2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

LOGI 2 Bagian 3

BU SISKA POV

Sinar matahari membias dari ventilasi kamarku ketika aku terbangun, kulihat jam sudah menunjukkan pukul 12.30 siang, pantas saja aku lapar. Kucoba mengingat betapa semalam kami menghabiskan jutaan joule/detik energi untuk permainan seks itu. Kupandangi tubuh anak muda disebelahku, ah, wajahnya begitu damai, tubuhnya ideal, dan didalamnya tersimpan keperkasaan seorang lelaki pecinta sejati.

Aku melangkah gontai menuju washtafel dan menyiram wajahku dengan kesegaran air dingin itu, uh, kupandangi diriku di cermin, ternyata wajah ini masih terlalu banyak menyisakan kecantikan masa mudaku. Bahkan seperti yang seringkali Budi katakan, aku masih lebih menarik daripada Rani! GR juga aku dibuatnya.

Dan tanpa maksud menyombongkan diri, banyak rekan bisnis yang menaruh hati padaku, sekretarisku Maudy malah bilang aku punya inner beauty yang kuat sekali sehingga sering menarik perhatian pria. Aku memang mewarisi wajah mamaku yg asli Manado-Belanda, jadi wajarlah kalau dua adikku pun laku keras di blantika perfilman indonesia.

Budi tampaknya perlu istirahat banyak, kemarin ia tak sempat tidur sejak pagi hari. Aku yang sudah sempat sejak pulang dari kantor jam 4 sore kemarin dan bangun oleh ulahnya jam 10 malam. Kuselimuti badannya yang masih telanjang itu, setelan aircon di kamar ini memang kupasang maxi sejak dinihari tadi saat kami berkeringat pasca indehoy.

Budi tampak kedinginan. Sekali lagi kukecup pipinya dan beranjak ke lantai bawah menuju dapur. Makan siang sudah siap rupanya, tak ada siapa-siapa di ruang makan, aku memang mengatur pembantu untuk tidak memasuki rumah utama jika tidak kupanggil. Kecuali untuk menyajikan makanan pagi, siang, malam, dan saat cleaning service.

Mereka kubawa dari kota asalku dulu di Indonesia Timur, kuberi rumah yang layak masih dalam lahan rumahku, di belakang gedung utama. Dua orang sudah berkeluarga dengan masing-masing satu anak yang tinggal bersama mereka dibelakang sana. Otomatis hanya aku dan Budi yang ada rumah induk sejak kepergian Rani.

“Tin, tolong bawakan makanan ini ke depan kamar ibu, ya?” pintaku setelah menyisihkan beberapa makanan yang kutahu adalah favorit Budi. Ia senang sekali dengan masakan si Tini, ayam goreng dan sayur bening, beberapa buah juga dan segelas susu segar (hehehe padahal semalam kan Budi sudah puas netek susuku!

Aku kembali ke kamar, tak kubiarkan tini masuk ke dalam, ia hanya mengantarkan makanan itu sampai di depan pintu kamar Rani yang memang bersebelahan dengan kamarku. Kututup kembali pintu kamarku dan pelan-pelan kubangunkan Budi.

“say, bangun nak, sudah siang menjelang sore. Makan dulu, ntar sakit… gih,”

“huuuaaahhh… emang jam berapa bu?”

“sudah… makan dulu, ini sudah hampir jam dua siang,”

ia beranjak ke kamar mandi, ingin kuikuti dia karena dengan santainya melangkah tanpa busana didepanku. Aku jadi ‘gathaaal’ lagi. Tapi ah, kuberi ia kesempatan untuk mengisi perut dulu. Aku memang berniat menjadikan tiga hari ini ‘bulan madu’ kami. Kan kuumbar nafsu terpendamku kepadanya, sepuas hati!

“makanannya apaan, bu?”

“sudahlah makan dulu, kamu nggak lapar?”

“Iya sih, tapi kok saya sendiri aja makannya?”

“ibu sudah tadi, kelaparan bangun tidur langsung makan,”

Ia masih saja telanjang, penisnya berayun-ayun seiring langkahnya, membuatku semakin horny.

“Saya mau makan kalau ibu juga buka semua pakaian,” katanya tiba-tiba, aku bingung apa maksudnya. Kupandangi wajah polos itu dengan tatapan konyol.

“pokoknya ibu harus buka baju,”

“kamu ada-ada saja, ayo ah makan dulu,” kataku mengacuhkannya sambil mencoba menyuapinya, ia duduk disebelahku di pinggiran tempat tidur. Bukannya menerima suapanku tapi melepas pengait dasterku.

“Budiii… aahh…” aku tak menyangka tangannya langsung meraih buah dadaku dan meremas.

“makan dulu sayang nanti kamu sakit,” kali ini aku serius

“Buka dulu bajunya, biar sama sama telanjang,”

“iya deh buka aja sendiri, huuuhhh dasar gila!” kubantu membuka pengait BHku, CDku, dan kini aku benar-benar telanjang bugil gil! fantasi apalagi yang akan ditunjukkannya padaku.

“ibu yang ngajarin!”

“yeee… mana pernah ibu ngajarin makan sambil telanjang,” kucoba menyuapkan makanan, ia mau juga akhirnya. Tapi dasar usil, sambil makan ia membelai-belai dan meremas susuku, punggungku, bongkahan pantatku dan…

“Budiiihhh… jangan nakal ah!”

jari tengah tangan kanannya kini mengorek liang vaginaku. Meski sedikit kesal dengan tingkah usilnya aku sebenarnya senang juga. Luarbiasa anak muda ini, ada-ada saja caranya merangsangku.

“Geliiihhh uuuhhhffff sayang,”

“Bu, kenapa sih memek ibu enak gini?” katanya mengacuhkan aku yang menggelinjang, hampir saja makanan di piring itu tumpah.

“Budiii aah… abisin dulu makannya,”

“mau netek dulu…” tangannya kembali meremas, kali ini dua buah dadaku dipegangnya, yang sebelah kiri malah ia tarik putingku.

“ouusshhh… hhhh… buuuddd… aaahhhh…” aku tak dapat lagi menahan geli-geli nikmat di selangkanganku.

Namun berhasil juga kupaksakan Budi menghabiskan sepiring nasi dan lauknya, dengan tergesa kusingkirkan troli itu keluar kamar. Sejenak Budi menggosok gigi, aku bersiap di tempat tidur, sengaja kupasang gaya yang paling merangsang seolah menunggu untuk diterkam.

Benar saja, dengan setengah berlari ia melompat ke atas tempat tidur dan langsung menunggangi aku. Tangan kirinya kebelakang mengorek celah vaginaku dan yang kanan meremas payudara. Aku tak mau kalah, penisnya yang tegang sedari tadi itu langsung kukocok dengan tanganku, akibatnya budi merem-melek keenakan.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu