2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Keesokan harinya kejadian yang sama berulang, kami berempat benar-benar mahluk haus seks! Tiada hari yang terlewatkan untuk saling bergumul, menjilat, memagut, menindih, memompa, menggenjot kemaluan sampai klimaks dan muncrat berkali-kali di akhir pekan itu. Dan memek Budhe Anah adalah kemaluan terlegit yang paling doyan kuentot sejak ia bergabung dalam group seks kami (aku, ibu dan Bu Hesti), maklum ‘barang bagus sudah lama gak kepake’ jadi berasa gimannaaaah gituuuh…

Seperti pagi ini ketika aku terbangun jam 5.30, Budhe sudah terlihat asik dengan pekerjaan rutinnya menyiapkan masakan untuk sarapan. Di akhir pekan memang ia sengaja tak melibatkan mbak Siti dan Nur untuk membantunya di dapur. Dengan tubuh bahenol yang hanya berlapis daster longgar berdada rendah, Budhe tak menyadari kehadiranku yang mengendap-endap kearah persis di belakangnya.

“Eeeehhhh deeen, adduh! Mau copot jantung Budhe rasanya deeennn… ostogpiruloh!” jeritnya saat aku tiba-tiba memeluknya dari arah belakang, ia sedang mengukus kue kegemaran ibu rupanya.

Aku tak mempedulikan keterkejutannya, terus saja kuserbu leher mulus Budhe sambil meremas-remas susu besarnya serta menggesek-gesekkan kontolku yang sudah teramat tegang.

“Uuuuuhhhhhh sssshhhhh deeennnnn… Budhe lagi massaaaak oouuhhh,” desahnya bercampur kegelian akibat jemariku yang memilin-milin puting buah dadanya yang terasa mulai mengeras, pertanda ia juga cepat sekali terangsang.

“Ngggggg… oooohhhh deeeennnnn, gelliiihhhh aaauhhhh… ssshhhh,” ia tambah menggelinjang saat jari telunjuk tangan kiriku kini menggosok-gosok permukaan bibir vaginanya dari luar daster.

Tak lama memeknya jadi basah karena permainan jari jemariku, Budhe terus saja lanjut mengaduk adonan. Kulirik matanya terpejam-pejam, fokusnya terbagi antara membuat kue dan menikmati remasanku di susu serta bibir kemaluannya.

“Hoooouuhhhhh deeeennn iiihhhhh geeellliiiihhh deeennnn uuuooohhh,”

“Budhe sudah pengin ya?” tanyaku…

Ia hanya mengangguk sambil membuka mata dan menatapku yang kini sudah pindah kesampingnya, dengan sedikit menundukkan kepala kearah buah dada super besar yang gondal gandul karena tak disangga BH itu, aku mengenyoti puting-puting susunya yang kini tersaji akibat daster kupeloroti dan jatuh ke lantai.

“Woooohhhhh uuuhhhh deeennnn gelliiiiii susu budhe diteteki gituuhh deeeennnnn, budhe gak tahhaaaaannn oooohhhhhhhh,” desahnya lebih keras.

“Ayooh Budhe nungging dikit, kuentot dari belakang…” ajakku.

“Yak ampuuunnn adeeeennnn Budhe lagi masak gini mau diewek juggaak?” katanya sambil pura-pura melotot kearahku yang berdiri di belakangnya, mengocok-ngocok kontolku agar makin tegang maksimun.

Budhe menurut juga, ia sedikit menunggingkan pantat kearahku, aku menusuk pelan dari arah bokong, perlahan kontolku masuk dan menembus liang nikmatnya.

“Hoooohhhhhh deeeeennnnnnn ennaknyaaaaaaahhhhhhh!!!” seru Budhe kegirangan seperti pengantin baru yang lagi doyan-doyannya disetubuhi.

Aku langsung mengocok maju mundur, dengan sedikit menunduk dan dadaku menempel di punggung mulusnya, tanganku kembali meraih payudaranya.

“Ooohhh biiiissaaa ceppat muncaak Budhe kalo diginiin deeennnnn aaahhh!!! Ayyoohh goyang lebih kuat deeennn oooohhhhhhh… addenn sukaaah memeeekkk budheeeee???”

“Aaaaahhh iyyaaah Budheee… ngentotin Budhe tiap pagi bikin aku tambah semangat budhe ooouuuhhhhhhhh yesssss memek Budhe mantaapppppppp aaaaaahhhhhh!”

“Yaaahhhh deeennn yaaahhhh deeenn budhe mau muncaaakkk deennn taar laggiihhh deeennn aaaaaahhh aaahhh oooouuhhhh deennn oouuhhh deennn ooooooooouuuhhhh!!!” jerit budhe dengan kelamin yang tiba tiba berkedut keras seperti meremas kontolku yang sedang menekan ujung bonggolnya kedalam rahim perempuan yang nyaris berusia tiga kali lebih tua dari aku itu.

“Ayyooh budheee keluarin yang banyak budhee ooouuh nikmatnyaaaah memmeeekkk budhe ooohhhhhhh!” tak mau kalah aku memberinya semangat sambil menikmati moment kedutan di dalam memeknya yang beruntun belasan kali.

Tangannya melepaskan alat masak yang tadinya ia pegang. Budhe segera berbalik, otomatis kontolku tercabut.

“Enak banget deeen… ooohhh budhe mau lagi… hihihiiiii,” katanya dengan mimik lucu.

“Budhe mau pake gaya apa sayang?” balasku bertanya, ingin kupuaskan ia pagi ini.

“Pengin dudukin ininya aden…” ia berujar sambil buru-buru memeluk aku dan mendorong kearah sebuah korsi tanpa lengan di dapur itu.

Kuturuti maunya…

“Budhe lihat dimana gaya ngentot kek gini?”

“Kan aden sering begini ama ndoro Hesti…” ujarnya polos dan langsung membalikkan badan membelakangi aku yang duduk di korsi itu dengan kontol yang masih tegak mengacung keras sekali.

“Hehehe… iya yaa, luppaahhhh…”

“Hihihiiii aden sih kebanyakan pacar, jadi lupa sering ngewe ndoro Hesti pake gaya beginian,”

Tanpa perlu kutuntun lagi, budhe dengan cekatan membungkuk, memundurkan bokong besar dan badan bahenolnya mendekat kearahku, tangannya ke belakang meraih batang penisku dan menempelkannya lagi di bibir kemaluannya yang tampak becek.

“Hoooohhhhhhh deeeennnnn ennaaaaakkkkkk… aaahhh aaahhh aaahhhh aaahhh ooohhh ooohhh ooohhhh ooohhh uuuuhhhhh,” ia langsung bergoyang begitu kemaluan kami bertaut erat.

Tanganku meraih pantatnya, menampar keras sekali, plaaakkkkkk!!!

“Aaaaaaahhhh deeennnn ennaaakkkkhhhh tampar laggiii pantat budhe deennnnn aaaaaaahhhhhhhh,” jeritnya dan semakin mempercepat gerakan maju mundur menghempas bokong besar itu ke pangkal pahaku.

“Hooohh yesss budhee ooohhh budhe sudah pintaarrrr ngentooootttt aahhhhhhh sekaraangggg!!!,”

“Hiiyyyaaah, diajarin ndoro nyonyaaahhhhh aaaahhhhhhh…”

“Kapaan diajarinnya Budheeeee? Ooohhh yeeesss yeeesss yeessssss!”

“Hooohhhh uuuhhhh aaahhhh… Pas aden… lagi ngewe saaa sssaaaa sama ndoro Hestiiihhhh oooohhhhh deeennnnn ennaaaakkkknyaaahhhhh begini deeennnnnnn… kooonnnnn kooonnn koonntoolll aden jadiih tambaahh brasaaaa panjaaangggg deeennnn oooohhhh menthoookkk deeennnnnnn!! memeekk budhe rasanyaahhhh pennuuuhhhhhh!

“Iyyaaahhh budheeeehhhh ooohhhh memmeek budheeeh jugaah brasaa makiin njeeepppiiiitttt aaaaaaahhhh budheeee oooohhhhhh budheeeee oooouuhhhh lezzaaatnyaaaahhhhh memekmuuuhhh budheeeeeeehhhh!!!”

“Hiiiyyyaahhh deeennnnn konthoolll addennn juggaaa hennaaakkhhh deen!!! Budheeehhh ketagihaannnnnn deeennnnnn!!”

“Hooouuhhh budheeh ketagihan appaahhhhh??? Hooohhhhh”

“ketagihan disoddooookkkk kontol gede inniihhh deeennn oooouuuuhhh!”

“Gdee mannaah sammaah kontolll suami budhe dulluuhhhhh????”

“Hooohhhh deeennn konthoolll aden paling gdeeeee deennnnn hooohhh!!! Gak ada bandingnyaaahhhh deeennnnnnn!!! Konthoooll aden kayak konthol kudaaaaaa aaaaaahhhhhh deeennnnnn budhee mauuh kelluaarr laggiiihhh deeennnnnnn mau munchaak laggiihhh deennn oooohhhhhhh!”

“Hiyyaaahhh budheehhh hayyoooohhhh keluarin laggiiihh budheeehhh!!!”

“Hoooohhhhhhh deeennnnn budhe munchaak laggiiihhhhhhhh deeeennnn oooohhhhhhhhh!!!!” jeritnya panjang dan melepas lagi, berdenyut lagi, sampai-sampai cairan mani budhe terasa belepotan di pangkal pahaku bagian dalam.

Kutancap kontolku sekuat-kuatnya kedalam memeknya dengan cara mengangkat pinggangku, budhe makin histeris, teriakannya makin keras. Sejenak kembali terasa cairan hangat menerpa kepala kontolku dengan deras dalam memek Budhe. Ah, pagi yang nikmat!

Setelah orgasme itu, saat kontolku tercabut dari memeknya, badan Budhe tampak terhuyung, kakinya sedikit bergetar, ia kelelahan rupanya.

“Perempuan seumur Budhe ini sebenarnya sudah gak kuat lagi diewek lama-lama Den… tapi gimana ya… mau nolak eh malah Budhe yang rugi… hihihiii, kontol aden kelewat enak siih… ,” kata Budhe sesaat setelah ia kini berjongkok dengan wajah tepat menghadap kontolku yang masih mengaceng keras dan belepotan mani dari orgasmenya.

“Budhe gak mau ngewe lagi?” tanyaku sambil meraih rambutnya dan menarik kepala Budhe mendekat kearah batang kontol yang rupanya ingin ia sedot.

“Bukan gitu den, ini kaki Budhe rasanya gemeteran, gak kuat diewek sambil berdiri, tapi Budhe pengin banget nyedotin ini barang sampe keluar mani aden di mulut, Budhe mau minum airnya sampe abis den… boleh kan?”

“Hmmm boleh dong Budhe sayaaaang…” jawabku yakin.

Budhe mulai mengulum, mulutnya penuh disesaki penisku yang panjang dan gemuk. Meski tak bisa memasukkan semua batang panjang itu ke mulutnya Budhe tak kehabisan akal, kadang lidahnya menjilat sekujur penisku dari ujung hingga ke pangkal pahaku. Sesekali dengan gemas ia menyedot secara bergilir dua biji telor yang menggantung di pangkal kemaluanku.

“Aaaaaaaaahhhhh Budheeeeeee suddaah pintaaarrr nyedoott kontooll!!!” teriakku sembari berusaha menekan kepala Budhe agar kontolku makin dalam memasuki rongga mulutnya.

Budhe sejenak tampak gelagapan akibat ujung kontolku yang terasa sudah sampai di pintu liang tenggorokannya. Ia hanya menggumam keras namun terus saja memutar-mutar kepalanya, mungkin agar kontolku makin terasa digesek dinding mulutnya. Kurang lebih sepuluh menit Budhe mengoral begitu, tiga kali ia tersedak dan melepaskan kulumannya.

“Hoooohhhh deeeennnn… lama banget keluarnyaa… mulut Budhe pegel deeennn… hiihihiiii…” keluhnya, tapi dengan wajah lucu seperti memohon agar aku mempercepat ejakulasi.

“Iya Budhe, kalau dioral begitu emang agak lama aku keluarnya… Sini Budhe duduk di korsi ini, pahanya dikangkangin, nanti begitu mau keluar aku cabut dan Budhe minum maninya…” ajakku padanya menukar posisi kami.

Budhe menurut saja, seperti yang ia katakan tadi, ia lelah berdiri sampai kakinya bergetar. Setelah ia sempurna duduk disitu dengan paha membuka lebar, kuambil posisi berdiri menghadapnya dengan kontol mengarah sejajar memek tembem Budhe yang tampak sangat becek dan terkoyak. Aku masuk lagi, mendorong maju mundur.

“Hoooooohhhhhh deeeeennnnnn ayyooohh cepaattttt deeeennnnn Budhe gak kuaaaattt deeeennn oooohhhh deeeennnn ennaknyaaaahhh kocokan kontol addeeennnn oooohhhh deeeeeennnn seddot yag kerraaassss susu budheee deeeennnnn ayyooohhh deeeennnn buruaaan deeennnnn ooohh…” ceracau perempuan desa yang syemok itu.

“Iyyaaahhhh Budheeee, aku juggaah sebentar laggiiihhh Budhe ooouuhh yeeeesss Budheeee ooouuuhhhhhhh yesssss aaaaahhhhh memekmuuhh ennaakkk bangeeeet budheee ooohhhhhhhh, jepiiittannyaaaaah ennaak budheeeehhh ooouuuhhhhhhh,”

“Ayyooh deeennnn ewek budhe sampe puaass deeennnnn hoooohhhh kontol addennn bikin budhe ketagihaaaaannn oooohhhh deeennnnnn budhe bentar laggiihhh deeennnnn budhe bentaar laggiiihhh kelluarrr deennnn oooouuuhhhh budhe gak kuaaattt deeennnnn budhe berasaaa mau muncaaakkk aaaaahhhhhh deeeennnn!!!!” teriaknya panjang, pantatnya berusaha bergerak seperti meronta, mungkin maksudnya agar kenikmatan itu makin terasa memenuhi sekujur kemaluannya.

“Yeeeeaaaaahhhh Budheeee ayyoooh Budheee keluariiinnn ajjaaahhh, aku mau nikmati budhe muncak laggiihhhh, memek budhe jadi berasa lebih njepiitt aaaaaaahhhhh, aku juga sebentar lagi budheee aaaahhh,”

“Haaaaaaaaooooooohhhhh deeeennnnnnn Budhe munchaaaaaakkkk deeen aaahhhhhh Budhe kelluaaarrrr deeeeennnn oooouuuhhhhhh budhe gak kuat laggiiihh deeennnn!!!” Teriaknya makin histeris saat tiba-tiba ia merangkul tubuhku yang lebih kecil dari tubuh bahenolnya. Aku balas memeluk, memberinya sensasi orgasme yang makin kuat.

Sebenarnya aku juga sudah menjelang ejakulasi, namun kuingat tadi Budhe bilang ingin meminum air pejuh dari kotolku, maka kutahan sejenak dan memberinya kesempatan melepas puncak untuk ketiga kalinya di pagi itu.

“Hoooohhh deeen… lemes Budhe deeen, aden kuat banget…” ujarnya sedikit mengeluh setelah nafasnya agak tenang, kontolku masih menancap di liang vaginanya, dan kami masih berpelukan erat.

“Sabar Budhe, rasanya 100 kocokan lagi aku pasti keluar… jadi Budhe mau minum pejuhku?”

“Iya den… dah lama budhe pengen banget minum pejuh aden… ayo den goyang lagi, jangan dilama-lamain ya…?” pintanya memelas.

“Ya Budhe…” ujarku singkat, kuberi ia ciuman di bibir lalu kembali mengocok lubang memek wwanita paling dewasa di rumah ibu itu.

Benar saja, saat kuhitung kocokan kontolku mencapai angka seratus, spermaku terasa sudah mau meloncat dari penis. Kupercepat gerakan maju mundur memompa memek Budhe, ia berteriak menimpali desahanku.

Sesaat saja setelah itu kucabut kontolku, Budhe dengan cepat turun dari duduknya, langsung berjongkok, tangannya mengocok batang penisku yang mulai berkedut, mulutnya menganga. Kudorong pinggangku mendekat sehingga otomatis kepala kontolku masuk ke mulutnya.

“Aaaaahhhh Budheeee!!!! Aku kelluaaaarrrrr kelluaaaarrrrr kelluuuaaaarrrrr kelluaaaarrr aaaahhhh!!!!!”

Spermaku meluncur deras dan menyembur dalam mulut Budhe…

Craaattttt craaattt craaatttt craaattttt 10 kali lebih kurasakan. Mulutku berteriak setiap kali semburan itu memancar. Kocokan tangan Budhe di batang penisku seperti menambah muncratan cairan putih kental itu makin deras dan keras memenuhi seluruh liang mulutnya.

“Mmmmmmmpppphhhhhh mmmmmmm mmmmmmm,” gumam Budhe dengan mulut yang mengatup, ia menelan semua cairan itu dengan antusias. Wajahnya sumringah, memancarkan kepuasan teramat sangat.

“Aaaaahhhh deeeen, enaknya pejuh aden… Budhe puas den… hihihiii, pejuh aden gurih banget…”

“Sama Budhe, aku juga puas banget nngentot memek Budhe ini…” balasku memuji sambil menjilati kemaluan perempuan paruhbaya bertubuh super sintal itu. Pahanya sengaja makin dibuka agar memudahkan lidah dan bibirku menyerucupi dinding vaginanya.

Budhe merapikan pakaiannya yang awut-awutan akibat permainan tadi, aku mengenakan lagi celana kolorku. Setelahnya kami sejenak duduk santai menikmati beberapa potong kue bikinan Budhe. Kutinggalkan ia yang kembali asik mengerjakan tugas rutinnya, aku berjalan ke kamar dimana dua bidadari paruhbaya itu masih saja tidur lelap.

Melihat tubuh sintal Bu Hesti yang masih tidur memeluk guling, aku jadi teringat permintaannya kemarin yang ingin dicumbu mesra seperti yang kulakukan pada ibu. Segera kukecup bibirnya, merasakan nafas yang teratur keluar dari hidung mancung perempuan berlibido tinggi itu. Empat sampai lima kali kulumat bibirnya hingga tampak kelopak matanya membuka.

“Uuuuffsssshhhhh… Buuuud… kamu ngapain bangun sepagi ini sayaaaang?” ujarnya sambil menggeliat.

“Tante… kemarin minta apa coba?” tanyaku balik, kuberi ia tanda untuk bersuara pelan saja agar tak membangunkan ibuku.

“Mmmmm apa ya? Tante kok lupa?”

“Ssssttt… mumpung ibuku masih tidur, tante… yuk pindah ke kamar tamu…” ajakku pelan meraih lengannya.

“Ooh, iya tante ingat… ayo sayang… mau mau mau…” ujarnya lalu bangkit.

Dengan pelan dan mengendap-ngendap kami melangkah keluar kamar ibu dan berjalan ke arah kamar tamu. Bu Hesti mengenakan lingerie ungu yang transparan, dari belakang kutatapi tubuh sintal dengan pantat yang menonjol ke belakang itu. Membuat kelaminku yang baru tadi ejakulasi di mulut Budhe jadi bangkit lagi.

“Lingerie nya jangan dilepas ya tante, ini seksy banget!” kataku meminta saat kami sudah sama-sama berbaring di tempat tidur empuk yang masih rapi itu.

“Iya sayang, kamu suka warnanya?”

“Iya Tante, tapi aku lebih suka isinya…” jawabku lalu meraih pipinya dengan telapak tangan kanan. Tangan kiriku meraih punggungnya dan memeluk, kami berciuman, pelan dan mesra, seperti yang ia inginkan.

Bibir kami beradu cukup lama, saling sedot lidah, badan kami saling menindih, kadang aku diatas, kadang Bu Hesti. Bergulingan sambil terus beradu lidah dan bibir, tanpa kemaluan yang bertaut. Sengaja kubuat begitu agar Bu Hesti yang biasanya cepat orgasme itu bisa tahan mengimbangi permainanku yang pasti lama karena baru saja aku ‘tuntas’ di mulut Budhe Anah.

Memang, pasca ejakulasi pertama, tempo permainanku jadi makin lama, bisa sampai 2-3 jam tanpa jeda dan hal itu akan sangat sulit diimbangi oleh lawan mainku, apalagi ketiga perempuan paruhbaya pasangan tetap seks ku ini semuanya multi orgasme, bisa habis cairan mereka kalau aku gak keluar-keluar berjam-jam!

Nafas ibu dosenku itu sudah terdengar ngos-ngosan setelah kami puas saling memagut, meski begitu aku tak mau buru-buru memulai permainan utama, aku ingin memuaskan Bu Hesti dengan cara mencumbui nya sekarang, seperti yang sering kulakukan pada ibuku dan beberapa kali dengan Budhe Anah.

Kujilati sekujur wajah Bu Hesti dengan lidahku.

“Uuuhhhh ffffff ooouuhhhh sayaaaang…” desisnya merintih-rintih.

Perlahan lidahku turun ke lehernya…

“Aaauuuuuhhhhhh…”

Lalu kearah dadanya setelah tali pengait lingerie itu kuloloskan melewati lengannya…

“Hooooohhhhh sayaaaaang…”

Bibirku mendarat di puting susunya yang berbentuk panjang dan besar bagai pepaya Solo itu…

“Uuuuuffffff iyyaaaahhhh sedooot susu Tante Buuuudddd,”

Tangannya malah menyodorkan payudaranya kearah mulutku, ia seolah tak sabar ingin aku menggilir puting susunya kiri kanan…

“Cupangin susu tante Buuuuddd… ooouuuhhhhhh,”

Maka kusedot dengan keras kulit mulus dan empuk bagian atas dekat susunya…

“Iya sayaaang hoooohhhhh ennaak… bikin cupang yang banyak Budi sayaang oooohhhhh,”

Tangannya masih saja terus menyodorkan satu persatu buah dada itu untuk kucupangi…

Ada 9 bercak merah akibat sedotan mulutku disana…

Badannya menggeliat geliat tak karuan menahan terpaan nafsu birahi yang sangat dahsyat. Tapi tetap saja aku belum mau memasuki kelaminnya yang pastilah sudah teramat banjir akibat kobaran rasa nikmat jilatanku. Mulutku mengarah kebawah sekarang, sejenak mampir di sekitar perutnya yang datar dan mulus.

“Hooooohhhh Budiiiiiiihhhh memek Tante suuuddaaahhh becceeekkk Buudddddd…” lenguhnya keras saat bibir dan wajahku sudah bersiap memberikan oral service pada daerah segitiga nikmat di pangkal pahanya…

Lidahku mendarat di permukaan kulit putih bagian dalam paha mulus perempuan itu… menjilat pelan memutari daerah memeknya yang memang sudah mengeluarkan lendir bening pertanda pemiliknya sudah benar-benar bernafsu ingin segera dientot!

“Haaddduuuhhhh Budiiii gelliiiihhh sayaaaaang hooooooooohhhh!”

Tak kupedulikan lenguhan dan desahan yang sudah berubah jadi jeritan nikmat itu, lidahku tetap saja melumuri centi-demi centi kulit mulus di sekitar liang kewanitaan yang sejak tadi kulihat berdenyut-denyut…

“Haaaaahhhhh Buuuuddddd ampuuuuuunnnnnn sayaaaaang aaaakkkhhh,”

Kubuat ia makin senewen dengan ‘meninggalkan’ daerah sekitar vagina itu… lidahku melompat jauh ke bawah. Aku kini berjongkok persis dibawah posisi tubuhnya. Kuraih kedua telapak kakinya lalu dengan cepat melumat jari jemari kaki yang sangat mulus itu dengan mulutku…

“Hoooooohhhhhh sayaaaaaaaang tante gak tahhaaaaaaaaannnnnn, bisa kelluaaar cepat kalau begini Buuuuuudddddd,” berteriak Bu Hesti menahan geli dari permainan lidah dan mulutku di jemari kakinya.

Puas mengulum satu persatu jari hingga telapak kaki ibu dosenku itu, tanganku mengangkat betisnya, lalu dengan gerakan perlahan juga lidahku menjilat disana…

“Aaaaahhhhhhhh Buuuuddddddddiiiiiiihhhh tantee kegeliaaan sayaaaaaaaaang oooohhhhhhhh,”

Ia berteriak makin histeris saat lidahku menjilat persis di kulit belakang persis lipatan lutut kaki jenjangnya. Benar saja, kulirik bibir vagina perempuan itu mengeluarkan cairan bening sampai meluber keluar.

Maka dengan cepat kuraih kedua pahanya dengan tanganku, kubuka agar makin mengangkang lalu dengan cepat wajah mendekat dan mulutku menerkam bibir kemaluannya, hal ini kumaksudkan agar cairan bening dari dalam rahimnya itu tidak menumpah membasahi sprei tempat tidur… Kusedot dan telan habis cairan yang terasa gurih itu.

“Sayaaaaaaang oooohhhhh tante kelluaaaarrrrrr sayaaaaangggg… ooouuuhhhh tante kelluuuuuuaaaaaarrrr aaaaaaahhhhhhhh budi sayaaaang ennaknyaaaaaaaaahhhhhhhhh,”

Puas sudah Bu Hesti melepas orgasme perdananya pagi ini, akupun puas bisa memberinya kepuasan itu. Tapi ini baru awal, belum main course! Hehehe…

Penisku sebenarnya sudah berdiri tgak sejak tadi, tubuh perempuan paruhbaya yang masih setengahnya berbungkus lingerie ungu dan transparan itu seperti biasa memang selalu mengundang selera birahiku untuk menyetubuhinya dengan keras! Tapi hal ini tidak akan kulakukan, setidaknya untuk ronde awal permainanku yang kedua di pagi hari ini.

Jam memang sudah menunjukkan pukul 6.30 tapi kuyakin ibuku belum bangun, tak ada suara memanggil Budhe seperti biasanya ia lakukan hampir setiap bangun tidur. Mungkin ia terlalu lelah semalam bercinta dan berpesta seks berempat! Dan ini akhir pekan, ibu memang tak pernah bangun cepat di hari libur, ini juga artinya satu atau dua jam lebih aku dan Bu Hesti bisa bercinta tanpa khawatir ibu akan bergabung.

Menyadari waktu masih begitu lama untuk kami bercinta, aku kini bersandar dengan kaki selonjor di tempat tidur. Kuminta Bu Hesti giliran men-service seperti apa yang kulakukan terhadapnya tadi. Dengan antusias juga ia segera mengambil posisi, kami berciuman bibir lagi, lalu mulutnya menuju leherku, lidahnya menjilat-jilat disana, giliran aku yang geli-geli nikmat.

“Ooohhhh tanteeeee… teruuuussss aaauuhhhh,”

Sementara bibirnya sibuk menyerbu leherku, tangan kanan ibu dosen itu kebawah meraih batang penisku. Dengan lembut ia mengocok pelan, meski telapak tangannya tentu tak cukup untuk menggenggam penis berdiameter 6 centimeter lebih itu.

“Yeeessss tanteee oooohhhh ennaaaknyaaah service tanteee ooouuh,”

Seperti yang kulakukan terhadap tubuhnya tadi, kini mulut Bu Hesti menyerbu dadaku, menjilat-jilat dan menyedot puting susuku bergiliran kiri kanan, memberi sensasi geli nikmat yang makin membuat nafsuku naik!

“Hoooohhhhh tanteeeeeeeehhhhh ennaaaakkkk,”

Ketika tanganku berusaha meraih buah dadanya yang gondal-gandul karena posisinya yang menunduk, ia menepis. Ditatapnya aku sejenak…

“Kamu nikmatin aja sayang, tadi tante juga pasif, sekarang kamu juga gitu ya? Gimana service tante?

“Hooooohhhhhh enaaaakkkhhhh tanteeeee… ayo terusiiiiin ooouuh tanteeeeee…”

Bu Hesti melanjutkan permainannya, ada yang beda dengan apa yang kulakukan terhadapnya tadi, kini bu dosen binal itu mengulum jari-jari tanganku, satu persatu ia masukkan jemariku kedalam mulutnya, lalu ia menjilat-jilat telapak tanganku, naik kearah lengan, naik lagi ke ketek…

“Haaaaaahhhhh tante gelliiii!!!” aku menjerit

Ia melirik nakal dan mengedipkan sebelah mata seolah meminta pendapatku atas layanan jilatan plus plus itu.

“Haduuuuhhhh ennaak tanteee ennak bangeeeettttt!”

Puas mengeksploitasi bagian atas tubuhku, ia melompat ke arah kakiku dan melakukan persis seperti aku memperlakukannya tadi. Jemari kakiku dan telapaknya ia sedot dan jilat habis dengan sangat rakus!

“Oooouuuuhhhh tanteeeee gelliiiiii…”

Gerakan menjilat itu perlahat naik keatas, betis lutut, paha dan akhirnya Bu Hesti mengulum kontolku…

“Ooooooooohhhh tanteeee…”

Dari kepala, batang dan pangkal penis itu tak semili-meterpun ia lewati dengan jilatan lidahnya. Ibu paruhbaya bertubuh sintal itu malah dengan nakal sesekali melirik kearahku yang terpejam-pejam menahan geli nikmat dari layanan oralnya.

Dan ketika bibir seksi itu dengan tiba-tiba mencaplok kedua biji telorku, aku hampir meloncat tak tahan dengan rasa geli…

“Haddooooouuuhhhhhhh tanteeee!!!! Haaahhhhhhhh gelliiih tanteee haaaaaahhhhhh hoooohhhh!!!!”

Tanganku spontan meraih kepalanya dan menjambak rambutnya. Tapi ia tak peduli dan terus saja memainkan lidah disana, mulutnya malah semakin kuat menyedot biji telorku. Penisku otomatis makin tegang dan keras.

“Uuuuuhhhh tanteeeeee, ayo kita mulai aja…”

“Heheheeee gimana service tante Bud? Enak kan?”

“Hooohhh iya tante, luar biasa enaaknya!”

“Hehehe… enak mana sama service dari ibumu, atau Budhemu?”

“Huuufffff enak yang ini tante, gilaaak! Service oral tante dahsyat banget!” jawabku dan langsung meraih tubuhnya, kugerakkan keatas memberinya kode kalau aku ingin ‘diduduki’ dulu.

Bu Hesti mengerti mauku, dengan sigap segera ia mengangkang persis diatas kemaluanku yang super tegang itu. Telapak tangannya mengarahkan kepala kontolku ke pintu kelaminnya yang sudah merekah, masih becek juga, hingga dengan sekali tekan amblaslah batang panjang dan gemuk itu masuk membelah bibir kemaluan ibu beranak lima itu!

“Aaaaaaahhhhhh Buuuuddddd ennak bangeeeettttt…”

“Iyyaaaahhh tanteeehhhhh, goyang pelan aja ya sayaaaang oooouuhhh, kita main yang santai aja Tante…” tanganku meraih susu besar panjang itu, sementara tangan Bu Hesti meraih dua bantal lagi untuk menyangga bagian atas tubuhku.

Aku paham maksudnya, dengan menyangga bagian atas badan dan kepalaku menggunakan tiga buah bantal ia ingin agar sepanjang permainan di posisi ini aku gampang menyedot buah dada dan puting payudaranya. Tentu aku senang karena susu Bu Hesti bentuknya amat seksi dan sangat sayang kalau tidak disedot dan diremas-remas.

Pinggangnya mulai turun naik perlahan, menusuk-nusukkan batang penis besarku dalam liang memeknya yang berjembut lebat itu. Matanya lebih sering terpejam, meresapi detik demi detik gesekan alat kelamin kami. Dengan antusias pula aku menciumi sekujur wajah, bibir, dan buah dadanya sambil menikmati goyang pinggul ibu dosenku itu.

Permainan dengan gaya ini makan waktu cukup lama, dan seperti yang ia inginkan, kami bercinta dengan mesra selama 30 menit, entahlah sudah berapa ratus tusukan kontolku menerjang dasar liang rahim perempuan paruhbaya ini, yang kuingat beberapa kali kurasakan memek Bu Hesti berkedut seperti mengeluarkan cairan, namun tak seperti biasanya ia berteriak minta stop, kali ini genjotanku di memeknya masih saja lancar dengan kecepatan sedang dan santai.

Dalam posisi ini aura kecantikan wajah perempuan itu bertambah manis, aku yang kemudian tak tahan ingin memompakan kelaminku dari atas. Dengan sedikit bantingan kesamping, kurubah posisi menjadi gaya misionaris biasa. Lalu dengan lembut kugoyang naik turun dari atas. Tanganku masih meremas-remas buah dadanya, sementara tangan Bu Hesti merangkul leher dan pinggangku.

“Enak ya sayang, gerakan santai begini, tante bisa lama mainnya,” ia membuka pembicaraan setelah kira-kira 20 menit aku berada diatasnya.

“Iya tante, wajah tante kelihatan tambah manis…”

“Kamu juga kelihatan lebih cakep sayang… ooouuuhhhh Buddiiiiiih,”

“Uuuuuhhh tante sayaaaang… enak bangeeeetttt… vagina tante jadi tambah berasa jepitannya…”

“Hooouuhhh ya sayang?”

“Bener tante, lebih nggigit rasanya,”

Kurasakan memang memek Bu Hesti sedikit berkedut.

“Tante belum keluar juga?” tanyaku ditengah keasikan menggoyang.

“Hmmmm ooohhhh… jujur sudah 2 kali tante keluar saaaayaaaang ooouuh, ini mau lagiiiiihhhh aaaaaaahhhhh,”

“Masa sih Tante?”

“Iyyaaaahhh sayaaang aaaahhhhh, kontolmu enak bangeeettt…”

“Memek tante juga lezaaat aaaaahhhh,” ujarku memujinya balik

“Eeeehhh Bud, tante mau tanya boleh? Ooouuhhhh goyangnya pelan aja sayang…”

“Boleh Tan…”

“Hooouuhhhh… Gimana rasa barang mbak Anah… maksud tante Budhe Anah…”

“Ooouuhhhh yaaahhh ennaaak lah tanteeee,” aku sedikit mempercepat goyangan pinggangku saat tante menyebut nama Budhe, ada desiran aneh di batang kontolku.

“Enak mana sama vegi tante? Atau punya ibumu Bud?”

“Aaah tanteeeehhhh gak bissaah dibandingin kek gitu Taaaannnnnn oouh,”

“Yaaah tante kan pengin tahu, ooouuuuhhhhh uuuuuhhhh… kali ajjaaaahhh oouuhhhh ada trik khusus aaaaahhhh… dari Budhe Anahmu ooouuhhh… atau ibumu yang bisa tante pelajari ooouuhhhh biar kamu tambah ooouuhhhh puass main sama tanteeeee… ooouuhhhh Budiiiihhh enaknyaaah kontolmuuhh sayaaaang…

“Hhhhhhhh ooouuhhh yeeeesss tanteeeee… masing-masing orang punya keistimewaan sendiriiiihhh tanteeeehhh oouuuhhhhh… punya Budhe sudah lama banget gak dipake… jadi berasa lebih legit, sempit dan ngempot-empot gitu tanteeehhhh ooouuhhhhhhh,”

“Kalau punya ibumuuuuuhhhh??? ooooohhhhhhh yaaaaahhhhh…”

“Punya ibuuuhhh ooouuhhh… tembem jadi berasa juga legitnyaahhh tanteeehhhhh…”

“Haaaaahhhhh hoooohhhh yeeessss Buuudddd aaaaahhhh, kaaa kaaa kaalau punya Tante gimanaaahhhh…”

“Sammaaah tanteeehhh legit njepit jugaaah… tante bertiga punya memek enak semuaaahhhhhh oooouuuhhhhhh aku genjot yang keraasss ya taaaannnnnn,”

“Oooooohhh Buddiiihhhhh kalau kamu goyang cepat tante bisa kelluaarr sayaaang ooouuuhhhhhhhh… bener kamu suka punya tante Buuuud???”

“Oooouuhhhh iyyaaah tanteeeehhhhh…”

“Memek mbak Anah paling mbem ya Buuud uuuuhhhhhhhh…”

“Iyyaaah tanteeee…”

Aku mendorong agak kuat dambil meremas payudaranya.

“Pantesan kamu bilang paling njepit oooouuuuuhhhhhh,”

Tiba-tiba gerakan Bu Hesti berubah jadi semakin kuat juga, ia bahkan mulai mengangkat-angkat pinggangnya seolah ingin memasukkan penisku lebih dalam lagi. Kuulangi lagi gerakan menekan kuat saat kontolku menggenjot masuk.

“Aaaaaahhhh Buddiiihhhh!!! Tante kelluaaarrrr sayyaaaaaang!!! Aaaaahhhhh kelluaaarrrrrr kelluuaaarrrrr aaaaaaahhhh yesss yeessss yesssss yeessss gak tahhaaannnnnn gueeeehhhh aaahhh!”

“Hoooohhh yessss yess yesss ayyoh keluarin yang banyak Tanteeeee! Ooouhhhhhhh yesssss memek tante rasanya nggigit sayaaang aaaaahhhh,” kali ini sangat terasa menjepit kuat batang kontolku.

“Hoooohhhhhhh sayaaaaaaang! Tante gak kuat laggiiihh nahan goyanganmuuuhhh ooouuhhhh ennaaakhhh sayaaang ooouuhhhhhh,”

Tubuhnya tiba-tiba mengejan dan mengeras, Bu Hesti memelukku dengan erat, menjejalkan wajahku tepat diantara dua susunya. Kutekan pula kontolku makin dalam dan mentok dalam rahimnya.

“Gak apa-pa tante…” ujarku saat nafasnya sudah agak tenang, Bu Hesti kini terkapar lemas dibawah badanku yang masih menindih.

Kucabut penisku dari liang nikmat ibu dosen itu, lalu dengan pelan kubaringkan diri disampingnya. Kami saling berhadapan. Bu Hesti mencium bibirku, sekitar 5 menit kami saling melumat. Kubantu ia memaksimalkan kenikmatan pasca orgasmenya. Wajah Bu Hesti tampak sangat puas setelah itu.

“Bud, kamu tahu gak, ibumu sudah telat menstruasi 3 minggu ini…”

“Trus kenapa Tante?” aku tak mengerti.

“hehehe… itu tandanya ibumu hamil sayaaaaang… 9 bulan lagi kamu bakal jadi ayah… hihihiiiiii…”

“Oya tante??? Beneran ibu sudah positif hamil?”

“Iya sayang, kemarin ibumu nunjukin hasil test urinenya ke Tante, positif…”

“Mmmm aku senang sih, tapi gimana ngomongnya ke Rani Tante?”

“Itu kan sudah kita bicarain bilahari sayang, kamu santai aja, minggu depan kita bertiga berangkat ke London. Ibumu berangkat duluan untuk bicara dengan Rani… kalau sudah beres baru kita berdua nyusul kesana…”

“Beres gimana maksudnya Tante?” aku tak mengerti.

“Beres artinya kalau istrimu itu sudah menerima…”

“Apa iya semudah itu tante?”

“Kamu lupa dengan masalah kesehatan Rani?”

“Ingat tante, tapi aku ragu apa Rani bisa terima kalau ibunya mengandung anakku ya Tan?”

“Sudahlah Bud, yang tahu Rani itu kan ibunya, kalau tante sih yakin aja…”

“Hmmm… baiklah tante… aku berharap semuanya berjalan sesuai rencana…”

“Tante yakin kok sayang, Rani pasti terima… logikanya daripada kamu jatuh ke tangan perempuan lain, kan lebih baik punya anak dari ibunya Rani… hehehe…”

“Kok tante ketawa?”

“Hihihiii lucu aja Bud, tante bayangin ibumu itu bakal jadi ibu dari anakmu, merangkap nenek juga dari anakmu… hihihiiii,”

“Oooh iya juga siih… hehehe… nenek merangkap ibu…”

“Itu dia lucunya Bud…”

“Nenek yang binal! Hehehe…”

“Kamunya juga yang nakal, ibu sendiri ditiduri sampe hamil hihihiii,”

“Hehehe… siapa bisa tahan digangguin ibu-ibu cantik macam tante, ibuku dan Budhe Anah? Hahahaha,” akhirnya kami berdua tertawa.

Tak terasa sudah 2 jam kami bergumul di kamar ini, setelah sesi pertama di tempat tidur, aku dan Bu Hesti masuk ke kamar mandi, awalnya cuma untuk membilas dan mencuci kemaluan yang belepotan lendir. Tapi karena aku telanjur mengisi bathtube akhirnya kami berendam dan mandi disitu. Ditengah saling menyabuni, Bu Hesti minta lagi, kucumbu lagi ibu dosen berwajah cantik itu sambil menuntaskan membersihkan badan.

Karena aku belum juga berejakulasi, setelah melihat suasana di ruang tengah sepi, kubawa perempuan paruhbaya yang kini sudah resmi jadi janda itu dan menyetubuhinya lagi di sofa depan TV. Kami tak lagi bercinta disana, tapi ngentot! Teriakan Bu Hesti menyebut kata-kata jorok membuat suasana ruang tengah itu jadi riuh.

Anehnya ibu belum menampakkan batang hidungnya meski suara teriakan dan desahan kami pastilah terdengar sampai di kamar tidurnya. Rupanya ibu masih terlelap, kata Bu Hesti kemungkinan itu efek samping nutrisi penyubur kandungan yang ia konsumsi sejak 2 minggu lalu. Jadi benar ibuku hamil! Mengandung anak hasil hubungan badan denganku!

Sambil menyaksikan adegan film ngentot di layar televisi aku menggenjot Bu Hesti habis-habisan sampai ia kembali orgasme, dari lubang nikmatnya keluar cairan kental yang cukup banyak, puluhan lembar tissue sudah ia habiskan untuk mengelap cairan itu agar memeknya tak terasa kelewat licin.

Lengkap sudah semua gaya kami praktekkan sejak awal bercinta di kamar tamu tadi hingga ngentot di ruang tengah ini. Wajah sumringah ibu dosen binal itu merona merah tapi memancarkan senyum kepuasan setelah pada sesi terakhir ketika untuk keenam kalinya ia memuncak, aku akhirnya meraih klimaks, berejakulasi dengan menumpahkan belasan semprotan cairan kental spermaku di dalam liang nikmatnya.

Belum lagi nafas kami tenang pasca permainan seks panjang itu, Budhe Anah tiba-tiba muncul dari balik koridor ruang belakang, ia membawa nampan berisi dua buah minuman juice buah yang segar. Tanpa canggung, karena sudah biasa saling melihat dalam keadaan bugil, aku dan Bu Hesti segera menikmati minuman dan makanan yang dibawa Budhe.

“Mau dipijat Den? Ndoro?” ucap Budhe menawarkan sambil berselonjor tepat di karpet tebal depan sofa dimana aku dan Bu Hesti duduk, seperti biasa ia mengenakan kebaya brokat berwarna merah yang makin menunjukkan tonjolan-tonjolan sensual tubuh montoknya.

“Boleh mbak, aku pegel nih, 7 kali keluar! Hihihiiiii…” jawab Bu Hesti senang.

“Hihihiii siapa dulu jagoannya ndoro nyonya… kita bertiga aja masih kalah… hihihiiii,” sahut Budhe sembari langsung memijat betis Bu Hesti.

“hehehe… aku juga mau dipijat sambil mijit susu budhe…” ujarku spontan membalas candaan mereka. Kuraih tonjolan buah dada Budhe yang sedang memijat kaki Bu Hesti.

“Iiiih adeeeen nakaaallll, masih kurang apa barusan 7 kali bikin ndoro Hesti muncak?” ujar Budhe, tapi membiarkan tanganku menggerayangi dadanya.

“Budhe kalau pakai kebaya begini bikin aku jadi pengen lagi…”

“Lagi apa den?”

“Ngentu alias ngewek Budhe! Ngentotin Budhe dari belakang sambil jilatin memek tante!”

Mendengar jawabanku Bu Hesti melirik dengan tatapan lucu…

“Tante mau???” kukedipkan mata kearahnya.

“Iiiiih ampyuuunnn dech sayaang, kaki tante rasanya mau patah!!!”

“Ya udah, Budhe pijitin aja kaki tante, ntar kalau punyaku berdiri lagi aku entot Budhe dari belakang ya? Hehehe…”

“Jangan ah den, Budhe belum masakin ndoro nyonya…”

“Eh… ibuku mana Budhe?”

“Masih tidur den, tadi waktu aden sama ndoro Hesti main disini, ndoro nyonya sempat bangun terus makan, Budhe pikir abis makan ndoro nyonya bakal gabung sama aden disini, taunya malah balik ke kamar dan tidur lagi… bawaan hamil den…”

“Ooooh, kirain ibuku sakit sih Budhe…”

“Gak den, doro nyonya sehat kok…”

“Ya udah, nanti abis mijitin tante, giliran aku ya Budhe…”

“Giliran apa den?” Budhe pura-pura bego.

“Yaaaah, mijit dan dipijit laaaahhhh Budheeee… hehehe kalau mau sambil nyodok barang Budhe yang tembem ini niih,” kataku sambil menyusupkan tangan ke selangkangannya melewati belahan kain jarik yang ia kenakan.

“Idiiiihhhh aden nakaaaalllll!” Budhe menjerit, namun tak juga menghentikan tanganku yang kini meremas-remas bokong besarnya.

Karena candaan yang dibarengi keusilan tanganku itu, kemaluanku yang baru sepuluh menit yang lalu muncak di memek Bu Hesti jadi tegang lagi. Aku beranjak ke belakang Budhe yang sedang memijat paha Bu Hesti. Dosenku itu duduk berselonjor di sofa, masih dalam keadaan telanjang bulat. Dengan perlahan kuangkat kain jarik Budhe hingga sebatas pinggangnya, otomatis pantat besar dan mulus milik perempuan desa itu tersaji lengkap, tanpa celana dalam!

Aku menundukkan wajah dan mendekatkan mulut kearah bokong semok Budhe, ia mengerti juga maksudku sehingga dengan spontan juga merenggangkan jarak lututnya, terbukalah paha belakang Budhe, menampakkan area nikmat bernama memek itu, akupun menjulurkan lidah dan menjilatnya untuk beberapa saat.

“Auuuuhhhh deeeennnnnn…” Budhe mendesah.

Tak kupedulikan suara Budhe yang kini merintih, setelah kurasa vaginanya cukup basah oleh liurku, aku berjongkok dan mengarahkan penisku yang secepat itu pula tegang kearah bibir kemaluan janda desa itu. Dan sreeeeepppp… bleeeessss!

“Hoooohhhh deeennnnnn massuuuukkkk kontooolll adeeen aaaahhhhh ennaaaaakkkkkkkhhhhh,” desah Budhe keras, tangannya masih juga memberikan pijatan pada paha Bu Hesti.

Aku mulai menggoyang maju mundur, dengan posisi badan tegak, tanganku menjangkau buah dada Bu Hesti yang masih gondal gandul, kutarik susu itu mendekat kearah wajahku. Bu Hesti mengerti keinginanku dan menggeser duduknya, aku menunduk lalu dengan sekali caplok, mulutku sudah menyusu di puting payudara dosen binal yang cantik itu.

“Sssssssshhhh Buuuudddd… ennaaakkkk… aaaahhh tapiihh jangaann minta lebih yaaaahhh? Tante udah gak kuat berdiri lagiiihhh…”

“mmmmmmhhhhhh baik tante, ini memek Budhe sudah cukup kok, aku cuma mau nyusu di toked tante aja… boleh kan???”

“Iya sayang… susu tante kan punyamu jugak…” ujarnya mesra.

Permainan segitiga mulai sudah, aku menggenjot memek Budhe dari belakang sambil menyusu di tetek Bu Hesti, sementara tangan Budhe sibuk memberikan pijatan di tubuh Bu Hesti.

“Hooouuuhhhhhh deeeeennn ennaknyaaaaaaahhhhh,” desah Budhe Anah

“Hiyyaah Budheee, ini mah enak banget, memek Budhe legit, susu tante lezaaaaatttt aaaaaaahhhhhh,” ujarku sambil terus menggoyang maju mundur.

Bu Hesti menikmati pijatan tangan Budhe di ruas persendian badannya yang pegal, juga merem melek dan mendesah menahan geli nikmat sedotan mulutku yang cukup intens menggilir puting-puting susunya. Sementara Budhe asik nungging menikmati sodokan demi sodokan keras kontolku dari arah belakang pantatnya.

Aku dan Budhe Anah berteriak teriak keenakan, sementara kulihat Bu Hesti sudah tampak lemah karena kebanyakan orgasme, hanya desahan dan desisan bibir sensualnya yang terdengar mengiringi sedotan mulutku di payudaranya. Kutambah lagi beberapa cupang di seputar susunya yang panjang sampai area dada perempuan paruhbaya itu nyaris penuh oleh rona-rona merah bekas gigitan dan sedotan keras mulutku.

Setengah jam lebih kuentot Budhe dengan gaya nungging itu, sudah tiga kali ia berteriak panjang melepas puncak kenikmatan. Saat masih asik maju mundur menggenjot memek Budhe, tiba-tiba ibuku muncul dari arah pintu kamar, Budhe yang pertama kali melihatnya…

“Eeeghhhh ndoroo, suuu su sudah bangun lagi rupanya…” ucap Budhe menghentikan goyang pinggulnya.

Aku menoleh kebelakang, ibu sudah berdiri persis menghadap kami yang sedang asik bersetubuh. Mataku langsung melotot melihat betapa merangsangnya tubuh ibu yang hanya terbungkus gaun tidur pink yang transparan… hmmm… kebetulan Budhe Anah tampak mulai kelelahan, dengan pelan kucabut kontolku dari memeknya yang sudah teramat becek…

“Ada sisa buat ibu sayang?” ucap ibu sambil melirik nakal kearahku.

Aku langsung berdiri menghampirinya.

“Pasti lah ibuku cintaku…” kupeluk pinggangnya dan menarik tubuh bahenol berbalut gaun tidur seksi itu kearah sofa dimana Bu Hesti duduk.

“Mau pake gaya apa cinta?” tanya ibu yang kini duduk dengan paha yang ia buka lebar. Cairan bening tampak membasahi liang vaginanya yang tertutup jembut lebat. Ah, ibu sudah terangsang berat rupanya, bisa jadi sejak tadi ia telah menyaksikan aksiku ngentot Budhe yang nungging sambil mengenyoti susu Bu Hesti.

“Ah, ibuuuu… pake gaya ini aja biar gampang kujilati dan… uppssssss,” belum lagi kuselesaikan kalimat, ibu sudah menyambar bibirku, melumat keras penuh nafsu!

“Mmmmmhhhhh mmmmhhhh mhhhhhhh… uuufffff…” aku bergumam keras akibat mulut yang tersumpal bibir dan lidah ibu.

Tangannya dengan cekatan meraih batang penisku yang masih belepotan cairan mani Budhe Anah, secepat itu pula ibu mengarahkannya kedepan vagina berbulu lebat itu, aku mendorong masuk, blesss… langsung menggoyang maju mundur. Tanganku meraih buah dada besarnya.

“Hhhhoooohhhhh sayaaaaaaang, ayo cintaaaaahhhh setubuhi ibumu!!! Setubuhi yang keras dan ceppaaaatttt aaaaaaaahhhhh oooohhhhh uuuhh genjoooottttt sayaaaaaang ooooohhhhhhhhh…” teriak ibu seketika melepaskan pagutan mulutnya.

“Iiiiiihhhyaaaahhhh buuuhhhhhh oooohhhhhhhh… inniiihhhhh buuuhhhh inniiiiihhhh ambiiil semua kontolkuuuuuhhhhhhhh oooouuhhhh ibbuuuuuh ooouuhhhhhh ennaaaknyaaaaahhhhh memek ibbuuuuuuu ooohhhhhh!!!” aku tak kalah seru menimpali jeritannya.

“Gaak appah main keraasss aaahhh buuuuhhhh???”

“Gakpapaaahhh sayaaangkuuuhhhhh… malah baguuuss biar spermamu tambah banyak nyuburin kandungan ibbuuhhhh, kali ajjah bisa jadi kembar 3 atau empat aaaaaaahhhhhh!!!” sahutnya lagi.

“Hooohhhh iyyah buuuhhhhh, aku mau anak yang banyak dari memek ibbuuhh ooouuuhhhhh,” semakin aku bersemangat menggenjotnya, kini malah sambil menetek di buah dada jumbo itu.

“Haaaaaaahhhh haaaayyooouuuhhh sayyaaaang… entot yang kerrasss memek ibumu ini sayaaaaang aaaaaahhhhhhh… genjot yang kuuuwwaaat sayaang ooouuhhhhhh…”

Plaak plaaak plaaakkk sreeppp plaak sreeep plaaak… bunyi pertemuan dua kemaluan berbeda jenis itu makin keras, menambah suasana di ruang tengah makin riuh. Sesekali kulirik kearah Bu Hesti yang masih dipijat Budhe, matanya sudah sayup dan tampak ngantuk berat. Budhe kadang tak tahan melihat serunya aku menggenjot memek ibu.

“Sini budhe, buka kancing depan kebayanya, BH nya diangkat aja, aku mau mimik susu budhe aaaaahhhh yeeessssshhhhhhh!!!” pintaku sambil terus menggenjot memek ibu.

Budhe segera menuruti, 3 kancing depan kebaya brokat itu terbuka sudah, susu super besar itu tersaji lengkap seolah ingin meloncat dari balik BH yang ia singkap keatas, Budhe menyodorkan kedua buah dada berukuran besar itu ke wajahku, langsung kusambar putingnya dengan sedotan keras.

“Haaaahhhhh deeeennnn oooooooouuuuhhhhhhhh enaaaaakkkk!!!” jeritnya kegirangan.

Ibuku pun turut menjulurkan tangan dan meremas bongkahan daging kenyal dan empuk di dada Budhe.

“Hadduuuh nyaaaahhh ennaakkhhh bangeeetttttt oooohhhhhhhhh,”

Demi melihat Budhe yang tampak makin histeris akibat sedotan mulutku di puting susunya, dan juga remasan tangan ibu di buah dadanya, aku jadi tak sabar ingin segera menggilir mereka berdua.

“Budhe nungging aja di samping sini, menghadap ke ibuku ya Budhe, biar kuentot dari belakang lagi dan Budhe bisa ciuman sama ibu…” pintaku pada Budhe Anah, ibu hanya tersenyum mengangguk menanggapi.

Kucabut kontolku dari memek ibu, mereka berciuman, aku pindah ke memek tembem Budhe yang menunging, langsung mengocok dan memompa kemaluan perempuan desa berumur 53 tahun itu.

“Aaaaaaahhhh ennaaak bangeeeetttt gonta ganti memek gini Buuuuu ooohhhhh Budheeeeeee ooouuuhhhh buuuu ennak banget memek Budhe oouuhhhhh,”

“Iya sayang ayo entot Budhe mu sampai puas, tapi nanti keluarin spermanya di rahim ibu aja ya…” ujar ibu.

“Hoooohhh iyaaah Buuuuhhhhh ooouuuhhh yeeessssss!!!”

Sepuluh menit saja kubutuhkan untuk membuat Budhe mengerang dan berteriak meraih orgasmenya yang entah keberapa kali sejak pagi tadi.

“Hooooohhhhhhh deeeeeennnnn budhe mauuuhhh muncaaaaakkkk oouuh koonnnnn koooonnn kooonnntooolll aden ennaaaakhhh bangeeet deeen oouhhhh kontooll kontoooll kontooooooolllllllll aaaaaahhhh deeennnnn budhe kelluaaaaaaaaarrrr aaaaaaaaahhhhhhh!!!” berdenyut keras lagi memek budhe.

Aku sebenarnya sudah menjelang puncak juga, maka setelah memek Budhe tak berkedut lagi, segera kucabut dan pindah lagi ke memek ibu. Langsung menusuk, langsung menggenjot vagina nikmat perempuan yang kini tengah mengandung benihku di rahimnya itu.

“Ooouuuuhhhh sayaaaaaaang ibbuuhhh juggaaah mauuuhh kelluaaarrrrr ooouuuuuuuuhhhhhh yesssss sayaaang yeeesssss yesss yeessss aaaaaahhh!!!” jerit ibu panjang…

Hampi bersamaan dengan itu, aku juga melepas, crooottt crrooottt crrrootttt crooottttttt seeerrrrrrr seeeerrrrrrrr seeeerrrrrr craaat craaatttt craaaaattttttt, tumpahlah spermaku untuk kesekian kalinya hari ini, di memek ibuku!

“Hoooooohhhhhh Siska sayaangkuuuuhhhhh ibukuuuhhhh cintakuuuhh istrikuuuhhhh oooouuuuhhhh ennaknyaaahhhhh memekmuuuhhh Buuuu ooouuuhhhh Bu Siskaaaaaaahhhh Bu siskaaaaaaa Buuuuuuhhh ooouuuhhh spermaku banyaaak bangeeetttt ooouuuhh Siska sayangkuuuu ooouuuhhh memekmu lezzaaaaattttt Siskaaaaaa ooouuuhhhhh!!!!

Sekitar 5 menit kami berkontraksi, mengejang, mengejan, berteriak histeris, melepas hingga kakiku rasanya copot. Setelahnya kami berempat lemas, Bu Hesti tampak tertidur, aku menggelosor dibawah paha ibu yang lemas lunglai di sofa. Hanya Budhe yang masih tampak segar, luar biasa stamina perempuan desa ini!

Karena keasikan memadu birahi, siang itu kami melewatkan jadwal makan, selesai dipijat Budhe aku minta ia membawakan lagi kue-kue tradisional yang dibuatnya ke teras kamar ibu di lantai dua. Dari situ kami bisa melihat pemandangan halaman belakang hingga tembok pembatas antara kebun bunga dan bangunan

run off house yang merupakan tempat tinggal para pekerja rumah tangga ibu, termasuk Budhe. Berempat kami duduk sambil bersenda gurau menghabiskan penganan kue tradisional ditemani teh.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu