2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Baru saja aku mulai menikmatinya, lalu tangan Budi berulah lagi, kali ini ia masih tetap menggenjot turun naik dengan keras. Tapi tangannya tak lagi bertumpu di kasur, sepasang payudaraku kini dibuatnya seperti handle pintu saja, ia berpegangan di kedua susuku. Oohhh Tuhan! Baru sekarang aku diperlakukan sekasar dan senikmat ini!

“Ooohh my God! Oh my God! Oh God Yesss!!!! Yesss!!! Yess!!! Ohhh Budiiihhh Ohhh Budiiihhh oooooouuuhhhhh,” hanya itu yang sanggup kukeluarkan untuk mengimbangi kebuasannya.

“hhhh… hhhh… hhhh… hhhh hhhaahh.. aahhh… ahhhh,” hanya desah itu pula yang sedari awal tadi kudengar dari mulut Budi di sela-sela kecupannya. Pendek-pendek seperti melambangkan keperkasaan dan penguasaannya pada permainan itu. Dan benar firasatku tadi, aku takkan mampu menandinginya, berselang beberapa menit saja setelah itu, aku mulai merasa akan menggapai orgasme.

Oh… ini pertama kali dalam tiga bulan aku mengalaminya. Lebih dari apa yang selama ini kutahu tentang rasa dan nikmatnya orgasme dengan orang lain. Kucoba untuk menahan, melawan, membayangkan seseorang memukuli aku, tapi semua percuma, sia-sia! Kenikmatan yang menjalari tubuhku bahkan melebihi imunitas alami seorang wanita menahan klimaks bersenggama.

“Aaaaahhhh!!!! Ibu keluaaaaaarrrrr!!!!!” teriakku, namun apalah dayaku seorang perempuan. Meski bagian atas tubuhnya diam dan matanya terpejam menahan nikmat denyutan dalam vaginaku, tapi pinggulnya terus menggenjot, penisnya terus mengocok. Tak peduli cairan dari rahim membanjiri liang vaginaku.

Rasa nikmat yang tadi mendera dengan dahsyat itu kini berubah jadi rasa geli, aku tak tahan. Budi terus saja bergoyang.

“Ouuufff… stop sayang, ooouuhhh stop dulu, Bud! Please…” aku memohon tapi tetap saja ia tak peduli.

“Budi please, stop!!! Ibu ngilu sayang!!! Ngiluuuuuuu!!! Uuuuuuhhh!!!!” terus saja aku berteriak, tanganku berusaha menahan goyangannya, paha kugerakkan kiri kanan seperti menolak tusukannya. Dan berhasil, meski dengan susah payah akhirnya crooop, penis panjang itu keluar dan meleset dari liang vaginaku.

“Ibu, ngilu sayang, ngilu banget. Kamu terlalu nikmat, so please, give me some time to rest, ok?” aku merayunya, kutahu betapa ia senewen dengan senggama ‘terputus’ begitu. Iapun tak menjawab, hanya bergumam seperti ngambek.

“Iya… iya, segitunya kamu sayang. Kasih ibu lima menit aja… ayo dong say,”

“habis ibu nikmat sekali…” kali ini ia menjawab meski dengan muka yang masih menghadap samping, tak mau menatapku. Dasar anak muda, nggak sadar dia yang disetubuhinya saat ini berusia dua kali lebih umurnya yang baru saja memasuki 19 tahun.

“ibu nggak kuat say, tadi aja pas punyamu masuk ibu kesakitan banget, iihh ibu jadi ngeri ama punya kamu…”

“apanya?”

“ini” aku memegang penisnya yang ya ampuunn, tanganku tak cukup menggenggamnya. Bahkan ibujariku tak bertemu dengan jariku yang lain! Damn! Itu artinya penis anak ini berdiameter 5-7 cm!!! bagaimana punyaku nggak robek dibuatnya, dan ketika kulihat cairan yang menempel ditanganku saat meraba tadi ada bercak darah aku jadi tambah ngeri.

“Ya Tuhaaannn!!! Punya ibu berdarah say!” teriakku mengagetkannya, ia langsung bangun.

“aduuuhhh, maaf Bu. Saya nggak tahu! Maaf Bu, Maaf aduuuh gimana dong,”

“nggak, say. Ngga apa-apa, memang awalnya sakit tapi terus sekarang nyerinya sudah hilang, ibu sudah enak dan bisa menikmati tadi itu,” aku mencoba menenangkannya, tak enak juga melihatnya minta maaf segitu serius. Padahal aku justru terkesima dengan kenikmatannya. Tapi lihatlah sprei tempat kami bergumul tadi, penuh bercak darah!

Setelah menyingkirkan sprei yang kotor tadi aku beranjak ke kamar mandi, mencuci selangkanganku yang masih becek oleh cairan bercampur darah itu. Tapi anehnya nyeri waktu terkoyak tadi sudah hilang, dan kini aku justru yang berharap agar Budi segera meminta lagi.

Kuajak ia mandi juga, kami berendam di bathtube. Saling menyabuni di sela canda tawa kecil. Darisitu aku tahu kalau anak muda ini paling suka pada buah dada, saat dalam bathtube ia tak pernah lepas dari membelai dan menetekinya.

“Bagus mana susu ibu sama punya bu Siska, Bud?” tanyaku mencoba membandingkan.

“sama-sama bagus,” jawabnya singkat sambil terus menetek seperti bayi kehausan.

“besar mana?” kejarku lagi.

“besar punya Bu Siska,” jawabnya sambil menatapku, mungkin takut aku tersinggung.

“Hihihi, iya ya? Punya ibumu kan memang jumbo!” candaku.

“tapi punya ibu yang ini, lebih nikmat,” ia berkata begitu sambil merapa ‘barang’ku.

“nikmat gimana? Kan sama aja, malah ibumu Cuma punya dua anak, sementara ibu empat,” aku bingung juga dengan panggilan ibu untukku dan Siska.

“pokoknya punya ibu lebih njepit, lebih emut-emut, lebih empot-empot,”

“hahaha… kamu bisa aja, habis… kan punya ibumu kamu pake tiap hari, gimana nggak melar!” kataku mengejek.

“tau dari mana? Emangnya ibu ngintip saya main tiap hari?”

“dari cara main kamu seperti tadi ibu tahu, kamu tuh tipe orang yang nggak bakalan cukup tiga kali sehari, ayo! Bener kan?”

ia diam, tapi tersenyum malu. Jengah juga si Budi aku buka kartunya begitu.

“eh, Bud. Kita ganti panggilanku yuk? Masa sih aku dipanggil ibu, siska juga? Kan jadi bingung ntar,” kualihkan ke topik lain. Untuk menghentikan jengahnya. Dan juga aku merasa tidak enak dipanggil ibu oleh pasangan “main”ku begini, aku ingin yang lebih hebooh.

“Maksudnya?”

“gimana kalau kamu panggil aku Tante aja, untuk membedakan aku dengan Bu Siska,” ada rasa bergairah ketika aku menyebut kata “tante” tadi.

“Masak ibu dosen dipanggil tante?”

“ya nggak dong, say. Kalo di kampus ya tetap aja ‘ibu’,”

“Baiklah, bu… eeehh tante hesti… mmmmmhhhhhh!!!” jawabnya sambil langsung mengangkat susuku dan seperti ingin menyuapnya.

Jailnya tangan Budi yang menyentil-nyentil clitorisku membuat nafsuku bangkit lagi.

“Bud,” panggilku saat ia sedang asik meneteki susuku.

“Iya… tante,” cepat juga budi beradaptasi dengan perubahan panggilan itu.

“Main yuk, tante mau lagi… tadi kan kamu belum tuntas?” kali ini aku yang meminta, kutarik tangan kanannya menjauh dari buah dadaku, permainan jemari kirinya yang mengorek celah kemaluanku membuat aku ‘gathal’.

“Dimana?”

“di kasur aja, yuk” aku berdiri dan menarik lengannya

“kotor, tante. Disini aja,” ia menolak.

“mana enak kalo di air gini? Lagian tante ngga pernah main di bathtube”

“yeee, tante kuno!” ejeknya. Benar juga kata si Budi, aku memang kuno, meskipun sering selingkuh dengan pria lain aku tidak pernah mencoba bermain selain di tempat tidur, bahkan pernah suamiku mencumbu di sofa tapi toh kami pindah ke tempat tidur juga saat akan mulai ‘main course’. Dan sekarang, seorang pria muda, anak kecil setengah umurku ini menertawai aku yang tak punya variasi.

“coba tante duduk dan mengangkang disini,” ia menunjuk dataran seluas satu meter persegi di sisi atas bathtube. Aku menurut saja.

“begini say?” kukangkangkan pahaku lebar kekiri kanan.

“wooow! Memek tante luar biasa!!!” pujinya, shitt! tapi aku tak enak dengan kata ‘memek’ yang diucapkannya.

“Budi, please… tante nggak suka kata… mmm.. mm.. memek, gantilah dengan kata lain,”

“O’o! well, vagina! Bagaimana kalau vagina, ya! Vagina tante kelihatan sangat menantang!” katanya meralat.

“pasti ini ajaran ibumu ya?”

“benar, tante. Dan sekarang please tante jangan banyak tanya, saya akan buat tante menjerit-jerit menikmatinya,”

“ayo, praktekkan semua yang Siska ajarkan kepadamu. Aku ingin tahu seperti apa kamu memuaskan wanita seumur aku dan ibumu ini,” kali ini aku berkata begitu sambil menguak bibir kemaluanku dengan jari-jari tanganku. Dan seperti yang kuduga, Budi langsung menomplokkan wajahnya disana. Langsung mengucel dengan hidungnya, menjilat dengan lidahnya.

“aaaahhhhh!!!!,” aku menjerit. Disedotnya semua cairan yang kini mulai mengalir dari lubuk rahimku.

“oooooouuuhhhhhhh!!!!” aku menjerit lagi, Budi menjepit bibir vaginaku dengan mulut.

“hhhhhhhoooooohhh!!! Yeesss!!! aaahhh” jeritku lagi, ia menggigit kecil klitorisku. Benar-benar heboh! Tak kuduga dan tak pernah kusangka sebelumnya. Kupikir anak ini hanya sebatas kata-kata saja. Baru aku tahu kalau ternyata Siska dan Budi sudah mengembangkan teknik-teknik bercinta dengan pesat. Tak hanya sekedar mengucel-ucel vaginaku, kini Budi juga memasukkan dua jarinya dalam vaginaku, lalu ia kocok.

“hoooohhh, Budiiiihhhh… taaannteee mau ditusuk sekarrrraaanggggg!!!!” jeritku sambil meronta, mencoba melepaskan jari tangannya yang masih saja mengocok liang vaginaku.

“ammpuuunnnn… budiiiihhh… tante mau sekarang Bud, ooohhh,”

“hmmmm… ntar dulu tante, tadi tante bilang kalau tante ingin merasakan apa yang sehari-hari saya lakukan dengan Bu Siska, dan untuk ukuran kami, petting seperti tadi belum apa-apa,” katanya tak mengacuhkan permohonanku, kemudian ia berdiri tegak didepan wajahku, menyorongkan penis ‘raksasa’ itu! Aahh gagah sekali penismu nak!

“Baiklah, tante akan layani kamu seperti apa yang Bu Siska lakukan, sekarang tolong beritahu tante harus apakan barangmu ini?” aku pura-pura bodoh, sejujurnya kalau dalam soal kocok mengocok penis akulah jagonya (setidaknya itu kata beberapa lelaki beristri yang pernah jadi selingkuhanku).

Pelan-pelan lidahku menjangkau kemaluannya, tanganku menggenggam batang penis yang sudah minta ampun kerasnya itu. Kumulai dari menjilat dua biji telor yang menggantung di pangkal penisnya, kuhisap-hisap. Budi mendesah, kukulum, budi menjerit kecil dan ketika kusedot…

“Oooowwww!!!! Huuuuhhh tanteeee!!!!” teriaknya, aku menatapnya sambil terus mengulum biji telor itu, kulihat wajahnya untuk mengetahui seberapa nikmat permainan mulutku di kelaminnya. Ah, mukanya menunjukkan mimik yang serius sekali, seperti orang kepedasan makan sambal. Aku semakin girang. Lalu batang itu kukocok dengan tanganku, sebelum kemudian dengan sekali tangkap hup!

“Ouuuhhh… yaaahhh.. begituuuhh taaannteeehhh… enaakkkhh, sedootthhhh!!!”

Lidahku dengan lihai menari-nari tepat dipermukaan kepala dan leher penisnya sebelah bawah yang mana kutahu itu adalah point of weak kemaluan pria. Semakin cepat lidahku membelai disitu, semakin keras pula remasan Budi di kedua payudaraku. Dan tentu saja teriakan ‘hooohh’ ‘yess’ nya semakin menjadi-jadi.

Limabelas menit sudah aku ‘meng-karaoke’ penisnya, tapi benar-benar luar biasa anak muda ini. Mungkin darahnya mengandung Viagra sehingga waktu sedemikian lama aku bermain dengan penisnya, ia belum saja tampak akan klimaks. Sampai lelah aku! Mulutku yang justru pegal-pegal!! dan vaginaku seperti meminta pemenuhan yang segera!

“Huuuhhh, belum juga say? Tante sudah mau minta lagi, boleh?” kali ini aku memohon kepadanya agar segera disetubuhi.

“Pinjam susunya, tante,” ia langsung menunduk untuk mensejajarkan kedua buah dadaku denga posisi penisnya.

“Begini sayang?” aku mengapit penis besar itu diantara kedua susuku.

“yaaah!! Duuh… guustiiii, kenapa sih ibu-ibu selalu punya susu sebagus ini?” gumamnya, ia langsung mendorong dan menarik penisnya yang kini terjepit payudara itu. Sensasional sekali!

“Ouuuhhh… nikmat, tante! Susu tante enak bangeet!” katanya semakin membuat aku tak sabaran karena demi melihat ukuran penis yang kini mengganjal dan terbelai buahdada itu, aku semakin tak sabar saja ingin segera memasukkannya dalam vaginaku. Setelah kira-kira sepuluh menit kemudian barulah mencabut penisnya dari kepitan buah dadaku.

“I can’t believe it, Budi! So, kalian berdua ternyata sudah jauh lebih dari aku,” ujarku heran sambil bertanya dalam hati apa gerangan yang sekarang akan dilakukannya terhadap tubuhku. Oh tuhan semoga ia cepat-cepat menyetubuhi aku. Malu rasanya aku meminta lagi, malu juga karena ternyata pengalaman seksualku selama ini tak ada apa-apanya dibanding dengan anak muda ini.

“Sekarang, coba tante keluar dari bathtube dan berdiri disini,” pintanya menunjuk ke meja washtaffel, aku berdiri di hadapan cermin lebar itu dan dengan sigap ia berdiri di belakang.

“naikkan kaki kiri tante di pinggir sini,” ia menuntun kakiku de pinggiran bathtube, wow! Aku tahu yang dia mau, posisi setengah menungging ini tentu akan membuat sensasi rasa baru bagiku.

“Begini say?” kutoleh kebelakang sambil berpegangan di washtaffel itu dan benar saja, ia langsung menusuk dari belakang.

“Aaaaaaaaaahhhhh!!!” jeritku seketika saat penis raksasanya menerobos masuk, Budi sampai tidak jadi mengocok.

“kenapa, tante? Sakit yaah?”

“enggak, say. Baru sekali tante disetubuhi dengan cara seperti ini, dan aaaaaahhhh!!” belum lagi kata-kataku selesai ia sudah menarik dan menusuk keras, langsung cepat. Tak ayal aku langsung histeris.

“Hooohh… uuuhhh… ooohhh.. yesss!! luaaarrrbiiiasaaaahhhhh!!!” tak habis-habisnya aku diberi kejutan oleh sensasi goyangan tubuhnya. Pantatku yang besar dan semok itu sesekali dicubitnya, ah anak muda yang nakal. Aku semakin senang saja. Hampir tanpa jeda sedetikpun, Budi menggenjot keras dan cepat. Uh!

Tenaga seperti inilah yang selalu menjadi mimpi-mimpiku. Dan saat ini, dengan kesadaran penuh, aku mendapatkannya dari seorang anak ingusan seumur anak bungsuku! Yaah! Ia lebih muda dari wawan anakku yang keempat, tapi permainan dan tenaganya bagaikan bom nuklir yang sanggup meledakkan jagat raya ini!!

Hanya berselang lima sepuluh menit saja aku bisa bertahan, oh Tuhan! Aku tak sanggup menahan lagi…

“Hhhhhhhhhh… sayang! sayang! Sayang! Ooohhhh Budiiiihhhh!!!! Tanteeee keluar! Keluar! Keluar! Keluar! Keluar! Keluarrrrrrrr!!!!!! Iiiiyeeessshhhhhh!!!” aku histeris lagi, meronta, melepas, menegang, mencoba menahan namun gagal dan oooohhh kali ini benar-benar super orgasme!!! Tujuh kali lebih aku menyembur di dalam sana!

“Oh tuhan, ampuuunnnn! Budiiihhh, tante nyerah! Tante nyerah! Tante nyerah! sayang” tapi ia tetap saja memompa. Malah sambil meremas susuku. Hooohhh!!!

“stoop dulu sayaang… please! please! Tante nggak kuat, tante mau jatuh…” seketika ia meraih badanku yang benar-benar oleng kali ini. Mataku berkunang-kunang. Dipeluknya aku dari belakang, dan dengan perlahan ia menuntunku menuju sofa panjang.

“Baiklah, tante… tiduran aja disini, tapi biarkan saya memasukkan penis ini kedalam punya tante, untuk menjaga ketegangannya,” ia berkata sambil membaringkan tubuhku di sofa panjang itu. Lalu ia menempatkan diri berjongkok diantara pahaku.

“maapin tante, say. Tante egois, kamu kan belum keluar yaah?” ujarku setelah aku cukup tenang.

“Nggak apa, tan. Santai aja, biar saya coba bangkitkan lagi,” katanya sembari pelan sekali memasukkan barangnya kembali membelah bibir vaginaku.

“Uuuuffff… pelan-pelan say,” pintaku memelas, rasa ngilu itu kembali merambah setiap sel-sel di selangkanganku.

“Baik tante, boleh saya menindih?”

“Iya sayang, boleh, sini tante peluk kamu ooohhh sayangku…” kami saling berdekapan. Untung sofa itu cukup lebar dan panjang untuk tubuhku yang besar ini.

“Kamu memang jagoan, say! Pantas saja Siska tidak mau mencari lelaki lain,”

“ah tante, bisa aja,” jawabnya malu-malu. Nyaman sudah rasanya, penisnya tetap mengganjal dalam vaginaku, tapi tak bergerak. Kami hanya berbicara, bercanda, sambil sesekali berciuman. Sempurna anak ini, pikirku.

“Biasanya berapa kali kamu buat Bu Siska KO kayak tante begini, Bud?”

“nggak pernah ngitung, saya mah yang penting enak saja,” jawabnya cuek, masih asik memainkan buah dadaku. Rupanya begitulah cara Budi mempertahankan “ketegangan” penisnya.

“Tante…” panggilnya

“hmmm?”

“punya tante benar-benar gurih!”

“Emping kali yeee!” padahal aku bangga juga, dengan berkata begitu ada rasa ‘menang’ mengalahkan Siska.

“Saya boleh minta terus nggak, tante?”

“Minta apaan?”

“Ya begini ini…” ia menggoyang sedikit, kurasakan penisnya semakin mengembung dalam liangku.

“tentu sayang, tante juga butuh ini dari kamu,”

“tapi bagaimana dengan Bu Siska, tante? Kan tadi tante janji akan mengatur semuanya supaya saya ‘aman’ gitu?”

“Itu urusan Tante, sayang. Kamu ikut dan nikmati aja ya? biar tante yang nanti bicarakan ini dengan ibu angkatmu itu,”

“Hah! apa iya Bu Siska bisa bisa terima?”

“Pokoknya tenang aja, say. Kami berdua sudah saling berbagi sejak dulu. Waktu SMA juga ibumu itu sering mengambil pacarku,” kuceritakan lagi kisah-kisah kenakalan kami waktu muda dulu kepada Budi. Kupikir, Siska tak akan bisa menolak kenyataan yang sudah terjadi ini. Dan kalaupun ia sampai marah, tentu aku tak mau salah sendiri, toh ia juga menyembunyikan hal ini dari anaknya, Si Rani yang adalah pemilik sah Budi.

“tante adalah orang yang paling dekat dengan dia Bud, tante tahu semua rahasianya. Nggak mungkin Siska menolak keinginan tante. Apalagi kalau dia tahu masalah keluarga tante. Dulu saja waktu dia bercerai dari suaminya, tante adalah orang pertama yang ia mintai pendapat tentang hal itu,” kataku panjang lebar berusaha meyakinkan Budi bahwa Siska is OK dengan peristiwa ini.

“Bagaimana kalau nanti Ibu marah, tante?” ia masih saja khawatir rupanya.

“Begini aja, nanti waktu ulang tahun perkawinan tante undang kalian datang dan tante akan buktikan omongan tante ini,”

“Oh ya tante? Kapan itu?”

“Malam minggu ini,”

“baiklah, pokoknya harus rapi tante, kalau sekiranya ibu nggak bisa terima, lebih baik kita stop sampai disini aja…”

“Ok, sayang…”

Kami terdiam beberapa menit, Budi asik memainkan jari di puting susuku. Aku diam saja, mencoba berkonsentrasi pada rasa geli dan nikmat yang mulai bangkit lagi dari arah selangkanganku. Ah ia sudah mulai mendenyut-denyutkan penisnya.

“Say, tante punya ide gila!” ujarku seraya menghentikan pinggul Budi yang baru saja mau menarik keatas. Sekitar setengah penis panjangnya tertahan diluar bibir kemaluanku.

“Apaan tante?” ia menahan pinggangnya yang tadi menarik.

“gimana kalau kita main bertiga! Tante, Bu Siska dan kamu, pasti asik berat!”

“hahhh????” budi terkejut. Hampir saja penisnya tercabut dari vaginaku.

“iya, say! Kamu sanggup membuat tante teler sampai dua kali begini, dan Bu Siska juga kamu bikin KO sementara kamu sendiri belum apa-apa,”

“Saya sih mau aja tante, tapi apa ibu juga mau? Dia kan orangnya suka risih gitu,”

“Ntar deh tante yang ngatur semuanya…” lagi-lagi aku meyakinkan Budi

“satu-persatu dulu tante… kebanyakan rencana ntar jadi gagal semua,” keluhnya menanggapi janji-janjiku yang terkesan menggampangkan masalah.

“beres, Cuma dua hal itu aja kok susah amat. Tante bisa atasi deh, tante janji,”

“salah tante, bukan dua tapi tiga!” ia memotong

“apa lagi tuh, kan tugas tante cuman dua tadi, pertama mengatakan tentang hubungan kita dan yang kedua mengajaknya main bertiga…” aku yang bingung sekarang.

“ada yang tante lupa,”

“apa lagi sayaaaang?” rengekku manja

“Menuntaskan permainan saya yang sudah tante potong tadi!” ia langsung menghujam dan menusukkan penisnya dengan keras, langsung menggenjot. Aku yang terkejut langsung berteriak histeris

“Aaaaawwwww!!!!! Aaaahhhhhh!!!! OOOOhhhhhhh yeeessss!!!! Budiiiihhh kamuu uuh naaakaaaallll!!!!” jeritku sambil meronta seolah menolaknya.

Jadilah kami bertarung lagi, berpacu birahi. Seingatku waktu itu aku orgasme dua kali lagi sebelum kemudian Budi menyusul menumpahkan spermanya yang telah tertahan sejak pagi itu! Ah gila!!! Hari itu aku sampai belasan kali orgasme. Sampai jam 4 sore kami bertarung, tiga kali budi menyemburkan spermanya, dalam vaginaku, sekali dalam mulutku dan yang terakhir disemburkan ke wajah dan payudaraku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu