2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Jam 3.30 dini hari, penuturanku yang panjang lebar itu baru berakhir. Budi dengan antusias mendengarnya. Sesekali ia terheran-heran dengan pengakuan polosku tentang hasrat seksual ibu angkatnya ini kepadanya. Sambil terus berpelukan, aku bertutur. Sesekali budi mencium, mesra sekali. Tangannya yang sedikit usil itu tak pernah lepas dari buah dadaku.

Berkali-kali ia mengatakan sangat suka dengan payudara berukuran diatas rata-rata perempuan indonesia ini. Aku memang merawat tubuh dengan baik, meski tubuhku sedikit gemuk namun itu lebih dikarenakan faktor genotip saja. Budi pun sangat menyukainya, ia pernah mengatakan kalau ia lebih suka wanita bertubuh bongsor dan bahenol seperti aku.

Beberapa saat setelah habis menuturkan kisahku, Budi tampaknya ingin lagi. Luar biasa anak ini, aku sudah enamkali orgasme dibuatnya sejak awal tadi. Ini sudah hampir jam empat pagi. Dan jari-jari tangan kirinya masih asik mengorek-orek celah vaginaku yang belum lagi kering dari cairan orgasme kami.

“Mau lagi sayang?” sebuah pertanyaan yang sangat sering aku ucapkan saat habis bersenggama dengannya.

“ibu masih kuat?”

“iya dooong… ,” sahutku menunjukkan rasa senang atas perlakuannya di bibir kemaluanku. Tanganku meraih batang penisnya yang tampak sudah mengeras lagi. Itu yang kusuka dari penis lelaki muda ini, sudah tiga kali ia orgasme tapi masih saja keras dan tegak. Bahkan dengan gagahnya kini ia berjongok diatas wajahku dan menghadap kearah bawah tubuhku.

Kelamin sakti itu disorongkan ke mulutku, aku mengerti keinginannya. The sixtynine! Sebuah gaya bercinta yang selama umur pernikahanku hanya khayalan saja, suamiku memang sering menonton film porno, tapi terus terang ia adalah lelaki yang tak punya fantasi seksual sehebat ini, dan sekarang, anak ingusan seumur Rani anak bungsuku ini memperlakukan aku yang 22 tahun lebih tua darinya bagai permaisuri dari kayangan, tak semilimeterpun sisi tubuhku yang tak pernah tersentuh lidah nakalnya.

Begitu kutangkap penisnya ia langsung menunduk dan membuka pahaku kearah berlawanan. Selanjutnya bisa ditebak, sperma bercampur cairan orgasme yang meluber dari rahimku itu habis disedot dan ia telan bak kucing kehausan. Sruuupp… sruuuppp… srupp…

“aaauuuhhhh… sayaaaangggg… mmmmmmm,” aku menjerit merasakan sedotan mulutnya yang keras terhadap clitorisku. Sampai-sampai penisnya terlepas dari lumatan bibirku.

“ayooo… buuuuu… sama-sama sedooott… uuuuhhh.. yaaaahhh… mmmmm,” sempat-sempatnya ia protes karena aku sejenak hanya mengocok dengan tanganku. Segera kumasukkan lagi, kulumat benda yang begitu kusenangi ini, aku seringkali gemas karena bentuknya yang panjang dan besar sekali. Kadang-kadang aku sengaja menggigit pelan dengan gigiku, akibatnya Budi berteriak-terik kegelian.

Dan teriakannya itu selalu saja membuatku jadi semakin girang mendengarnya, sampai-sampai aku seringkali menimpali dengan teriakan histeria yang jorok dengan menyebut-nyebut alat kelamin kami, kontolmu enaakhh! Entot memekku! Kata-kata yang begitu memacu aura seksual kami, kata-kata itu dulu hanya kuucapkan dalam konteks ilmiah saja, itupun sambil berbisik.

Kami sama-sama puas setelah beberapa saat saling sedot, lalu seperti yang diminta Budi, aku menungging, ia bersiap dibelakangku, menusuk…

“aaaahhhhhh… enaaakkhhh… sayaaaanggg… kocok yang kerassshhh… yaaahhhh…”

“ooouuhhh… yesss!!! Gimaaaanaaahhh buuuu… hhhhh… apanyaaahh yang enaakh?”

“kontoooolmuuuuuhhhh sayaaaangg… ooohhh kontoolllmuuuhhh… kontolmuhh!!!”

“meeemeeekkkkhhhh… ibuuhhh… juuuugaaahhh… memekkk teeerrniiikkk maaatt ahh aahhh… aaahhh… oooohhhhh,”

sebuah suasana yang riuh dengan teriakan jorok dan kata-kata seronok itu sudah jadi hal biasa bagi kami. Budi terus menggenjot, daya tahannya luar biasa, kalau saja ini suamiku, tentu sudah sedari kocokan kesepuluh saja pasti langsung muncrat. Dengan Budi? Aku tak sanggup menghitungnya, ratusan bahkan ribuan kocokan penisnya dalam liang vaginaku tak juga membuatnya keluar.

Tangannya kini dengan cekatan menjulur kedepan meraih buah dada besarku yang bergoyang-goyang seirama genjotannya. Aku tahu, Budi paling suka meremas-remas susu itu sejak pertama kali menikmatinya. Dan mungkin karena rutin diremas Budi itulah, susuku jadi terasa semakin besar saja. Padahal waktu belum dijamah Budi, susuku cukup kencang dan proporsional dengan bentuk badanku yang bongsor ini.

“hhhh… hahhh… Buuuddd?” aku memanggilnya ditengah desahanku

“yyaaahhhh mmmmhhh ssshhhh enaakkkhhh… Buuuu, adaaa apaa?” sejenak ia berhenti

“Kamuuuhhh uuuhhhhh nggak takut kalo susu ibu kendor nantinya? Ooohhh,”

“semaakiiiinnnn seksiiiihhh aaahhh ayooohhh goyang lagi buuuuhhh, sampai kapanpun aaahhh sayaaahhh nggakk akan booosaaannn dengaaannn susuuuu daannn meeemeeekkk ibuuu,”

ia justru semakin keras meremas susuku. Aku yang gelagapan, rasa geli nikmat menjelang puncak lagi-lagi melandaku. Tak kuat lagi rasanya melawan keperkasaannya. Tapi tiba-tiba ia berhenti bergoyang dan langsung melepaskan penisnya dari vaginaku.

“kok dilepas sayang?” aku terkejut

“saya nggak mau ibu keluar secepat ini, saya mau kita keluar sama-sama,” jawabnya santai kemudian berbaring telentang disampingku yang masih tak mengerti apa yang diinginkannya.

“ibu sudah nggak kuat lagi say, ibu tanggung nih, maunya cepat aja, kontol kamu enak banget sih…” gerutuku sambil juga berbaring. Ia memeluk dan memberiku ciuman hangat di bibir. Aku menyambut dengan antusias.

“Justru itu, saya tahu kalau ibu mau keluar karena memek ibu sudah mulai empot-empot punya saya,”

“trus gimana dong sayang? Masa kita harus stop lagi, tanggung ah!”

“nggak bu, sekarang ibu karaoke saya aja dulu,” pintanya sambil mengacung acungkan penis yang masih saja tegak itu.

“oooo… itu maunya, baiklah. Tapi janji keluar sama-sama ya?”

“baik bu,”

tanpa menunggu lagi aku menerkam penisnya yang masih basah oleh cairan kelaminku itu, kukocok dengan tangan dan mulutku. Lidahku bermain di leher penisnya. Ah… luar biasa barang ini, penis yang selama ini selalu membimbingku meraih kepuasan surga asmara. Kukulum, kukenyot, menyedot, mengocok, menjilat biji telor dibawahnya dengan lidahku sampai sang empunya menjerit-jerit menahan geli.

“Ouuuussshhhh… aaaahhhh… aaahhh… ibuuuhhhh… enaaakkk… sedooot terusshh,”

Crooopp!!! Kulepaskan sejenak.

“gimana say… enak mana sama sedotan Rani?” kembali aku melanjutkan

“iyaaa deeehhhh… ooooouuuhhhh ibuuuuhhhh geeeliiii aaahhhh,” jeritnya keras saat aku menggigit kecil. Rasakan! Emangnya kamu pikir cuma Rani yang bisa memuaskan kamu? Ah sekarang aku sangat egois, bahkan tak kupedulikan lagi anakku yang “pemilik sah” lelaki yang sedang bersetubuh denganku ini! Saat ini yang terpikir olehku adalah meraih kepuasan demi kepuasan seksual dari pemuda perkasa ini!

Aku terus mengocok dan mengulum sambil memejamkan mata, membayangkan keindahan dan kebahagiaan yang akan kami raih setidaknya untuk 4 tahun masa kuliah si Rani. Masalah bagaimana nantinya jika Rani kembali sebaiknya jangan kupikirkan dulu.

Oooohh… baru sepuluh menit mengulum penis besar ini, vaginaku sudah terasa gatal lagi! Gatal ingin digaruk-garuk oleh barang yang sekarang keluar masuk mulutku ini. Sementara pemiliknya terlihat merem melek sambil berteriak-teriak seperti orang gila!

“aaaahhhh… aaahhhh… oooooouuuhhhhh… ibuuuu… ibuuuu… ayooohhh buuuu.. stooop duluuuhhh… masukinnnn keee memeekkknyaa ibuuu… Sayaaa hampiiiirrr…” tangannya mencengkeram rambutku, menahan gerakan kepalaku yang maju mundur itu.

“baiklah say… ibu juga nggak tahaaan, sudaah gatalll niiihhh… ama kontol kamuuu,”

“iyaa buuuhh… ayooohhh…”

Aku segera mengambil posisi duduk berjongkok di pinggiran tempat tidur, berhadapan dengannya yang berdiri di lantai dengan posisi penis tepat di depan pangkal pahaku yang terbuka. Tak perlu lagi kusibak celah vaginaku, cairan yang meluber disana masih lebih dari cukup untuk memudahkan penis besarnya menerobos masuk.

“ooouuuuuhhh… yeeesshhh yeess… yesss… yeesshhh… memekku oohh tuhaan nikmaat nyaaaahhh… oooh my god oh my god oh my god kooontooolllmu enaaakkk saaayyy… oooh kontol kontol kontol kontol kontoooooolllll muuuuhhhhh enaaak kkkk hhhhhh yeeessshhhh!!!!!”

“memeeekk… ibuuuu… ibuuuu… memek ibuuu memekk… juga enaaakhhhh…”

Tak ada lagi dialektika normal dari teriakan-teriakan histeria penuh nafsu itu, campur aduk dengan impuls-impuls kenikmatan surgawi maha dahsyat itu. Lucunya, meski menyadari sepenuhnya bahwa itu adalah perbuatan haram, aku seringkali menyebut-nyebut nama tuhan! Ah mulut hati tubuh dan mataku memang tak nyambung lagi disaat-saat seperti ini.

Saat itu kami baru pertama kali melakukan variasi seks dengan posisi ini, aku merasa, inilah posisi yang paling nikmat dari sekian banyak posisi bercinta yang pernah kulakukan seumur hidupku, aku bisa bebas mengatur gerak pinggulku yang secara otomatis pula mengatur pola sentuhan penisnya pada titik ternikmat dalam liang vaginaku.

“ooouuhhhsssffff… buuuddd… Saayyaaang… ouh”

“hhhh… hiiiyaaahhh… buuuuhhh.. adaaahhh apaahhh?”

“kamuuhhh… Luaarrr biaasaaahhh… pooosiiisiii… iniiihhh enaaakkk… kontol kamu jaddiiihh lleeebiiihhh terasaaahhh…”

“ooohhhh… iiiyaaahhhh… buuuhhh… memeekkh iibuu jugahh tambah niikkmaatt… ooohhhh… iiibuuu maasiiihhhh lamaahhh?”

“hhhh… ssss… sss seebeentarr lagiiih iibuu mauhh nyaaammmpeee…”

“sssaaaaammaaa saaamaaa… hhhh.. buuuuu… saaayaaa juuugaaaa maauuuhhh muuncrraa aaattttthhh… aaahhh memekkkkhhhhiiibuuuu taaammmbaahh enaaakkk aaazaaaa…”

Budi meraih pinggangku, hempasan pangkal pahanya semakin keras ke pangkal pahaku, penisnya terasa lebih masuk lagi dengan posisiku yang miring kebelakang dan kemaluan yang nyorong kedepan. Aku merasa sudah hampir, rupanya Budi juga sama, teriakannya semakin keras dan akhirnya…

“aaaaaaauuuuoooohhhhh… aduuuuhhhh iiibuuuu nggaaa tahaaaannnn ooohh keluarrr rrrrrrr… keluaarrrr… keeeeluaaarrr… keeeluaaarrr… iiiibuuuuhhh keluaarrrr ooohhhh nikmatnya aaaaahhhhh… ssshhhhh… aaaa aaaaa aaaahhhh,” kurasakan vaginaku mengejang dan mengeras, mengemut penis besar yang mengganjal dan menghujam itu.

“ooohh aaaahhh… ibuuuuuuhhhhh… saaayaaa jugaaaaa… keeluaaarrrr… aaaaaaahhhh… memek… memekk… memekkk… ibuuuhh jepiit aaahhhhh nikmaaaat… Ngggg… aaaahhhhh… aaaaahhhhh…” jeritnya panjang

Terasa semburan panas menerpa dinding-dinding vagina dan rahimku, delapan, sembilan ooohh sepuluh sebelas aaahhh empat belas dan limabelas kali… luarbiasa!!! Banjir sudah liang senggamaku oleh spermanya yang tumpah begitu deras.

Luarbiasa! Ini kali keempat Budi menumpahkannya di lubang kelaminku sejak awal malam tadi, penuh bahkan sampai meluber keluar tak tertampung.

Aku langsung ambruk lemas, disusul budi yang memelukku dari samping. Kami berciuman mesra, merasakan sisa-sisa kenikmatan lahir batin itu. Kami sama-sama lemas, ibu dan anak angkat! Berpacu dalam nafsu! Mulut kami tak mampu bicara, hanya desah lelah yang terdengar seperti berlomba meraih oksigen. Sama-sama lelah, letih, lesu, setelah berpacu meraih kenikmatan yang maha dahsyat dari jam 10 malam hingga jam 5 pagi itu!

Tak bosan-bosannya aku bilang, Luarbiasa! Tak sanggup kuhitung berapa kali aku orgasme, yang jelas Budi sudah empat kali mengalaminya. Semuanya di dalam rahimku, padahal aku ingin sekali meminum spermanya. Kupikir pasti nikmat sekali, tapi aku khawatir Budi akan menolak jika aku minta, lain waktu aku harus mencobanya.

Kupeluk ia dalam dekapanku, kubelai rambutnya, lama-lama kami tertidur juga.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu