2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

… akhirnya aku dientotin dengan masih berpakaian kebaya… Oooouuhhhh Budiiiii… terimakasih sudah ngontolin ibu sayang

Kejadian tadi pagi terus mengganggu pikiranku setengah hari itu. Aku lebih memilih berada terus didekat Budi daripada bergabung dengan kelompok tuan rumah yang berkumpul di dekat pelaminan. Terngiang ditelingaku kata-kata vulgar Budi, “memek ibu nikmat”, “ibu seksi sekali dengan kebaya jawa”, ”susu ibu jadi lebih menonjol”, dan gilanya, gara-gara mengulang-ulang ucapan budi dalam benakku, aku jadi horni sendiri.

Kulihat Budi duduk disampingku sambil membaca leaflet pesta itu, kulirik selangkangannya yang meskipun tertutup pakaian tapi cukup membuatku berpikiran macam-macam. Terbayang kejadian tadi pagi saat aku turun-naik diatas pinggangnya, masih dengan kebaya lengkap, ah… ahh… oohh… oohh… uuhh… uh dan serrrr berdesir birahiku…

Kurasa Budi juga mengalami hal yang sama, walaupun ia hanya diam terpaku, tapi aku hafal benar gerak tubuhnya sekecil apapun. Kutahu ia juga sedang horny ketika memandangku sesaat tadi waktu aku maju kedepan menjadi saksi perkawinan anak temanku itu. Sempat kulihat pandangan nakal Budi yang dengan gatal melirik ke arah pantatku.

Jam 13.00 siang barulah kami meninggalkan pesta, itupun setelah aku membuat-buat alasan pada Fenny, nyonya pesta itu, bahwa aku ada jadwal meeting dengan seorang rekan kerja. Persetan dengan pesta itu! Aku ingin segera disetubuhi, dan seperti kata budi, diobok-obok!

Dalam perjalanan pulang, di mobil Volvo yang membawa kami ke hotel, aku dan budi sudah sama-sama panas, ia bahkan sempat meraba-raba pahaku, untung sopir itu tak melihatnya. Dan ketika kami sampai di dalam kamar ia langsung menyambar bibirku, melumat dan menjelajah rongga mulutku dengan lidahnya yang liar.

Aku sampai kelonjotan saat ia sedot-sedot permukaan kulit leherku yang terbuka bagian belakangnya akibat rambutku yang disanggul. Yang terdengar saat itu hanya jeritan-jeritanku yang patah-patah. Sementara tanganku tak kalah gesit mencomoti kancing bajunya satu-persatu. Tangan Budi sibuk menyingkap kebayaku.

“hhh… kenapaaah ngga dibuka ajaah bajuuuhh ibuuu,” aku bertanya terengah-engah.

“Biarin aja ah, budi suka liat ibu pake baju kebaya… uuufff… ibu seksi sekali, jawabnya mengabaikan permintaan itu. Tangannya kini menyusup lewat belahan depan baju itu lalu melewati celah Bhku, seketika ia langsung meremas, kancing depan kebayaku sudah terlepas dua buah, Bhku diturunkannya kebawah payudara, susuku langsung seperti meloncat menyembul dari situ.

“aaaaahhhh…!!!,” jeritku keras saat budi menerkam putingnya dan langsung menyedot nikmat. Kedua telapak tangannya dan mulutnya berebut mengucel-ucel susuku, kiri-kanan-kiri-kanan terus begitu. Rupanya penampilanku dengan kebaya itu membuat budi jadi buas sekali. Aku senang juga, ada suasana hati yang menggoda sekali saat kusadari tingkahnya yang lebih mirip “memperkosaku” ini.

Tak puas dengan hanya memainkan buah dadaku, Budi lalu mendorong aku dengan paksa ke tempat tidur, tubuhku sampai terhempas disana.

“aaauuuuhhh… Budiiiii… ibu kamu apaiiinnn?!!” jeritku keras tapi sebenarnya aku suka sekali diperlakukan seperti itu. Benar firasatku… ia sejenak melepaskan pelukannya dan memelototi tubuhku.

“Budi benar-benar gila oleh penampilan dan tingkah ibu hari ini, dan sekarang please jangan banyak bicara, budi mau perkosa ibu sampai ibu menjerit-jerit minta…” ia tak melanjutkan, tampak keraguannya mengucap sisa kalimat tadi.

“minta apa…?”

“minta dientot lagi!!! Diperkosa!!!” jawabnya dengan wajah yang dibuat seolah ia adalah benar-benar pemerkosa, dan belum lagi aku sempat menimpali kata-katanya, ia sudah menerkam lagi. Kali ini membekap mulutku dengan tangan kanannya sementara yang kiri menarik ujung kain penutup bagian bawah tubuhku ke atas, dengan cepat pula ia menarik celana dalamku, sampai robek!

Budi tak kalah akal, dua jarinya langsung melesak masuk menusuk vaginaku, menguaknya lebar dan memijit klitorisku.

“mmmm… hhh… mmmhhh… mmmmm,” hanya itu yang keluar dari mulutku ketika dengan cepat dan keras, budi mengocok vaginaku. Oh sedapnya kocokan tangan kasar itu. Aku sampai ikut menyorongkan vaginaku saat tangannya mencabut, seperti tak ingin ia melepaskan jari-jarinya dari dekapan vaginaku yang panas ini.

“Rasakan, Bu! Rasakan bagaimana nikmatnya diperkosa! Anggap saja ini ganjaran untuk penampilan dan tingkah ibu hari ini! Saya akan perkosa ibu tanpa membuka baju ini,” katanya disela-sela mukanya yang tenggelam diantara buah dada besarku. Ya ampun, kata-katanya yang kasar itu justru memacu adrenalin dan libidoku untuk meminta pemuasan sesegera mungkin.

“ibu mau diperkosa?” katanya lagi sambil melepas bekapan tangannya di mulutku.

“haaaahhhh!!!!” Aku langsung berteriak keras, melepaskan rasa nikmat yang tertahan ini.

“ayooohhh… sayaaaang, ennntoott… ibu! Entot sepuasmu!!! Perkosa ibu sekerasnyaaahh… ayoohhh… kali iniiihh… ibuuuu mintaahh diperkosaa dengan kerasssshh!!!! Ibu janjiiihhh… ibuuhh relaahhh ayooo sayang, ayo perkosa ibuuuhhh, perkosa sayang, ibu diperkosa anak angkatnyaah ooohhhh… tusuk kemaluan ibu sayaaang ooohhhh… tusukkkhhh memeeekkk ibuuuhhh ooohhh pinntaarrr… yes… yesss… ayooohh segeraaah sayaaang, segeraa eentoot ibu pake kontooolmuu,” tak kuasa lagi aku menahan rasa nikmat yang seperti menjalari tubuh dan otakku.

Budi melepaskan tangan dari jamahannya di susu dan vaginaku, lalu dengan cepat ia memegang kedua kakiku, dikuaknya lebar kekiri dan kanan, diangkat keatas dan menekuk lututku, aku bisa bayangkan bagaimana rupa selangkanganku dengan vagina yang sudah terkoyak dan becek, celana dalam yang robek, kain batik yang awut-awutan tersingkap sampai perut.

Dan sekarang seorang laki-laki muda yang tak lain adalah anak angkatku itu berjongkok dengan penis besarnya tepat di ambang kemaluan ibu angkatnya. Dengan sekali tekan gerakan maju, pinggulnya menusukkan barang nikmat bernama kontol itu nyoblos kedalam vagina yang lebih suka kusebut memekku, terus masuk menusuk hingga dasarnya, mentok, tarik lagi dan menghempas dengan keras sekali.

Aku menjerit panjang merasakannya, luarbiasa sensasi pemerkosaan ini! Kalau saja ibu-ibu yang lain tahu kisahku ini, aku yakin mereka takkan pernah mempermasalahkan kenakalan remaja! Karena aku saat ini sedang menikmati kenakalan itu! Kenakalan atau lebih tepat kebuasan lelaki muda yang perkasa, menghentak-hentakkan batang penisnya dalam vaginaku yang dulu begitu lama ‘dikecewakan’ oleh pemiliknya saat itu!

“hhh… ooohhh… oohhh giiiiiimaaannaa… buuuhhh enaakkkhh??? Hhmmm?” sempat-sempatnya ia bertanya ditengah goyangan pinggulnya yang cepat dan bernafsu.

“iiiyaaahhhh sayaaanggg… enaaakhhh… ayooohhh teeerruush eeentooott iiiii buuuuuhhhh… iiiyeeessshhhh… yeeshh… yesss… yeess…” tak bosan-bosannya kuucapkan kata itu, dan memang saat-saat begini, kata entot, perkosa, memek, kontol adalah favoritku. Mengucapkannya sama dengan menambah value intensitas kenikmatan permainan ini.

“ayooh balik buuuhhh… uuhhh lihat badan ibu, seksi sekali,” serunya memintaku menungging. Kuturuti keinginannya, penisnya terlepas sejenak sebelum lagi-lagi dengan cepat disambarnya pinggangku dan langsung tancap. Aku kembali berteriak teriak, tak sadar sudah dua kali aku orgasme. Sensasi dan suasana ini membuatku terus ngotot melanjutkan.

Sepuluh menit kemudian, ganti posisi lagi. Aku berbaring telentang pasrah, punggung bagian bawahku diganjal dengan sebuah bantal sehingga pantat dan vaginaku semakin tampak. Ia menindih, aku menjepit dengan kaki, melingkari pinggangnya. Menggenjot lagi, aku orgasme lagi! Aaah yang ketiga dalam satu ronde ini.

“sayyaaannngg… aaahhh… nnggg nnngg… aaaahhhh…” aku mengejan, tubuhku menggelinjang ditengah derasnya terpaan pangkal paha Budi di selangkanganku yang masih saja keras dan cepat itu. Rupanya ia juga tak menyadari aku yang orgasme ini, luar biasa pengaruh sensasi busana dan penampilanku dengan kebaya ini!

Breeet…!!! Tiba-tiba tangannya menarik ujung baju kebaya itu. Sambil terus saja menggoyang, tak memperhatikan aku yang bengong.

“haaahh… kenapaaahhh diroobek say?”

“diam saja aaahhhh buuuhhh, nikmatiihhh sajaah perkosaaan iniiihhhh,” jawabnya singkat dan terus menggenjot maju-mundur. Aku yang kelabakan ketika tangannya menarik tanganku, dilepaskannya kaki kiriku yang tadinya menggantung di bahunya. Sepertinya ia ingin merubah gayanya.

“dariiiihh samping enak buuhh… coba nikmati ini…”

“begini maksudmu nak?” aku pasrah saja, memiringkan badan ke kiri, sebelah tangannya masih menjulur meremas payudaraku.

“oohh… ibu semakin menggemaskan saja, sayang…” ia berkata demikian sambil berdecak kagum. Mungkin pemandangan aku yang seperti benar-benar diperkosa dengan baju dirobek ini membuatnya serasa tak percaya pada apa yang dilihatnya. Dengan cekatan ia beralih mengangkangi sebelah pahaku dan mengangkat paha yang satunya lagi sehingga, penisnya yang masih saja terjepit itu benar-benar berada tepat dengan posisi vaginaku.

“terima ini bu!!” teriaknya mengejutkan aku, ia langsung menggenjot, lebih keras lagi. Pertama kurasakan pegal di selangkangan namun lama-kelamaan berubah jadi desiran kenikmatan.

“aaaaaahh… buuuddiiiiiii… hhhhhh!!!,” aku berteriak sekencang-kencangnya, hempasan di pangkal pahaku begitu kuat. Saat itu, hanya teriakan nikmat yang bisa kuucapkan. Budi tampak senang melihatku meringis-ringis dan menjerit. Plak.. plak.. plak.. plak bunyi pangkal paha kami yang bertemu, seperti tepuk tangan saja.

“ooohhhh… bbbuuuudiiii… iibuuuuhh maauuuu saaamppaaaiii…” hanya sebuah desahan untuk memberi tanda padanya bahwa aku akan segera orgasme lagi.

“hhhiiiihhhyyyaaa buuuhhh… buuudiiii jugaaaaa aaaaahhh… keluar!!!” ternyata sama-sama diambang pelepasan. Berdua kami menegang. Keras, semakin cepat dan melepas derasnya desakan cairan kelamin kami. Secepat kilat budi menunduk dan meraih susuku dengan mulut, ia langsung menyedot. Memberiku kenikmatan yang semakin gila!

“ampuuunn, nak. Ibu nyerah deh, please kasih ibu beberapa menit istirahat,” aku memohon karena dengan masih mendengus, budi memaksa melepas satu-persatu pakaian kebaya itu. Sampai aku telanjang. Penisnya dibiarkan ‘karam’ di relung kemaluanku.

“Luar biasa Bu! Ibu cantiik sekali seperti ini, biarkan sanggul itu bu, please jangan dilepas…” rajuknya mendadak ketika aku merasa sedikit janggal dengan sanggul yang masih saja melekat itu.

“dan biarkan juga BH ibu, saya suka sekali dengan modelnya yang merangsang ini,” lanjutnya ketika aku ingin melepaskan semua pakaianku. Hanya baju kebaya dan kain batik itu yang dilepaskannya, aku tersenyum ketika tadi ia menarik celana dalamku yang dirobeknya, sempat-sempatnya Budi menciumi celana dalamku itu.

Aku tergolek lemas, Budi masih diatas tubuhku, tak menindih tapi bertumpu di kedua tangannya yang mengapit di bawah ketiakku. Ia masih saja asik menciumi payudaraku yang kini malah terlapis BH itu.

“Luar biasa, sayang…”

“apanya yang luar biasa Bu?”

“kamu hebat, ibu senang sekali, ibu bahagia kita bisa terus seperti ini,”

“Maksud ibu?”

“selama perkawinan ibu tidak pernah merasakan kebahagian seperti ini, ibu bahagia sekali dengan hubungan kita, dan rasanya ibu ngga mau kamu tinggalkan, karena Cuma kamu yang bisa membahagiakan ibu seperti ini,” kujelaskan maksudku, tapi rupanya ia ingin lebih detail lagi. Kukatakan betapa aku sangat beruntung bisa dipuaskan ‘luar dalam’ olehnya, dan aku merasa sudah sangat ketergantungan dengannya.

“rasanya ibu kembali muda, say,” pengakuan polos itu meluncur tak terbendung dari mulutku saat tangan nakal budi lagi-lagi menjamah bukit kemaluanku dan menusuk-nusukkan jarinya.

“ibu rasanya sepert perawan lagi…” lanjutku, jarinya malah semakin cepat, kini tidak sekedar masuk dan mengorek-orek tapi mengocok keluar masuk. Akupun menggelinjang. Dan entah karena permainan tangannya di vaginaku ataukah karena pembicaraan kami yang porno banget itu aku kembali bangkit.

“say, ibu minta lagi, boleh?” giliran aku yang memintanya, langsung kugenggam batang penis itu dan meremasnya. Gemas rasanya setiap aku membayangkan bagaimana benda berukuran panjang 20cm membentur dasar liang vaginaku setiap kali kami berhubungan, diameternya yang 5cm itu bahkan sering membuatku kesakitan kalau dipaksakan masuknya, seperti merobek-robek dinding kemaluanku.

“ibu masih kuat?” ia bertanya sambil mengecup buah dadaku, aku tak menjawab tapi ia langsung kupeluk, aku yang diatas. Langsung saja kuterkam penisnya dengan buas. Kukulum, pemiliknya mendesah. Kukenyot keras, Budi menjerit dan kukocok, anak angkatku berteriak senang.

“aaaahhhhh… ooohhh… ooohhh, iiibuuuuuhhhh eeenaaakkkknyaaaahhh,” Budi menjerit.

“nikmati saja say, ibu ingin memuaskan kamu sekarang,” aku menimpali ditengah kesibukan mulutku yang penuh sesak oleh penis besarnya. Dalam hal karaoke begini sih aku ahlinya, suamiku dulu hanya bisa bertahan dalam hitungan menit kalau aku menyedot dengan antusias, Budi pun langsung ngos-ngosan saat aku menggelitiki urat kecil di bawah leher penisnya.

Tak tahan dengan permainan lidahku, budi minta aku segera memulai_main course_Ditariknya badanku dengan paksa, seperti biasanya kalau sudah teramat horny begini ia pasti minta aku doggy style, gaya persetubuhan favoritnya. Jadi aku langsung menungging, ia dibelakang setengah berjongkok, menusuk dengan kasar lalu bergoyang maju mundur. Aku yang teriak-teriak kegirangan. Tangannya dijulurkan kedadaku, meremas susu besarku.

Oh, nikmatnya genjotan Budi, beberapa detik saja menggoyang seperti itu aku sudah rasanya ingin cepat orgasme lagi. Penisnya yang mengganjal vaginaku terasa begitu nikmat, keras dan kasar. Aku pun melepas setelah beberapa menit saja ia memperlakukan tubuhku dengan buas. Budi tahu itu dan karenanya aku disuruh tengkurap saja, ia bilang aku boleh istirahat sambil menunggu gelombang birahiku bangkit lagi sementara ia masih dengan asik menusuk-nusukkan penisnya dari belakang atas pantatku.

Uh, aku nyerah! Bersenggama dengan Budi membuat aku tak mampu mengontrol diri untuk berlama-lama mengimbangi permainannya. Penis anak itu terlalu nikmat untuk ditahan-tahan. Satu-satunya caraku adalah membiarkannya ‘menghabisi’ tubuhku sesuka hatinya sementara aku sendiri menahan ngilu pasca klimaks sambil mencoba lagi dan lagi.

Setengah hari itu kami bermain sampai tiga ronde (itu versi Budi). Aku sendiri entah berapa kali menggapai puncak nikmat, untung Budi cukup mengerti hal itu sehingga setiap aku orgasme ia memperlambat gerakannya setelah itu untuk memberikan aku kesempatan bangkit lagi. Sampai jam 7 petang barulah ia berhenti, itupun setelah aku memelas kepadanya karena aku lapar.

Sejak saat itu juga aku sering dipaksa Budi (eh, aku juga senang lho, jadi ngga murni terpaksa) ke salon untuk berias ala tradisional berkebaya. Dengan begitu permainan jadi lebih buas dan bersemangat. Aku senang di-‘perkosa’ seperti ini, dan Budi sangat horni kalau melihatku berpakaian kebaya.

Malah pernah pada suatu saat di hari Kartini, Budi menyetubuhi aku dari pagi hingga sore, di kantor! Di hari kartini dan hari ibu aku memang mewajibkan semua karyawati di kantorku untuk mengenakan kebaya. Budi yang saat itu sejak dari rumah sudah horny melihatku, jadi bolos kuliah dan mem’perkosa’ aku di kantor sampai semua kebayaku robek dan hancur!

Sejak saat itu pula aku jadi yakin benar pada pengakuannya bahwa selera favorit seksualnya ada pada perempuan paruhbaya seperti aku. Aku bahagia sekali, bangga rasanya jadi idola anak muda seperti Budi anak angkatku ini.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu