2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Aku memasuki kamar hotel yang telah di booking sebelumnya oleh Bu Hesti, siang jam 12.30pm. Badanku menghempas dan telentang di kasur empuk itu. Telanjang sudah, tanpa CD dan tanpa selimut. Kubiarkan dinginnya aircon menerpa seluruh pori-pori kulitku, karena sebentar lagi, seorang perempuan -yang kurang dari empat hari ini mulai mengisi ‘jadwal ngentotku’ di sela-sela aktivitas seksual keseharian dengan Bu Siska- akan datang dan kuyakin membawa berita baik tentang rencana ‘2v1 Fuck’ yang kuimpikan sejak Bu Hesti mengatakannya.

“ting tooong…” bel pintu berbunyi, aku melompat ke arah pintu dan langsung mengintip melalui lubang kecil disana. Oy oy! Perempuan paruhbaya bertubuh sintal dan bersusu montok ini datang juga rupanya. Berpakaian terusan biru motif bunga tanpa lengan, mempertontonkan ‘sisa’ putihnya kulit dan kemontokan buah dada nya tak mampu sembunyi dibalik baju feminim itu.

Uuuh, ia sangat tahu seleraku rupanya, terusan berkancing depan dengan dada rendah dan pinggiran berenda itu seperti memacu adrenalin kelelakianku untuk tak sabar menunggu tanganku yang membuka pintu. Dan begitu ia masuk, aku cepat menutup pintu dan dengan gerakan yang ia tak sangka-sangka, kudekap dari belakang.

Langsung menyingkap gaunnya yang begitu menggoda. Tangan kananku mendekap erat pinggangnya dari belakang, yang kiri menyingkap bawahan gaun itu dan langsung menyambar tepian celana dalamnya, kucopot dengan paksa hingga pemiliknya gelagapan seperti tak siap. Tapi begitu wajah manis mirip artis Camelia Malik itu sedikit menoleh kebelakang, aku langsung menerkam bibir sensualnya.

Bu Hesti memang tak lagi sempat berkata-kata, ini kali pertama sejak affair kami, aku ‘memperkosanya’. Dan akhirnya, meski kelihatan sedikit meronta-ronta seakan menolak, ia pasrah juga saat kubaringkan terlentang pasrah dengan pakaian yang masih melekat tapi awut-awutan itu. Kakinya mengangkang dan menjuntai di pinggiran tempat tidur, setengah dari kancing depan dada gaun terusan itu terlepas dengan cup BH yang kutarik kebawah, menunjukkan eksistensi kemolekan buah dadanya, di pinggiran puting kiri susu itu bahkan masih tampak sisa kenyotan mulutku saat pertama ngentotin ibu dosen ini.

Kuangkat keatas kakinya tinggi-tinggi, kukangkangi kiri kanan lebar, menunjukkan jelas rekahan vagina yang lebih senang aku sebut PEPEK merah itu, menggoda sekali. Dan buah zakar, pelir atau kontolku mengacung keras dan bersiap masuk menerobos pintu lunak yang rupanya telah basah.

“sudah basah ya, tante? Cepat banget basahnya?” itu kata-kataku yang baru pertama keluar sejak ia memasuki pintu kamar, aku memang memanggilnya TANTE, in stead of Bu Hesti. Ia yang minta begitu utk membedakan panggilannya dengan ibu angkatku. Aku juga senang, karena menurutku, kata TANTE mengandung konotasi BINAL yang tak kalah heboh dengan NGENTOTIN IBU!

“hhhh… saaay… dari tadi juga tante basaaaaah mikirin kamu, ayyooohh aahhh, vaginaku minta dimasukin segeraa aaahh…!!!!” jeritnya sambil mendesah-desah mengiringi tarian kepala penisku yang masih saja hanya sekedar menggelitik clitoris diatas bibir memeknya.

(*)anjing! Setan! Monyet! Cepat setubuhi aku! Kalau tidak, awas ya. Akan kudekap pinggangmu dengan kedua kakiku yang melingkar ini. Setan! Anak kurang ajar, kalau kau terus mengucel itilku begini, aku bisa keluar duluan…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu