2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Pagi itu aku terbangun dan mendapatkan Bu Hesti dan ibuku sudah tidak ada di tempat tidur, jam sudah menunjukkan pukul 09.30. Setelah mandi, aku keluar kamar dan bermaksud mengambil sarapan yang biasanya sudah tersaji di meja makan ruang keluarga. Kuambil beberapa potong lauk yang berisi daging dan sayur yang banyak. Kata konsultan kesehatan keluarga kami, mengkonsumsi banyak sayur dapat meningkatkan kebugaran tubuh serta anti oksidan yang memperlancar peredaran darah. Sejak mengetahui hal itu aku jadi gemar makan sayur mayur dan buah-buahan.

Tak seperti biasa saat sarapan sendiri, kali ini aku membawa piring berisi nasi dan lauk ke belakang, bermaksud ingin makan di sebuah bangku taman halaman belakang. Dengan setengah menunduk aku berjalan kearah sana, tiba-tiba terdengar suara ibu…

“Pagiiii… Baru bangun rupanya si ganteng anak ibu…” katanya sambil melambai kearahku.

Ibu ternyata sedang duduk mengobrol bersama Budhe Anah di teras samping. Anehnya, ia tidak duduk di korsi seperti biasa, tapi berhimpitan dengan Budhe yang berselonjor kaki tanpa alas di lantai. Dari situ aku berpikir dan semakin yakin kalau Budhe dan ibu memang sangat dekat, seperti saudara kandung, meski Budhe cuma pembantu rumah tangga.

Aku tahu, di pabrik maupun kantor pun ibu tak pernah membedakan anak buahnya berdasarkan jabatan, apalagi suku dan agama, semua diperlakukan sama, yang penting mereka menjalankan tugas kewajiban dengan baik.

Niat usilku mucul begitu memperhatikan Budhe Anah yang tersenyum padaku saat ibu berbicara. Aku berjalan kearah mereka setelah meletakkan piring berisi makanan di korsi taman. Sesampai di depan ibu aku segera mengecup pipinya, kiri kanan.

”Aiih… Tumben anakku begini? Mimpi apa semalam sampai ibu dicium? Kangen ya?” candanya, padahal tiap hari juga aku cium ibu, bukan sekedar cium, malah ngentotin ibu paket komplit dari bibir atas sampe lobang nikmat di selangkangannya!

Untung aja aku tak menyosor memeknya depan Budhe! Hehehe…

“Ya iya lah, masa mau ciumin Budhe Anah, ntar ibu marah… ya kan Budhe?” ujarku bermaksud memancing reaksi mereka berdua.

“Emang berani cium Budhe Anah?”

“Ibu gak marah?”

“Gak tuh,” ibu menggeleng

“Ya udah, innih… muaaach,” aku jadi benar-benar mencium Budhe yang tampak malu-malu tapi juga tak menolak!

Bukan di pipi, tapi di bibirnya yang seksi!

“Idiiiihhh aden… nakaallll…” jerit Budhe malu menutupi wajahnya…

“Lah, kan ibuku yang nyuruh, salahin ibu dong? Sini kucium lagi…” kataku sambil berusaha mengulang, kali ini kusosor agak ke bawah, maksudku agar mulutku menjangkau dada besar Budhe. Tapi ia menghindar kearah ibu.

“Yeeek gak kenaaaaa…” ia mengejekku.

Aku jadi makin berani, tak kena cium kujulurkan tangan dengan cepat kearah tonjolan buah dada besar itu hingga Budhe tak sempat lagi menghindar, kuremas!! Bu Siska melongo kemudian tertawa ngakak.

“Hahahahaha kapok lu mbaaaaakkkkk!” Seru ibu pada Budhe.

“Iiihhh Nyonyah jahhaaapppp!” jerit Budhe pura-pura kesal, padahal kutahu ia sebenarnya senang aku meremas susunya tadi. Ekspresi wajahnya bukan wajah kesal, tapi sumringah campur malu-malu dengan pipi merona merah. Hmm… wajah Budhe tambah manis aja…

Yang membuatku penasaran, seperti apa sebenarnya kedekatan mereka? Ah, nanti malam saja aku akan coba tanyakan pada ibu, sekalian minta ‘ijin’ kalau boleh aku ingin menikmati tubuh montok Budhe Anah yang sangat menggiurkan!

Bu Hesti muncul dari arah jongging track.

“Selamat pagiiiiiiiii sayaaaang.” Serunya padaku

“Pagi juga tante cintaaaa,”

“Ciiiieeeeee cieee cieee cinta nih yeeeee…” ibu menyahut sambil memeluk pinggang Budhe Anah. Sekilas kulihat tangan Budhe seperti mengurut paha dan betis ibu.

“Ya eyalah buuuuuu, masa gak cinta? Ntar Budi gak dikasi jatah kalau gak bilang cinta ama tante…”

“Heehhhh? jatah apaan?” teriak Bu Hesti

“Jatah nganu anunya tante…” Jawabku sekenanya

“Hahahahahahahaha kenna dech luuuuuuu!” Teriak ibu lagi, mengejek Bu Hesti.

“Lhaahhhh pan anu ibumu juga kamu anu anu tuh…?” Balas Bu Hesti tak mau kalah.

“Anu lu lebih jepit kan Hes? Budi lebih suka!” ujar ibu lagi.

“Tapi anu lu bisa empot-empot kek pantat ayam! Wakakakakak” Tawa Bu Hesti meledak, ibu tampak terpojok.

Budhe Anah juga ikutan tertawa lebar, pastilah ia mengerti apa yang sedang kami bicarakan.

Bu Hesti mendekati aku, lalu kami berciuman bibir beberapa detik, sengaja rupanya ia menunjukkan itu pada ibuku dan Budhe Anah.

“Eeettt lah, syemburuh guweeehhhh” kata ibu.

Sekonyong-konyong ia mencium bibir Budhe Anah… Budhe tampak kaget tapi tak menolak juga, malah balas meladeni ‘sergapan’ mulut ibu. Beberapa saat mereka mengadu bibir, giliran aku dan Bu Hesti yang bengong!

“Haaaahhhhhh????” Teriakku dan Bu Hesti hampir bersamaan melihat adegan seronok mereka.

Lepas berciuman bibir, Budhe Anah dan ibu malah ketawa ngakak melihat keheranan kami!

Oh Tuhaaannnn!!! Aku hampir lupa sarapan gara-gara membayangkan gimana lezatnya tubuh, susu dan memek Budhe!

Jawaban dari keinginanku menyetubuhi Budhe Anah, kudapatkan malam itu juga dari ibu. Setelah selesai memuasi memek kedua perempuan ‘langganan tetap’ service kontolku itu, aku memberanikan diri bertanya. Seperti biasa kami berbaring sehabis ngentot bertiga, ibu dan Bu Hesti selalu mengapitku ditengah.

“Bu… Budi boleh minta sesuatu gak?” meski ragu, aku bertekad harus menyatakannya sekarang juga. Sudah tak tahan cuma sekedar menghayalkan gimana nikmatnya memasukkan kontolku dalam memek Budhe yang katanya tak berbulu.

“Iya sayang… apa sih yang enggak buat kamu, suamiku, anakku dan pangeranku tercinta?”

“Ah ibu, Budi gak bercanda lho…”

“Ibu juga serius sayaaaang… ayo katakan kamu mau minta apa,”

Aku terdiam sejenak, mengambil nafas dalam dan menghembuskan pelan-pelan, berusaha menenangkan diri…

“Budi ingin sekali ngentotin Budhe Anah…” ungkapku jujur.

Ibu menatap, teduh seperti biasa, wajah cantik yang selalu membuat damai hati orang. Bu Hesti hanya diam seperti ikut menanti kata-kata ibuku selanjutnya.

“Gini sayang… ibu paham kamu tertarik padanya, ibu mengerti kamu memang selalu menaruh hati pada perempuan paruhbaya seperti kami ini. Dan jauh sebelum kamu menunjukkan tanda-tanda ketertarikan pada Budhe Anah yang sudah ibu anggap kakak sendiri, ibu sebenarnya sudah bicarakan ini dengan dia…”

“Hmmm?” Gumamku tak mengerti.

“Tolong dengarkan baik-baik ya anakku sayang… biarkan ibu cerita dengan lengkap tanpa terpotong…” ujarnya sambil mencium bibirku.

Mulailah ia menjelaskan panjang lebar, aku tak mau menyela lagi…

“Karena ibu dan Budhe Anah sudah seperti saudara kandung, maka ibu sangat peduli pada dia, ibu sejak lama kasihan padanya, bayangkan, sudah 20 tahun lebih Budhe Anah menjanda, tak pernah disentuh dan menyentuh pria. Padahal kita tahu, semua manusia pasti membutuhkan kehangatan dan pelampiasan birahi, seks adalah kebutuhan dasar yang seharusnya bisa dinikmati semua orang.

Ibu bisa membayangkan betapa menderita batin Budhe Anah jika harus lebih lama lagi menahan kebutuhan biologisnya. Dia sudah bekerja untuk kita selama lebih dari 15 tahun, ibu gak tega… ibu merasa harus bertanggungjawab membuatnya bahagia, karena hanya dengan cara itulah ibu membalas pengabdian dia selama ini…

“Tiga bulan lalu ibu akhirnya berbicara hati-kehati dengannya, ibu minta ia curahkan semua isi hati dan keinginannya yang belum terpenuhi selama ini. Karena kedekatan kami, Budhe Anah akhirnya mengungkapkan semua kegalauannya, bahwa sudah lama sekali, sejak suami pertamanya meninggal, ia tak pernah lagi menikmati birahi yang merupakan kebutuhan dasar manusia.

Diperparah dengan kegagalan rumah tangga dengan mantan suami keduanya menambah derita batin Budhe Anah semakin berat… Maka dari situ ibu menawarkan kepada dia untuk mencari jodoh lagi, tapi Budhe Anah merasa tak percaya diri karena umur yang sudah tergolong tua. Kamu tahu kan kalau usia Budhemu itu lebih tua 6-7 tahun dari ibu dan Tante Hestimu?

Aku menganggukkan kepala… ibu melanjutkan lagi…

“Dia pasrah, dan bilang tak lagi berharap mendapatkan pemenuhan kebutuhan biologis. Tapi Ibu gak tega, karenanya ibu berjanji pada diri sendiri, kalau ada pria yang tertarik pada dia, ibu akan mendorong pria itu untuk mendekati Budhe Anah… Sampai disini kamu bisa menangkap maksud ibu kan sayang?”

Aku menggeleng pelan… Bu Hesti yang kemudian melanjutkan.

“Itu artinya ibumu sangat setuju bahkan senang kalau kamu mau berhubungan intim dengan Budhe Anah, gitu sayang…” Ungkap Bu Hesti.

“Ibu akan sangat berterimakasih kalau kamu bisa menjadi orang yang mau memberikan nafkah batin kepadanya…” lanjut ibuku.

“Hmmm Budi mengerti sekarang… terimakasih ibu sayangku, terimakasih tanteku sayang…” aku berkata sambil mengeratkan pelukanku pada kedua perempuan paruhbaya kesayanganku ini.

Dalam hati aku berteriak gembira! Bagaimana tidak, selama dua minggu ini aku terus membayangkan cara agar dapat menikmati tubuh molek Budhe Anah, eh ternyata ibu dan Bu Hesti malah menginginkan aku untuk memenuhi kebutuhan biologis yang sudah 15 tahun lebih tak ia dapatkan!

“Tapiiii… ada tapi nya lhooo…” kata Bu Hesti…

“Apa lagi tante?”

“Tolong kamu lakukan dengan cara yang halus agar Budhemu itu tidak merasa ini semua kami yang mengatur, bikin suasana agar terasa alami dimana kamu gak boleh langsung main tembak, pedekate dulu, ajak ngobrol berdua, ngerayunya pelan-pelan jangan grasa-grusu… maklum dia orang desa yang polos…” pesan ibu menambahkan.

“Iya Bu… Tante… baiklah… Budi akan lakukan seperti yang ibu dan tante bilang… jujur Budi memang sangat tertarik pada Budhe Anah, terangsang kemolekan tubuhnya, meskipun gak pernah lihat Budhe bugil…” ungkapku polos.

Hatiku berteriak histeris, perasaanku bersorak gembira mendengar penjelasan ibu dan Bu Hesti barusan, tapi tentu tak ingin menampakkan eforia berlebihan karena harus menjaga juga perasaan mereka berdua sebagai pasangan tetapku… Jangan sampai mereka merasa aku akan lebih menikmati tubuh Budhe daripada ibu dan Bu Hesti.

“Sudah, sekarang pertanyaannya… kamu mau kasih apa buat tante dan ibumu yang sudah memberi jalan untuk kamu nikmati tubuh montok Budhe Anahmu itu?” Bu Hesti bertanya padaku, sementara tangan ibu meluncur kebawah perutku dan langsung menggenggam kontol besar yang tanpa kusadari sudah sedari tadi berdiri tegak dan keras.

Kutahu maksud pertanyaan Bu Hesti dan gerakan tangan ibu, sebagai balasan atas “jasa” mereka membuka jalan bagiku untuk meniduri Budhe, aku harus memuaskan mereka lagi ‘hingga tewas’ malam ini!

“Okay! If that’s what you want, this is what you get!” Jawabku spontan, lalu dengan cekatan kubalikkan posisi badan ibuku dari telentang menjadi tengkurap, kuangkat pinggulnya sejajar dengan posisi kontolku yang tegak keras mengacung-acung persis di belakang pantatnya. Ibu menungging, sempurna jalan kontolku menyusup ke celah memeknya dari arah belakang.

“Horreeeee kita dientot lagi Hessss!” ibu berteriak kegirangan…

Aku mulai mengentot memeknya maju mundur, langsung tancap gas! Ibu berteriak senang, pantatnya ku kemplang sambil terus memaju mundurkan kontol keluar masuk memeknya, ibu menjerit, kuraih susu Bu Hesti yang masih tergolek disamping kami. Meremas disana hingga pemiliknya terpejam-pejam menahan geli. Aku terus menggoyang, menggenjot memek ibu, menusuk dan menarik kontolku.

Saat jemari tangan kiriku mengorek memek Bu Hesti, tangan kananku meraih susu ibu. Ketika tangan kananku menampar-nampar pantat Bu Siska, telapak tangan kiriku meremas-remas susu Bu Hesti. Ibu orgasme beberapa menit saja kemudian, Bu Hesti ganti menungging, kupindahkan tusukan kontol ke memeknya sambil membelai susu ibu yang kini berbaring lemah, nafasnya masih tersenggal ngos-ngosan.

Ganti gaya lagi, aku terbaring, Bu Hesti menunggangiku dan bergoyang menghempas turun naik dengan cepat dan keras agar kontolku makin kencang mengkoyak-koyak liang vaginanya. Riuh lagi kamar ibu yang luas ini oleh suara teriakan dan jeritan tiga manusia yang sedang dimabuk nafsu birahi. Kata-kata kotor dan jorok pun terdengar menggema bersahutan!

“Entot terus memek ibu!”

“Genjot yang keras memek tante!”

“Anjing settan bangsat ennak banget kontolmu!”

“Memekmu juga enak Hesti pelacurku!”

“Susumu besar sekali oh pecunku, Siskaaa!”

“Bangsaaatttt kau Budiii entot lebih keras lagi memekkuuuuuu!!!”

Tak ada lagi tata krama berbahasa! Yang ada adalah kebuasan 3 insan mabuk nafsu! Semangat bersenggama yang menyala berkobar! Saling adu kelamin! Saling memuaskan lawan main! 2 memek versus 1 kontol!!! Sampai ambruk kehabisan tenaga, sampai benar-benar kering air memek mereka, dan sampai spermaku habis terkuras!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu