2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Perut yang lapar membangunkan aku pada jam 12.30 siang itu. Dan karena suamiku sedang tugas ke daerah, aku langsung keluar rumah. Tujuanku satu, Hotel! aku akan makan siang disana, sekaligus juga “makan” barang nikmat si Budi!

Setelah memesan makan, aku langsung menyambar HP. Kukontak Budi dan kuminta datang ke hotel, kuajak ia makan siang di kamarku dan sebagai alasan kukatakan bahwa semalam aku tak sempat pulang karena seminar Organisasi Ikatan Akuntan di hotel ini berakhir jam 4 dini hari. Budi percaya saja. Saat ia masuk kekamar dan melihat aku dengan pakaian tidur sutra yang putih berenda serta transparan membiaskan lekuk-lekuk tubuhku yang sudah tak lagi mengenakan CD dan Beha, kuperhatikan ia seperti menelan ludah sambil mencuri-curi pandang kearah belahan dadaku yang memang kubiarkan sedikit terbuka.

Setelah beberapa saat sebelumnya aku mempelajari siapa Budi, dan type perempuan seleranya, aku yakin penampilanku saat ini dengan pakaian dan rambut yang terikat ke belakang, memperlihatkan leherku yang putih mulus akan memancing libidonya. Tak percuma aku sering membeli buku-buku tentang rangsangan seks dan rahasianya, saat itu meskipun kami hanya mengobrol tentang keluarga Siska, aku sangat yakin bahwa Budi sudah berhasil kukuasai.

“Bud, ibu sudah dengar semua ceritera dan pengakuan kamu itu. Dan menurut ibu, hal itu biasa saja. Tapi ada satu hal yang ingin ibu minta dari kamu…,” ujarku mulai merayu, tanganku menjulur dan mendarat di permukaan paha kirinya yang masih berbalut celana panjang. Aneh, ia tak sama sekali menampiknya meski gugup.

“A… a.. apa’an sss sssiiih buuu?” ia terdengar gagap sambil berusaha memperbaiki sikapnya. Tapi tak kuasa ia ‘mengusir’ tanganku yang kini perlahan sekali merayap menuju pangkal pahanya.

“jangan takut sayang, ibu maklum atas apa yang kamu alami di keluarga Bu Siska itu, ibu juga maklum anak seperti kamu tahu membalas budi… tapi bolehkah ibu juga minta diperlakukan sama dengan yang kamu lakukan terhadapibu angkatmu itu?”

“Haaah! Bu? Jjjj jjjangaan Bu! Saya takuut,” ujarnya dengan masih gugup. Padahal aku yakin, ia sebenarnya mau berkata “yes” karena dari mimik wajahnya tak tampak perasaan takut seperti yang ia katakan itu.

“takut sama siapa say? Kita hanya berdua disini, tak ada seorangpun yang mengetahui. Kalaupun kamu takut dan segan dengan ibu angkatmu itu, biarlah aku yang membereskan masalahnya. Bu Siska dan aku sudah seperti saudara…,” aku berpindah duduk menempel di samping kirinya, dengan santai agar budi tenang, aku membawa tangannya merangkul bahuku.

“Ibu jamin, tidak akan terjadi apa-apa terhadap kamu, nak… ayolah…” akhirnya tanpa banyak bicara lagi, kuserbu bibirnya. Beberapa saat ia diam saja, namun ketika tanganku yang kiri menyusup ke balik celananya barulah ada reaksi. Ia balas mengulum lidahku, menyedot keras, malah lebih buas dari aku. Dan begitu tanganku menyentuh kemaluannya yang “OH MY GOD!!!

” besarnya seperti ketimun jawa yang panjang dan keras itu, ia balas meremas payudaraku. Uh! Kali ini benar-benar kutemukan gairah lelaki sejati. Tanpa perlu dituntun lagi, bibir anak muda itu turun merambah leher jenjangku, turun lagi keatas wilayah dadaku, lalu tangannya melepas pengait baju tidur itu, tass!

Terbuka bagian depanku. Budi langsung menerkam, mencumbu kedua buah dadaku dengan gemas. Ia menyedot, aaaahhh! Lidahnya menjilat… yesss!!! sebelah lagi tangannya meremas… oooohhhh… aku hanya dapat mendesah dan menjerit kecil. Tanganku dengan gesit pula melepas satu persatu kancing bajunya, zipper celananya dan terakhir celana dalamnya.

“Hmmm… Bud, kamu tahu ibu menginginkan ini sejak pertama mengenal kamu,” aku berkata begitu sambil berbaring telentang membuka kedua pahaku lebar, seolah menantang anak muda berpenis besar itu untuk segera menjamahku. Ia perlahan bergerak menuju arahku di tempat tidur. Masih ragu rupanya, meski matanya melotot ke arah selangkanganku yang berbulu lebat dan sedari tadi sudah basah itu.

“Dan terus terang ini kali pertama aku punya firasat yang sama persis dengan apa yang akan kualami saat malam pertama dengan suamiku dulu, Ibu yakin, sejak saat ini kamulah lelaki yang akan memuaskan birahi ibu yang meledak-ledak. Ayo sayang sssss… setubuhi ibu..,” vulgar sekali kata-kata itu, akupun tak percaya sanggup mengeluarkannya dari bibirku yang biasa berbicara sopan dan ilmiah tentang teori-teori ekonomi ini.

Tapi oh Tuhan! Demi melihat tubuh atletis dan kemaluan besar, panjang miliknya… aku rela harus melakukan apa saja untuk mensegerakan barang itu menusuk-nusuk relung kelaminku!!! Tak sia-sia usahaku untuk membuatnya panas, karena tingkah dan kata-kata seronokku itu kini Budi berubah dari seorang yang malu-malu menjadi mahluk buas yang seakan ingin “menghabisi” tubuhku saat itu juga!

“Baiklah, Bu… kalau itu yang ibu inginkan maka terimalah persembahan saya ini!” katanya singkat dan bersemangat. Lalu dengan sebuah loncatan kecil kearah tubuhku yang tergolek menantang itu, ia langsung menindih. Menyumpal mulutku yang masih saja ingin mengeluarkan kata-kata, dengan terkaman bibirnya.

“Aaaaa… Buuudiiiiiiiihhhh aduuuuhhh!!!!!” aku berteriak keras, bukannya merasa nikmat, tapi sakitnya minta ampun. Seperti terkena sengatan listrik tegangan tinggi rasanya selangkanganku. Oh Tuhan, ampuni aku! Pastilah vaginaku tak siap menerima benda seukuran penis si Budi ini, oh Mama!

“aampuuunn… Bud, ampun Bud, ampuuuuunnn sakiiitttt!!!” teriakku lagi sambil meronta dan mencoba menahan gerakannya. Tapi ia tak peduli, terus saja menggoyang, kepalanya menggeleng-geleng, matanya memejam dan tubuhnya yang kuat itu terus ditabrakkannya ke pangkal pahaku. Oh Tuhan! Matilah aku… oohhh tapi, tapi, beberapa menit saja rasa itu perlahan hilang dan berubah menjadi geli.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu