah makanan.

“Udah… abisin dulu makan siangnya den… biar segar lagi dan tenaga aden pulih…”

“Iya… biar kuat ngentotin Budhe sampai malam nanti…” aku memotong.

“Hahh?? Emangnya Budhe mau digituin lagi? sampe jam berapa Den?”

“Ya iya lah Budheeeee… untuk memek seenak punya Budhe ini sampai besok pagi pun aku sanggup… sampai 3 hari tiga malam juga aku mau!!!”

“Astaga deennn! Bisa ancur anunya Budhe! Baru segitu yang tadi aja rasanya memek Budhe sudah pegel-pegel…”

“Tapi Budhe mau lagi kan?”

“Tergantung aden… Budhe mah nurut aja… apalagi itunya den Budi enak, panjang, besaaaar, terus mainnya lamaaaa banget…”

“Gak bisa begitu Budhe, aku gak mau maksa… kalau Budhe emang gak kuat, bilang ya?”

“Tapi den… Budhe gak sekuat ndoro nyonya atau nyonya Hesti, aden kan tahu, umur Budhe sudah 53 tahun sekarang… lebih tua jauh dari ndoro nyonya, apalagi ndoro Hesti…”

“Ya Budhe, tapi memek Budhe masih sangat enak kok… kalau Budhe kelelahan kita bisa istirahat…”

“Iya den, Budhe minta ijin nanti sebelum ndoro nyonya pulang, Budhe mau bantuin siti dan si sur bersih-bersih rumah ya den…”

“Gak usah Budhe, hari ini Budhe libur total, ini bukan aku yang bilang tapi ibu sendiri, pesannya sebelum pergi tadi, Budhe jangan dikasi kerja, pokoknya Budhe harus aku puasin… sepuas puasnya…”

“Haahh? Masa sih ndoro nyonya ngomong begitu den?”

“Sumpah…” ujarku meyakinkannya.

“karena memang begitu pesan ibu, jangan kasih Budhe Anahmu kerja hari ini sampai besok, bikin dia bahagia… begitu Budhe…” aku menirukan kalimat ibu semalam.

“Ya Alloh baik banget ndoro nyonya ya deeennn alhamdulillah Budhe bersukur banget punya juragan seperti ndoro…” ungkap Budhe sambil merengkuh manja. Tentu kubalas memeluk balik dan mencium bibirnya. Kami jadi bermain lidah… rasanya sudah tiba waktu untuk melanjutkan ronde kedua…

“Kita main disini yuk Budhe…” ajakku

“Iya den, Budhe mau aja… ditidurin aden aja Budhe sudah sukur, apalagi kalau diajak main di tempat terbuka begini, mimpi rasanya den, kayak di sorga, beginian sama den Budi yang gagah, ganteng, muda, dan kuat, mainnya lama… itunya gedeee banget hiiiii…” kata Budhe menyeringai, ia meraba kontolku yang setengah berdiri, kulorotkan celana pendek itu.

“Coba Budhe naikin kaki kiri disini,” kataku menunjuk tepian bangku taman tempat kami duduk tadi, Budhe menurut…

“Begini den?” ujarnya sembari mengangkat ujung daster hingga sebatas pinggang, ia juga tak lagi memakai celana dalam, memek tembem itu tampak ‘menunggu’ dengan sedikit menganga.

“Iya Budhe… uuhhh aku napsuan banget lihat Budhe pake daster ini, seksi abiisss!!” ungkapku terpana.

Kontolku mengacung dengan sempurna, kebetulan tinggi badan Budhe Anah hampir setinggi badanku hanya beda 2-3 cm saja, maka dari itulah ia tak pantas disebut perempuan desa! Jadi posisi kontolku sejajar dengan memek Budhe yang kaki kanannya berpijak pada lantai dasar bangku dan yang kiri bertumpu di pinggir atas tempat duduk, otomatis pahanya membuka.

“Aaaaahhhh Budheeeee… memeknya sempit bangeeetttttt!!!”

“Hiiyyahhh deeennnn… lama gak dipake aahh… apalagi kontol aden gede banget…” ujarnya memuji balik sambil mengikuti gerakan maju mundur yang menghantar kontol besarku mencolok-colok memek sempitnya.

“Aaaaahhhhh den buddiiihhh enak bangeet rasanya dientotin pake cara begini deeennnnn ooooohhhhhh!!!” teriak Budhe tanpa malu-malu.

Ia juga tak khawatir suaranya terdengar orang lain.

“Hiiyyaah Budheeehhh memek Budhe juga tambah berasa legit, sudah sempit… cenut-cenutannya berasa banget… kontolku seperti diremes-remes… hooooooohhhh”

“Hooohhh Ooooohhhh dennnnn… Budhe gak tahaan lama-lama begini… kontol aden kelewat ennaaaaaakkkkk aaahhh aaahhh aaahhhh aaahhh deennn!!” Ia semakin semangat mengimbangi gerakan maju mundurku.

Kuraih pinggangnya dengan tangan kanan untuk menjaga keseimbangan agar tubuh kami tak oleng saat saling menggenjot, sementara tangan kiriku meremas payudaranya.

Mulut kami bertemu saling sedot, tangan Budhe memegang erat kedua pipiku kiri kanan, seolah tak ingin ciuman bibir itu terlepas.

Cukup lama kami bermain dengan gaya berdiri ini, kurasakan Budhe sudah 3 kali orgasme, tapi itulah kelebihan wanita paruhbaya berumur lebih tua dari Bu Siska ibuku itu, staminanya luar biasa, mungkin karena ia sering bekerja keras sehingga kondisi fisiknya lebih prima dari ibu yang kerja kantoran. Berarti tak benar pengakuan Budhe sebelumnya soal ia tidak sekuat ibuku atau Bu Hesti karena faktor usia!

Sudah 20 menit lebih kami saling menggenjot disana, barusan terasa kontolku lagi-lagi diterpa siraman cairan hangat dalam memek Budhe, artinya ini sudah kali keempat ia orgasme!

Kuminta Budhe pindah ke sebuah ayunan, kusuruh ia naik dan duduk disana, mengangkangkan pahanya lebar. Kudorong menjauh setengah meter hingga posisi memek Budhe yang terduduk itu jadi benar-benar pas dengan kontolku. Aku masuk lagi, Budhe tak bisa aktif menggoyang dengan gaya ini, karena ia duduk di ayunan, keluar masuknya kontolku dalam memek Budhe ditentukan oleh gerakan tanganku mendorong dan menarik tuas ayunan yang terbuat dari besi itu.

Sungguh nikmat, dan ini gaya ngentot baru yang tak pernah kulakukan sebelumnya baik dengan Rina, ibu ataupun Bu Hesti. Budhe merasa sangat beruntung hari ini, tak habis-habis ia mengungkapkan terimakasih pada ku dan pada ibu atas kebaikannya ‘meminjamkan’ aku untuk memuasi dahaganya yang sudah belasan tahun tak tersentuh pria.

Disini Budhe meraih orgasme hingga empat kali lagi, raut wajahnya nampak sangat puas pada permainan seks yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan akan didapatkan diusia sesenja ini. Aku pun terus memuasi dahaga perempuan paruhbaya dengan body menggiurkan itu tanpa jeda dan tak jemu-jemu pula memuji kenikmatan layanan seks dari tubuh suburnya.

Dua jam kami habiskan di taman untuk saling memuaskan. Kureguk sari tubuhnya sepuas hati, demikian pula halnya dengan Budhe, dari permainanku yang sudah dua ronde sejak pagi tadi, ia merasa dahaganya selama belasan tahun ‘puasa birahi’ itu tersalurkan sudah. Di ronde kedua ini juga dengan polos Budhe mengakui ia sampai sepuluh kali memuncak!

Jam 15.30 barulah kami masuk kembali ke dalam rumah, kuajak Budhe beristirahat siang di kamarku, padahal tadinya aku ingin tidur bersamanya di kamar ibu, maksudku agar jika kami belum bangun saat ibu dan Bu Hesti pulang, mereka akan menemukan kami berdua bugil disana, berharap mereka akan minta ngentot berempat dengan Budhe sebagai peserta baru!

Kelezatan tubuh Budhe benar-benar membuatku lupa segalanya! Seandainya saja ibu tak menelpon sore itu, membangunkan aku yang tengah asik tidur sambil memeluk tubuh montok Budhe Anah, pasti aku tak akan tahu kalau dia sudah kembali ke rumah.

Kubangunkan Budhe yang masih tertidur lelap dengan cara mencium bibirnya, tak mempan… kuremas susunya dan menyedot putingnya, masih juga Budhe belum bangun… baru setelah kujilati memeknya ia menggeliat dan membuka mata…

“Astaga Deeennnnn… Budhe dimana ini?” ujarnya masih dengan mata kusut belum pulih benar dari rasa kantuknya.

“Di kamarku Budhe sayaaang…” Ujarku pelan, memeknya masih kujilati.

“Budhe diapain Deeennnn aaaahhhhh geliiiii…” ujarnya, tangannya kali ini mencegahku melanjutkan permainan itu lebih jauh.

“Jangan deeen, sebentar lagi ndoro nyonya datang…” pintanya setengah memelas, padahal aku sudah siap-siap mau ngentotin lagi memek lezat itu. Belum cukup rasanya baru dua kali ngecrotin memek tembemnya sejak pagi tadi.

“Rumah sudah rapih, Bude… dan ibuku belum datang, tadi dia menelpon bilang mau bawa oleh-oleh lalapan ayam kalasan. Kita makan bareng di tepi kolam belakang. Sudah kusuruh Siti menatanya tadi…”

“Masa sih??? Adduh den, harusnya aden bangunin Budhe, gak enak sama ndoro nyonya…” Ujarnya langsung beranjak bangun dan tergesa-gesa menuju wastafel, ia cuma membasuh wajah disana. Dirapikannya daster yang awut-awutan akibat permainan kami menjelang tidur tadi.

“Budhe pamit ganti pakaian dulu Den, biar rapih pas ndoro nyonya datang nanti…” Katanya buru-buru keluar kamarku, padahal ibu sudah berpesan agar aku tidak membiarkannya bekerja apapun hari ini. Tapi tak enak juga Budhe rupanya merasa diperlakukan berlebihan begitu.

Hari beranjak senja saat mobil ibu memasuki gerbang rumah. Aku menunggu di teras depan, menikmati sepiring kue tradisional dan secangkir teh bikinan Budhe. Kami duduk berhimpitan di lantai, mirip pasangan yang lagi kasmaran.

Budhe memijit betisku, sementara aku memijit bagian belakang lehernya, sambil sesekali membelai dan meremas buah dada besar perempuan paruhbaya yang baru saja resmi jadi ‘istri keempatku’ ini…

Bokong besarnya terangkat dan ia berhenti memijat kakiku ketika dilihatnya mobil ibu memasuki halaman depan. Tergesa-gesa Budhe bangkit dan berjalan menuju garasi dimana mobil itu berhenti. Aku ikut menyusulnya kesana. Kusambut ibu dengan pelukan dan ciuman mesra begitu ia turun dari mobil, demikian juga dengan Bu Hesti.

“Iiihh… ini kok sudah keras yak?” Bisik Bu Hesti saat menciumku, tangan nakalnya meremas pelan penisku dari luar celana.

Barangku yang memang tegang sejak meremas susu Budhe, jadi makin keras saja mendapat sentuhan dari tangan Bu Hesti.

“Tante mau?” Ujarku menawarkan, kujajari dan memeluk pinggangnya, kami berjalan beriringan masuk rumah.

Budhe dan ibuku sudah mendahului, mereka masing-masing menenteng dua tas berisi makanan. Kami beberapa meter di belakang. Saat keduanya menuju meja makan di ruang tengah, aku dan bu Hesti malah saling pagut beradu bibir. Kami berhenti tepat depan sofa panjang di sudut ruangan yang luas itu. Bu Hesti duduk disana, tepat dihadapan aku yang masih berdiri.

Si muka ganjen itu dengan tak sabar membuka sabuk, zipper dan celana panjang yang kukenakan. Melorotkan celana dalamku dan langsung menerkam penis yang sudah keras mengacung-acung kearah wajahnya!

“Aaaaahhhh tanteeeee!!!” teriakku merasakan nikmat dari sedotan mulutnya pada batang penis besar nan panjang itu. Tangannya mengocok, mulutnya menghisap, lidahnya menari di dalam sana, mengulas-ulas kepala kontolku yang kian membengkak!

“Oooohhhh tanteeeee!!! Enaaaaakkkk aaahhhhhhh… seddoooooottttt tanteeee ooohhhhh,” lanjutku menahan nikmat permainan mulutnya, kujambak rambut Bu Hesti dan menekan kepalanya agar penisku masuk maksimal kedalam mulut seksi itu.

Kulirik ibu dan budhe yang rupanya sudah selesai menyiapkan makan malam. Budhe menggeleng-geleng keheranan, ibuku cuma senyum-senyum, menyaksikan ganasnya Bu Hesti memberikan ‘karaoke service’ pada kontolku.

“Hoooyyyyy makan dulu nape! Hahahahaha dasar maniak lu Hessss!” Ujar ibu pada kami.

“Uddaaah lu aja yang duluan makan, tuh mbak Anah temenin, gue gak tahan bayangin kontol si Budi nyodokin memek mbak Anah seharian ini Sis!” Jawab Bu Hesti menghentikan sejenak permainan mulutnya di batang penisku.

“Ya udah mbak, kita makan aja duluan sambil nonton mereka tuh… hihihihiiiii,” kata ibu pada Budhe.

Sebenarnya aku sudah cukup lapar juga, siang tadi aku makan sedikit saja, tenagaku juga cukup banyak terkuras untuk ngentotin Budhe seharian. Tapi demi merasakan enaknya permainan lidah dan mulut Bu Hesti, aku rela menunda makan malam. Penisku sudah terlanjur tegang dan tak sabar ingin segera dijejalkan dalam memek wanita paruhbaya beranak 5 ini!

Kuraih pantat Bu Hesti dan menunggingkannya, ia berpegangan pada sandaran sofa, aku berdiri di belakangnya dengan kontol yang sudah siap mencoblos. Masuk dan segera menyodok-nyodok maju, mundur, maju, mundur dengan cepat dan kuat. Bu Hesti berteriak keenakan.

Sementara ibu dan Budhe kulihat makan sambil menyaksikan aksi ngentot antara aku dan dosen binalku ini. Wajah Bu Hesti menghadap mereka, tentu dengan ekspresi kenikmatan yang sangat atas perlakuanku yang terus menyogok memeknya sambil meremas keras susunya. Kuperhatikan sekilas wajah Budhe memerah, mulutnya melongo dengan mata yang tak berkedip memandang kearah Bu Hesti yang sedang meronta menahan nikmat genjotan kontolku.

Baju kaos masih melekat di tubuhku, hanya bagian bawah dari perut sampai kaki terbuka. Celanaku sudah dari tadi melayang oleh ulah Bu Hesti yang horny berat. Pakaiannya sendiri ia lempar kesana kemari dan hanya BH yang masih dikenakan, itupun sudah melorot ke perutnya. Aku menarik tali BH itu dan menjadikannya seolah pengait kuda yang sedang kutunggangi.

“Aaaaaaaahhhh seeettaaaaaannnnnnn bangsaaatttttt lo budiiiiiiii aku kelluaaaarrrrr aaaaahhhhhhhhh anjiiingggggg!!! gue gak tahhaaaannnnnnn oooohhhh!!!” Teriaknya panjang, nyaring dan keras, pertanda ia tengah meraih puncak kenikmtan seksnya dengan teramat dahsyat.

Sambil menekan keras dan mendiamkan kontolku tertancap dalam memek Bu Hesti, aku melirik kearah Budhe, ia berdecak kagum menyaksikan serunya permainan kami. Ini kali pertama perempuan itu menonton langsung kami ngentot tanpa harus mengintip! Kelihatan dari wajah budhe kalau ia juga sebenarnya terangsang.

“Ya ampuuunnn ndoro nyonya, den budi kuat banget mainnya…” terdengar suara Budhe berbicara setengah berteriak kepada ibuku.

“Iya mbak, anakku memang hebat, aku berdua aja gak pernah sanggup ngalahin dia… eh, gimana tadi… mbakyu juga sudah ngerasain kan?” Kata ibu bertanya balik pada budhe.

“Eh eee ee ee, iya ndoro nyonya… saya sudah juga diituin sama den budi, terimakasih ndoro nyonya baik banget sama saya…” ujar Budhe tergagap.

Mungkin karena baru menyadari dirinya sudah menikmati permainan seks yang begitu memuaskan seharian penuh denganku, ia meraih tangan ibu lalu menciumnya, bisa jadi itu cara budhe mengekspresikan rasa sukur dan terimakasihnya sudah ‘dipinjami’ kontolku oleh ibu…

“Iya mbakyu, gakpapa… yg penting mbak sekarang bahagia… aku iklas berbagi sama mbak karena merasa mbak itu sudah jadi kakakku…” kata ibu, ia merangkul tubuh budhe lalu mencium bibirnya.

Ah, kontolku masih menancap dan tegang dalam memek Bu Hesti yang sudah ambruk terkapar menelungkup di sofa. Juga masih menindih bagian bawah tubuhnya, namun demikian, melihat adegan seru antara ibu dan Budhe Anah yang kini saling mengadu bibir, saling meremas payudara, kontolku jadi makin keras!

Plooppp… kucabut batang itu dari vagina Bu Hesti dan segera berjalan mendekati mereka. Kulepaskan juga baju kaus itu hingga aku benar-benar bugil sekarang.

Ku raih bahu Budhe yang tengah asik berciuman, ia menoleh dan sedikit terkejut mengetahui aku sudah berdiri di belakangnya, dengan kontol yang mengacung-acung pula. Budhe menoleh sebentar kearah ibu, seolah meminta persetujuan…

Ibu mengangguk dan tersenyum padanya, pertanda bahwa ia mengijinkan Budhe melayani aku di hadapannya.

Budhe pun berbalik ke arahku…

“Budhe harus gimana den? Aden mau pake gaya apa?” Dengan polosnya budhe bertanya.

Aku menunduk dan meraih ujung bawah kain jarik yang ia kenakan, dari sana tanganku bergerak keatas menyingkap kain itu sebatas perutnya lalu menarik dan meloloskan celana dalam budhe sampai terlepas.

“Budhe duduk disitu…” aku menunjuk kearah meja beton di pojok ruangan yang befungsi sebagai pantry.

Budhe menurut, dengan cekatan ia naik dan duduk disana, seolah mengerti apa yang kuinginkan, ia mengangkang, pahanya terbuka lebar, menunjukkan eksistensi kemolekan alat vital yang tembem dan bersih dari bulu itu.

“Aaahhh memek Budhe merangsang banget!” Gumamku pelan dan mendekatinya.

Aku menunduk, langsung menerkam vagina Budhe, ia berteriak keras saat lidahku menari-nari di permukaan memeknya yang mulai membanjir. Sudah terangsang berat rupanya. Dengan semangat ku ‘service’ vagina budhe menggunakan jari, mulut, hidung dan lidahku sampai ia berteriak panjang menggapai orgasme.

“Sudah deenn ampuuunnn Budhe gak tahan den, sekarang tolong colok memek Budhe pake kontol Aden… Budhe mohon Deennnn Budhe sudah gak tahaan…” pintanya tak lagi canggung, masih dengan nafas yang tersenggal-senggal.

Uwiiih, Budhe tak malu-malu lagi meminta untuk segera dientot depan nyonya besarnya! Kulirik ibu, yang dengan senyum nakal mengangguk padaku, memberi kode ‘lanjutkan!’

Maka aku berdiri dengan kontol mengacung keras seperti menunjuk tepat ke lobang vagina Budhe, kedua kakinya kuangkat keatas kiri kanan hingga semakin membuka celah memek yang sudah banjir itu dan mulai masuk…

“Oooohhhhh Adeeennnnnnnn enaakkkkkk aaahhhhhh!!!” Jerit budhe saat aku mencoblos.

“Yaaahhhhh addeennn ooohhh besarnyaaahhhh kontooooll deen budiiiiii aaaahhhhh” teriaknya lagi…

“Ayyoohhhh Deeennnn kocokin memek Budhe yang kerass Deeenn ooohh konntooolll Den Budiiihhhh aaaahhhh ennaaakkkkhhh ooohhhh ndoro nyonyaaahhhh aaaahhhhhh ndorooooo ooohhh ennaknyaaahhh dientot kontoolll Den Budii ndoroooohh aaaahhhhh ooohhhh ooohhhh koccookkk Deeennnn Budhe haaampiiirrr Deeennnn hampiirr muncaakk laggiihh Denn oooohhhhhh Budhe gak tahhaaaannn Deeennnnn!!!

Ketika terasa berkedut dalam memeknya, kupercepat genjotanku, Budhe terus berteriak keenakan, kedua tanganku meremas susu besar itu bersamaan, sementara mulutku menyedot putingnya bergiliran dengan keras. Budhe melepas kenikmatan puncaknya dengan hebat, kepala kontolku terasa disiram cairan hangat beberapa kali di dalam sana…

Ibu memandang kami dengan tatapan bangga, wajahnya menyiratkan kebahagiaan melihat aku yang telah memberi kepuasan batin pada Budhe. Setelah mencopot tautan penisku dari vagina Budhe, aku berjalan kearahnya, kuberi ciuman mesra sambil meraba sekujur tubuh yang masih berlapis pakaian lengkap itu. Satu persatu kucopoti, mulai dari baju kaos, celana jeans, celana dalam, dan terakhir BH nya, sampai ibu telanjang bulat.

Bu Hesti datang mendekat dan langsung duduk disamping ibuku, entah kapan ia mengganti pakaian dengan sebuah lingerie ungu polos dan transparan, mungkin tadi waktu aku asyik menggeol memek Budhe. Kucolek dada dosenku itu sambil mengedipkan sebelah mata…

“Appaah, mau lagiii???” ujarnya centil sambil menahan geli dari tanganku yang meremas susunya.

“Emang tante masih kuat?” tanyaku.

“Udah ah, mau makan dulu… gila lu Bud, maniak amat…” sungutnya lucu sembari mengambil makanan.

“Ayo makan dulu, kamu pasti laper kan? Tuh sperma sisain buat ibumu, biar sekalian bayinya kembar empat! Hahahahahahaha…” lanjutnya mencandai ibu yang senyam senyum saja menikmati mulutku yang kini menetek di susunya.

Dengan nafas masih ngos-ngosan, Budhe bergabung bersama kami, ia duduk disamping Bu Hesti. Kebaya yang tak sanggup menyembunyikan ukuran buah dada jumbo itu sudah ia rapikan, Budhe nampak jadi paling elegan diantara aku dan ibu yang telanjang, serta Bu Hesti yang cuma mengenakan lingerie.

Bu dosen binal menyuapi aku makanan, bergiliran dengan Budhe, sementara aku menyuapi ibu yang duduk persis di sebelahku. Penisku masih tegang, sehingga begitu terasa cukup makanan yang disuapkan Budhe, aku meraih pinggang ibu dan memintanya berdiri. Kuraba memeknya dengan tangan kiri, ternyata sudah basah!

“Ooouuuhhhhh sayaaaanggg… enaknyaaaaa…” desah ibu berulang-ulang mengiringi genjotan dan tusukan penisku. Ia ikut menggoyang kiri kanan memberi efek jepitan memek yang terasa makin nikmat membelai permukaan kulit kemaluanku.

“Mmmmhhh… mmmm… mmmmhhhhh mmmmm” aku cuma bisa bergumam karena dari arah samping, Bu Hesti menyuapi makanan ke mulutku. Demikian juga dengan Budhe, sesekali ia dengan iseng mencium punggungku dan membelai-belai pantat ibu.

Kami makin bersemangat, genjotan penisku di memeknya semakin cepat, bunyinya makin terdengar. Ibu merintih pelan tapi terus menerus. Tanganku tak pernah lepas meremas payudaranya.

“Oooouuuhhhh sayaaaang… oouuuhhhhhhh mbak Anaaahhhh aku gak kuaattttt ooouuuhhhh Budiiiihhhhhh ibuuu mauuuu keluaaarrrrr aaahhh aaaaaahhhhh aaaaaahhhh aaaahhhh ibu keluaaarr sayaaaangggg oooohhhh,” jeritnya setelah beberapa belas menit saja kugoyang dengan gaya berdiri.

Ibu terduduk lagi, melepaskan kontolku dari liang vaginanya.

“Sudah sayang, selesaikan dulu makanmu… ayo mbak, ponakanmu yang nakal ini disuapi biar cepat habis tuh…” ujarnya dengan nafas yang masih tersenggal.

“Njih ndoro, ayo den, diabisin ini makannya…” kata Budhe kembali menyuapi.

“ini barang kuat amat siiiiiyyyhhhh,” ujar Bu Hesti mencoel penisku. Kulihat piringnya sudah kosong.

Makan malam campur ngentot itu sudah selesai, tapi barangku masih belum dituntaskan. Segera kutarik lengan ibu dan Bu Hesti yang baru saja habis menyikat gigi, mengajaknya ke kamar tidur untuk menyelesaikan birahiku yang masih nanggung.

“Budhe kalau sudah habis bersih-bersih, gabung ke kamar ibu ya? Plisssssss…” ujarku merajuk pada Budhe yang masih merapikan meja makan.

“Tuh mbakyu, ponakanmu sudah ketagihan sama punyamu lho mbak… Hihihiiii,” sahut ibu.

“Iya mbak, kita berdua gak bakal kuat lawan banteng ngamuk ini!” Bu Hesti menimpali.

“I… iiya den… iya Nyah, nanti Budhe nyusul…”

Kamipun berlalu masuk kamar. Sampai di dalam, kubanting tubuh Bu Hesti ke tempat tidur dan langsung menyerbu memeknya. Kujilat dan kusedot habis cairan kental yang masih saja membecek disana. Ia menjerit, sementara ibu menempatkan diri persis dibawah pinggangku, wajahnya menghadap atas dan langsung mencaplok kontolku, ibu mengulum dengan keras, kecepatannya

fullspeed!!! Hahahaha mantaaap! Bu Hesti teriak-teriak menahan geli di memeknya yang kujilati, sementara aku sendiri mendesah-desah keenakan disela jilatanku, menahan nikmatnya mulut ibu yang sedang menservice kontolku.

Puas menjilat memek dosen binal itu, kulepaskan kontolku dari mulut ibu dan langsung berjongkok di depan memek Bu Hesti. Seketika juga kucoblos barang nikmat itu dengan kontol yang makin tegang. Ibu tak mau kalah, ia mengambil posisi face sitting diatas wajah Bu Hesti, kami berhadapan sekarang. Kuraih susu ibu sambil terus menggenjot barang nikmat milik dosenku itu. Ibu menggeol wajah Bu Hesti dengan vaginanya, aku meremas susu ibu.

Genjotan pada memek Bu Hesti semakin cepat dan kuat, sampai akhirnya 10 menit saja, dosen akuntansi itu kembali meraih orgasme!

“Aaaaahhhh Budiiii tanteee keluaaaaaaarr oooohhhh yeeeessss yesssss yeeesssss!!!!”

Kutancapkan kontolku dalam-dalam untuk memberi kepuasan maksimal saat ia orgasme. Satu menit saja setelah badannya menegang keras, Bu Hesti lemas…

“Gue nyeraahhh Sisss, ampooonnnnn…” Jeritnya meminta ibuku tak lagi menggeol wajahnya dengan memek.

Segera kucabut kontolku dan meraih pinggang ibu, kubaringkan disamping Bu Hesti, kutindih, kumasukkan penis ke vaginanya, dan mulai menggoyang lagi dengan gaya missionaris.

“Ooouuuhhhh ibu sayaang… ayo goyang Bu…” desahku

“Aaaauuuhhhh iyyaaahhh sayaang, hayyooohhhh… ooohhhhhh,” sahutnya mendengus.

Karena permainan itu terputus-putus antara ibu, Bu Hesti dan Budhe Anah, aku jadi semakin lama mencapai klimaks. Aku yang biasanya ejakulasi dalam waktu 45 menit hingga 1 jam jadi makin lama, ini sudah 1 jam 15 menit sejak kami memulainya tadi.

Kogoyang tubuh ibu dengan perlahan dan mesra, maksudku agar aku segera mencapai klimaks, tapi percuma, baru 10 menit saja vagina ibu terasa mengempot-empot keras lagi, pertanda ia sudah akan orgasme untuk yang kedua kalinya. Kakinya membelit bagian bawah tubuhku, pangkal paha dan memeknya disorongkan makin erat dengan batang kontolku yang menancap tajam.

“Eerrrrrgghhhhhhhh aaaahhhhhhh ibu kelluaarrrr lagiihhh sayaaaaang! Ibu kelluaaarrrrrrrr aaaaahhhhhhh,” jeritnya keras dan nyaring, menggapai puncak kenikmatan di titik pertemuan kelamin kami.

Aku makin menekan penis, diam sesaat sambil merasakan siraman cairan hangat menyembur dari rahimnya. Tanganku meremas buah dada ibu makin kuat. Mulut kami bertemu saling sedot beberapa menit saat ibu melepas orgasmenya.

“Oouuhhhh… kamu hebat sayang… ibu nyerah…” lanjutnya berujar setelah nafasnya agak tenang.

Kami masih berpelukan, aku menindih tubuh bongsor ibu, mulutku menetek di puting buah dadanya, ia pasrah saja karena sudah lemas. Tiba-tiba kurasakan ada pijatan di bagian belakang betisku, kutoleh kearah bawah, ternyata Budhe Anah sudah duduk disamping kami. Tangannya memberi pijatan pada kedua kakiku.

“Aden gak cape?” sapanya memberi senyum manis sekali padaku.

“Nggak Budhe, aku belum keluar… euuhhhh…” jawabku sambil bangun dan mencabut kontolku dari vagina ibu.

“Mbakyu mau minta lagi ya?” ibu bertanya pada Budhe yang baru saja memindahkan tangan dari betisku ke bahu ibu. Mereka mengadu bibir dengan posisi berhadapan setelah ibu bangkit dan bersandar di dinding tempat tidur besar itu.

Aku mendekati dan menempatkan diri diantara mereka, bergabung saling menjulurkan lidah. Kami berciuman dengan seru, tanganku sibuk meraba memek Budhe dan meremas susunya, berebut dengan tangan ibu yang juga meremas buah dada Budhe. Melihat kami, Bu Hesti bangkit mendekat, lalu ikutan menjulurkan lidah sambil merangkul pundak ibu dan Budhe yang tengah asik mengadu bibir denganku.

“Maaf ndoro nyonya… ndoro Hesti… Adeen… Budhe boleh minta diewek lagi?” kata Budhe malu-malu setelah kira-kira sepuluh menit kami beradu bibir dan lidah. Horny juga rupanya Budhe gara-gara sepanjang acara adu cium itu, aku, Bu Hesti dan ibu terus-terusan meremas susu, memelintir puting dan mengorek memeknya.

“Iya mbak, puasin dirimu, kami berdua sudah gak kuat lagi… hehehe…” Bu Hesti yang menjawab, sementara aku dan ibu masih berciuman.

Mendengar itu, aku dan ibu menghentikan aktifitas kami. Kubaringkan diri telentang di tengah mereka yang masih duduk dengan kaki tertekuk.

“Ayo Budhe, sedotin dulu kontolku, biar tambah ngaceng…” ujarku padanya.

Reflek Budhe langsung berlutut dan menunduk diantara pahaku yang mengangkang, tangannya meraih batang penisku lalu mulai menjilat dari atas kebawah, mengulum, awalnya pelan, lalu berubah ganas dan cepat! Ahhaaayyy! Diam-diam ternyata Budhe pintar banget memainkan penis dengan mulutnya! Mungkin ia belajar banyak saat dulu sering mengintip kami.

“Wooowwww!!! Hebat lu mbak! Kalah dech gaya gue nyedotin kontol si Budi!” Bu hesti mengomentari aksi Budhe.

Ibu hanya senyum-senyum, dari tatapannya terlihat ia juga kagum pada kepiawaian Budhe menservis penisku.

“Ayo mulai Budhe, sekarang Budhe jongkok diatas pahaku, ngadep ke arah kakiku aja ya Budhe, aku pingin ngewek sambil lihat bokong dan memek Budhe dari belakang…” pintaku padanya.

“Iya den, gimana enaknya aden aja… Budhe udah gak tahan… hihihi,” ia menuruti permintaanku, dengan lembut setelah berjongkok membelakangi, Budhe menuntun kontol yang sudah keras dan tegak itu memasuki memeknya, pelan sekali ia menurunkan pantat, kulihat penisku dengan jelas sekali masuk kedalam memeknya, seperti membelah celah sempit yang berbibir tembem itu.

“Oooouuuhhhhh deeennnnn enaknyaaaaahhhh… kontol aden gede bangeett deeennnn…” terdengar serak suara Budhe menikmati momen sesaat memeknya dimasuki.

Pelan-pelan ia mulai goyang turun naik, berpegang di lututku. Aku membelai punggung dan pantat Budhe yang ternyata mulus juga. Ibu dan Bu Hesti tak berkedip menyaksikan dari dekat betapa hot-nya goyangan perempuan paruhbaya dari desa itu diatas tubuhku. Tangan ibu meraba dadaku, aku balas dengan meraih payudaranya.

Di bawah sana, Budhe terus menggoyang turun naik, diselingi geolan kiri kanan, pantatnya seperti ulekan sambal, kontolku berasa diremas keras, ah nikmat sekali. Kurasakan juga tangan Budhe memijat lutut dan pahaku. Luar biasa service Budhe ini, menggoyang tubuhnya diatasku sambil memberi pijatan dari kaki hingga pahaku.

“Ooouuhhhh Budhe pintaaarrrrr, enaaaak pijatannyaaa, enak juga memeknyaaa…” aku mengerang meresapi kenikmatan layanan seks plus pijat itu.

Bu Hesti terangsang lagi melihat aksi Budhe, dengan sigap ia berdiri mengangkang di depan wajah Budhe dan meminta memeknya dijilat. Dari belakang kulihat Budhe menomplokkan wajahnya ke selangkangan Bu Hesti. Dosenku itu langsung mendesah nikmat, kepalanya mendongak keatas dengan mulut yang menganga keenakan.

“Bu, sini Budi jilatin memek ibu…” kutarik lengan ibu yang masih meraba dadaku, ia menurut dan langsung menduduki wajahku dengan memeknya.

Kusedot semua cairan yang masih meleleh dari vaginanya.

“Aaaaaaaahhhhhh sayaaaaaaang!!!” ibu berteriak keenakan saat dengan gemas aku menyedot clitoris di ambang bibir kewanitaannya.

Permainan seru itu berlangsung lama juga, Bu Hesti yang justru paling cepat orgasme. Ia berteriak panjang, rupanya Budhe menyedot itil memeknya dengan keras hingga wanita itu tak mampu bertahan.

Namun lima menit setelahnya, Budhe mempercepat gerakan turun naik, dari yang tadi pelan dan lembut, jadi cepat, keras dan menghempas.

“Aaaaaaaaahhhhh deeeeennnnnn!!! Budheee muncaaaakkkkkk aaahhhhh den Budiiii ooooohhhhhhhh Budhe keluaaarrrr lagiii deeennnnn ooohhhh,” jeritnya panjang sambil menekan memeknya kearah pinggangku. Kontolku terasa mentok di dasar kemaluannya yang berkedut-kedut, menyemburkan cairan panas dari dalam rahimnya.

Aku sebenarnya sudah hampir menggapai klimaks dengan permainan Budhe tadi, tapi ia keduluan keluar dan mencabut kontolku dari memeknya. Tersungkur sudah dua perempuan paruhbaya ini disampingku yang masih memainkan memek ibu dengan mulut dan lidah. Aku ingin segera menuntaskan permainan, maka kuberi ibu kode dengan tanganku yang seolah mengangkat pinggangnya.

“Nungging Bu…” kuminta ibu menungging dengan wajah persis diatas memek Budhe yang mengangkang terkapar. Ibu menurut…

“Eeeehhh deennn kenapa ndoro nyonya disuruh jilatin punya Budhe?”

“Gak apa mbak, memekmu kayaknya enak juga… aku pengen jilatin…” ujar ibu mengacuhkan penolakan Budhe yang tentu canggung karena segan pada bossnya.

“Iiih ndoro… punyaku kotor…” Kata Budhe masih canggung. Ia mencoba menolak, tapi karena ibu tetap bersikeras menjilat, Budhe akhirnya mengalah, dengan canggung ia buka pahanya lebar dihadapan wajah ibu yang sudah tampak menjulurkan lidah.

“Aaaahhhhh ndoro nyonyaaaahhhhh geliiiiiiii,” jerit Budhe.

“Oooooohhhh ennakhh sayaaanggggggg… sodok memek ibu yang kerasssss!!!” teriak ibu merasakan masuknya kontolku dari arah belakang, langsung kugoyang cepat dan menghentak.

“Tanteee… sini doooong, aku mau netek susu tante…” pintaku pada Bu Hesti sambil terus menggenjot memek ibu maju mundur.

“Uuuhhh asik jugak klean maennya…” sahut Bu Hesti, lalu mendekati aku dan menyodorkan susu berbentuk pepaya solo itu.

Kuraih putingnya dengan mulut, menyedot keras, sekeras genjotanku pada memek ibu.

“Aaaaaaahhhhhhh Buddiiiiiihhhhhhhh oooohhhh geliiii!” ia menjerit spontan merasakan kenyotan kuat pada puting buah dadanya.

Sepuluh menit berlalu, aku terus menggoyang ibu tanpa jeda, mulutku mengenyoti payudara Bu Hesti, tanganku sesekali menampar keras pantat ibu. Budhe Anah menjerit-jerit keenakan akibat memek dan itilnya disedot mulut ibu. Ah, komplit benar kenikmatan menyetubuhi ketiga wanita paruhbaya bersusu besar ini!

Ibu yang pertama kali berteriak mencapai orgasme, aku rasanya sudah sebentar lagi, Budhe juga sudah menjerit-jerit seperti orang gila, nampaknya ia juga menjelang puncak akibat sedotan mulut ibu. Kufokuskan pikiran agar aku klimaks bersamaan dengan orgasme ibu, berkedut keras dalam rahimnya, aku semakin dekat dan…

“Aaaaahhhhhhh Buuuu Budi keluaaarrrrrrrrr ooo oohhhhh yeeeessss!!!!” teriakku merasakan penisku menyemprot keras dalam memek ibu yang juga sedang menyemburkan cairan kental orgasmenya.

Kami keluar bersamaan beberapa detik setelah Budhe berteriak panjang. Dan ternyata tanpa kusadari Bu Hesti juga mengalami hal sama, ia menjerit panjang meraih puncak kenikmatan akibat dua jari tangan Budhe yang mengocok dan mengucel-ucel memeknya! Ditambah sedotan kencang mulutku pada puting buah dadanya!

“Oooooooooohhhhhhh shiiitttttt mbaaaakkkkk aku keluar juggaaahh!!!” Bu Hesti memekik.

Terkapar sudah kami berempat, aku berpelukan dengan ibu, Bu Hesti menciumi leher dan punggungku dari arah belakang. Sementara Budhe masih berjongkok dan menunduk, menyedot penisku yang masih belepotan cairan memek ibu bercampur spermaku. Budhe menjilat-jilat cairan kental yang menempel disana hingga bersih, disedotnya pula kepala kontolku yang mulai melemas setelah permainan panjang berdurasi 1 jam 45 menit itu.

Selesai membersihkan penisku, Budhe lanjut menyedot dan menjilat-jilat memek ibu, sama dengan yang dilakukannya padaku tadi, ia membersihkan liang kewanitaan ibu dari bercak lendir sisa persetubuhan kami. Kulihat Budhe dan ibu saling melirik, mereka saling melempar senyum kepuasan. Lalu setelah ibu dirasanya bersih, Budhe beralih membersihkan vagina Bu Hesti.

Malam ini kami bahagia sekali, karena Budhe mau diajak tidur bareng di kamar ibu. Meski awalnya menolak, tapi setelah ibuku meyakinkannya, Budhe akhirnya berbaring disamping kami.

selamat menikmatcrooottt

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu