1 November 2020
Penulis —  Neena

Paha Mulus Itu pun Merenggang

Bagian 05

Apakah hasratku ini aneh? Kurasa tidak aneh. Karena pengalaman pertamaku adalah dengan Mama yang sekarang sudah jadi istri lelaki bule bernama Frederick itu. Dan pengalaman pertama itu membuat tayangan yang berulang - ulang di dalam batinku. Sehingga meski aku sudah punya istri yang muda - muda dan cantik -cantik, tapi perempuan setengah baya tetap memiliki tempat istimewa di dalam batin dan hasrat birahiku.

Pada saat Tante Rose sedang mandi, aku pun menyempatkan diri menelepon ke bagian kitchen, agar menyiapkan makan malam untuk dua orang di private dining roomku. Dengan cepat mereka menyiapkannya. Dan ketika Tante Rose masih berada di kamar mandi, karyawan bagian kitchen sudah menghidangkan makan malam untukku dan Tante Rose.

Memang cukup lama Tante Rose berada di dalam kamar mandi. Maklum wanita, biasa berlama - lama di dalam kamar mandi.

Lalu, waktu keluar dari kamar mandi, Tante Rose sudah mengenakan daster biru muda polosnya, dengan rambut yang kelimis, mungkin habis keramas. “Tadi ngintip aku mandi nggak?” tanyanya.

“Ngapain ngintip? Kalau aku mau lihat sih, minta aja terang - terangan,” sahutku.

“Hihihiii… kirain …”

“Ayo kita makan malam dulu Tante,” ajakku sambil mengarahkan Tante Rose ke dining room.

“Aduuuh… ini makanan dari mana Sam?” tanya Tante Rose setelah berada di ruang makan.

“Dari kitchen lah. Masa tiba - tiba bisa muncul di sini.”

“Masalahnya cepat sekali, tau - tau sudah terhidang semuanya di sini.”

“Bukan mereka yang terlalu cepat menghidangkannya, tapi Tante yang kelamaan mandinya.”

“Hihihiii… wanita kan lama bersih - bersihnya Sam.”

“Setiap sela - sela yang tersembunyi pun dibersihkan ya?”

“Ya iyalah. Kan wanita itu harus menjaga kebersihan di setiap sela - sela tersembunyi pun, agar suaminya tetap mencintainya.”

“Suami Tanrte kan gak ikut ke sini.”

“Ah, pokoknya wanita sih harus rajin membersihkan sekujur tubuhnya.”

“Pantesan Tante cantik begitu.”

“Mmm… gombal lagi.”

“Mari kita makan dulu Tante. Mumpung makanannya masih pada panas,” ajakku sambil duduk di kursi yang berdampingan dengan kursi Tante Rose.

Sebelum makan, Tante Rose memegang daguku, lalu mengecup bibirku. Maaak… aku tak menduga akan mendapat serangan kilat ini. Tapi mungkin saja Tante Rose punya kebiasaan seperti itu kepada siapa pun di Halmahera sana.

Lalu kami makan bersama.

“Tante mau jalan - jalan malam ini?” tanyaku.

“Besok aja ah. Aku ingin istirahat malam ini. Penerbangan dari Halmahera sampai ke sini berkali - kali ganti pesawat lho. Makanya capek sekali. Badan juga terasa pegel - pegel.”

“Mau dipijitin?”

“Emang di hotel ini nyediain tukang pijit?”

“Aku sendiri yang akan mijitin Tante.”

“Mmmm… dipijitin sama kamu sie bahaya… ujungnya pasti ke sana…”

“Ke sana ke mana?”

Tante Rose menjawabnya dengan bisikan di dekat telingaku, “Ke memek…”

“Hahahaaaa… belum tentu Tante. Kalau Tante gak mintga duluan aku takkan maksain diri ke arah itu.”

“Sam… aku mau jujur yaaa… sebenarnya setelah melihat Sam tadi, aku pun merasa suka pada keponakanku yang ganteng ini. Tapi kamu ini anak abang kandungku. Jadi, aku akan merasa bersalah kalau terjadi sesuatu di antara kita berdua. Terlebih lagi kalau mengingat bahwa aku ini masih punya suami. Perasaan bersalahku jadi double guilty kan?

“Ya sudah. Tadinya aku hanya ingin mempererat hubungan persaudaraan kita aja Tante. Sekaligus agar aku lebih memperhatikan karier Natasha.”

Tante Rose terhenyak. Mungkin karena ucapanku sedikit mengandung ancaman. Bahwa kalau dia tidak mengikuti keinginanku, maka aku pun takkan memperhatikan karier Natasha.

Lalu Tante Rose melanjutkan makannya sampai selesai, tanpa berkata - kata lagi.

Mungkin dia sedang mempertimbangkan ucapanku, mjungkin juga sedang ingat pada suaminya, entahlah.

Lalu aku melangkah ke ruang keluarga dan duduk di sofa sambil menghidupkan televisiku.

Pelayan dari kitchen pun datang dua orang, karena aku sudah memijat bel ke kitchen tadi. Kedua cowok dari bagian kitchen itu membereskan meja makan, lalu mengelap mejanya sampai bersih dan mengkilap kembali.

Setelah kedua karyawan kitchen itu berlalu, Tante Rose pun muncul di ruang keluarga, lalu duduk merapat ke sisi kiriku.

“Jadi cowok jangan punya sifat perajuk,” ucapnya sambil memijit - mijit lutut kiriku.

“SIapa yang merajuk?” tanyaku dengan senyum sinis.

“Mmm… segala sesuatu kan harus dipertimbangkan dulu matang - matang. Lalu… setelah kupertimbangkan segala sesuatunya, akhirnya aku memutuskan untuk menyerah padamu. Tapi tunggu isi perutnya turun dulu, biar jangan sembelit.”

Aku cuma mengangguk perlahan. Masih dengan sikap cuek. Dan pandanganku tetap tertuju ke layar televisi. Padahal pikiranku sedang tertuju ke arah Tante Rose yang sangat menggiurkan, yang sekarang sedang duduk merapat di sebelah kiriku ini.

Tiba - tiba aku teringat sesuatu. Lalu aku bangkit dari sofa, “Tunggu sebentar Tante,” kataku sambil bergegas menuju salah satu lemari di dalam kamar pribadiku. Dari lemari itu kukeluarkan dua helai gaun cheongsam yang kubeli dari Macau dua bulan yang lalu.

Yang satu berwarna orange, yang satu lagi berwarna biru ultramarine.

Hmmm… aku jadi teringat pada gaun - gaun yang telah kuberikan kepada Tante Della. Gaun - gaun yang membuat Tante Della semakin “jinak” padaku. Lalu apakah kedua helai gaun ini pun akan bisa “menjinakkan” Tante Rose juga?

Entahlah.

Kedua helai gaun itu kubawa ke ruang keluarga dan kuserahkan kepada Tante Rose, “Ini gaun yang kubeli dari luar negeri. Tante biasa pakai ukuran medium kan?”

“Iya, kok tau? Wow… ini sih gaun impor ya?” Tante Rose menciumi kedua helai gaun itu.

“Kalau cocok ukurannya, kedua gaun itu buat Tante aja. Terus kita jalan - jalan ke luar ya. Sudah hilang kan capeknya?”

“Hihihiii… melihat gaun yang bagus - bagus gini sih memang hilang capeknya.”

“Cobain dulu Tante. Yang biru tua itu pakai aja buat jalan - jalan sekarang.”

“Di mana nyobainnya? Di kamar mandi?”

“Di kamarku aja. Kan ada cermin besar di situ.”

“Iya… mau dicoba dulu ya Sam.”

“Iya.”

Kubiarkan Tante Rose melangkah ke dalam kamarku. Biar dia leluasa mencoba kedua helai gaun cheongsam itu.

Sampai kudengar suaranya memanggilku, “Sam… !”

“Ya… “aku pun bangkit dari sofa ruang keluarga. Menghampiri Tante Rose di kamarku.

“Gaun - gaun ini luar biasa cantiknya. Tapi belahan di kanan kirinya ini… bikin aku risih…”

“Duuuh… dalam gaun itu Tante justru sangat seksi di mataku… “pujiku sambil memperhatikan belahan gaun cheongsam yang berwarna ultramarine yang dikenakan oleh Tante Rose itu. Memang belahan itu memamerkan sekujur paha putih mulus tanteku sampai ke pangkalnya, sehingga celana dalamnya pun tampak jelas…

“Seksi tapi aku tak berani memakainya di tempat umum Sam,” sahut Tante Rose tersipu. Membuatku semakin tergoda oleh adik kandung Papa itu.

Lalu aku berlutut di dekat belahan cheongsam itu, sambil memegang betis Tante Rose. Lalu menciumi paha kanannya yang sangat mulus di mataku.

“Kalau gak berani memakainya di tempat umum, pakai untuk gaun rumah aja Tante,” ucapku sambil mempererat pelukanku di kedua betisnya.

“Sam… “Tante Rose membelai rambutku yang sejajar dengan pahanya, “Jangan keluar malam ini ya… mendingan kita mesra - mesraan aja di sana, “Tante Rose menunjuk ke arah bedku. Mungkin libidonya naik karena aku menciumi pahanya barusan.

Aku pun berdiri sambil mendekap pinggang ramping Tante Rose. Pada saat itulah Tante Rose menatapku dengan sorot lain… sorot yang mengundang… sorot yang membuatku terlupa segalanya. Lalu kupagut bibir sensualnya ke dalam lumatanku, yang disambut dengan pelukan hangat Tante Rose di leherku, mengiringi balasan lumatannya yang terasa hangat sekali ini.

Bukan cuma saling lumat bibir dan lidah yang Tante Rose lakukan. Tangannya menyelinap ke dalam kimono putihku, lalu menyelundup ke balik celana dalamku dan memekik tertahan, “O my God! Punyamu ini… luar biasa gedenya Sam…! Hiii… aku sampai merinding gini Sam… !”

“Kenapa merinding? Takut? Masih gedean kepala Natasha waktu baru lahir kan?” cetusku seolah mengingatkan bahwa segede - gedenya penis, takkan lebih gede daripada kepala bayi.

Tante Rose terasa makin menghangat ketika kuraih ke atas bed. Sikapnya pun sudah berubah pasrah ketika aku menyingkapkan gaun yang ada belahan panjang di kanan kirinya itu, yang langsung memamerkan indahnya perut dan sepasang kaki Tante Rose.

Dan aku tak mau buang - buang waktu lagi. Kupelorotkan celana dalam Tante Rose sampai terlepas dari sepasang kaki indahnya.

Sebentuk kemaluan wanita yang luar biasa indahnya pun mulai terbuka di depan mataku. Kemaluan yang berjembut, tapi hanya tumbuh di bagian atasnya. Sementara dari clitoris ke bawahnya bersih sekali. Sehingga tanpa ragu lagi kuciumi memek Tante Rose itu, membuat tanteku agak tersentak, tapi lalu terdiam tanpa suara.

Dan… ketika aku mulai menjilati memeknya, Tante Rose mulai menggeliat sambil membelai rambutku yang berada di bawah perutnya.

Aku memang sedang sangat bernafsu. Sehingga jilatanku semakin menggila di bagian dalam memek yang kemerahan ini. Sehingga Tante Rose mulai merintih - rintih perlahan, tapi masih terdengar di telingaku. “Saaaam… oooooh… Saaaaam… oooo… ooooohhhh… Saaaaam… Saaaaam… oooooooohhhhhhh …

Terlebih lagi setelah aku menemukan kelentitnya, kujilati habis - habisan bagian yang kecil mungil sebesar kacang kedelai itu. Terkadang sengaja kusedot - sedot si kecil yang biasa disebut itil itu. Sehingga Tante Rose mulai gedebak - gedebuk, bukan sekadar menggeliat lagi.

Dan akhirnya Tante Rose merengek dengan nada memohon, “Cukup Sam… masukkan aja kontolmu… jangan menunggu keburu becek memekku nanti… please… masukin aja kontolmu Saaaam…”

Akhirnya kutanggalkan kimono putih dan celana dalamku, lalu kuletakkan moncong penisku tepat di mulut vagina Tante Rose. Kemudian kudorong penis ngacengku sekuat tenaga. Dan… blessss… melesak amblas hampir seluruhnya…!

Tentu saja liang memek Tante Rose yang adik Papa ini tidak sama dengan liang memek Tante Della yang adik ibu kandungku almarhumah. Karena liang memek Tante Della belum pernah dilewati kepala dan badan bayi, sedangkan liang memek Tante Rose ini sedikitnya sudah dilewati kepala dan badan Natasha dahulu.

Sehingga hanya dalam sekali dorong, batang kemaluanku langsung amblas hampir sepenuhnya.

Namun Tante Rose merintih juga ketika batang kemaluanku sedang melesak amblas ke dalam liang memeknya, “Adudududuuuuuh… kontolmu gede sekali Saaaam…”

Aku pun menjatuhkan dadaku ke atas dada Tante Rose. Yang disambut dengan pelukan dan ciuman hangatnya. Sementara aku mulai mengayun penisku, bermaju mundur di dalam liang memek Tante Rose yang licin tapi legit ini.

Pinggul Tante Rose pun mulai bergoyang erotis, membuat batang kemaluanku terombang - ambing dan terbesot - besot oleh liang memek adik Papa ini.

Hmmm… kelihatannya lain adik Papa lain lagi adik Ibu almarhumah. Mereka punya gaya masing - masing.

Dan Tante Rose ini, setelah pantatnya digeolin… membuatku lupa daratan… lupa segalanya. Lupa bahwa aku ini sedang menyetubuhi wanita yang seharusnya kuhormati laksana orang tuaku sendiri.

Aku malah semakin bersemangat mengentot liang memeknya yang super legit ini. Dan dengan gemas kuremas sepasang toketnya secara bergantian. Ketika aku sedang mengemut pentil toketnya pun bukan emutan biasa. Melainkan dengan sedotan yang kuat - kuat, sehingga pentil tetek tanteku itu jadi mancung… mengacung ke atas dengan tegangnya.

Tante Rose sendiri tampaknya mulai lupa daratan. Terkadang ia meremas - remas rambutku. Terkadang juga menjambak - jambak rambutku sampai acak - acakan, sambil merintih - rintih histeris, “Saaaaam… kontolmu memang luar biasa Saaaaam… ayo entot sejahanam mungkin Saaam… enaaaaak… entoootttt sekencang dan sekeras mungkin Saaaaam …

Cukup lama aku menyetubuhi adik Papa ini. Sehingga keringatku pun mulai berjatuhan di dada, di leher dan bahkan di wajah Tante Rose.

Sementara pantat Tante Rose bergeol - geol terus dengan binalnya. Membuat penisku terombang - ambing dan terbesot - besot oleh liang memek legit licinnya.

Sampai pada suatu saat Tante Rose melenguh, “Saaam… aaaa… aku udah mau lepas… ooooo… oooooohhhh… !”

Kudiamkan penisku sejenak. Karena ingin menikmati erotisnya liang memek yang sedang orgasme.

Tapi aku masih jauh dari ejakulasi…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu