2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Salah satu efek buruk setelah libur 3 hari di akhir pekan adalah aku jadi malas memulai aktifitas rutin harian. Itu kualami pada hari senin pagi ini, karena tak menemukan ketiga perempuan paruhbaya yang biasanya membangunkan aku dengan cara-cara unik dan nakal, aku jadi enggan bergerak. Apalagi jadwal kuliah hari ini baru dimulai siang nanti, ah aku menarik kembali selimut tebal mengabaikan pesan Bu Hesti agar jangan membiasakan telat bangun pagi.

Pintu kamar ibu yang terbuka membuat bunyi dering jam waker di kamarku merambat masuk hingga terdengar mengganggu sekali di telinga. Apalagi tiba-tiba telepon di meja kamar ibu ikut berdering keras.

“ah shiiitttt!!!” Gerutuku bangkit kearah barang sialan itu. Kalau saja penemu telepon masih hidup tentu akan kutampar pula wajahnya! Wakakakak

Aku bermaksud memutus kabel sambungannya tapi ragu, jangan-jangan itu telpon dari ibu, bisa bablas aku kalau tak diangkat.

“Halloooo sayaaang, sudah bangun anak ibu?” tuh kaaan… terdengar suara ibuku di seberang sana.

“Huaahhaaammmm… iyah buu…” jawabku sambil menguap lebar.

“Iddiiih anak ibu sampe segitunya… pasti gegara habis-habisan sama Budhemu semalam ya? Hihihi…”

“Hehehe… iya Bu… ada apa ya? Tumben nelpon sepagi ini,”

“Hmmm anu sayang, ibu mungkin pulang dini hari besok, ada meeting yang harus ibu hadiri di Singapore, setengah jam lagi ibu berangkat, selesai meeting ibu langsung balik pulang…”

“Ooh… baik Bu, mau Budi temani?”

“Gak sayang, ibu sama rombongan kantor, berempat dengan Kristine, Heydi dan Bu Fatma, Account Manager baru kita,”

“Hmmm, baiklah Bu, toh Budi ada kuliah juga siang nanti,”

“Iya sayang, mandi trus sarapan dulu gih…”

“Iya Bu,”

“Ibu pamit dulu ya? Bye cinta… I love you…”

“Hati-hati di jalan Bu, I love you too, Byeee… muuacch,” ujarku menutup pembicaraan.

Baru saja kuletakkan, gagang telpon itu bunyi lagi…

“Halloo, iya Bu… ada yang lupa?” kupikir itu pasti ibu lagi.

“Heeeeyyy!! Ini tante, bukan ibumu! Hahahaha, dasar malas! Kamu pasti baru bangun yak?” suara Bu Hesti terdengar nyaring.

“Ooohhh… kirain ibuku… hehehe, da apa tante? Horny ya? Mau kuentot? Ayo sini, aku sendirian aja di kamar… lagi pegang-pegang burung, wakakak,” jawabku nyerocos.

“Husss! Ngawur, tante di kampus. Mau bilang aja sama kamu kalau tante gak pulang ke rumahmu sore ini, Bu Farida dosen Ekonomi Pembangunan itu minta tolong ama tante buat dibikinin presentasi sistem perpajakan… itu bisa makan waktu sehari semalam, lembur di rumahnya…”

“What? Trus aku sama siapa seharian ini? Dan bukannya nanti siang Bu Farida ngasi kuliah?”

“Hallaaahhh! Paling jugak kamu senang bisa berduaan sama Budhemu… xixixixi!” tawanya mengejek, tapi benar juga siiihhhh… aku jadi bisa mencumbu Budhe sehari semalam penuh!!! Yess!!!

“Ah tante… kurang asik kalau gak berempat sama ibu!”

“Tuh kan? Emang ibumu kemana?”

“Ke Singapore tante, sebentar lagi berangkat, tengah malam nanti balik katanya,”

“Wooowwww! Tambah seneng kamu say! Hihihi… udah ya tante ke ruangan Bu Farida dulu, kamu gak perlu ke kampus hari ini, semua dosen Ekonomi pada sibuk nyusun makalah untuk presentasi umum besok…” ujarnya.

“Ohya? Benarkah tante?”

“Iyya, makanya mending kamu mesra-mesra berduaan sama Budhe, idola barumu… hihihi…”

“ah tante bisa aja… baiklah tante, selamat bekerja, ingat jaga kesehatan ya Tante… Goodbye honey… besok aku janji jilatin memek tante sampe muncrat abis! muuaaachhh muaachh muaaach,”

“Dasar maniak! Udah ah! Janji ya jilatin memek tante… hihihiiii,”

“Ya iyalah Bu Dosen memek legit… hehehe… bye honey…”

“Horeeee!!! Yes! Yes! Yes! Teriakku keras bersemangat setelah telpon ditutup! Benar-benar hari yang menyenangkan!

I love Monday!!! And I love Budhey!!! Hehehe…

Dengan hanya mengenakan celana kolor tanpa cd, aku berjalan kearah dapur. Tiada lain tujuanku untuk menemui ‘kekasih’ baruku disana! Budhe Anah! Ia pasti sedang menyiapkan penganan untuk dihidangkan hari ini. Pertama aku ingin memberitahu ‘kabar gembira’ tentang ibu yang paling cepat akan sampai di rumah dini hari esok, Bu Hesti juga tak menginap disini malam nanti.

Dari koridor yang menghubungkan bangunan utama dengan dapur, sudah terlihat Budhe sedang mengaduk-aduk adonan. Tak seperti biasa, pagi ini ia mengenakan gaun panjang mirip daster tanpa lengan berwarna biru tua bercorak putih seperti motif batik Jepara. Setelah dekat baru kuperhatikan ada resleting panjang yang membelah bagian tengah punggung gaun itu dari atas kebawah.

“Pagi Budhe sayaaaaang… mmmmuuuaaach,” sapaku langsung memeluk mesra pinggangnya dari belakang. Kuciumi kulit diantara punggung dan lehernya yang terbuka.

“Eeeeehhhh aden, pagi juga den… baru bangun nih pacar Budhe?” ia menoleh kearahku dan balas mencium, bibirku dipagutnya, tangan Budhe tetap mengaduk adonan bahan kue yang sedang ia masak.

Wuiiihhh aku dipanggil pacar! Senangnyaaaaaa hatiku!

Perlahan sekali kedua telapak tanganku yang menyusup dari celah belakang gaun merambat keatas menuju buah dadanya, ahhaayyy… rupanya Budhe tak memakai BH. Pentil susunya terasa di tanganku.

“Ada kabar gembira, Budhe…” bisikku di telinganya

“Apaan tuh den?”

“Ibu dan Tante gak pulang sampai besok subuh…”

“Teruuussss…???” Budhe pura-pura bego.

“Teruuuss… ya kita bisa mesra-mesraan sampai pagi…” ujarku masih dengan suara pelan berbisik.

“Oyaaaa? Bener den??” ia menoleh, ternyata emang gak tau, atau emang bego kekasih baruku ini… hehehe

“Ya iyalah sayaaaaaaang… Budhe senang?”

“Hihihi… senang laaaaahhh… aden mau Budhe ngapain sekarang?”

Ia melepaskan tangan kirinya dari pegangan panci berisi adonan kue, lalu melipir kearah belakang bokongnya, dan mendarat di permukaan kolorku, meraba-raba barang panjang yang baru saja mulai menggeliat bangun itu.

“Iiihhhh sudah mulai keras ini deeen…” ujarnya meremas pelan batang penisku dibalik celana.

“Budhe mau diapain sayang?” aku menyorongkan badan kearahnya, otomatis penis besar itu terjepit antara pinggangku dan pantat Budhe.

“Hiiiiii ngeriiiii, pagi-pagi Budhe sudah mau diewek…” candanya nakal sambil kembali mengaduk adonan.

Puas meraba dan meremas buah dada Budhe, kedua tanganku bergerak turun menyusuri tubuhnya, yang kiri berusaha menyingkap ujung bawah gaun, yang kanan masuk dan meraba selangkangannya!

“Haaahhh??? Budhe gak pake celana dalam?”

“Iya den… biar gampang…”

“Gampang apa Budhe?” Tanyaku penasaran.

“Biar memek Budhe gampang aden coblos pake ini!” Ungkapnya sumringah, tersenyum lebar dan menoleh kearahku.

“Dassaarrr Budhe binaaaalllll!!!” kataku sambil menyambar bibirnya dengan mulut! Langsung melumat dengan gemas!

Dua jari tangan kananku yang sudah mendarat di depan liang vaginanya mencolok masuk ke lobang kenikmatan Budhe! Sudah basah ternyata!

“Yak ampooonnn! Budhe terangsang ya? Kok sudah becek begini?” jari tanganku mulai mengocok memeknya.

“Oooouuuhhh iya deeeennn, dari bangun tidur subuh tadi Budhe sudah bayangin itunya aden nyolok-nyolok punya Budhe kayak kemarin…” ungkapnya polos.

Budhe memejamkan matanya, kompor ia matikan, aktifitas mengaduk adonan kue itu terhenti, karena kini kedua tangannya justru sibuk melayani aksiku. Tangannya yang kiri mengocok penisku, sementara yang kanan meremasi payudaranya sendiri.

“Ah Budheeee… kenapa gak dari tadi aja Budhe bangunin aku dan kita ngewek disini sambil Budhe masak… sssshhhhh…” aku mulai mendesah merasakan belaian lembut tangan Budhe di batang penisku.

Telapak kirinya ternyata sudah menyusup ke balik celana kolorku dan memainkan penis besar itu. Seolah tak mau kalah dengan aksi Budhe, tangan kiriku kini menyusup lewat belahan belakang gaun yang sudah kubuka resletingnya. Tangan kananku ikut menyelinap, kedua buah dada besar Budhe terpengang, kuremas dan pelintir-pelintir puting susunya.

“Hoooohhhhh deeeeennnnn… Budhe gak tahhaaaannn pengen dianuu…” badannya menggeliat.

“Kalau begitu, Budhe lanjutin kerja, aku ingin menggarap tubuh Budhe dari belakang, biar agak lama mainnya…” sedikit kujelaskan cara agar Budhe tak terlalu cepat orgasme.

“Hiiii iiiya deennn… yang penting Budhe dieweeeekkk sekaraang… hoohh… cepetan deeenn…” semakin ia tak sabaran.

Budhe menuruti perintahku, tangannya kembali menyalakan kompor dan mengaduk adonan. Kusuruh ia agak menunduk supaya penisku mudah menusuk dari belakang. Ujung bawah gaun itu kusingkap dan tertahan genggaman tangan kiriku diatas pinggangnya, sementara tangan kananku dengan tangkas melorotkan kolor dan mengarahkan penis itu tepat ke lobang nikmat di celah selangkangannya.

Bleeessssss… aku masuk dan langsung menggoyang perlahan, Budhe mendesah cukup keras merasakan nikmatnya. Dengan kedua tangan kupegangi pinggul besarnya sambil bergoyang maju mundur gaya anjing ngentot. Seperti kuminta tadi, Budhe meneruskan pekerjaannya sambil menikmati genjotan lembut pinggulku dari belakang.

“Budhe suka sama entotanku? Aaahhhh yeesss…” kataku sambil terus menggoyang pelan maju mundur.

“Ooouuhhh sssshhhhh sssshhh mmmhhh iiiyyyaah deennn suka bangeett aahhhh deeennn ooohhh… kontol aden berasa tambah panjaaang… Deeennn… kenapaahh siihh addeennn sukkaahh sammaah Budheee yanng suddaah tuwwaah inniihhh…” ucapnya mengerang terputus-putus, desah nafasnya mulai meninggi…

“Soalnya Budhe maniss… cantik… montok… toketnya gede banget… ouuh yeeessss…” kucondongkan badan ke arahnya, tanganku mencoba melepas bagian atas gaun yang nyantol di bahu Budhe, setelah terbuka kuraih buah dada besarnya dan meremas lembut.

“Hoooohhhh… deennn, kan suddaah ada ndoro nyonyaaahhh… dan ndoro Hesti… uuuhhh yaahhh uuhhh yaaahhh deennn uuhh…”

“Memek Budhe lebih lezaaattt aaaaahhhh yeaahhhh… oouuh Budheee,”

“Massaaahhh siihh deeennn oooooohhhh…”

“Sssssshhhh ooohhh suuuuuwweerrr Budheeeehhhh, aku suka badan budhe yang lebih bahennooolllll oooohhhhhh yyaaaaahhhhhhh,”

Sudah sepuluh menit aku menggoyang, memek Budhe berkedut agak keras…

“Ttttttaaappiihh kaaannn Budheeehhh su su suddahhh tuwwa deenn… hooohhhhhhh deeeennn deeennn deeennnn Budheee munchaaakkkkk!!!,” ia berteriak dan melepas, aku menancapkan kontolku dalam-dalam, diam beberapa detik lalu menggoyang lagi…

“Ooouuhhh biar gituuhh tappihh badan Budheeh maaassiiii bagguusss baanngeeett ooouuhhhh ennaknyaa cenut cennutan memek Budheee,”

“Hhhhhh oouuuhhh iyyaah deennn… ayyohh goyyang laggiihhh… bikin budhe kelluar yang banyyaak deennnn… ,” pintanya, malah lebih aktif sekarang, saat kontol kutarik menjauh, Budhe memundurkan pantatnya seolah tak rela penis itu terlepas, ketika aku menekan masuk, ia malah maju menjauh. Terus dan terus begitu dengan kecepatan relatif konstan.

“Budhe itu hebbaattt…”

“Ooouuuhhh, hebbat gimmannaahh deeennn oooohhhhh,”

“Hebbat daya tahhannya… Budhe bisa muncak berkali-kali gak pake berhentiii… uuuhhhhh memeekk Budheeee… ennaaakkhhh nyaaahhhh,”

“Emmm eehhhh eemangnyaahhh ndoro nyonyaahhh gak gituhhh juggaah deen??? ooohhhhh sshhhhh oooohhhh ssshhh oooohhhh goyyang terusshhh deen aaahhh,”

“Oooouuuhhhh budhee lihat sendiriiih kaannn oouuhh ibbuukuhh dan tante Hestiii itu kalo sudah kelluar pasti minta istirahaattt… aaahhh,”

“Ooouuhhh iyyaah deennn, kaaahh kaaalaau Budhe mah gaaak mauuh ber ber berentiiiihh deennn, ruggiiihhhhhhhhh Hooooohhhh addennn oohhh!”

“Haaaahhhh ooouuhhh rugi gimannaahhh Budheeehhhh? Oouuhhhhhh…”

“Ruggiiiiihhh deeennnnn, kooonnn koontoollll addeeenn ooouuuhh kelewat ennaaaakkk aaarrrrrgghhhhh deeeeennnn!!!” Budhe keluar lagi rupanya… kelonjotan sesaat, berkedut beberapa kali di dalam sana…

Gerakan kami masih santai, meski kurasakan Budhe sudah orgasme untuk kedua kali… creettt creeettt creetttt, kepala penisku disembur lendir hangat dari rahimnya. Kutancap sampai mentok kontolku dan diam beberapa detik untuk memaksimalkan kenikmatan puncak Budhe…

“Goyyaaaang lagiihhh deeeennn ooohhhh ooouuhhh iyyaaaahhhh terruss deennnn goyyyaaaang laggiiiihhhhh ooohhhhhhh,”

“Tuuuh kaaannn Budhee hebbaaatttt aaaaaahhhhhhh…”

“Hebbaat appaaan deeeennnnn??? Ooooohhhhh,”

“Coba kalau ibukuuuhhh ooohhhhh attauuu tante Hestiiiiihhhh aaahhhh pastiiii mintaaahhh berhentiiii dulluuuuu ngocoknyaaaahhh, aaaahhh,”

“Oooouuuhhhhh gittuuhh yaaah deeennnn… ooouuhhh yaaaahhh yaaahhh ennakkknyaaahhhh kontooollll addeeeennnnn uuuuhhhh uuuhhhh gedeeeh baangeeeeetttt deeennnn iyyyaaaahhhhhhhhh, Budhee sukkaa kontoolll adeeennn oooohhhhhhhh,”

“Akkuu juggaaaahh sukaaa memmeeeekk Budheeeeehhhhh… haaaahhhh haaahhh haaahhhh yeeesssssss… oooohhhh Budheeeehhh,”

“Ooooouuhhhh… deennn aaahhhh… budheehhh… keeehhhh kee keee ketagihaaannn kooonnnnn ooohhhh konthoooollll addeennnnnnn… aaaahhh,”

“Sammaaahhhh Budheeeehhhhhhh aaahhhhhh, Budiiihh tergila-gilaaahh memmeeekkk Budheeeeee inniiihhhhhhh aaahhhh aaahhhh yessssss…”

“Hooooohhhhhh deeeeeeennnn addeeennnn addeeeennnn ooooouuhhhh deeennnn Budheeeehhh mauuuhhhh muncaaak laaaaggiiihhhhh deeeennn aaaahhhh ennaaaakkkkhhhhhh deeeeeeennnnnn… tekkaaaannnnn konthooollllll addeeeennnn yaaang dalleeemmm deeeeennnn hoooohhhhhhhh budheeeee muncaakkkk aaaahhhhhhhhh,” jeritnya panjang sekali…

Sudah 30 menit aku menggeol Budhe yang sedang memasak adonan kue, sudah tiga kali juga ia merasakan puncak orgasme. Budhe mematikan kompor, aku mencabut penis yang masih tegang. Rasanya aku masih lama…

“Aden bisaah tungguin Budhe di kamar? Budhe mau selesai’in bikin kue nya den… aden kan belum muncak yaah?” kata Budhe membalik arah tubuhnya jadi berhadapan denganku, nafasnya masih terengah-engah.

“Nggak apa-apa Budhe, aku bisa bantuin Budhe cuci piring alat-alat masak ini,” jawabku sambil lalu berjalan menuju ke tempat cucian piring. Cuma ada 2 panci besar dan baskom bekas adonan tepung disana.

“Eeehhhh deennn jangaaaannnnn!” cegahnya, dirangkulnya aku dan menarik tubuhku dari belakang, aku menoleh lalu mencium bibirnya, sejenak kami bertukar liur dan saling menyedot lidah, kuremas remas susu Budhe…

“Budhe bisa dimarah ndoro nyonya kalau tahu aden kerja beginian…” sambungnya berkata.

“Nggak Budhe, gakpapa, ibu gak bakalan tahu… kalaupun tahu, ibu gak akan marah…” ujarku mulai kembali mencuci panci dan baskom itu.

Budhe tertunduk…

“Maapin Budhe deen, jadi merepotkan aden…”

“Budhe itu pacarku… masa sih aku gak boleh bantuin kekasihku…” kukatakan itu sambil melempar senyum kepadanya.

“Aden baik bangeeeet…” Budhe tersipu… lalu mencium pipiku…

Kue-kue buatan Budhe sudah siap saji, kami menyimpannya di microwave oven, sebagian lagi dibawa budhe dengan piring ke dalam rumah. Rupanya Budhe ingin ‘kutuntaskan’ birahi di kamar ibu…

Dengan susu yang terlihat gondal gandul berayun seirama langkahnya, gaun yang nyantol pada satu ruas bahunya saja, Budhe berjalan, aku dibelakangnya, masih telanjang sembari memegang kontol agar tetap tegang. Kutatapi bokong semoknya.

“uuuhhhhhh… pantat budhe bagus banget… bikin ngiler!” aku mencoleknya.

“Hiiiiiiih adden nakaaallll… geli tauuukkkk!” erangnya manja…

Gemes aku dibuatnya. Sampai di kamar aku langsung berbaring tengadah diatas tempat tidur ibu yang luas, Budhe sudah berlutut di antara pahaku, wajahnya mendekati penis besar yang ia genggam dengan kedua telapak tangan.

Ronde kedua dimulai, sambil berbaring santai kunikmati service karaoke dari mulut Budhe yang tampak kekecilan saat berusaha memasukkan penis besar itu. Walau berhasil ia kulum, mulut Budhe hanya cukup untuk menelan setengah saja dari ukuran panjangnya… sebagian lain yang ‘tersisa’ ia genggam dan kocok dengan tangan seiring mulutnya mengulum naik turun…

Tanpa bertanya pula ia membalik posisi badan dengan selangkangan ia tempatkan diatas wajahku saat kukatakan ingin mengoral memeknya yang masih becek lendir. Lanjut kami bertarung dengan posisi 69 sekarang! Budhe mengulum dan mengocok kontolku, aku mengobok-obok memek Budhe dengan mulut, lidah dan jari-jari tangan.

Selepas saling memainkan kelamin dengan gaya 69, aku memilih tetap berbaring, Budhe mengerti, ia mengangkangi pinggangku dan memasukkan kontol keras itu kedalam memeknya. Mulai menggoyang santai, naik turun mengocok, kadang kiri kanan mengulek ala goyang Inul Daranista eh Daratista… Memeknya terasa seperti menyedot-nyedot batang penisku…

Kedua telapak tanganku bermain meremas payudara Budhe, sesekali aku mengangkat wajah dan menghisap kedua puting susunya bergiliran. Saat kuhisap yang kiri, jari telunjuk dan jempolku memilin-milin putingnya yang kanan, begitu juga sebaliknya. Budhe tak henti-henti mendesah, mengerang dan menjerit keenakan.

“Aku belum mandi, Budhe…” kataku saat Budhe mencabut pertautan kelamin kami pasca orgasmenya yang ketujuh.

Badan kami terasa lengket oleh cucuran keringat meski setelan AC di kamar ibu mencapai angka 16 derajat celcius. Sejam permainan seks itu memang cukup melelahkan bagiku, apalagi Budhe, maklum usianya jauh diatas ibuku. Dengan alasan memberinya jeda untuk istirahat agar tak terlalu memforsir tenaga, kuajak Budhe ke bathtube di kamar mandi ibu.

“Deeennn, Budhe gak pernah mandi disini, kelewat mewah…” ujarnya ragu saat aku menariknya masuk.

“Gak apa Budhe, sesekali boleh lah, lagian ibu sudah menganggap Budhe sodara kandung sendiri…” ujarku mengabaikan.

“ii… iiiiya den, Ndoro Nyonya baik banget sama Budhe…” ia menurut juga.

Budhe masuk ke bak rendam mewah itu, karena berukuran besar seperti kolam yang cukup untuk menampung 4 sampai 5 orang di dalamnya. Budhe langsung duduk bersandar di seberang dengan kaki ia selonjorkan kearahku, aku beranjak mendekati dan mengambil posisi berjejer. Perhatianku tak pernah lepas dari buah dada besarnya, sehingga telapak tangan yang sudah menampung sabun cair itu langsung kuarahkan ke payudara Budhe, menggosok sambil sesekali meremas-remas.

“Ooouuussshhhhhh deeennn… geliiii,” tangannya ikut menyabuni badanku.

Kucium bibir Budhe, aku gemas dengan bentuknya yang tebal sensual, mirip bibir artis-artis keturunan Timur Tengah. Budhe menyambut dengan antusias. Kami saling pagut, tukar air liur dan saling hisap lidah. Tangannya menyabuni punggungku, sementara tanganku masih asik menyabuni sekitar wilayah dadanya, lalu turun ke perut dan akhirnya sampai di memek Budhe yang terendam air.

Seperti tak mau kalah, tangan Budhe menyambar batang penisku yang masih tegang. Ia bukan menyabuni, karena pasti seret di dalam air, sabunnya larut, tapi mengocok. Membuatku tak tahan…

“Ayo duduk disana Budhe,” aku menunjuk pinggiran bathtube besar yang berjarak satu meter dengan dinding kamar mandi.

Budhe langsung duduk mengangkang disana, rupanya ia paham keinginanku untuk menyetubuhinya dengan posisi seperti saat ini. Budhe memiringkan badan kebelakang, bertumpu pada siku tangannya yang tertekuk. Aku berjongkok di depan memeknya, meraba susu besarnya, lalu menusukkan kontol tegangku ke vaginanya yang tampak masih saja menganga!

“Haaaahhhhhh deeeeeeeennnn… ennaaaaaagghhhhhh aah aaaahhhh aaahhhhh hoooohhhhhhhh deeen Budhiiiiiiihhhh ennaakkk deen ooohhhhhh…” Budhe menjerit kegirangan seketika aku memasukkan penis dan langsung menggenjot keras.

Bunyi keciplak becek kemaluan Budhe berpadu dengan gemercik air yang bergelombang akibat goyangan tubuhku di bagian bawah.

“Iiiyyaaahhh Budheeee… ayyoohh nikmatiii kontolku budhee aahhh aahh aahh aahhh yeess yeess yeesss yeeesss,” desahku setiap kali menggenjot maju mundur.

“Memmeeekkk Budhe jugaahhh lezzaaattttt Budheee ooooouuuhhhh yess yeesss yeesss yeeessss,” lanjutku seraya terus bergoyang. Tanganku tak pernah lepas dari meremas buah dada Budhe.

“Nggggg ooohhh ngggg ooohhh ennaknyaaahhh konthoolll adennnn oohh ooohhh oohhhh ooohhhh deeennn oooouuhhhh… oouuhhh pantasss ndoro nyonyaahhh dan ndoro Hesti ketagihaaannnnn diewweeekkk den budhiiii ooohhhhhhh deeeennnn marem bangeeettt deeennnnn…”

Aku merasa sudah dekat… kutambah kecepatan menggenjot memeknya, suara Budhe makin keras, tak sekedar menjerit, tapi berteriak histeris…

“Oooouuuhhh Budheeeeeehhhh ooouuhhh Budheeeee akkuu hampiiiirrr Budheeeee ooouuuhhh memmeeekkk Budhe njepiiittt bangeeettt aaahhh aaahhh aaahhh ooooohhhh oooouuuhhhh yeeeeesssss!!!!” teriakku melepas, cairan spermaku meluncur belasan kali dalam vagina Budhe, kutekan dan kudiamkan menancap dan mentok disana, Budhe juga berteriak kencang, kuku tangannya sampai terasa mencakar lenganku.

“Hoooohhhhhh adeeeeeennnn Budhe juggaaahh muncaaaakkkkkk aaaahhhh!!!!”

Kami melepas bersamaan…

Tuntas sudah ronde pertamaku hari ini, kami menyelesaikan mandi dan berbilas. Aku baru ingat kalau belum sesuap pun makanan yang masuk ke perutku sejak bangun tadi, pantas aku lapar. Jam menunjukkan pukul 9.30, Budhe mengajak sarapan di pinggir kolam renang. Disuapinya aku bagai anak kecil yang belum bisa makan sendiri, ia bilang, hari ini ingin memanjakan ‘pacar tercinta’.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu