2 November 2020
Penulis —  memekibustw

Budhe Anah janda desa bertubuh ibukota

Okay agan2, mumpung wiken neh ay lancroootken cerita pengalaman ngentot si Budi dan Bu Siska, biar ente pade lancar nyetor spermanya!

**LOGI 2 Bagian 4

MASIH

BU SISKA POV**

“Ibu beruntung sekali sayang…” kataku membuka pembicaraan saat nafas kami sudah mulai teratur.

“Budi juga, Bu, ibu adalah perempuan tercantik yang saya kenal,” jawabnya dengan wajah serius sambil memainkan puting susu kesukaannya.

“mengada-ada kamu say, masak ibu yang jelek dan setua ini kamu bilang cantik?” aku balas meraih batang penisnya yang masih basah dibawah sana, kuraih tissue untuk mengeringkan. Lalu kutimang-timang benda yang sudah tak terhitung kalinya mengoyak liang vaginaku itu.

“eeeuuhhh.. buuu… ntar saya minta lagi lho?” katanya pura-pura protes saat tanganku memijit-mijit urat kecil yang tepat di leher kelaminnya bagian bawah.

“dikasih…” jawabku pendek

“emang ibu kuat?” baliknya.

“itu kalau kamu tega lihat ibu pingsan diperkosa…” bisikku mesra ditelinganya.

“iya deeh, tapi jangan dikocok begitu dong, buuuu… geli niiihh,”

“habis ngegemesin,”

“ibu juga cantik sekali,” kali ini mukanya menatapku serius, kuyakin wajahnya yang imut itu bisa mempesonakan siapa saja yang ditatap.

“kamu juga cakep say, ibu takut kalau nanti ada cewek lain yang naksir trus kamu lupa sama ibu,” kupelankan juga suaraku untuk memberi kesan serius padanya.

“Ngga mungkin bu, mana bisa saya melupakan ibu dan… hhmmm dan Rani,” ia sedikit kikuk mengucapkan nama anakku. Perasaannya masih menyisakan keraguan menduakan hatinya kepadaku dan anakku. Aku bisa mengerti itu, lagi pula mana bisa aku merebutnya dari Rani, tidak mungkin lah. Sebagai justifikasi terhadap situasi ini, aku hanya bisa bilang pada batinku sendiri bahwa hubungan ini juga untuk mengikat si Budi terhadap keluarga kami.

“Tapi kamu rela kan memberikan kenikmatan ini ke ibu?”

“asal kita bisa jaga rahasia ini, bu,”

“iya sayang, ibu janji akan menjaga rahasia kita,”

“saya juga bu,” katanya sembari mengecup buah dadaku.

“trimakasih sayang,” aku balas memeluk dengan lebih erat. Pelukan yang aku maksudkan untuk meyakinkannya bahwa aku benar-benar serius dengan semua ucapanku tentang hubungan kami. Tapi ternyata Budi menanggapinya berlebihan, ia melumat bibirku, bernafsu! Celaka, padahal betis dan pahaku serasa mau patah akibat permainan yang hampir tak ada jeda ini.

Cairan sel telurku sepertinya habis sudah tumpah oleh belasan orgasme yang kuraih dari tusukan demi tusukan nikmat di selangkangan, badanku rasanya hampir remuk. Tapi aku juga tak ingin mengecewakannya, aku ingin memanjakan Budi dalam tiga hari yang sudah kuluangkan untuk itu. Dan gengsi juga rasanya kalau aku, yang pertama kali menginginkan pemuasan dahaga seksual ini harus menyerah.

Gila! Gila! Gila! pikirku. Anak ini memang luar biasa! Umurnya baru 18 tahun lebih, pengalamannya baru terhitung bulan, dan kini aku seperti koloni pemuas nafsu birahinya. Aku yang sudah 25 tahun menikah, dengan pengalaman seks yang lebih lama ini, sepertinya tak berarti apa-apa.

Karena gengsi itulah aku jadi pasrah saja, dan sepertinya Budi mengerti benar hal itu. Kali ini ia tidak memintaku macam-macam, padahal biasanya disaat petting saja aku dimintanya menungging dan ia menjilat susu dan vaginaku dari arah bawah. Tapi sekarang ia asik menikmati tubuhku yang lemas dan sepertinya ia juga suka itu.

Perlahan ia menaiki tubuhku, mengganjal kepalaku dengan dua buah bantal sehingga gampang baginya untuk mencium wajah, bibir dan buah dadaku. Mungkin ia mengerti juga bahasa tubuhku yang lemah, sehingga dengan perlahan dan mesra pula ia memasukkan penisnya kedalam vaginaku. Dan meskipun kenikmatan melanda tubuhku saat itu, aku hampir tak mampu lagi mengimbangi genjotan-genjotannya.

Aku hanya sanggup mengatur tarikan saraf-saraf dinding vaginaku yang membuatnya merasa menikmati denyutan di sekeliling penisnya. Telapak tanganku berpasangan dengan telapaknya, diangkat keatas lalu dengan mesra pula dijilati dan diciumnya ketiakku. Sensasinya begitu indah, menambah gairahku yang hampir kehabisan tenaga ini.

Kemudian menjelang klimaksnya, dengan sisa tenaga yang masih ada aku mendekapnya erat, membenamkan wajahnya di kekeyalan buah dadaku. Ia menyambut dengan antusias, mendegus keras sambil menyedot puting susuku. Ia melepas, kurasakan nikmat tumpahan spermanya yang memuncrat dengan keras di relung rahimku.

“Puas sayang?” kataku membuka pembicaraan, sambil membelai rambutnya lembut.

“Trimakasih, bu. Saya puas sekali…” ia berkata begitu sambil kembali menyembunyikan wajahnya di antara dua buah dada besar ku.

“Istirahat dulu ya, sayang? Ibu lemas banget… kaki ibu rasanya mau copot,” aku merajuk dan memohon. Ia mengangguk dan menciumku. Saat itulah aku pertama kali menyadari bahwa aku jatuh cinta pada anak angkatku ini. Aku tergila-gila pada pesona tubuh dan keperkasaannya! Oh tuhan, aku ingin terus dicumbu, disetubuhi, digauli bahkan diperkosa oleh anak ini!

Jika aku mengenang tiga hari yang luarbiasa itu, kadang aku merinding. Membayangkan persetubuhan-persetubuhan yang kami lakukan setiap hari, setiap jam, setiap menit dan detik demi detik mengadu alat kelamin kami saat itu, selalu membuatku merasa ingin lagi dan lagi. Perasaan itu pula yang hampir setiap hari memaksaku untuk meminta pemenuhan dari Budi.

Anak angkatku itu kini sudah aktif kuliah di kampus. Ia mengambil jurusan perdagangan internasional di Fakultas Ekonomi pada Universitas Indonesia. Budi anak yang disiplin dan sangat telaten mengurus keperluan pendidikannya, sehingga aku harus sabar kalau pada saat aku butuh pemenuhan birahi tapi ia masih dalam mengikuti kuliah siang.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu