3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Adalah suatu kenyataan bahwa perusahaan ketiga dan keempat letaknya sangat berdekatan dan sama - sama dipimpin oleh wanita empatpuluh tahunan. Perusahaan cabang ketiga dipimpin oleh Bu Syahrina, sementara perusahaan cabang keempat dipimpin oleh Bu Fransiska.

Aku merasa sudah terlalu lama tinggal di Surabaya. Selain daripada itu aku sudah menguras enerjiku untuk Mbak Widi dan Mbak Icha. Karena itu aku mengundang Bu Syahrina dan Bu Fransiska untuk datang ke kotaku, langsung ke sebuah hotel bintang lima yang telah kupilih sebagai tempat pertemuan dengan mereka.

Apakah mereka sudah menjadi target operasiku juga? Ya, kenapa tidak? Bukankah aku punya pengalaman pertama dengan wanita empatpuluh tahunan (ibu tiriku yang biasa kupanggil Mama)? Bukankah pengalaman pertama itu paling mengesankan di sepanjang hidupku?

Dengan “istirahat dulu” selama seminggu, aku yakin bisa menyeret Bu Syahrina (nama panggilannya Rina) dan Bu Fransiska (nama panggilannya Siska) ke dalam sudut birahi yang saling memberi dan menerima?

Dalam perkenalan menjelang penerbanganku ke kotaku, Bu Rina dan Bu Siska mengantarku sampai di airport. Mereka pun berjanji untuk datang ke kotaku pada hari, tanggal dan jam yang sudah kutentukan.

Setibanya di kotaku, sesuai dengan janjiku, Utami kuangkat sebagai general manager.

Aku pun memberinya rumah yang letaknya tidak terlalu jauh dari hotel.

Pada saat itulah aku berkenalan dengan ibunya di rumah yang sudah kuberikan kepada Utami itu.

“Terima kasih atas segala kebaikannya Boss,” kata ibunya Utami yang mengenalkan namanya sebagai Naya itu.

Tak lama kemudian sebuah mobil kecil (mobil murah) yang putih bersih diantarkan oleh dealer langgananku.

Utami sampai melonjak - lonjak kegirangan melihat mobil kecil yang kuberikan padanya itu.

“Seorang GM tentunya tidak pantas kalau pakai angkot atau motor bebek,” kataku, “Nanti apabila prestasimu semakin bagus, mobil itu bisa kuganti dengan yang lebih bagus lagi,” ucapku kepada Utami di depan ibunya yang ternyata masih kelihatan muda itu. Mungkin usianya sekitar empatpuluh tahunan.

“Kamu sudah bisa nyetir kan?” tanyaku sambil menarik tangan Utami agar duduk di sampingku, di sofa ruang tamu.

“Belum lancar bener. Nanti mau latihan deh. Gak nyampe sebulan juga pasti lancar,” sahut Utami.

Aku mengangguk - angguk sambil tersenyum.

Lalu aku berkata kepada ibunya Utami, “Bu… terus terang aja, aku dengan Tami ini sudah saling mencintai. Sayangnya aku sudah punya empat orang istri. Jadi kami gak menikah secara sah dan diakui negara. Tapi percayalah… aku akan sangat bertanggung jawab pada masa depan Tami.”

“Iya Boss. Saya percayakan aja segalanya kepada Boss. Karena Tami juga sudah menceritakan semuanya. Pasti Boss tahu apa yang terbaik untuk anak saya.”

Dan… inilah binalnya birahiku. Ketika aku berbicara dengan Bu Naya didampingi oleh Utami itu, mata jalangku mulai mencuri - curi pandang ke arah wanoita setengah baya itu. Bahwa kalau bicara soal kecantikan, ternyata Bu Naya itu lebih cantik daripada anaknya. Meski ia mengenakan daster putih dengan corak bunga - bunga kecil, aku bisa memperkirakan seperti apa bentuk tubuh di balik daster itu…

Dan… lagi - lagi muncul pertanyaan nakal di dalam benakku: “Seperti apa bentuk memek Bu Naya itu ya? Apakah seperti memek Mama Mien atau… aaaah… tidak cukupkah aku dengan koleksiku yang sudah sedemikian banyaknya?

Entahlah. Yang jelas, setiap melihat perempuan setengah baya seperti Bu Naya itu, aku langsung teringat pengalaman pertamaku dengan mantan ibu tiriku itu.

Lalu… apakah Bu Naya bisa menjadi targetku berikutnya? Soalnya dia masih sangat layak untuk kugoda dan kucumbu… oooh… seperti apa rasa memeknya ya?

Pikiran itu terus - terusan menggelayuti benakku.

Tiga kemudian, ketika Utami sedang sibuk di ruang kerjanya, diam - diam aku melajukan mobilku menuju rumah yang sudah kuberikan kepada Utami itu. Dengan harapan, semoga Bu Naya sedang ada di rumah baru itu.

Wanita setengah baya itu tampak kaget melihat kedatanganku, “Duuuh… ada tamu agung… kirain siapa… “serunya di ambang pintu depan rumah baru itu, “Silakan masuk Boss…”

“Bu Naya kan bukan anak buahku. Jadi nggak usah manggil boss deh. Panggil namaku aja… Sam aja cukup,” sahutku setelah masuk ke ruang tamu.

Lalu duduk di sofa ruang tamu.

Pada saat itu Bu Naya mengenakan kimono berwarna orange polos. Aku masih ingat benar, kimono itu kubelikan di Malang untuk Utami. Mungkin Utami berikan kimpono itu untuk ibunya sebagai oleh - oleh dari Jawa Timur.

“Aku cuma ingin mengetahui… apakah masih ada yang kurang di rumah ini?” tanyaku sambil mencuri pandang ke arah paha Bu Naya yang terbuka di antara kedua sisi kimononya. Putih sekali… Kenapa beda ya dengan anaknya? Bukankah Utami berkulit sawomatang, tapi ibunya ini berkulit putih mulus. Mungkin kulit Utami menurun dari ayah nya yang berkulit sawomatang.

“Nggak ada yang kurang Boss. Rumah dan isinya ini jauh lebih sempurna daripada bayangan kami. Segalanya sudah lengkap. Dan segalanya serba keren,” sahut Bu Naya.

“Syukurlah kalau gak ada yang kurang. Nanti kalau ibu butuh apa - apa, kasih tau aku aja langsung. Soalnya kalau Utami masih bersikap resmi terus padaku. Padahal dia seolah sudah menjadi istriku, Bu.”

“Iya Boss. Terima kasih sebelumnya juga.”

“Bu… panggil Sam aja.. jangan boss - bossan terus. Bu Naya kan bukan anak buahku.”

“Mmm… baiklah… saya mau nyebut Nak Sam aja ya. Kan sekarang Nak Sam sudah mengangfgap Tami sebagai istri. Jadi kira - kira saya ini jadi mertua tidak resmi bagi Nak Sam.”

“Ya itu lebih baik kedengarannya,” sahutku sambil berdiri lalu pindah, duduk di samping Bu Naya sambil berkata, “Tapi sebenarnya aku datang ke sini ini karena ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepada Ibu. Tapi kumohon hal ini dirahasiakan, jangan bilang apa - apa pada Tami nanti ya.”

“Yayaya… rahasia apa Nak Sam?”

“Begini Bu… tempo hari waktu pertama kali aku melihat Bu Naya, aku kaget sekali. Karena wajah Bu Naya mengingatkanku pada seseorang.”

“Ohya?!”

“Iya Bu. Terus terang aja, pengalaman pertamaku menggauli perempuan adalah dia… dia yang sangat mirip Bu Naya… waktu itu usianya mmm usia Bu Naya sekarang berapa?”

“Saya melahirkan Tami waktu berumur delapanbelas tahun. Sekarang Tami sudah duapuluhtiga tahun. Jadi bisa dihitung kan usia saya berapa.”

“Mmmm artinya usia Bu Naya sekarang empatpuluhsatu. Wanita yang mirip Bu Naya itu kukenal pada waktu usianya empatpuluhtiga. Berarti dua tahun lebih tua daripada Bu Naya. Sekarang sudah lebih tua lagi, mungkin sudah empatpuluhdelapan tahunan.”

“Ogitu ya.”

“Iya. Jadi begitu melihat Bu Naya, ingatanku mdelayang - layang ke masa laluku…”

“Sekarang di mana wanita yang jadi poengalaman pertama Nak Sam itu?”

“Sekarang udah nikah dengan orang bule. Malah mungkin sudah dibawa ke negara suaminya,” sahutku.

Tentu saja kata - kataku bohong semua. Karena Mama Mien sama sekali tidak mirip Bu Naya. Memang Mama Mien sudah punya suami orang bule, tapi dia masih tinggal di kotaku ini. Semua yang kukatakan pada Bu Har itu hanya semacam reason, sebagai jalan untuk mendekatinya.

“Terus… apa yang bisa saya lakukan untuk Nak Sam sekarang?”

Tanpa keraguan kulingkarkan lenganku di p[inggang Bu Naya sambil berkata setengah berbisik, “Kalau Bu Naya menjadi pengganti wanita itu, aku berjanji akan semakin menyayangi Tami sekaligus menyayangi Bu Naya juga. Tapi mungkin kita harus merahasiakannya kepada Tami.”

Bu Naya menatapku sejenak. Kemudian menunduk sambil memijat - mijat keningnya, seperti sedang berpikir. Dan akhirnya, “Ya… saya bersedia menjadi pengganti wanita yang hilang itu. Asalkan Nak Sam semakin menyayangi Tami, sekaligus menyayangi saya juga.”

Aku sengaja mendramatisir peristiwa ini, dengan berjongkok sambil memeluk sepasang betis putih mulus Bu Naya, lalu mencium lututnya berulang - ulang, kemudian berkata, “Terima kasih Bu. Aku seolah menemukan kembali sesuatu yang hilang selama ini.”

Bu Naya tampak terharu. Dibelainya rambutku sambil berkata, “Nak Sam… saya cuma takut pada sesuatu… seandainya nanti saya jadi mencintai Nak Sam gimana?”

“Justru itu yang kuinginkan Bu. Hubungan kita berdua harus didasari cinta. Jangan hanya nafsu belaka.”

“Lalu bagaimana dengan Tami?”

“Nanti Tami akan kuanggap sebagai istri pertama dan Bu Naya sebagai istri kedua,” sahutku sambil duduk kembali di sampingnya.

Tiba - tiba Bu Naya menyergap bibirku dengan pagutan hangat. Tentu saja aku gembira dengan serangan mendadak ini. Serangan yang kujawab dengan pelukan erat sambil melumat bibir sensualnya.

Bahkan lebih dari itu. Aku seolah tak mau kehilangan kesempatan sebaik ini. Maka ketika aku sedang berciuman dengan Bu Naya, tanganku menyelinap ke balik kimononya. Merayapi pahanya yang masih padat dan hangat. Bahkan tanpa raghu kuselinapkan tanganku ke balik celana dalamnya… lalu megusap - usap kemaluannya yang berjembut tebal, sehingga terdengar bunyi sayup - sayup srek…

Mungkin inilah salah satu seninya memek berjembut tebal. Pada waktu tersentuh tangan, pasti menimbulkan bunyi sayup - sayup seperti itu. Sebagai peringatan bahwa tangan itu sudah menyentuh sesuatu yang paling diinginkan lelaki normal!

“Nak Sam… mendingan di kamar saya aja yuk, “ajak Bu Naya sambil berusaha menepiskan tanganku dari balik celana dalamnya.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Kemudian mengikuti langkah wanita itui menuju kamarnya yang berdampingan dengan kamar Utami. Kamar Utami paling depan, kamar Bu Naya lebih ke dalam, pintunya ada di ruang keluarga.

Setelah berada di dalam kamarnya, Bu Naya memegang kedua bahuku sambil bertanya, “Nak Sam ingin menggauli saya kan?”

“Kalau Bu Harni tidak keberatan, aku ingin… ingin banget…” sahutku sambil mengusap - usap pipi Bu Naya.

“Jujur… kalau memek saya tersentuh sedikit aja, pasti saya langsung nafsu,” sahut Bu Naya sambil menutup sekaligus mengunci pintu kamarnya. Lalu menanggalkan kimononya, sehingga tinggal beha dan celana dalam saja yang masih melekat di tubuh putih mulusnya.

Aku pun melakukan hal yang sama. Kutanggalkan segala yang melekat di tubuhku, hanya celana dalam yang kubiarkan masih melekat di tempatnya.

Pada saat yang sama Bu Naya melepaskan behanya, sehingga sepasang toket mulusnya terbuka. Toket yang masih tampak bagus dan natural. Memang tidak segede toket Utami. Tapi entah kenapa… di mataku Bu Naya ini terasa selevel dengan Mamie. Lebih cantik daripada Mama Mien…!

Tak salah kalau aku akan membuat Bu Naya sebagai salah satu koleksi MILF-ku.

Dan dengan sepenuh gairah kudesakkan Bu Naya ke atas bednya. Lalu mulailah aku menggumulinya dengan segala kehangatan yang memancar dari sekujur batinku.

Aku bukan hanya mencium bibirnya lagi. Aku mulai menjilati leher jenjangnya, diiringi gigitan - gigitan kecil, membuat Bu Naya terpejam - pejam sambil berdesah, “Ooo… ooohhh… Nak Saaam… saya sudah belasan tahun tidak disentuh lelaki… kali ini disentuh oleh anak muda yang ganteng begini…

“Sebenarnya sejak lama aku selalu mengagumi wanita setengah baya seperti Bu Naya ini…” sahutku sambil mempermainkan pentil toketnya yang terasa tegang. Mungkin berbarengan dengan kebangkitan nafsu birahinya.

Lalu kucelucupi pentil toket teganbg itu, sementara tanganku mulai merayap ke balik celana dalamnya lagi. Kali ini jemariku langsung mencari celah memek Bu Naya. Setelah kutemukan, kuelus - elus celah memek wanita setengah baya itu, sehingga Bu Naya semakin mendesah - desah dengan mata kadang terpejam dan kadang terbuka.

“Duh Nak Saaam… ini terlalu enak buat saya Naaak… langsung masukin aja punya Nakj Sam sekarang… jangan ditunggu keburu becek, nanti malah jadi gak enak,” kata Bu Naya sambil melepaskan celana dalamnya, lalu menelentang kembali sambil merenggangkan kedua belah pahanya.

Aku sadar bvahwa ukuran penisku di atas rata - rata lelaki sebangsa denganku. Karena itu aku selalu menjilati memek ca;lon pasangan seksualku, agar tidak kesakitan pada saat melakukan penetrasi.

Tapi karena Bu Naya minta untuk segera dieksekusi, aku pun melepaskan celana dalamku. Lalu kupegang batang kemaluanku untuk didekatkan ke mulut vagina Bu Naya.

Tiba - tiba Bu Naya duduk dengan mata terbelalak, dengan tangan terjulur unbtuk memegang penisku yang sudah ngaceng berat ini.

“Astagaaaa… sepanjang dan segede inikah kontol Nak Sam?!” ucapnya sambil menepuk - nepuk batang kemaluanku…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu