3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Setelah melepaskan celana dalam, aku langsung menghimpit dan menerkam Natasha ke dalam pelukan dan lumatanku. Dan Natasha terasa sangat menikmati semuanya ini. Mungkin karena dia merasa sudah mulai mewujudkan khayalannya untuk memiliki diriku.

Terlebih ketika aku mulai meremas toketnya yang bisa tergenggam sepenuhnya dengan telapak tanganku. Soal kekencangan toketnya jangan tanya. Baru sekali ini aku menyentuh toket yang begini padat dan kencang, meski besarnya cuma segenggaman tanganku.

Natasha sendiri tampak sangat menikmatinya. Bahkan ia mencetuskannya secara lisan, “Boss… semua ini di luar dugaan saya. Sehingga saya merasa seolah bermimpi, karena mimpi-mimpi saya mulai terwujud dalam kenyataan…”

Dan aku tak mau buang-buang waktu lagi. “Sudah siap untuk merasakan ML yang sebenarnya?” tanyaku sambil melumuri batang kemaluanku dengan lotion. Memang kali ini aku tak mau main jilat dulu. Untuk menembus keperawanan cukup melumuri penisku dengan lotion saja.

“Silakan Boss… saya memang sangat mengharapkan… ingin sampai ke pucaknya…” sahut Natasha dengan nada pasrah.

Kutepuk-tepukkan batang kemaluanku ke memek Natasha yang tampak bersih dan merangsang itu. Lalu kukucurkan lotion lagi ke puncak dan leher penisku, juga kukucurkan ke mulut memek Natasha yang sudah kungangakan.

Kuletakkan botol lotion itu di samping kananku. Lalu merentangkan sepasang paha Natasha dan meletakkan moncong penisku tepat di mulut vagina sang Manager.

Aku yakin batang kemaluanku sudah cukup licin, sementara celah memek Natasha pun sudah kusemprot dengan lotion. Maka setelah letaknya dirasa tepat, kudorong batang kemaluanku sekuat mungkin.

Kepala dan leher penisku berhasil membenam ke dalam celah kemaluan Natasha yang sudah dilicinkan oleh lotion itu.

Liang memek Natasha memang sangat sempit. Tapi berkat bantuan lotion itu aku mulai bisa mengentotnya, meski harus perlahan dulu, menyesuaikan dengan kesempitan naturalnya memek sang Manager. Aku bahkan dapat merasakan bergerinjal-gerinjalnya dinding liang memek Natasha, seolah mengelilingiku dengan daging berbentuk kelompok telur ayam yang masih berada di dalam rahim induknya.

Ini menimbulkan geli-geli enak yang natural bagi penisku, terutama di bagian leher dan kepalanya.

Sementara nafas Natasha mulai terengah-engah kedengarannya, seirama dengan gerak entotan batang kemaluanku.

Desahan nafasnya pun mulai terdengar, “Boss… ahaaahhhh… ahaaahhhh… ahhaaaahhhh… Bosssss… aaaaa… aaaaaaahhhh…”

Ketika aku membisikinya, “Sakit?” Natasha menjawab singkat, “Nggak.”

Semuanya lancar-lancar saja, tidak seperti waktu mengambil keperawanan Mbak Ayu dan Frida. Mungkin salah satu penyebabnya adalah kuatnya fisik Natasha yang tinggi tegap itu. Mungkin juga karena fisiknya yang kuat itu membuatnya tabah menghadapi semua yang sedang terjadi ini.

Tiada seringai atau rintihan sakit sekecil apa pun darinya. Bahkan sebaliknya, ia tampak mulai menikmati enaknya genjotan batang kemaluanku yang semakin lancar bermaju-mundur di dalam jepitan liang memeknya.

Dan berikutnya Natasha seperti mengendalikan dirinya dengan cuma berdesah-desah. Namun ia mulai mendekap pinggangku erat-erat, seperti yang takut jatuh dari ketinggian. Sepasang mata indahnya pun kadang terpejam, kadang terbuka dan menatapku dengan sorot pasrah.

Aku pun ingin menciptakan suasana romantis. Agar Natasha tetap kreatif sebagai manager hotelku dan setia padaku sebagai kekasih gelapku. Karena itu aku sering memeluk lehernya, menciumi bibirnya yang sensual dan pipinya yang berlesung pipit itu. Bahkan kemudian kubisikkan kata-kata ke dekat telinganya, “Kamu sudah menjadi milikku, Tasha…

“Iya Boss… saya merasa bahagia sekali bisa menjadi milik Boss…” sahutnya terdengar agak parau.

“Kamu tidak menyesal karena kegadisanmu telah kuambil?” tanyaku.

“Tidak… saya malah bangga bisa mengalami semua ini bersama sosok yang paling saya kagumi selama ini…”

Aku menatap wajah cantiknya dengan perasaan telah mendapatkan lebih dari yang kuharapkan. Seperti peribahasa, “ Sambil menyelam minum air”. Dengan arti sebenarnya, aku telah mendapatkan hati Natasha yang akan kuandalkan sebagai manager yang handal dan setia, sekaligus mjendapatkan memeknya yang masih sangat “lengkap perabotannya” ini.

Ayunan penisku pun makin lama makin liar. Menyodok-nyodok liang sanggama Natasha, sementara tanganku mulai asyik meremas sepasang toket mungilnya yang bisa tecakup dengan kedua tanganku. Tangan kiriku mencakup toket kanannya, sementara tangan kananku mencakup dan meremas toket kirinya.

O, betapa mudahnya kudapatkan keperawanan seorang gadis. Hanya dalam hitungan menit PDKT, langsung bisa membopongnya ke dalam kamar pribadiku ini.

Dan kini aku tengah asyik menjilati leher jenjang dan berkeringat.

Pada saat itulah kurasakan Natasha berkelojotan, menggeliat dan akhirnya mengejang tegang.

Lalu apakah aku harus menyiksanya dengan durasi persetubuhan yang lebihdari sejam? Tidak. Kali ini aku hanya ingin mendapatkan hati Natasha, sekaligus ingin menguji virginitasnya. Maka ketika ia mulai mengejang tegang, aku pun mengayun batang kemaluanku secepat mungkin. Maka pada akhirnya aku berhasil menciptakan titik klimaks secara bersamaan.

Crot… crotttt… croooot… crooootttt… crooootttt…!

Aku pun terkapar sejenak di atas perut Natasha. Lalu kucabut penisku dari dalam liang vaginanya. Dan aku memeriksa keadaan memek Natasha dan kain seprai yang persis di bawah memeknya itu.

Natasha memang jujur. Kulihat ada genangan darah di bawah bokongnya. Sementara kemaluannya pun tampak ada bekas darah mengering dari celah vagina ke arah anusnya.

Untuk itu aku menghormati kejujuran dan kesuciannya. Maka ketika Natasha bangkit lalu duduk bersila, kuciumi bibir dan sepasang pipinya.

“Kamu sudah mengikhlaskan kesucianmu untukku?” tanyaku sambil membelai rambutnya.

“Ikhlas Boss.”

“Lalu apa harapanmu selanjutnya?”

“Saya takkan menuntut Boss untuk menikahi saya, karena saya juga tahu kalau Boss sudah punya istri yang begitu cantiknya. Saya hanya berharap Boss tetap mempekerjakan saya dan mohon agar saya jangan dibuang… itu saja.”

“Apa lagi harapanmu?”

“Tidak ada lagi Boss. Pokoknya saya takkan memaksa Boss menikahi saya, kecuali…”

“Kecuali apa?”

“Kecuali kalau saya hamil… yah… mungkin saya akan memohon untuk dinikahi… nikah siri juga gak apa-apa.”

Aku merasa sangat iba mendengar ucapan polos Natasha itu. Dan berjanji di dalam hati untuk tidak menyia-nyiakan cintanya yang begitu tulus padaku.

Hari itu adalah hari Senin.

Selama tiga hari aku tidak mengganggu Natasha. Dan tampaknya Natasha pun mengerti bahwa aku ingin agar luka di kemaluannya mengering dulu.

Tapi pada hari Kamis, ceritanya sudah lain lagi.

Ketika Natasha muncul di ruang kerjaku, langsung kusergap dengan pertanyaan, “Bagaimana? Sudah sembuh luka di dalam vaginamu?”

“Sudah Boss, “Natasha mengangguk dengan senyum manis bersaing dengan sepasang lesung pipitnya, “Dari kemaren juga sudah sembuh.”

“Tolong kunci dulu pintunya. Aku mau periksa kemaluanmu,” kataku tanpa beranjak dari kursi di belakang meja kerjaku.

Natasha menurut saja. Balik lagi ke arah pintu keluar, menguncinya (hmmm… masih pakai kunci putar… sangat ketinggalan jaman ya). Kemudian ia balik lagi ke arahku. Dan langsung kusuruh duduk di atas meja kerjaku, persis di depanku.

“Anggap aja sedang diperiksa oleh dokter spesialis kandungan ya,” ucapku sambil menyelinapkan kedua tanganku ke balik spanrok pink-nya. Lalu kutarik celana dalamnya sampai terlepas dari kakinya.

Lalu kusingkapkan spanrok pink itu sambil menarik bokong Natasha agar lebih maju lagi duduknya. Dan tanpa basa basi lagi kuserudukkan mulutku ke kemaluan Natasha sambil memegangi kedua belah paha padat mulusnya yang sudah kurentangkan selebar mungkin di pinggiran meja kerjaku yang terbuat dari kayu jati kokoh itu…

Natasha terasa mengejut. Mungkin karena tidak menyangka kalau aku akan menciumi dan mulai menjilati kemaluannya yang telah memberikan kenikmatan dan takkan terlupakan itu.

“Boss… !” hanya itu yang terdengar sayup-sayup di telingaku. Sementara aku mulai intensif menjilati memeknya.

Kedua tangan Natasha mencengkram kedua belah bahuku disertai remasan-remasan yang seirama dengan gerakan lidahku di seputar bagian berwarna pink dan kelentitnya. Baru belasan menit lidahku beraksi, terasa liang memek Natasha sudah basah. Basah sekali.

Maka aku pun berdiri di lantai, sambil menarik ritsleting celana denimku. Lalu kuturunkan celana panjang dan celana dalamku. Kemudian kudorong dada Natasha, agar ia menelentang di atas meja kerjaku dengan kedua kaki menjuntai ke bawah. Lalu kuarahkan moncong penisku ke arah mulut memek Natasha yang sudah basah kuyup itu.

Sesaat kemudian, aku pun mulai mengentotnya dengan gerakan perlahan dulu, makin lama makin kupercepat.

Natasha hanya menatap langit-langit ruang kerjaku, sambil mendesah-desah perlahan. Mungkin ia sengaja menahan suaranya agar jangan sampai terdengar ke luar ruang kerjaku.

Sementara aku mulai lupa daratan, karena mulai merasakan nikmatnya liang memek sang Manager. Seolah kafilah dahaga di tengah padang pasir yang menemukan oase, lalu minum sepuasnya.

Sementara Natasha hanya mengepal-ngepalkan tangannya sambil merintih-rintih perlahan… perlahan sekali… sementara matanya terkadang melotot ke arah langit-langit, di saat lain mata indahnya terpejam erat-erat… terkadang juga menatapku dan seperti berusaha untuk tersenyum… membuat perasaan sayangku makin mendalam padanya.

Mungkin tadi aku terlalu lama menjilati kemaluannya, mungkin juga Natasha terlalu menghayati nikmatnya disetubuhi olehku, entahlah. Yang jelas, baru belasan menit aku mengentotnya, Natasha mulai menggeliat-geliat dan berkelojotan… lalu mengejang tegang sambil memejamkan matanya. Dan… aku yakin dia sedang mencapai orgasmenya.

Namun aku belum apa-apa. Dan kali ini aku tak mau berusaha untuk mempercepat durasi hubungan sex ini.

Maka setelah tubuh Natasha tampak lemah lunglai, kucabut batang kemaluanku dari memek sang Manager. Kemudian kubetulkan dulu celanaku. Dan kubopong tubuh Natasha ke dalam kamar pribadiku.

Kuletakkan Natasha di atas tempat tidur. Kemudian kuminta ia membuka seluruh busananya, sementara aku sendiri melepaskan segala yang melekat di tubuhku sampai telanjang.

Natasha menurut saja. Dilepaskannya seluruh pakaian yang melekat mdi tubuhnya, sampai telanjang bulat. Telanjang yang sangat menggiurkan dan mampu menyalakan api birahiku semakin berkobar.

Setelah sama-sama telanjang, aku pun merayap ke atas perut Natasha. Menciumi pipi dan bibirnya dengan mesra, sambil mengelus rambutnya yang agak ikal dan hitam. Tidak kelihatan menggunakan cat rambut sedikit pun.

“Bagaimana perasaanmu padaku sekarang?” tanyaku sambil menggenggam toket mungilnya.

“Saya merasa sudah menjadi milik Boss. Dan cinta saya kepada Boss… sudah sangat mendalam.”

“Syukurlah. Karena aku pun sudah seperti itu. Tapi kalau sedang berduaan begini, stop manggil Boss padaku ya. Kamu boleh memanggilku Bang saja, meski usiaku lebih muda darimu.”

“Iiii… iya Boss, eh Bang.”

“Sudah siap untuk melanjutkan lagi?” tanyaku sambil merayapi kemaluannya yang terasa masih sangat basah.

“Iya Bang…”

Sesaat kemudian batang kemaluanku mulai membenam lagi ke dalam liang memek Natasha yang luar biasa enaknya ini. Natasha pun menyambutku dengan pelukan di leherku. Dan aku menanggapinya dengan memagut dan melumat bibirnya. Sementara batang kemaluanku mulai bermaju mundur lagi di dalam liang memek sang Manager.

Elahan-elahan nafas Natasha pun mulai terdengar lagi. Tapi rintihannya tetap terkendali. Hanya terdengar seperti ini, “Aaaaaa… aaaaah… Baaaang… aaaaahhhh… Baaaang… aaaaaaah… aaaaaaa… aaaaaahhhhhhhh…”

Kali ini aku ingin “melengkapi” dengan apa yang bisa kulakukan. Melumat bibirnya bermenit-menit, lalu menjilati leher jenjangnya yang sudah mulai keringatan, disertai dengan gigitan-gigitan kecil. Sementara tanganku pun meremas toket mungilnya denga lembut, terkadang mengemut pentil toketnya yang terasa menegang.

Natasha pun mulai menggeliat-geliat lagi. Sementara kedua tangannya sering mengepak-ngepak dan meremas-remas kain seprai.

Memang kurasakan Natasha masih sungkan padaku. Tampaknya dia tidak berani melakukan sesuatu yang dianggap kurang menghormatiku. Memegang kepalaku, misalnya, dia tidak berani. Dia hanya berani meremas bahuku, terkadang mendekap pinggangku erat-erat, seperti takut terjatuh dari ketinggian.

Sementara aku makin asyik mengentotnya. Tapi aku takkan mau habis-habisan dulu. Aku takkan mau memperlakukannya seperti biasa memperlakukan Mama Ken. Aku hanya ingin membuatnya merasakan bahwa hubungan sex itu sangat nikmat. Tapi aku tak mau menyakitinya.

Karena itu aku menargetkan, bahwa ketika Natasha menampakkan gejala-gejala mau orgasme, aku pun akan cepat-cepat berusaha untuk secepatnya berejakulasi.

Maka ketika tubuhku mulai bermandikan keringat, ketika geliat-geliat Natasha semakin kerap, kemudian berkelojotan… aku pun mempercepat entotanku.

Dan aku selalu berhasil untuk mengatur diriku sendiri pada waktu sedang bersetubuh. Bahwa ketika Natasha mengejang dengan perut agak terangkat, aku pun berada pada titik puncak kenikmatanku. Bahwa penisku sedang kubenamkan sedalam mungkin, lalu kudiamkan tanpa kugerakkan lagi.

Inilah detik-detik yang paling indah dalam setiap kali menyetubuhi perempuan. Bahwa ketika liang memek Natasha terasa berkedut-kedut reflex, moncong penisku pun memuntahkan spermaku bertubi-tubi…

Crotttt… croooottttttt… crrrrooooooottttttt… crotcrot… crooootttt…!

Aku pun terkulai di atas perut Natasha.

Badai nafsu mulai reda.

Aku laksana terdampar di pantai. Pantai yang bernama Kepuasan…!

O, sampai kapan aku bertualang terus di atas perut perempuan-perempuan yang selalu membangkitkan semangat hidupku ini?

Entahlah. Yang jelas, aku merasa wajib untuk menyayangi Natasha ini. Karena selain kubutuhkan di dalam lingkaran bisnisku, dia juga punya daya pesona yang membuatku semakin bersemangat untuk mengembangkan usahaku.

Dan ketika aku sudah menggulingkan tubuhku ke sampingnya, Natasha menumpangkan pahanya di atas perutku, sambil memelukku dan berkata lirih, “Bang… jangan sia-siakan cinta saya ya Bang…”

Sebagai jawaban, kucium bibir sensualnya, sambil membelai rambutnya yang terasa agak basah oleh keringat.

Lalu kuajak Natasha mandi bersama. Dengan geliat birahi yang sudah terpuasi…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu