2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Saat ini ingin rasanya aku melakukan apapun yang kubisa untuk menolongnya…

“Tapi Hes, aku ngga setuju kalau kamu harus pacaran sama teman kamu yang sudah beristri itu. Ngga baik menghancurkan rumah tangga orang, Hes,” aku berkata begitu sambil menyandarkan tubuhnya di kursi taman yang panjang, dan kini kami berhadap-hadapan. Pembicaraan kami semakin serius saja, tak peduli malam kian larut.

“Iya, Sis. Aku pikir juga begitu, temanku itu menyayangi keluarganya. Ia orang baik-baik. Dan aku juga ngga mau sampai mereka hancur gara-gara maslah ini,”

terdiam kami beberapa saat. Tak tahu harus beri saran apa lagi kepadanya. Aku hanya bisa membelai wajah sahabat lamaku ini, ia masih tampak cantik juga di usia yang terpaut setahun dibawahku itu.

“Sis, aku boleh minta sesuatu ngaak darikamu… mmm.. tapi,”

“Boleh, Hes, boleh, minta aja, aku akan penuhi!” jawabku dengan antusias. Kupikir ia pasti akan memintaku untuk mrncarikan jalan keluar atas masalahnya tadi. Gampang! Kukenalkan saja dengan salah seorang karyawanku yang ok punya, pasti deh Hesti mau.

“tapi permintaan ini hampir mustahil, Sis. Aku takut ini akan justru merusak hubungan kita…” diam lagi. Giliran aku yang penasaran.

“apaan sih Hes? Masak hubungan kita yang sudah seperti saudara ini akan rusak hanya gara-gara permintaan tolong kamu itu? Emangnya kamu minta nyawaku? Hehehe… ngga la gih! Aku masih mau hidup hahaha senaaang!” tiba-tiba aku jadi tertawa, Hesti sampai terkejut.

“Sis! Aku serius… aku mau seperti kamu, sebahagia kamu…” ia memotong tawaku. Aku berhenti, dan kembali serius.

“Ok sweety, what do you want me to do? Bilang apa yang aku bisa kasih ke kamu say, percayalah, aku akan berikan apa saja yang kamu mau. Ingat Sis, punyamu adalah punyaku juga, itu ide gila kita dulu waktu SMA, dan sampai sekarang aku masih pegang itu, yah sekarang kamu mesti katakan apa maumu sayang,”

“aku sudah… su.. sudah… ah, kamu ngga akan marah kan, Sis?” ia masih saja ragu mengatakan keinginannya.

“ngga mungkin aku marah sayaaaaang… kamu sudah apa? Jangan bikin penasaran gitu dong ah…” kupegang kedua tangannya.

“aku takut mengatakannya Sis, aku tahu itu akan membuat kamu shock,” ia masih menolak.

“OK, aku ambil nafas dulu… hmmmm huuusssss,” kutarik nafas dalam-dalam, hatiku masih penasaran akan permintaan hesti.

“OK, sudah, aku sudah tenang, sumpah demi tuhan aku ngga akan marah. Ngga akan shock,”

“Benar, Sis? Benar kamu ngga akan marah dan merusak hubungan kita ini?”

“bahkan kematian pun tak kan memisahkan kita…” aku berkata pelan dan dalam. Membuatnya yakin.

“mmm… sumpah?” ia masih ragu rupanya

“sumpah demi tuhan!!” kuacungkan dua tangan ke atas. Ia semakin yakin rupanya. Tangannya kini menggenggam telapak tanganku. Wajahnya mendekati telingaku, well, dia akan membisikkannya…

“Sis, aku sudah tahu hubunganmu dengan Budi…” bisikan halus yang terdengar bagai petir di siang bolong! Menyambar tubuh dan hatiku, menggetarkan jantungku dan membakar tubuhku. Aku serasa melayang mendengarnya, nyawaku serasa terpisah dari raga. Aku lemas dipelukan Hesti. Kakiku ingin berdiri tapi tak mampu.

Itu rahasia terbesar dalam hidupku! Bahkan hesti sahabatku itupun tak boleh mengetahui skandalku dengan Budi, bagaimana dengan Budi, pastilah ia yang bercerita tentang hal ini. Lalu mengapa? Apakah yang telah membuat Budi menceritakannya? Apakah telah terjadi sesuatu antara Hesti dan Budi? Semudah itukah Budi menceritakannya tanpa ada sesuatu?

Ah aku tahu, pastilah telah terjadi hubungan yang jauh antara mereka! Tak mungkin Budi mengatakannya tanpa ada latar belakang apa-apa! Bagaimana denganku? Oh tuhan, haruskah aku ditinggal Budi? No! tapi aku takut Budi juga akan mengatakannya pada orang yang lain lagi, dan pastilah semua akan hancur!

Ah, aku tahu… aku tahu arah pembicaraan ini, hey! Jangan panik dulu! Teriak batinku. Bukankah Hesti, sahabat yang telah kau anggap saudara ini hanya ingin berbagi denganmu? Bukankah kau juga menyayangi Hesti seperti saudaramu? Dan… hmmmm, bukankah… lebih nikmat mengulang kembali cinta segitiga yang pernah kau lakukan dengan Hesti dulu?

“Maafkan aku, Sis. Itulah sebabnya tadi aku ragu mengatakannya… tapi please Sis, aku yang salah. Aku yang telah membuat Budi bercerita tentang ini, kalau kamu ingin menghukum aku saat ini juga aku siap Sis. Bahkan kalau kamu suruh aku bunuh diri juga aku mau…”

Aku tak mampu menjawab. Hanya hening, nafas kami terdengar sayup.

“Sis, aku sudah… sudah…” lagi-lagi ia berkata ragu, namun nada-nadanya aku sudah tahu arah pembicaraan ini. Beberapa saat setelah itu aku sudah cukup tenang sebenarnya. Pikiran-pikiran positifku berhasil mengalahkan shock tadi.

“Hes, kamu sudah pernah melakukannya dengan Budi, iya kan?… mmmm…” aku akhirnya meneruskan kata-kata Hesti yang terputus tadi.

“I… ii.. iya, Sis. Maafkan aku… ini semua salahku… aku ngga tahan… aku yang lebih dulu merayunya… aku.. aku…” Hesti terbata-bata.

“Hestiiiiiiii!!!!… mmmmmmhhhhhh!!!!,” aku berteriak sambil mencubit pipinya. Keras sekali, gemas! Jengkel! Dan… aneh, aku berubah secepat itu. Hesti sampai berteriak keras juga. Untung rumah itu luas sehingga tak ada orang yang mendengarnya.

“Aduuuuhhh!!! Mama!!! Sakiiitttt!!!!” teriaknya saat aku tak mau menghentikan cubitan di pipinya. Dari situ ia yakin aku sudah tenang dan bisa diajak bicara.

“Jadi, kamu nyolong ya! Ini hukuman buat orang yang suka nyolong! Kamu jahat! Hesti! Untung kamu nggak kena penyakit itu, kalo kena, aku juga kamu korbanin! Huh rasain…!!” Aku menjewer, ia terus berteriak, sambil tertawa cekikikan. Aku agak terkontrol.

“I’m deeply sorry, Sis, aku benar-benar gak tahan. Habis kamu yang kenalin,” bisiknya sambil memelukku. Aku membelai punggungnya. Ya sudahlah, kupikir memang sudah rejekinya si Hesti ikut mencicipi anak angkatku itu.

“asal jangan ketahuan orang lain lho, Hes. Aku ngga mau hubungannya dengan si Rani jadi rusak gara-gara ini,”

“Jangan khawatir deh, sayang. Aku jaga rahasia. Cuma kamu yang paling tahu aku, tempatku mengatakan semuanya. Kan kita ngga ada rahasia? Itu sumpah kita, ingat?” Hesti berkata begitu sambil melepaskan pelukannya. Kami jadi berhadap-hadapan di bangku panjang itu.

“Justru aku yang semestinya juga protes ke kamu, sis,” lanjutnya

“protes apaan?” aku tak mengerti.

“lho kan kamu nggak pernah memberitahukan ini sebelumnya?”

“masa yang gitu diceritain? Ah… sudahlah Hes, jadi kamu mau minta bagian yang itu ya?” aku mengelak dan balik bertanya.

“Iya sih, Sis. Itu juga kalau kamu ngasih… kalo ngga sih… ya ngga apa-apa…”

“Aku kasih, tapi apa iya doi mau dibagi gitu?”

“Sini aku bisikin…” ditariknya kepalaku mendekat

“Doi bilang mau main bertiga?!!”

“Gila!!!” aku berteriak, tapi nanti dulu. Batinku bilang bahwa akan begitu mengasikkannya kalau itu kami lakukan.

“Malah dia suruh aku yang ngomongin ini ama kamu, dia takut katanya,”

“aduuh gimana ya Hes… aku bingung, belum lagi habis shock yang barusan itu,”

“sudah ah, biar aku yang ngatur, kalian enjoy aja, mau?”

“terserah deh, Hes…” padahal dalam hati aku berteriak “MAU DONG!!!” iihhh sereem. Gimana nanti ya? Aaahhhh… kuat ngga si Budi menghadapi kami berdua? Pengalaman baru bagiku! Dan Budi juga! Dan mungkin juga Hesti! Ah, aku tak sabar ingin segera melakukannya!

“Kalau begitu, hari lusa aku setting tempat dan waktunya dulu, biar siip, setuju?”

“mm,” aku mengangguk.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu