3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

**Bagian 02

Berhari - hari otakku dijejali oleh “indoktrinasi” dari suamiku. Bahwa aku harus memanfaatkan Andi sebagai “solusi aman” untuk menghamiliku. Dan suamiku selalu mengatakan bahwa sarannya itu sesuatu yang logis, yang masuk akal sehat.

Maka aku pun mulai terpengaruh oleh ucapan - ucapan suamiku. Maklum dia seorang dosen, seorang yang pandai berbicara pada waktu memberikan kuliah.

Setelah lebih dari sebulan aku dijejali “indokrinasi rasional” itu, aku mulai bertanya kepada diriku sendiri. Kalau memang tidak dianggap kecurangan seorang istri, kenapa aku tidak mencobanya saja? Bukankah Andi memang sosok yang masih sangat “fresh” karena usianya baru 18 tahun?

Dan aku yakin, kalau aku mau mendapatkan kejantanan Andi, mudahnya laksana tinggal membalikkan tangan.

Kalau memperturutkan perasaan, mungkin aku akan memilih Sam sebagai pejantanku. Karena dengan aku dengan Sam seolah tiada rahasia - rahasiaan lagi. Aku tinggal ngomong “Tolong setubuhi dan hamili aku Sam… “Lalu Sam akan melakukannya. Akan melakukan sesuatu yang selalu saja berkesan di dalam batinku.

Tapi kalau akhirnya terbukti bahwa aku hamil oleh “orang luar”, apakah suamiku masih bisa menerimanya? Mungkin ya mungkin juga tidak.

Sedangkan Andi, memang sosok yang “diajukan” oleh suamiku sendiri. Berarti aku tidak akan disalahkan oleh Mas Baskoro.

Di luar itu semua, ada sesuatu yang diam - diam menggodaku. Alat kejantanan Andi itu… panjang dan gede banget…!

Bahkan pada waktu “accidental” itu terjadi… kemaluanku sempat berhimpitan dengan alat kejantanan Andi yang panjang gede itu. Tapi pada saat itu aku sedang menstruasi. Sehingga aku tidak sampai horny dibuatnya. Malah jengkel aja yang ada. Dan aku berusaha untuk melupakan semuanya itu.

Tapi pada suatu hari Mas Baskoro tampak bersiap - siap untuk terbang ke Manado. Menurut keterangannya, Mas Bas akan berada di Manado selama seminggu. Tentu saja untuk urusan ajar - mengajar.

Namun sebelum berangkat, Mas Bas masih sempat membisikiku, agar aku memanfaatkan waktu selama dia berada di Manado. Nadanya sudah bukan saran lagi, melainkan berbentuk desakan. Karena di akhir bisikannya, ia berkata, “Pokoknya setelah aku pulang dari Manado harus ada hasilnya, ya Dek.”

Dengan batin limbung kujawab, “Lihat - lihat sikonnya ya Mas. Aku belum bisa janji.”

Dan setelah Mas Baskoro berangkat, aku jadi bingung sendiri. Memang bukan masalah sulit untuk melakukan keinginan Mas Baskoro itu. Tapi batinku bergelut terus antara melaksanakan keinginan suamiku dan tidak melaksanakannya.

Tadi pagi, waktu suamiku berangkat, Andi sudah duluan berangkat kuliah. Jadi Andi mungkin tidak tahu kalau oomnya mau terbang ke Manado.

Sampai jam 16.30 Andi belum pulang juga. Sementara aku sedang memikirkannya. Sedang memikirkan trik untuk membuatnya tgerhempas ke atas perutku, sesuai dengan anjuran suamiku.

Ya… akhirnya aku akan mengikuti saran dan desakan suamiku, untuk menjadikan Andi sebagai “pejantan”. Hanya cara awalnya yang membuatku masih bingung. Karena tak mungkin aku langsung mengajak Andi bersetubuh. Bisa - bisa dia lari pontang - panting kalau diajak secara to the point itu.

Akhirnya aku mandi sore sebersih mungkin. Setiap sela “pebnting” kjubersihkan, agar meninggalkan kesan bagus di kemudian hari.

Jam lima sore motor Andi baru terdengar memasuki pekarangan, tepat pada saat aku sudah selesai mandi dan sudah mengenakan kimono putih tanpa mengenakan apa - apa lagi di balik kimono yang terbuat dari bahan handuk ini. Ketika terdengar langkah Andi memasuki rumah, kubuka pintu kamarku. Lalu :

“Andi… sini sebentar, “panggilku di ambang pintu kamarku.

“Ya Tante,” sahut Andi sambil menghampiriku.

“Kamu bisa mijit nggak?”

“Bisa, tapi gak seperti masseur profesional, Tante.”

“Gak apa - apa. Yang penting pegal - pegal di kaki dan bahuku berkurang.”

“Siap Tante.”

“Sekarang mandi aja dulu. Makan malam sih nanti malam aja kita makan di luarf ya.”

“Siap Tante,” sahut Andi yang jadi tampak penurut sejak peristiwa kutarik selimutnya itu.

“Kalau udah mandi masuk aja ke kamar. gak dikunci pintunya.”

“Iya. Saya mau mandi dulu Tante,” sahutnya terdengar bersemangat. Entah apa yang menyebabkannya bersemangat.

Aku pun bersemangat untuk mengeluarkan lotion massage yang biasa kupakai kalau mau memijat suamiku. Kuletakkan botol kecil lotion itu di atas meja kecil yang berdampingan dengan bedku.

Lalu aku menelungkup dan siap untuk berakting sebagai orang yang sedang pegal kaki dan tengkukku.

Hanya beberapa menit aku menunggu, lalu terdengar langkah Andi memasuki kamarku.

“Kamu tau Oom lagi ke Manado?” tanyaku tanpa menoleh dan tetap menelungkup.

“Tau. Tadi malam Oom bilang mau ke Manado selama seminggu. Oom melarangku keluar malam selama beliau belum pulang,” sahutnya.

“Iya. Sekarang lagi musim pencuri. Di rumah harus selalu ada laki - laki. Ohya… itu lotionnya di atas meja kecil,” kataku sambil menunjuk ke arah ples massage lotion itu. Dan diam - diam aku memperhatikan Andi yang mengenakan celana pendek putih dengan baju kaus hitam itu.

Lalu terasa tangan Andi yang sudah dibasahi lotion mengusap - usap betis dan telapak kakiku.

Aku yang sedang menelungkup tidak menyaksikan reaksi dan ekspresi Andi ketika tangannya mulai memijati telapak kaki dan dilanjutkan dengan mengurut - urut betisku.

“Urutanmu enak sekali Andi… “gumamku jujur. Karena urutannya memang terasa enak sekali.

Tapi ia mengurut telapak kaki dan betis saja bolak balik.

“Pahanya juga pijit dan urut Andi,” kataku sambil menaikkan kimonoku sampai ke bokongku. Mungkin sebagian dari kemaluanku mulai tampak di matanya. Karena tangan Andi mulai terasa agak gemetaran. Terlebih lagi setelah aku menarik lagi kimonoku sampai ke pinggangku sambil berkata, “Biar kimonoku nggak kebasahan lotion…

“Iii… iyaaa Tan… Tante…” sahutnya tergagap.

Pasti karena mata Andi mulai bisa melihat bentuk kemaluanku yang nyempil di bawah anusku. Sementara kedua tangannya mulai mengusut - urut pahaku sampai ke pangkalnya. Bahkan sesekali tangannya menyentuh bibir kemaluanku…!

Hmm… pasti dia sudah mulai digoda oleh nafsu birahinya. Sementara aku pun sudah mulai digoda oleh hasrat birahiku sendiri, karena jari tangan Andi makin lama makin sering menyentuh bibir kemaluanku.

“Oooh… makin enak pijitanmu Andi… pijit dan urut aja semuanya. Jangan ragu - ragu.”

“Iii… iya Tante… iii… ininya pijit juga?” tanyanya sambil menekan bibir kemaluanku dengan tangan gemetaran.

“Iya… celahnya juga elus - elus dengan lotion.”

“Iii… iya Tante… maaf kalau aku salah pijit Tante…” sahutnya sambil menuangkan lotion ke bibir kemaluanku. Kemudian jemarinya menyelundup ke dalam celah kemaluanku.

“Ooooh… enak sekali Andi… enak sekali… apalagi kalau pakai kontolmu pasti lebih enak lagi kale, “lenguhku dengan batin yang semakin dikuasai nafsu.

“Iiii… iyaaa… Tan… Tante…” sahut Andi semakin tergagap.

“Sebentar… kimono ini harus dilepaskan dulu mungkin. Supaya kamu lebih leluasa memijit dan mengurutnya,” kataku sambil melepaskan ikatan tali kimonoku. Kemudian kimono putih itu kulepaskan dan aku menelungkup kembali.

“Sekalian punggung dan tengkukku pijit juga ya,” ucapku.

“Ba… baik Tante.”

Entah seperti apa ekspresi wajah Andi saat itu. Ekspresi setelah melihat sekujur tubuhku tak ditutup oleh sehelai benang pun lagi ini. Yang jelas, kedua tangannya mulai mengurut - urut punggung sampai di tengkukku, kemudian balik lagi memijat betis dan pahaku, sampai ke pangkalnya dan… lagi - lagi dia menuangkan lotion ke bibir kemaluanku yang sudah licin ini.

Kulihat Andi memalingkan mukanya. Mungkin jengah karena kini ia bisa melihat indahnya sepasang payudaraku yang belum pernah meneteki bayi ini, bisa melihat pula bentuk sekujur memekku yang senantiasa dicukur bersih dan kini sudah mengkilap oleh lotion itu.

Agar Andi tidak ragu - ragu untuk mengerjakan “tugasnya”, kuambil bantal guling untuk menutupi wajahku sambil berkata, “Ayo lanjutkan Andi… mulailah dengan memijit dan mengurut toketku ya… jangan ragu - ragu… kalau dipijat di salon juga suka telanjang begini. Tapi yang memijitnya perempuan…

“Iya Tante… iii… iyaaa… maaf… perut Tante akan kududuki. Nggak apa - apa?” tanyanya dengan nafas terdengar tak beraturan.

“Iya duduki aja perutku, gak apa - apa,” sahutku yang sudah menutupi mata dan sekujur wajahku dengan bantal guling.

Kemudian kurasakan Andi menuangkan lotion ke sepasang payudaraku. Disusul dengan usapan - usapan tangannya untuk meratakan lotion itu. Lalu terasa sepasang payudaraku mulai dipijat - pijat dan diurut - urut dengan lembut. Membuatku terpejam - pejam dalam hasrat birahi yang semakin menagih - nagih. Tapi aku berusaha menahannya, karena aku ingin agar nafsu Andi pun semakin memuncak.

Agak lama kubiarkan Andi meremas - remas dan mengurut - urut sepasang payudaraku dengan lembut. Sampai akhirnya aku berkata, “Sekarang paha bagian depannya Di.”

Andi pun melorot turun ke antara sepasang pahaku yang sudah kurenggangkan jaraknya. Agar Andi semakin leluasa memandang kemaluanku yang sudah lama tidak pernah merasakan lagi nikmatnya digenjot oleh penis cowok muda belia.

Lalu terasa Andi mulai memijat dan mengurut pahaku secara bergiliran paha kiri dan paha kanan.

Aku yang masih menutupi wajahku dengan bantal guling, lalu mengusap - usap kemaluanku sambil berkata, “Andi… ininya kasih lotion lalu elus - elus lagi… jarimu boleh dimasukkan lagi ke liangnya seperti tadi. Tapi awas, jangan sampai kukumu menggoresnya yaaa…”

“Beb.. bebb… baik Tante…”

Lalu terasa kemaluanku mulai dikucuri lotion lagi. Disusul dengan usapan - usapan tangan Andi untuk meratakannya. Dan mulailah ia memijat - mijat dan mengurut - urut kemaluanku dengan lembut. Kemudian jari tangannya mulai dimasukkan ke dalam liang vaginaku. Lalu jari itu bergerak - gerak maju mundur di dalam liang kewanitaanku.

Sampai akhirnya aku meletakkan bantal gulingku di kasur. Kemudian bangkit dan duduk sambil menyelinapkan tanganku ke balik celana pendek putih Andi.

Dan… kusentuh penis panjang gede Andi yang ternyata sudah sangat ngaceng…!

“Pakai kontolmu aja Andi… biar lebih enak,” ucapku setengah berbisik, sambil memegang penis Andi yang masih tersembunyi di balik celana pendeknya.

“Pa… pakai kontolku Tante? Ng… nggak apa - apa?” tanya Andi dengan suara parau dan dengan nafas terengah - engah.

“Nggak apa - apa. Ayo lepasin celana dan baju kausmu… kalau pakai kontol harus sama - sama telanjang. Biar sempurna enaknya. “Aku menelentang kembali sambil mengusap - usap kemaluanku.

Aku sudah tahu benar betapa gedenya kontol keponakan suamiku itu. Sehingga sambil menelentang kukucurkan sendiri lotion itu ke celah kemaluanku, agar bagian dalamnya pun licin.

Sementara Andi sudah telanjang bulat dan berlutut di antara sepasang pahaku sambil memegang batang kemaluannya yang sudah sangat ngaceng itu.

Takut Andi belum berpengalaman, kupegangi leher penis ngacengnya. Lalu kuletakkan moncongnya tepat di ambang mulut vaginaku.

Lalu kuberi isyarat agar dia mendorong tongkat kejantanannya.

Tanpa berani beradu tatapan denganku, Andi pun mendorong penis gagahnya.

Liang kemaluanku yang sangat licin ini membuat penis Andi agak mudah melesak masuk ke dalam liang kemaluanku… Blesssssssss…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu