3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Kesejukan dan kebahagiaanku berkembang setelah lahirnya Tami dari rahim Merry tercinta. Dan lebih membahagiakan lagi, ketiga istri lain datang serempak, Frida, Aleksandra dan Halina, untuk mengucapkan turut berbahagia atas lahirnya Tami.

Namun secara diam - diam aku “menghilang” dulu dari mata keempat istriku. Karena ada call dari… Pipih…!

“Den… saya sudah resmi jadi janda sekarang. Terus saya harus ngapain sekarang?”

“Nanti kukirim sms alamat lengkap yang harusa dituju ya. Sekarang sudah sore. Besok pagi aja ke sananya ya.”

“Ke sana ke mana Den?”

“Ke alamat yang mau dismskan ini.”

“Oh, iya… iya Den.”

Setelah selesai berhubungan dengan Pipih lewat hape, aku pun kembali ke ruang perawatan Merry. Ternyata Tami pun sudah disimpan di ruang perawatan ibunya.

Sementara Frida, Aleksandra dan Halina pada duduk mengitari Merry.

Aku senang melihat kekompakan mereka berempat. Mereka kelihatannya seperti empat sekawan yang saling dukung dan saling menyayangi. Buat suami lain, takkan mudah menciptakan suasana seperti itu. Tapi aku bisa membuat mereka kompak dan seiya sekata.

Malamnya sengaja aku tidur di ruang perawatan Merry dan Tami baby. Sekadar untuk memperlihatkan perasaan care aku pada Merry dan anakku yang baru lahir itu.

Tapi esok paginya aku pamitan mau pergi dulu untuk “mengurus sesuatu”.

Memang aku belum bisa bersikap dan bertindak seperti Merry, yang memimpin begitu banyak perusahaan hanya lewat handphone saja. Aku masih setengah tradisional memimpin perusahaan - perusahaanku.

Padahal aku masih ingat benar, seorang pakar managemen pernah memberikan kuliah umum di kampusku dahulu. Beliau berkata, “Seorang pemimpin yang mengerjakan semuanya sendiri, dari mengetik surat sampai menyetir mobilnya sendiri, bukanlah pemimpin yang memiliki leadership. Karena pemimpin yang memiliki leadership, bisa main golf atau jalan - jalan ke luar negeri, sementara perusahaannya berjalan terus sebagaimana mestinya.

Aku belum bisa seperti itu. Masih banyak pekerjaan “kecil” yang kukerjakan sendiri, termasuk dalam hal nyetir mobil pribadiku. Masih aku sendiri yang nyetir mobilku, kecuali dalam keadaan - keadaan darurat saja barulah kupercayakan setir mobilku kepada Nanang.

Tapi pagi itu aku bukan mau mengurus bisnisku. Aku mendatangi sebuah ruko yang sudah selesai dibangun di atas tanah yang kubeli dari Tante Rahmi.

Di ruko baru yang belum ditempati inilah aku menunggu kedatangan Pipih. Karena kemaren alamat ruko inilah yang kukirimkan kepada Pipih lewat sms.

Aku tahu bahwa pendidikan Pipih hanya tamat SMA. Sehingga aku tak mau menyerahkan kedudukan yang bakal menjadi beban berat baginya. Karena itu aku akan menyerahkan ruko ini kepada Pipih, agar dia mulai melatih diri untuk berjualan kebutuhan sehari - hari. Dengan managemen tradisional juga gak apa - apa.

Jadi, meski Pipih hanya punya ijazah SMA, aku yakin dia bakal menguasai lapangan kerja barunya, yang tidak membutuhkan pendidikan terlalu tinggi.

Jam setengah sepuluh pagi Pipih pun turun dari taksi, tepat di depan ruko tiga lantai ini.

Aku menjemputnya dan langsung membawanya ke dalam ruko itu.

Setibanya di ruko yangf masih kosong melompong itu, Pipih langsung memelukku sambil berkata lirih, “Saya sekarang sudah janda Den…”

“Begini Pih… jangan lagi panggil Den padaku ya. Lebih enak kalau Pipih memanggilku Bang aja. Lagian usia Pipih kan lebih muda dariku. Selain daripada itu, kedudukan Pipih sekarang sejajar denganku. Karena Pipih akan kusimpan di ruko ini sebagai istri tidak resmi.”

“Iya Den, eh Bang… saya sih mau ngikuti apa pun yang akan Bang Sam lakukan pada saya.”

Kemudian kujelaskan, bahwa Pipih akan tinggal di lantai tiga, karena bagian rumah dari ruko itu berada di lantai tiga. Sementara lantai dua untuk gudang barang - barang jualan dan lantai pertama untuk toko.

Aku memang tak mau ngasih ikan. Aku hanya ingin memberikan alat pancing, agar Pipih bisa mengembangkan dirinya sendiri.

Pipih setuju. Karena sudah sejak lama dia ingin punya usaha seperti itu.

“Tapi… nanti saya sama siapa di ruko ini? Masa saya tinggal sendirian?” tanyanya.

“Nanti kucarikan pembantu buat menemanimu di sini.”

“Nggak usah nyari pembantu Bang. Bagaimana kalau kakak saya aja yang akan kuajak tinggal di sini?”

“Kakaknya cewek apa cowok?” aku balik bertanya.

“Cewek Bang. Dia belum menikah, karena dahulu dilangkah oleh saya.”

“Ya udah kalau mau sama kakakmu juga gak apa - apa. Asalkan dia bisa merahasiakan tempat ini, jangan sampai Mang Suta tau.”

“Ah, Mang Suta tau juga gak apa - apa. Kami pisah dengan cara baik - baik kok Bang.”

“Tapi aku yang gak enak kalau akhirnya Mang Suta tau rahasia kita. Kan villa dan kebunku diurus sama dia.”

“Iya deh… nanti kakak saya akan dikasih tau agar merahasiakan ruko ini.”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu