3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 16

Tiga hari Frida tidur di rumah Mamie. Dan sepulangnya ke rumah, hal yang pertama kalinya dia tanyakan padaku adalah… masalah Mamanya.

“Bagaimana Bang? Sudah berhasilkah Abang merayu Mama?” tanyanya setelah berada di kamarku yang sudah dijadikan kamar Frida juga.

Aku menatap wajah istriku yang sedang tersenyum manis. Lalu mengangguk perlahan.

“Beneran Bang?” tanya Frida dengan nada ceria dan bersemangat.

“Bener. Tapi untuk sementara kamu pura-pura tidak tau aja. Soalnya Mama merasa malu padamu. Merasa telah menghianatimu sebagai anak semata wayangnya.”

“Hihihiiii… aku yakin Abang pasti berhasil menjinakkan Mama. Terima kasih Bang. Sekarang aku jadi lega, karena aku yakin gairah hidup Mama akan berkobar lagi,” ucap Frida sambil menciumi pipiku.

“Tapi kamu mendingan pura-pura nggak tau aja ya.”

“Iya Bang. Aku mau pura-pura tidak tau aja. Yang penting Abang harus menggaulinya secara rutin. Anggap aja Abang punya istri dua orang di rumah ini.”

Aku cuma mengangguk-angguk canggung. Dan berpikir, seandainya Frida tahu semuanya… tentang Mamie, tentang Eleonora dan lainnya… apakah dia masih tetap akan menerimanya sebagai suatu hal yang wajar dan tetap akan tersenyum semanis itu?

Hari demi hari pun berputar terus tanpa terasa…

Sebenarnya banyak yang sudah terjadi selama ini. Tentang kehamilan Mamie yang semakin tua. Tentang Frida yang sudah mulai kuliah lagi, mengulang dari semester pertama, tapi belum hamil juga. Padahal Frida sudah tidak menggunakan pil kontrasepsi lagi, karena aku berubah pikiran, Ingin agar Frida hamil dulu, dengan niat untuk “sabotase” supaya dia tidak kuliah lagi.

Jujur… aku takut terjadi “sesuatu” dengan Frida di kampusnya. Takut terjadi hukum karma, mrengingat langkah petualanganku sudah cukup banyak yang Frida tidak tahu.

Perkembangan bisnis yang sudah kurintis sejak lama semakin berkembang. Bahkan aku sudah membeli sebuah villa di luar kota, sebagai sekian persen dari hasil bisnis lamaku. Bisnis yang kugeluti sebelum aku dihadiahi hotel oleh Mamie.

Hotel itu pun memperoleh hasil yang besar sejak aku mengangkat Natasha sebagai manager. Ya, Natasha adalah satu-satunya manager di hotelku. Karena aku tak mau memakai system hotel five star, presiden komisaris, direktur utama, general manager, manager operasional, manager personalia, manager marketing dan sebagainya.

Aku tahu diri saja. Menyadari bahwa hotelku bukan hotel berbintang. Karena itu hotelku hanya memiliki satu manager, yang dipegang oleh Natasha itu. Di bawah dia hanya ada beberapa kepala bagian. Kepala bagian keuangan, kepala personalia, kepala bagian operasional, kepala bagian pemasaran dan sebagainya.

Aku sendiri menjadi komisaris. Sementara Frida kuangkat sebagai direktur. Namun Frida tidak bisa aktif setelah mulai kuliah lagi.

Semuanya kuatur secara simple, karena jumlah kamar di hotelku juga cuma 100 kamar. Bangunannya pun hanya deretan kamar berbentuk lingkaran seperti hurup O. Belum jadi hotel bertingkat.

Itulah ringkasan yang sudah terjadi di dalam kehidupanku. Tapi aku tak mau bertele-tele menceritakan kegiatan bisnisku. Karena aku ingin fokus pada masalah… s e x!

Pada suatu hari, aku sedang sibuk di hotel ketika datang call dari… Mama…!

Entah kenapa aku takut-takut menerima call dari ibu tiriku yang sudah lama kutinggalkan itu. Karena aku merasa bersalah, sudah sekian lamanyha aku meninggalkan Mama.

Tapi akhirnya kuterima juga call dari Mama itu. Lalu :

“Hallo Mama Sayang… apa kabar Mam? Sehat-sehat aja kan?”

“Sehat Sayang. Kok lama sekali tidak pulang ke rumah? Kabarnya pun sama sekali nggak ada. Bahkan nelepon pun gak pernah.”

“Iya Mam. AMpuni aku ya Mam. Belakangan ini aku sibuk sekali, sampai merasa kepala dijadikan kaki dan kaki dijadikan kepala. Kalau sudah ada waktu senggang, pasti aku datang ke rumah kok.”

“Tapi sesibuk-sibuknya manusia, masa gak ada waktu sama sekali untuk datang atau nelepon ke mama? Sebenarnya mama udah berkali-kali mau nelepon kamu. Tapi mama takut mengganggu. Makanya mama batalin terus tiap kali mau nelepon itu. Baru sekarang mama bulatkan hati untuk menghubungimu, Sayang. Mama sudah kangen…

“”Nggak mungkinlah aku melupakan Mama yang sudah meraatku dengan penuh kasih sayang sejak kecil. Aku anak durhaka kalau melupakan Mama. Masalahnya belum waktunya saja Mam. Aku sedang berjuang habis-habisan demi masa depan Mam. Tapi kalau Mama mau berjumpa denganku bisa. Hari Minggu yang akan datang kita bisa habis-habisan saling mencurahkan rasa kangen kita Mam.

“Mau ketemuan di mana? Kamu mau pulang atau ketemuan di hotel langganan kita itu?”

“Di villa aja Mam.”

“Di villa?”

“Iya Mam. Agak diluar kota, tapi gak jauh kok. Hanya duapuluh kilometer dari kota. Nanti kukirim alamat lengkapnya lewat WA ya.”

“Hari Minggu mendatang jam berapa Mama harus berangkat dari rumah?”

“Pokoknya jam sepuluh pagi kita harus sudah tiba di villa itu Mam. Kalau Mama malas nyetir sendiri, pakai taksi aja. Nanti pulangnya aku anterin.”

“Iya. Nanti kalau sudah ketemu, akan mama ceritakan semua yang telah terjadi pada diri mama. Tapi yang jelas, mama kangen sekali padamu, Sayang…”

“Sama Mam… aku juga kangen sekali…”

Setelah hubungan seluler dengan Mama ditutup, aku tercenung sendiri di ruang kerjaku, yang dahulu merupakan satu-satunya suite room di hotel ini, yang letaknya paling belakang, namun ukurannya jauh lebih luas, fasilitasnya pun lengkap. Ada ruang tamu, ruang rapat dan kamar yang lebih besar daripada kamar-kamar lainnya.

Menurut keterangan karyawan yang lama bekerja di hotel ini semasa masih dimiliki oleh owner lama, suite room ini sangat jarang dipakai oleh tamu hotel. Dengan kata lain, suite room ini tidak laku. Karena itu aku memutuskan untuk mengubah fungsi suite room ini sebagai ruanjg kerjaku. Ruang tamu dijadikan ruang tunggu, sementara ruang rapat kujadikan ruang kerjaku.

Ketika aku masih tercenung sambil menerawang ke arah masa laluku bersama Mama, tiba-tiba pintu terdengar diketuk.

“Masuk! “seruku.

Ternyata Natasha yang muncul. Seperti biasa dia memberikan laporan perkembangan yang telah dicapai dan meminta saran-saran dariku.

Natasha cuma berijazah D3 dari sebuah akademi parawisata dan perhotelan. Tapi Natasha kurekrut karena pernah mendapat pendidikan perhotelan di Perancis selama dua tahun.

Aku tahu hotel-hotel bintang lima banyak yang merekrut orang Eropa atau Amerika sebagai general manager. Tapi hotelku bukan hotel berbintang. Karena itu kurekrut Natasha yang baru berumur 23 tahun itu. Hasil kerjanya pun cukup memuaskan. Kamar-kamar di hotelku nyaris selalu fully booked. Apalagi di hari-hari weekend, banyak tamu yang kehabisan kamar, sehingga aku mulai memikirkan untuk mengembangkan hotel ini.

Convention hall yang berada di bagian depan hotel pun cukup “laris”. Dipakai untuk resepsi pernikahan, seminar, workshop dan sebagainya. Sebenarnya kalau convention hall itu dipakai untuk seminar atau workshop, keuntungan berlipat-lipat bisa diraih. Karena peserta dari luar kota bisa menginap di hotelku, sementara konsumsi untuk para peserta pun bisa dilayani oleh dapur hotelku.

Setelah laporan Natasha selesai, aku bertanya, “Bagaimana perasaanmu setelah menjadi manager di hotel ini? Apakah kamu merasa nyaman bekerja di sini?”

“Nyaman sekali Boss,” sahutnya sambil tersenyum. Gila… manis sekali senyum Natasha itu.

Sebenarnya aku sadar bahwa Natasha seperti yang caper padaku. Entah untuk tujuan apa. Apakah dia ingin agar gajinya dinaikkan atau memang punya perasaan khusus padaku? Entahlah.

“Kamu kan orang baru di hotel ini. Lalu… apa kesan karyawan lama? Apakah mereka juga merasa nyaman setelah hotel ini ganti pemilik?”

“Semuanya merasa nyaman Boss. Mereka bilang, owner baru selalu ramah, tidak arogan seperti pemilik lama. Selain daripada itu, mereka menyukai pada Boss karena… “Natasha tidak melanjutkan kata-katanya.

“Karena apa?” tanyaku.

“Karena Boss masih sangat muda dan… ganteng sekali…”

“Hahahaaa… ada-ada aja. Terus kamu juga punya pandangan seperti itu padaku?”

Natasha menunduk sambil menyahut, “Sama aja Boss…”

Aku tahu Natasha itu cantik. Bentuk tubuhnya pun menggiurkan. Tapi tadinya aku ingin bersikap profesional saja. Aku tak ingin menggoda karyawatiku sendiri. Apalagi Natasha yang seolah sudah menjadi tangan kananku.

Tapi kini perasaanku jadi lain dari biasanya. Maka kubuka image di laptopku. Image seorang cowok sedang mencium seorang cewek. Lalu kataku, “Coba ke sini… lihat ini…”

Natasha pun bangkit dari kursi yang di depan meja kerjaku. Dan melangkah ke sampingku.

Setelah dekat dengan kursi putar yang sedang kududuki, kupegang tangan kirinya sambil menunjuk ke image kissing itu, sambil berkata, “Kamu mau dibegituin sama aku?”

Natasha memandang ke layar laptopku, lalu menatapku dengan sorot ragu. Dan menyahut lirih, “Semua karyawati di hotel ini pasti punya keinginan seperti itu Boss.”

Sebagai tanggapan, kutarik tangan dan pinggang Natasha sampai terduduk di atas sepasang pahaku.

“Boss… saya jadi merasa lancang nih… masa duduk di atas pangkuan Boss…” ucap Natasha sambil menatapku dengan sorot bimbang.

aku merengkuh pinggangnya ke dalam dekapanku sambil berkata, “Saat ini kita bersikap secara pribadi, aku sebagai Sammy dan dirimu sebagai Natasha. Lupakan dulu istilah owner dan manager. Karena sebenarnya aku pun sudah lama suka pada kecantikan wajahmu dan keseksian tubuhmu.“

“Masa sih?!” Natasha mengerling manja, meski usianya tiga tahun lebih tua dariku.

“Kalau prestasi kerjamu makin bagus, aku akan menjadikanmu kekasih rahasiaku. Mau?”

Natasha menatapku dengan sorot bimbang lagi. Tapi lalu mengangguk sambil berkata, “Iya. Tapi saya mohon gaji saya disesuaikan dengan keadaan harga kebutuhan sehari-hari Boss.”

“Gampang soal itu sih. Tapi kamu pernah punya pengalaman khusus dengan cowok?”

“Pengalaman gimana Boss?”

“Mmm… mungkin dalam suatu hubungan dengan cowok lantas kebablasan gitu…”

“Oo.. soal itu sih dijamin saya masih original.”

“Masa sih?!”

“Buktikan aja sama Boss.”

“Aku dengan merabanya saja bisa tau kalau kamu masih virgin atau tidak,” kataku sambil mengelus pahanya yang putih mulus dan terasa hangat

“Silakan aja…” sahutnya.

Aku merasa diberi lampu hijau. Sehingga tanganku langsung merayap ke balik spanrok pinknya… sampai menyentuh celana dalamnya. Sementara bibirku merapat ke pipinya yang juga hangat.

Akhirnya aku berhasil menyelinapkan tanganku ke balik celana dalam Natasha dan langsung menyentuh kemaluannya yang tercukur bersih. Sehingga dengan, mudah aku bisa menyentuh kelentitnya. Aku memang tak berani menyelinapkan jemariku ke dalam celah vaginanya, karena takut dia benar-benar masih perawan lalu dirusak oleh jariku.

Ujung jari tengahku hanya mengelus-elus kelentitnya dengan gerakan diputar-putar sambil menekannya.

Natasha spontan merangkul leherku. Lalu memagut bibirku sambil memejamkan matanya. Aku menyambutnya dengan lumatan penuh nafsu, karena jemariku tengah asyik memainkan kemaluannya.

Lebih dari lima menit aku melakukan semuanya ini. Sementara nafas Natasha tertahan-tahan terus. Sampai akhirnya aku membisiki telinganya dnegan nada lembut, “Tasha… kalau virginitasmu kuambil, mau?”

Tasha yang tampaknya sudah horny itu mengangguk, “Iya… tapi kalau saya hamil nanti gimana?”

“Soal itu sih jangan takut. Kebetulan aku membawa pil anti hamil di tasku. Jadi kamu dijamin takkan hamil, kecuali kalau kamu sendiri yang menginginkannya,” kataku sambil berdiri sambil membopong tubuh Natasha… lalu melangkah ke arah kamar pribadiku.

“Baru sekarang kamu diajak masuk ke kamar pribadiku ini ya?” tanyaku sambil meletakkan Natasha di atas sofa yang berdekatan dengan tempat tidur.

“Iya,” sahut Natasha sambil memperhatikan keadaan di sekeliling kamar pribadiku, “Ini yang dahulunya suite room Boss?”

“Betul. Sekarang kamar ini jadi ada fungsinya selain kujadikan tempat istirahat juga akan kujadikan tempat pacaran sama kamu,” sahutku sambil memijit hidung Natasha yang mancung meruncing (bukan mancung seperti jambu mete).

“Saya merasa seperti sedang bermimpi Boss.”

“Jangan manggil boss terus. Kalau sedang melakukan sesuatu yang pribadi sifatnya.”

“Abisnya manggil Mas atau Bang kan Boss lebih muda dari saya.”

“Ya udah… terserah kamu aja deh,” kataku sambil duduk merapat ke sisi kanannya. “By the way… kamu benar-benar siap akan kuambil virginitasmu?”

“Demi Boss yang sudah lama kukagumi… silakan aja Boss. Yang penting jangan sampai saya hamil nantinya.”

“Tadi aku sudah merabanya. Mungkin pengakuanmu benar, bahwa kamu masih perawan. Tapi untuk membuktikannya secara akurat, aku harus memakai ini,” kataku sambil menepuk-nepuk celana denimku tepat pada letak tersembunyinya penisku.

“Hihihiiii… saya degdegan dan merinding nih Boss,” ucap Natasha sambil mengusap-usap tengkuknya.

“Itu wajar. Tapi kalau kamu benar-benar masih perawan, nanti kamu akan mendapatkan privilege dariku nanti. Bukan cuma kenaikan gaji.”

“Amiin…! Terima kasih sebelumnya Boss.”

“Sekarang bukalah pakaianmu, “pintaku.

Natasha tampak tidak ragu untuk menanggalkan baler putihnya, lalu juga spanrok pink-nya (seragam manager dan kepala-kepala bagian). Kemudian blouse putihnya pun dilepaskan. Sehingga tingga bra dan CD yang masih melekat di tubuh mulusnya itu.

Supaya Natasha tida ragu-ragu untuk menelanjangi dirinya, aku pun menanggalkan segala yang melekat di tubuhku. Hanya celana dalam yang kubiarkan masih berada di tempatnya.

Pada saat itulah Natasha melepaskan branya. Sehingga tampak sepasang payudaranya yang mungil tapi tampak sangat kencang itu.

Dan aku mengamati sekujur tubuh yang tinggal mengenakan celana dalam saja itu.

Betapa indahnya tubuh tinggi yang agak montok gempal tapi berpayudara mungil itu. Memang aku sudah sering menikmati toket gede, sementara yang payudaranya mungil, baru sekali ini kutemukan.

Dalam keadaan sama-sama tinggal bercelana dalam, aku menggandeng pinggang Natasha sambil menunjuk ke arah tepat tidur, “Di sana aja yok. Biar lebih nyaman.”

Kenapa tadi aku meminta Natasha melepaskan sendiri pakaiannya? Karena di zaman sekarang para boss juga harus waspada. Kalau sedang apes, bisa aja seorang boss diadukan ke pihak yang berwajib sebagai pelaku pencabulan atau melakukan pelecehan seksual. Bisa aja ada mafia di balik seorang wanita yang dijadikan target bossnya.

Semoga saja Natasha bukan wanita yang punya konspirasi jahat. Kalau pun punya konspirasi, aku sudah mempersiapkan diri, antara lain dengan mengaktifkan cctv yang hanya bisa dimonitor di laptop kerjaku.

Karena itu aku berakting dengan keyakinan bahwa cctv akan merekam semuanya ini. “Sekarang kamu tidak merasa terpaksa kan?” tanyaku sambil mengelus pipinya.

“Tidak,” sahut Natasha sambil memegang pergelangan tanganku, “Saya memang salah seorang pengagum Boss di hotel ini.”

Tenanglah aku… semuanya ini akan kujadikan barang bukti jika pada suatu saat Natasha terpengaruh oleh pihak ketiga yang berniat menjerumuskanku.

“Kalau tidak merasa terpaksa, kenapa celana dalamnya belum dilepasin?” tanyaku sambil merebahkan diri di samping Natasha.

“Malu Boss. Jangan diketawain ya,” sahut Natasha sambil menurunkan celana dalamnya sampai lepas dari sepasang kaki berbetis indahnya.

Feelingku berkata, Natasha ini orang jujur, ulet, cerdas dan setia. Meski belum lama aku mengenalnya, tapi diam-diam aku sering mengujinya. Dan ia selalu lulus dalam ujian yang kurahasiakan itu.

Tinggal memeknya itu. Benarkah dia masih perawan?

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu