3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Malam itu, untuk pertama kalinya Sinta tidur dalam dekapanku.

Keesokan harinya, pagi - pagi sekali aku sudah mengenakan pakaian casual, tidak resmi lagi seperti kemaren. Hanya mengenakan celana corduroy dan baju kaus yang sama - sama berwarna biru tua.

Sepatu pun tidak kukenakan. Hanya sandal kulit yang kupakai sebagai alas kaki. Biarlah… toh pagi ini aku bukan untuk menghadiri acara bisnis, sehingga aku menganggap tak perlu mengenakan pakaian resmi.

Sebelum berangkat, aku memberikan sejumlah uang kepada Sinta. Buat jajan atau makan di resto hotel, atau di sebuah rumah makan yang tak jauh letaknya dari hotel itu.

Kemudian aku menuju basement, tempat mobilku diparkir.

Setelah memanaskan mesin mobilku sekitar lima menitan, aku pun mengeluarkan mobilku menuju hotel tempat Mrs. Alana menginap. Hotel yang mayoritas langganannya adalah orang - orang bermata sipit.

Hotel itu tidak seberapa jauh dari hotel yang sedang kupakai menginap. Sehingga tak sampai setengah jam aku sudah tiba di parkiran hotel itu.

Jack menghampiriku pada waktu aku baru turun dari mobil. “Boss sangat on time,” ujar Jack sambil mengangguk sopan padaku. Kemudian lelaki tua itu menyebutkan nomor kamar Mrs. Alana yang berada di lantai lima.

Aku mengangguk sambil mengucapkan terima kasih. Kemudian melangkah ke arah pintu lift dan menuju lantai lima.

Kuketuk pintu yang nomornya sesuai dengan pemberitahuan Jack tadi. Lalu pintu dibuka. Mrs. Alana berdiri di ambang pintu dalam gaun cheongsam berwarna merah dengan belahan di kanan kirinya. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih kekuningan itu.

“Good Morning Madame,” ucapku sambil mengangguk.

Dengan hangatnya Mrs. Alana menjawab, “Initially I want to take you for a walk first. But I was afraid of traffic jams, so I canceled that intention. “ (Awalnya saya ingin mengajak Anda jalan-jalan dulu. Tapi saya takut macet, jadi saya membatalkan niat itu).

Aku pun menanggapinya, “I think it’s better to enjoy your beauty than to take a walk in the hot air of Jakarta. “ (Aku pikir lebih baik menikmati kecantikan Anda daripada berjalan-jalan di udara panas Jakarta)

Mrs. Alana memegang sepasang tanganku sambil tersenyum manis, “Thank you,” ucapnya. Lalu ia mengajakku duduk berdampingan di sofa.

Selanjutnya semua pembicaraan berlangsung dalam bahasa Inggris. Akan langsung diterjemahkan saja, supaya gak ribet menulis dalam 2 bahasa.

“Pertemuan ini jangan dilaporkan kepada Merry ya,” ucapnya sambil memegang tangan kiriku. Dan meremasnya perlahan.

“O, tentu tidak, Madame.”

“Sudah berapa lama Merry jadi istri Anda?”

“Sudah lebih dari setahun.”

“Dan langsung punya anak ya?”

“Heheheee… iyaaa…”

Tiba - tiba Mrs. Alana merapatkan pipinya ke pipiku. Harum parfum mahalnya pun semakin tercium olehku. Lalu terdengar suara wanita peranakan Chinese Macau dengan Portugis itu, “Aku juga mau punya anak darimu.”

“Madame belum punya anak?” tanyaku.

“Belum,” Mrs Alana menggeleng, “Panggil aku Lana saja. Jangan terlalu formal.”

Dan… tiba - tiba bibir Mrs. Alana merapat ke bibirku.

Dan aku tahu apa yang harus kulakukan. Kulumat bibir yang agak tipis sensual itu, sementara tanganku spontan merayapi pahanya yang terbuka di belahan gaun cheongsamnya.

Mrs. Alana yang selanjutnya kusebut Lana saja seperti yang diinginkannya, membalasku dengan lumatan hangat. Hangat sekali. Sementara tanganku sudah tiba di pangkal pahanya yang terasa hangat. Bahkan sudah menyentuh celana dalamnya…!

Kuusap - usap celana dalam itu beberapa saat. Lalu kuselinapkan tanganku ke balik celana dalam tipis itu. Sampai menyentuh sebentuk kemaluan tanpa jembut.

“Mungkin lebih nyaman kalau kita pindah ke sana,” kata Lana perlahan, sambil menunjuk ke arah bed.

Aku mengangguk. Lalu mengangkatg tubuh Lana dan membopongnya ke arah bed. Kemudian kuletakkan tubuh konglomerat cantik itu di atas bed dengan hati - hati.

Di atas bed itulah ia menanggalkan gaun cheongsam dan behanya. Kemudian dia berlutut di atas bed sambil bertolak pinggang, “Apakah aku masih layak untuk mengandung anakmu Sam?”

Aku terbengong - bengong menyaksikan indahnya tubuh Lana yang tinggal mengenakan celana dalam itu. Tubuh yang begitu indah dan putih mulusnya, dengan sepasang toket yang kedua putingnya masih mancung ke depan. Laksana melihat gadis belasan tahun.

“Masih sangat layak untuk hamil,” sahutku sambil mengusap - usap perutnya yang kempes, tidak buncit sedikit pun. Pertanda Lana sering merawat tubuhnya baik lewat perawatan medis maupun dengan rajinnya berolah raga.

Ketika Lana sudah menelentang dalam keadaan tinggal bercelana dalam saja, aku pun menanggalkan segala yang melekat di tubuhku, hanya celana dalam saja yang kubiarkan melekat pada tempatnya.

Lalu aku merayap ke atas tubuh yang hampir telanjang itu. Untuk mencelucupi pentil toket kirinya sambil meremas toket kanannya dengan lembut.

Lana pun melepaskan kacamatanya.

“Kenapa dilepas kacamatanya? Aku justru senang melihatmu berkacamata, jadi kelihatan anggun dan elit. Kacamatamu min atau plus?”

Lana menyahut, “Just to decorate my narrow eyes, “(hanya untuk menghiasi mata sipitku).

“Owh… berarti mata Lana masih normal?” tanyaku.

“Iya, sahutnya sambil tersenyum,” sahutnya, “Ohya… sejak bercerai dengan mantan suami, aku tak pernah jatuh hati kepada lelaki mana pun. Baru sekarang hatiku runtuh olehmu Sam…”

Aku tidak menyahut, karena sedang asyik - asyiknya mengemut pentil toket Lana. “Sayangnya Sam sudah punya istri. Istrimu Merry pula… mantan istri teman lamaku dalam bisnis. Seandainya Sam belum punya istri… aku mau membawamu ke Macau.”

Aku melepaskan pentil toket Lana dari mulutku. Lalu menatap mata sipit Alana. Dan menanggapinya, “Cinta tidak harus saling memiiki. Bahkan cinta backstreet begini justru menimbulkan gairah yang luar biasa, jauh lebih hebat daripada gairah suami - istri yang menikah secara resmi.”

Lana menatapku dengan senyum manisnya. “Iya. Mungkin hubungan backstreet lebih bergairah daripada hubungan suami - istri. Berarti aku harus sering ke Indonesia ya. Khusus buat nemuin Sam tercinta…” ucapan itu Lana akhiri dengan kecupan hangatnya di bibirku.

“Buat wanita sekaya Lana, Macau - Jakarta itu dekat kan?”

“Hmm… dibandingkan dengan Macau - Lisbon memang lebih dekat Macau - Jakarta,” sahut Lana sambil mengusap - usap rambutku yang agak gondrong ini.

Percakapan itu jadi terhenti, karena aku mulai melorot ke bawah. Untuk menciumi perut Lana yang ramping, lalu menurunkan celana dalamnya, sampai terlepas dari kakinya.

Kini aku bisa menyaksikan kemaluan Lana dari jarak yang sangat dekat… bahkan bibirku mulai menciumi kemaluan tanpa jembut itu dengan gairah yang semakin menggila. Lalu kungangakan vagina Lana dengan kedua tanganku, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu sudah mulai terbuka. Dan kujilati bagian dalam yang berwarna pink itu tanpa basa - basi lagi.

Lana mulai menggeliat - geliat sambil menahan - nahan napasnya.

Geliatan tubuh konglomerat cantik itu membuatku semakin bernafsu untuk menjilati kemaluannya habis - habisan. Bahkan dilengkapi dengan gerakan jemari kiriku untuk mengelus - elus kelentitnya sambil menekannya agak kuat, supaya lebih terasa olehnya.

Lana pun mulai mendesah - desah perlahan, “Ooooohhh… oooooh… ooooo… ooooh… oooooo… ooooooohhhhhhh… oooooo… ooooooohhhh… ooooooooo… ooooh…”

Semakin mendesah juga Lana dibuatnya. Terlebih setelah lidahku mulai menjilati kelentitnya disertai dengan isapan - isapan kuat, sementara jemari tangan kananku diselundupkan ke dalam liang memeknya yang mulai membasah itu. Lalu kugerakkan jari tengahku maju - mundur di dalam liang kemaluan wanita berdarah campuran Macau - Portugis itu.

Sampai akhirnya terdengar suara Lana, “Enough Sam…! Just put your dick in my pussy… !”

(Cukup Sam …! Masukkan saja penismu ke dalam vaginaku… !)

Aku memang lelaki yang penurut kalau pasangan seksualku sudah berkata seperti itu.

Maka kulepaskan celana dalamku dan kuletakkan moncong penisku yang sudah ngaceng berat ini di mulut memek Lana.

Lana pun memegang leher penisku. Dan berkata, “Wow! Your dick is so huge !”(Wow! Kontolmu gede sekali… !)

Aku tidak mau menanggapi. Setelah arahnya terasa sudah ngepas, kudorong penisku sekuat tenaga. Dan… blessss… melesak masuk ke dalam liang memek wanita tajir melilit yang cantik jelita itu…!

Penisku berhasil masuk lebih dari setengahnya.

Kemudian aku pun menghempaskan dadaku ke atas dadanya, sambil mulai mengentotnya perlahan - lahan dan memegang toket kanannya dengan tangan kiriku, sementara lengan kananku digunakan untuk melingkari lehernya ke dalam pelukanku. Disusul dengan ciuman hangatku di bibirnya. Yang ia sambut dengan lumatan lahap.

Bahkan kemudian ia berkata setengah berbisik di telingaku, “I love you so much Sam.”

Yang lalu kutanggapi dengan mengecup pipinya dan bisikan, “I love you too Lana…”

Lalu penisku mulai bermain dengan lincahnya. Bermaju mundur di dalam liang memek Lana.

Sementara mulutku mulai beraksi di leher jenjangnya yang harum. Dengan jilatan - jilatan disertai gigitan - gigitan lembut. Dan tampaknya Lana sangat menikmatinya. Matanya kadang terpejam kadang terbuka. Mulutnya ternganga - nganga, terkadang sambil merintih perlahan, “Come on… fuck me Saaam… fuck me…

Pada saat lain aku mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya. Ini pun tampak sangat dinikmati oleh Lana. Kedua tangannya terkadang berada di belikatku, terkadang meremas - remas rambutku sampai acak - acakan.

Sedangkan batang zakarku mengentotnya agak lambat, karena kelihatannya Lana ini romantis orangnya. Sehingga aku tak mau gegabah bertindak keras padanya.

Ada suatu hal yang mungkin baru baginya. Bahwa aku dengan lahap menjilati ketiaknya yang juga harum parfum kelas internasional. Awalnya ia tersentak kaget, tapi lalu menikmatinya sambil merintih - rintih, “Oooo… oooooh… fuck me Sam… fuck fucki fuck… Oooh… Having sex with you makes me really comfortable, Sam…

(Berhubungan seks denganmu membuatku sangat nyaman, Sam).

Setelah lebih hampir setengah jam aku menyetubuhinya, Lana mulai berkelojotan sambil merintih, “I will come… will come Saaam… ooooh… here I come… I come Saaaam… !”

Lalu ia mengejang tegang, dengan perut menjengking ke atas, dengan nafas tertahan. Dan… ia mendesah aaaahhhhhhh… disusul dengan kedutan -kedutan kencang di dalam liang memeknya…!

Tapi aku belum apa - apa. Aku hanya senang memperhatikan reaksi Lana yang sedang mencapai orgasmenya. Sementara batang kemaluanku masih kubiarkan menancap di dalam liang memeknya.

Pada saat itulah kulihat aura kecantikan Lana terpancar dari wajah puasnya seorang wanita yang baru mencapai orgasme.

Lalu tampak senyhum sensual tersungging di bibirnya. Disusul dengan kecupan mesranya di bibirku. Dan terdengar suaranya perlahan, I love you so much Sammy…”

Aku tersenyum dan menanggapinya, “I love you too beautiful Lana…”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu