3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 04

Seperti anak menemukan mainan baru, Bu Naya menimang - nimang dan menciumi penisku yang sudah ngaceng berat ini.

“Kenapa? Bu Naya takut sama kontolku?” tanyaku sambil menjawil dagu wanita setengah baya yang sangat cantik itu.

“Takut sih nggak. Cuma kebayang seperti apa kalau kontol ini sudah dimasukkan ke dalam memek saya… pasti mantaaap… !” sahutnya sambil menelentang kembali, “Masukin aja deh Nak Sam… mudah - mudahan memek saya bisa dimasuki kontol segede dan sepanjang itu.”

“Dimasukin ke memek Tami juga muat kok,” sahutku keceplosan.

“Iya… apa Tami gak kesakitan waktu pertama diperawanin oleh kontol Nak Sam?”

“Nggak tuh. Soalnya memek Tami dibikin basah kuyup dulu sebelum ditembus oleh punyaku ini,” sahutku sambil meletakkan moncong penisku tepat di ambang mulut memek wanita setengah baya itu.

Bu Naya pun ikut memegangi penis ngacengku. Mungkin takut kalau arahnya salah.

Lalu Bu Naya mengangguk sambil mengedipkan matanya, sebagai pertanda “pesawat sudah diizinkan take off”.

Aku pun mendorong penisku sekuat tenaga, sementara Bu Naya tetap memegangi leher penisku. Mungkin agar arahnya jangan meleset ke mana - mana.

Dan… uuuugh… akhirnya penisku membenam ke dalam liang memek Bu Naya, meski baru masuk sebatas lehernya. Namun setelah kudorong lagi sedikit demi sedikit, akhirnya berhasil juga, penisku membenam lebih dari separohnya.

Bu Naya seperti tersengat arus listrik tegangan tinggi. Dia memelukku erat - erat, “Nak Saaam… bnaru kali ini saya merasakan kontol yang segini enaknya. Baru dimasukin segini aja saya sudah seperti melayang gini. Ayolah Nak Sam… bahagiakan hati saya yang sudah lama merindukan detik - detik seperti ini…

“Bu Naya… jujur… di antara sekian banyaknya wanita yang pernah saya singgahi, baru sekali ini aku melakukannya dengan sepenuh perasaan,” sahutku sambil menggerakkan penisku sedikit demi sedikit… makin lama makin lancar…

Dan mulailah aku benar - benar mengentot ibunya Utami ini…!

Bu Naya pun mulai merintih - rintih erotis sambil meremas - remas sepasang pangkal lenganku, “Nak Saaam… ooooooh… oooooh… Nak Saaaam… ini… ini luar biasa nikmatnya Nak Saaam… baru sekali ini saya merasakan disetubuhi yang senikmat ini… silakan entot terus sepuas Nak Sam… bawalah saya ke langit yang ketujuh…

Sambil mengentotnya kuperhatikan wajah cantik Bu Naya ini. Memang ucapanku tadi bukan gombal. Bahwa di Surabaya aku menyetubuhi Renata, Mbak Widi dan Mbak Icha… tapi saat itu aku hanya melampiaskan nafsu birahi semata. Lalu kenapa waktu mengentot Bu Naya ini aku melakukannya dengan segenap perasaanku?

Entahlah. Yang jelas aku merasaskan sedemikian nikmatymnya mengentot ibunya Utami ini. Bahkan aku merasa ibunya Utami ini lebih enak daripada Utami sendiri.

Karena itu aku tak merasa ragu lagi untuk menjilati ketiaknya yang berbulu lebat, menjilati lehernya yang jenjang dan mulai berkeringat, menyedot - nyedot puting toketnya yang tegang mancung dan mencium serta melumat bibirnya yang sensual.

Bu Naya pun semakin merengek - rengek histeris, “Iyaaaa… iyaaaa… entot terus Nak Saaaam… entooooot… entooot… entooot teruuuuusssss… oooo… ooooh… baru sekali ini saya merasakan disetubuhi sampai kayak melayang - layang di langit begini Nak Saaam… ooooh… saya cinta kamu, Nak Saaam …

Leher Bu Naya sudah basah dengan keringatnya. Dahinya pun sudah keringatan. Namun dalam keadaan seperti itu Bu Naya malah semakin seksi di mataku. Sehingga aku tiada ragu untuk menjilati lehernya selahap mungkin. Bahkan ketiaknya yang berbulu lebat pun kujilati tanpa mengenal rasa jijik.

Bu Naya pun tiada keragu8an lagi untuk berulang - ulang memagut bibirku ke dalam lumatan hangatnya.

Namun kali ini aku tak mau habis - habisan mengentot wanita setengah baya itu. Karena aku ingin seperti menghidangkan nasi di piring. Kalau terlalu banyak, takkan berkesan. Tapi kalau sedikit nasinya dan enak lauk pauknya, tentu akan meninggalkan kesan dan ingin lagi, ingin lagi dan ingin lagi menikmatinya.

karena itu, ketika Bu Naya mulai bderkelojotan, aku pun memusatkan pikiraqnku untuk ejakulasi bersamaan dengan terciptanya orgasme Bu Naya.

Maka kupoewrcep[at ayunan penisku ketika Bu Naya masih klepek - klepek. Lalu ketika ia mengejang tegang dengan perut sedikit terangkat, aku pun sudah tiba di pintju gerbang kenikmatanku.

Ya… aku merasakan betapa erotisnya geliat liang memek wanita setengah baya itu, membuat penisku seolah sedang diremas olehnya. Lalu… ketika liang memek legit itu berkedut - kedut, aku pun sedang membenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin, disusul dengan berkejut - kejutnya alat kejantananku yang tengah menembak - nembakkan sperma…

Pada saat itulah aku dan Bu Naya saling cengkram, saling remas dan akhirnya sama - sama terkulai lemas.

Sesaat kemudian, ketika aku sudah mencabut penisku dari liang memek Bu Naya, kulihat spermaku membludak. mengalir cairan putih kental dan menetes ke atas kain seprai.

Bu Naya pun terduduk sambil mengambil kertas tissue untjuk menyeka memeknya yang berlepotan air maniku bercampur dengan lendir libidonya sendiri.

“Barusan dibarengin ya?” tanya Bu Naya sambil mengerlingkan mata indahnya.

“Iya. Kan biar nikmat dan mengesankan.”

“Nanti kalau saya hamil gimana, ayooo?!”

“Hamil ya rawat aja kandungannya. Lalu anaknya kita jadikan ikatan batin kita.”

“Ya udah. Saya percayakan semuanya pada Nak Sam. Karena Nak Sam pasti tau jalan terbaik bagi kita. Ohya… gak terasa sudah jam empat sore. Biasanya jam segini Tami baru pulang.”

“Tidak, “aku menggeleng, “tadi sebelum berangkat ke sini, aku sudah berpesan agar Tami jangan dulu pulang sebelum aku kembali ke hotelku.”

“Ogitu ya.”

“Kalau aku pulang dulu gimana Bu Naya Sayang?” tanyaku sambil mendekap pinggang wanita yang masih tewlanjang bulat itu.

“Silakan. Tapi sering - sering tengok saya ke sini ya Nak Sam.”

“Tentu aja aku akan sering datang ke sini. Waktunya bisa diatur. Aku akan ke sini waktu Tami sedang sibuk di kantor. Dan akan selalu kuberi pesan agar jangan pulang dulu sebelum aku kembali ke hotel.”

Tiba - tiba Bu Naya memeluk leherku, lalu mencium bibirku dengan mesranya. Mesra sekali. Mengingatkanku pada ciuman Mamie yang selalu seperti ini kalau sedang mencium bibirku.

“Nak Sam… saya ini orang tua yang tak tahu malu… tapi saya harus bicara jujur… entah kenapa… dengan cepatnya saya merasakan cinta ini… cinta kepada Nak Sam ini…” ucapnya sambil tetap memelukku.

“Sama Bu. Aku juga seperti itu. Kehadiran Bu Naya menggugahkan masa laluku. Sekarang aku merasa menemjukan lagi sesuatu yang hilang dahulu… dalam keadaan lebih baik lagi… karena saya harus jujur juga, bahwa Bu Naya lebih cantik daripada wanita yang telah meninggalkanku itu…” sahutku yang kususul dengan ciuman mesra pula di bibir sensualnya.

Sebelum meninggalkan rumah baru itu, masih sempat aku meminta nomor rekening tabungan Bu Naya. Setelah menyimpan nomor itu, aku langsung mentransfer dana lewat mobile banking..

Lalu kuperlihatkan buktinya yang sudah tertera di handphoneku, bahwa dana tersebut sudah masuk ke dalam rekening tabungan Bu Naya.

Bu Naya terbengong - bengong dan mengucapkan terima kasih berulang - ulang.

Lalu aku meninggalkan rumah yang kuhadiahkan untuk Utami itu. Dan kembali ke hotelku.

Setibanya di ruang kerjaku, kupijat nomor hape Utami.

“Hallo Boss… !”

“Masih banyak kerjaan?”

“Sudah selesai. Tinggal menunggu Boss pulang saja seperti yang dipesankan tadi.”

“Sekarang aku sudah di ruang kerjaku. Ke sini dulu ya. Ada yang mau kubilangin.”

“Siap Boss.”

Utami sudah terbiasa memanggil Bang atau Abang padaku pada waktu sedang bertemu empat mata. Tapi kalau sedang berada di ruang kerjanya, dia selalu memanggilku Boss. Selalu dalam sikap dan ucapan formal pula.

Tak lama kemudian, Utami muncul dalam seragam baru yang telah kutetapkan. Blazer dan spanrok serba putih dan blouse berwarna abu - abu muda.

“Kamu tampak cantik dalam seragam itu, “sambutku sambil tersenyum.

Utami hanya menyahutku dengan senyum manis.

“Sejak kuambil virginitasmu di Batu Malang, aku tak pernah menyetubuhimu lagi kan?”

“Iya. Soalnya kita kan langsung sama - sama sibuk.”

“Sekarang aku akan melakukannya untuk kedua kalinya. Oke?”

“Tapi Bang… aku harus mandi dulu. Takut bau keringat nanti.”

Aku tersenyum sambil berdiri dan memegang pergelangan tangan Utami. “Mandinya di tempatku aja,” kataku sambil menuntunnya ke dalam kamarku yang berbentuk suite room, yang tak kalah canggih dibandingkan dengan suiteroom di hotelku yang di Surabaya itu.

Ini adalah pertama kalinya Utami dibawa masuk ke suiteroom pribadiku. Dan dia terbengong - bengong setelah berada di dalam bedroom yang tak kalah canggih dibandingkan dengan bedroom hotel bintang lima sekali pun.

“Tuh kamar mandinya. DI sana ada handuk dan peralatan mandi lainnya yang masih baru. Kimono baru pun ada di sana. Pilih aja yang sesuai dengan ukuran tubuhmu,” kataku.

Utami mengangguk. Lalu melangkah ke pintu bathroom yang bersatu dengan bedroom itu.

Aku tercenung sejenak. Merasakan bangkitnya kembali penisku setelah mengatakan akan menyetubuhi Utami tadi. Aku memang harus merawat penisku sebaik mungkin. Karena senjata pusakaku ini selalu saja mengerti kapan harus bangun dan kapan harus tidur.

Namun tiba - tiba aku teringat bahwa aku pun harus mandi dulu, agar tubuhku bersih dari keringat bekas pergumulan habis - habisan dengan Bu Naya tadi…!

Maka aku pun melangkah ke pintu kamar mandi yang tak bisa dikunci itu.

Begitu pintu terbukja, kulihat Utami yang sudah telanjang bulat dan berdiri di bawah pancaran air hangat shower.

Hmmm… si johni semakin berdiri di bawah perutku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu